Anda di halaman 1dari 16

BAHAN DAN CARA PEMBUATAN ARCA BATU

SEBAGAI KOMPONEN PENTING CANDI-CANDI MASA KLASIK


DI JAWA

MATERIAL AND METHOD OF MAKING STONE STATUE


AS A KEY COMPONENT CLASSICAL TEMPLE IN JAVA
T.M. Hari Lelono
Balai Arkeologi Yogyakarta
harilono@gmail.com

ABSTRACT
Most of the building of temples Hindu / Buddhist in Java, always equipped with
statues as a symbol of the manifestation of the gods. These statues are usually placed in
the temple chambers in accordance with their respective functions. One thing that is
interesting about how to obtain the materials and manufacturing process performed by the
artists sculpture carving during the Ancient Java era?. Therefore, the approach tries to
uncover ethno-archaeology through ethnographic data. From these data, expected to be
useful for science as well as add insight for anyone who wants to know about the 'secret'
making of the statues in the Java-Kuna. Our ancestors have proven that they have the
genius of local identity and identity as a cultural and civilized nation.

Keywords : Material statue, Sculpture Artist, Classical Temples Period.

ABSTRAK
Sebagian besar bangunan candi-candi Hindu/ Budha di Jawa, selalu dilengkapi
dengan arca-arca sebagai simbol dari perwujudan para dewa-dewa. Arca-arca tersebut
biasanya diletakkan pada bilik-bilik candi sesuai dengan fungsinya masing-masing. Suatu
hal yang menarik tentang bagaimana caranya memperoleh bahan dan proses
pembuatan arca dilakukan oleh para seniman pahat pada maa Jawa-Kuna ?. Oleh karena
itu, dengan pendekatan etnoarkeologi akan mencoba mengungkap melalui data
etnografis. Dari data tersebut, diharapkan dapat bermanfaat bagi ilmu pengetahuan serta
menambah wawasan bagi siapa saja yang ingin mengetahui tentang „rahasia‟ pembuatan
arca-arca pada masa Jawa-Kuna. Nenek moyang telah membuktikan, bahwa mereka
memiliki lokal genius dan jatidiri sebagai identitas Bangsa yang berbudaya dan beradab.

Kata kunci : Bahan Arca, Seniman Pahat, Candi-Candi Masa Klasik.

Tanggal masuk : 13 Februari 2013


Tanggal diterima : 26 April 2013

Berkala Arkeologi Vol.33 Edisi No.1/Mei 2013 93


PENDAHULUAN Sidoarjo. Terletak dalam wilayah
Kelurahan Taman Agung, Kecamatan
Arkeologi Indonesia kini telah Muntilan, Kabupaten Magelang,
memasuki babakan baru yakni mulai Propvinsi Jawa Tengah. Prumpung,
dikenal dan disukai oleh beberapa lapisa merupakan sebuah desa kerajinan pahat
masyarakat tertentu. Walaupun umurnya batu dengan membuat arca-arca dan
relatif tua, sejak dirintis oleh Pemerintah peralatan dapur. Lokasi desa ini cukup
Hindia Belanda. Arkeologi Indonesia strategis, yaitu terletak ditengah-tengah
dibentuk pada masa pemerintahan antara Gunung Merapi dengan Candi
Hindia Belanda, tanggal 14 Juni 1913 Borobudur berjarak sekitar 22 kilometer.
dengan nama Oudheidkundige Dienst in Lereng Merapi, Desa Sidoarjo
Nederlansch-indie. Lembaga ini pada (Prumpung) dan Candi Borobudur, pada
mulanya menangani urusan dalam abad IX M terbentuk jalinan sakral yang
konteks kesenian, etnografi, arsitektur, lahir lewat penghayatan masyarakatnya
dan filologi. Tetapi dalam usianya yang dalam pembangunan tempat ibadah
ke 100 ? telah menjadi sebuah lembaga yang berdiri kokoh dan megah. Diawali
yang secara khusus menangani ‟dunia‟ oleh gagasan besar Wangsa Syailendra
arkeologi Indonesia, dan pada pasca untuk membangun tempat ibadah bagi
kemerdekaan Republik Indonesia telah warganya (Hernaningsih 1990, 2)
dikembangkan ke dalam beberapa Selama ini, pengunjung situs-situs
bidang studi menjadi arkeologi cagar budaya, khususnya yang berupa
prasejarah, arkeologi klasik (Hindu & candi jarang berfikir atau mengetahui,
Budha), dan arkeologi Islam/ kolonial. tentang bahan dan sumber batuan yang
Dari serangkain studi dan digunakan untuk membangun candi,
konservasi arkeologis yang telah apalagi tentang bahan dan cata
dilakukan, salah satunya adalah membuat arca yang merupakan unsur
peninggalan-peninggalan masa klasik penting dalam candi tersebut ?. Hal itu
yaitu masa pengaruh kebudayaan Hindu menjadi sangat menarik untuk ditulis,
dan Budha sekitar abad V M – XV M. sebagai pengetahuan bagi masyarakat
Pada masa berkembangnya budaya tentang olah, kreatifitas para seniman
tersebut, telah meninggalkan bangunan pahat pada masa Jawa Kuna. Guna
monumental salah satunya adalah menjawab pertanyaan tersebut, maka
candi-candi yang berfungsi sebagai dengan melakukan studi etnoarkeologi
tempat pemujaan atau pendharmaan untuk merekam data etnografis yang
bagi seorang raja yang telah meninggal masih bisa ditemukan pada beberapa
dunia. Sebagai tempat yang disucikan masyarakat, khususnya seniman pahat
pada masa lalu, telah menjadi tradsisi arca. Seperti telah diketahui, bahwa
turun-temurun oleh beberapa pembuatan arca tidak bisa dilakukan
masyarakat yang hidup di sekitar candi oleh sembarang orang dan harus
untuk melakukan ritual kepercayaan dilakukan oleh seorang seniman pahat.
maupun keagamaan. Sebagai tempat Seorang seniman yang ditugasi untuk
suci candi biasanya dilengkapi dengan membuat arca dewa harus mengikuti
arca-arca para dewa, sebagai sentrum/ ketentuan-ketentuan yang berlaku dan
pusat pemujaan. Oleh karena itu, arca termuat dalam çilpaçastra, sebuah kitab
yang merupakan simbolisasi perwujudan di India yang berisi ketentuan-ketentuan
para dewa-dewa tersebut, dibuat oleh dalam pembuatan arca. Dalam kitab
seniman pahat dengan sebaik-baiknya tersebut terdapat ketentuan-ketentuan
mengacu pada kaidah yang ditentukan yang harus diikuti, misalkan membuat
dalam Agama Hindu-Budha, seperti arca dewa-dewa pada level utama,
misalnya atribut yang melengkapi arca, ukurannya berbeda dengan dewa-dewa
asesoris dan ukuran besar kecilnya dengan level di bawahnya. Hal tersebut,
sebuah arca. berkaitan dengan filosofi Hindu dewa-
Sebuah desa, dahulu dikenal dewa memiliki strata tertentu, misalkan
dengan nama Desa Prumpung, kini telah Dewa Brahma, Wisnu Siwa merupakan
berubah namanya menjadi Desa Dewa dalam level pertama, sedangkan

94 Berkala Arkeologi Vol.33 Edisi No.1/Mei 2013


Dewi Sri, Tara pada level yang kedua (di penting, karena terjadi semacam „kontak‟
bawahnya). Dalam konteks tersebut, batin atau hubungan emosional antara
seorang pemahat harus tahu ukuran- arca dewa yang dikerjakan dengan
ukuran serta tujuan membuat arca, pemahatnya. Sehingga hasil karya
apakah akan digunakan sebagai benda tersebut akan tampak memiliki „roh‟ yang
sakral (suci) atau hanya sebagai benda hidup.
profan. Sebagai benda yang berfungsi Perilaku ritual tersebut, kiranya
sakral tentu akan dikerjakan dengan dapat dijadikan sebagai sebuah analogi,
mengacu aturan, pertimbangan dan bahwa arca/ arca-arca dewa dalam
bahan yang terpilih. sebuah candi kelihatan indah, bagus,
Arca dewa merupakan salah satu anggun dan terkesan „hidup‟ berkat
komponen penting dalam sebuah adanya hubungan tarik-menarik atau
bangunan suci yang bermanfaat sebagai hubungan emosional antara arca/ tokoh
media untuk membantu melakukan dengan pembuatnya. Memang, aktivitas
konsentrasi pemujaan bagi umatnya. dan perilaku ritual para pemahat sebagai
Sebagai sebuah benda yang disakralkan langkah awal, karena arca yang
tentu memiliki persyaratan khusus dalam ditempatkan dalam bangunan-bangunan
pembuatnnya, yaitu bahan, ikonografi suci (candi dan lain-lain), sebelum
(sikap dan asesoris sebagai pertanda dimanfaatkan sebagai media pemujaan,
atau identitas tokoh), ikonometri (ukuran dilakukan peresmian dengan berbagai
besar atau kecil dan perbandingan upacara yang biasanya dipimpin oleh
sebuah arca yang membedakan antara seorang atau lebih pendeta untuk
dewa-dewa utama dan dewa-dewa di „menghidupkan‟ tokoh/ dewa-dewa
bawahnya), serta seniman pemahatnya. tersebut, sehingga menjadi suci/ sakral.
Ke-empat syarat tersebut seluruhnya Data etnografis telah membuka
saling berkaitan, sehingga dapat cakrawala tentang aktivitas dan perilaku
menghasilkan sebuah karya yang utamanya berkaitan dengan hal-hal yang
sempurna. Mulai dari pemilihan bahan bersifat ritual/ sebagai budaya intangible.
yang tidak boleh cacat (warna belang, Masyarakat sekarang dari sisi keyakinan
harus utuh), peralatan yang digunakan, agama telah mengalami perubahan-
perlengkapan asesoris sebagai ciri-ciri perubahan, tetapi dalam hal
tokoh tertentu, ukuran-ukuran arca yang kepercayaan dan tradisi secara naluriah
telah ditentukan, serta perilaku para masih ada yang melakukan tradisi dan
pemahat yang kadang harus melakukan kebiasaan nenek moyangnya. Hal
ritual, untuk memohon pada „Sang tersebut karena berkaitan dengan hal-
Penguasa‟ agar hasil karyanya dapat hal yang dipandang bernilai positif,
diselesaikan dengan baik. sehingga masih dipertahankan dan
Berdasarkan data etnografis dan merupakan benteng atau pertahanan
wawancara yang dilakukan terhadap budaya dari pengaruh asing. Oleh
para seniman pahat, bahwa membuat karena itu, dapat juga dikemukakan,
arca dewa yang berkaitan dengan sakral, kebudayaan adalah keseluruhan proses
terdapat ketentuan-ketentuan khusus. dan hasil perkembangan manusia yang
Sebagai seorang pemahat, hal-hal teknis disalurkan dari generasi ke generasi
tentang ukuran, bentuk dan asesoris untuk kehidupan manusiawi yang lebih
arca tidak ada kendala. Hal penting yang baik. Hal tersebut semakin
harus diperhatikan, adalah pada memperkokoh jatidiri dan identitas
persiapan dan perilaku pemahat dengan Bangsa Indonesia, khususnya Jawa,
melakukan suatu kegiatan berkaitan bahwa kepandaian membuat arca-arca
degan keyakinan, ritual tertentu yang para dewa merupakan hasil karya
diajarkan secara turun temurun kepada tangan nenek moyang, berdasarkan
generasi penerusnya. Perilaku ritual nilai-nilai lokal yang adiluhung.
menjadi salah satu syarat utama, supaya Oleh karena itu, mengacu pada
tokoh atau arca dewa tertentu yang peran pentingnya sebuah arca pada
dikerjakan bisa kelihatan, anggun, hidup bangunan candi menimbulkan
dan berwibawa. Hal tersebut menjadi permasalahan yang menarik, adalah

Berkala Arkeologi Vol.33 Edisi No.1/Mei 2013 95


bagaimana cara pembuatan arca, relevan dilakukan jika antara data
peralatan yang digunakan, bahan yang etnografi dan data arkeologi memiliki
digunakan, serta siapa pembuatnya? Hal persamaan atau kesinambungan
tersebut, sangat menarik untuk dijawab sejarah. Pendekatan kedua yaitu
guna menambah ilmu pengetahuan bagi perbandingan umum didasari oleh
masyarakat luas, serta menambah pandangan bahwa hubungan antara
pengetahuan bagi pengunjung candi- budaya arkeologi yang pendukungnya
candi dimanapun berada. Pengetahuan telah punah dengan budaya yang masih
tersebut, diaharapkan dapat menambah berlangsung, pada hakekatnya adalah
cakrawala dan wawasan berfikir hubungan bentuk, sehingga tidak perlu
masyarakat, serta menambah keyakinan memiliki kaitan historis, ruang, dan
tentang nilai-nilai jatidiri Bangsa waktu. Namun demikian, pendekatan ini
Indonesia, bahwa nenek moyang telah menuntut persyaratan yaitu perlu adanya
mengenal teknologi dan kearifan lokal kesamaan dalam bentuk budaya
yang patut dibanggakan. maupun lingkungan antara data
etnografis dengan data arkeologis
METODE PENELITIAN (Watson, 1971: 50). Pemanfaatan
analogi etnografis untuk membantu
Arca dewa-dewa yang mengisi menjelaskan data arkeologi, secara lebih
dalam bangunan candicandi, dibuat oleh rinci terdapat enam syarat yang perlu
para seniman pahat pada masa Jawa diperhatikan: 1) semakin dekat jarak
Kuna, pada sat ini proses pembuatan waktu antara data etnografi dengan data
tersebut tidak dapat dilihat, karena terjadi arkeologi, semakin baik hasilnya, 2)
pada sekitar seribu tahun lalu. Selain itu, adanya kesamaan satuan tingkat
masih banyak hal-hal yang tidak dapat kelompok masyarakat yang
diketahui, seperti perilaku pemahatnya, dibandingkan, 3) adanya tingkat yang
jenis-jenis peralatan secara kualitas dan sama dalam mata pencaharian, 4)
kuantitasnya yang digunakan untuk berada pada wilayah yang berdekatan,
memahat. Bahan batu dperoleh dari 5) adanya kencenderungan linguistik
mana, jenis bahan, cara pemilihan batu yang sama, dan 6) terjaganya
yang bagus dan cara pengangkutan konservativitas budaya etnografis (Hole
bahan dari tambang ke lokasi dan Heiser 1973, 312). Pada syarat 1)
pemahatan. Hal tersebut dilakukan benda etnografi yang serupa dengan
supaya menghasilkan arca yang candi dan dikeramatkan oleh penduduk
berkualitas baik. Oleh karena itu, untuk sudah tidak ada, tetapi mereka
mengetahuinya perlu dilakukan dengan membuatnya dengan melakukan
menggunakan data pembanding yaitu persyaratan berkaitan dengan hal-hal
para seniman pahat batu yang masih yang religius/sakral; Pada syarat yang ke
dapat kita temukan di beberapa daerah 2), 3), 4) dan 5) pada umumnya
di sekitar Magelang, salah satunya ada termasuk kelompok yang secara umum
di Desa Prumpung, Kecamatan Muntilan, bercirikan dan bermata pencaharian di
Magelang Jawa Tengah. sektor pertanian (agraris). Sedangkan
Dalam upaya untuk memperoleh lokasi dengan candi-candi tidak terlalu
data-data, sebagai data untuk jauh antara tiga (3) sampai dengan 10
pembanding/analogi tersebut, digunakan kilometer begitupula dalam linguis yang
pendekatan etnoarkeologi. Dalam hal ini digunakan adalah bahasa Jawa, tetapi
terdapat dua model pendekatan, yaitu tentunya sudah mengalami banyak
pendekatan kesinambungan sejarah perubahan pengucapan, konsunan,
(direct historical) dan perbandingan maupun artinya, tetapi masih
umum (general comparative). menggunakan bahasa ibu yang sama,
Pendekatan pertama didasarkan pada kalau dulu bahasa Jawa kuna sekarang
pandangan bahwa kebudayaan yang menjadi bahasa Jawa baru. Dalam
berkembang sekarang ini merupakan syarat no 6), konservasitivitas budaya
kelanjutan dari kebudayaan masa lalu. materi yang (tangible) sudah kurang
Oleh karena itu, studi etnoarkeologi akan nyata, tetapi dalam adat dan tradisi atau

96 Berkala Arkeologi Vol.33 Edisi No.1/Mei 2013


budaya nom-materi (intangible) masih yang mendalam tentang aktivitas
menunjukkan konservasi dan pembuatan arca-arca. Sehingga dapat
pelestariannya, karena mereka masih diperoleh gambaran secara holistik,
melakukan upacara ritual berkaiatan tentang proses pembuatan arca pada
dengan oleh agraris (menanam padi, masa kini, sebagai analogi pada masa
wiwitan), maupun dalam membuat arca- Jawa Kuna.
arca, yaitu sebelum melakukan aktivitas
tersebut mereka selalu melakukan SUMBER BAHAN DAN PEMBUATAN
upacara. ARCA
Seniman pahat Prumpung, secara
Sumber Bahan
langsung tidak ada kaitannya dengan
Pada umumnya jenis batuan
para seniman pembuat arca pada candi-
andesit sama jenisnya, begitupula yang
candi di sekitarnya, karena tempat
digunakan bahan untuk membangun
tinggal desa pembuat arca pada masa
candi-candi diambil langsung dari hasil
itu belum ditemukan. Desa Prumpung,

Peta 1. Keterangan Lokasi: Tengah Desa Prumpung, kanan Desa Dukun tempat penambangan batu.
Kiri Candi Borobudur
Sumber: imagery ©2013.terrametrics. google.map.it
tambang di dalam tanah atau tebing-
dikenal sebagai salah satu desa
tebing jurang, dan bukan diambil
kerajinan pahat batu yang membuat
langsung dari batuan andesit yang
arca, batu nisan (kijing), dan peralatan
banyak terdapat di sungai-sungai yang
untuk rumah tangga seperti cobek/
berhulu di Gunung Merapi. Bahan batu
cowek. Desa tersebut letaknya 11
andesit tersebut diperoleh dari daerah
kilometer di sebelah timur Candi
lain dengan jarak sekitar 10 kilometer, ke
Borobudur, di sekitarnya juga banyak
arah Gunung Merapi, termasuk dalam
ditemuan candi-candi yang yang cukup
wilayah Kecamatan Dukun. Di
dikenal oleh masyarakat, seperti Candi
kecamatan ini banyak desa-desa, seperti
Asu, Candi Gunung Kelir dan candi-
Desa Mirondo, Glendeng, dan Dukun
candi kecil lainnya yangh ditemukan
yang melakukan penambangan pasir
dalam kondisi tinggal struktur bagian kaki
dan batu hasil erupsi gunung berapi.
candi. Oleh karena itu, dalam
(unduh internet daerah tersebut)
mengumpulkan informasi dan data dan
Penambangan batu dimulai sejak
melihat langsung aktivitas seniman pahat
sekitar tahun 1960 sampai sekarang,
batu, dilakukan wawancara mendalam
pada awalnya dilakukan secara manual,
(depth interview), dan dilekukan dengan
tetapi kini banyak dilakukan dengan
cara cara sampling. Seluruh data yang
menggunakan alat ekskavator. Batu-batu
berhasil dihimpun akan dianalisis secara
ditemukan di kedalaman antara 3 – 5
kualitatif, agar memperoleh gambaran

Berkala Arkeologi Vol.33 Edisi No.1/Mei 2013 97


meter tersebut terdiri dari bermacam lurus menggunakan kapur atau digaris
ukuran dan jenis batu, batu andesit dengan alat belah. Garis-garis lurus
berkualitas baik digunakan sebagai kemudian setiap 20 cm dipancangkan
bahan arca, sedangkan batu yang keras belah mengikuti garis yang ada,
digunakan sebagai bahan bangunan. Di kemudian dipukul secara perlahan-lahan
ke dalaman tersebut, banyak ditemukan bergantian dan merata pada permukaan
batu berkualitas baik berwarna abu-abu batu tersebut, pada akhirnya batu akan
tua dengan porositas rapat, sehingga terbelah dengan sendirinya. Balokan-
tidak mudah pecah ketika sedang balokan batu setelah digeser dari tempat
dikerjakan. semula, kemudian dipotong-potong
Pada waktu lalu bahan batu dapat menjadi balokan-balokan batu dengan
diperoleh di atas permukaan tanah, ukuran lebih kecil, sesuai dengan
walaupun kualitasnya kurang baik, tetapi permintaan atau pesanan para pemahat.
saat ini harus ditambang dengan cara Balokan batu yang dihasilkan
menggali tanah. Tanah diperoleh dengan kemudian dilakukan pemilahan, karena
cara menyewa/ beli untuk mengambil sekurangnya bisa ditemukan dua jenis,
pasir dan batunya saja, setelah lahan
habis dikerjakan seluruhnya, maka tanah
akan dikembalikan kepada pemiliknya.
Harga sewa tanah tersebut cukup mahal
dapat mencapai jutaan rupiah,
tergantung pada luas dan dugaan
kandungan material yang terdapat di
dalamnya. Salah satu cara untuk
mengetahui kandungan batu di dalam
tanah adalah dengan menusuk-
nusukkan linggis ke dalam permukaan
tanah. Jika ujungnya terantuk benda
keras/ batu akan terasa dan tindakan
tersebut dilakukan terus-menerus
disekelilingnya untuk mendeteksi
sebaran dan besaran batunya. Bagi
penambang yang berpengalaman dapat Gambar 1. Membelah batu untuk dijadikan
memprediksi ukuran besar atau kecilnya balokan-balokan bahan patung
sebuah gundukan batu, hal itulah yang Gambar: Hadi Sunaryo Balar Yogyakarta
akan menjadi pertimbangan penyewa
untuk proses tawar-menawar dengan
pemilik lahan. berwarna abu-abu tua dan merah
Proses mencari batuan tersebut, keputihan dengan kualitas yang berbeda,
dimulai dengan mengangkat pasir atau batu berwarna abu-abu tua dengan
tanah yang ada di permukaan, dan kristal kecil-kecil berukuran kurang lebih
setelah mencapai kedalaman tertentu 1 mili meter dan porositasnya padat
baru ditemukan batuan andesit dalam sangat baik untuk arca. Sedangkan batu
ukuran tertentu. Untuk membelah batu- yang berwarna merah keputih-putihan
batu di dalam tanah dijadikan bentuk kristalnya agak renggang cenderung
balok-balok batu tersebut digunakan alat lebih lunak/ rapuh, sehingga mudah
yang dinamai belah dibuat dari bahan pecah dan ditumbuhi lumut. Menurut
besi tempa berukuran panjang antara 10 Doekamid seorang seniman arca senior
cm sampai 15 cm dengan lebar ujung di Prumpung, berdasarkan pada
yang tajam 2 cm, sedangkan bagian pengalamannya, bahwa; “…batu yang
ujung lainnya 3 cm sebagai bidang didapat di dalam tanah lebih baik, karena
pukul. Palu, digunakan untuk memukul pori-porinya padat dan berumur relatif
berukuran panjang sekitar 90 cm dengan lebih tua…” Hal tersebut, berkaitan
berat mencapai 5 kilogram. Sebelum dengan proses pemahatan arca, keras
dipotong/ belah dbuatlah garis-garis atau lunaknya batu yang ditatah sesuai

98 Berkala Arkeologi Vol.33 Edisi No.1/Mei 2013


dengan keinginan pemahatnya. membuat arca diperlukan beberapa
Khususnya untuk bahan membuat arca, syarat, antara lain: Pertama, batu harus
terdapat perbedaan dalam hal porositas utuh tidak ditemukan retakan, tidak
batu dan warna abu-abu tua, jenis berongga dan tidak berserat kasar;
tersebut yang berkualitas baik. Batuan Kedua, permukaan batu harus satu
jenis tersebut banyak didapatkan di warna tanpa ada bercak-bercak dengan
daerah pegunungan sebagai akibat dari warna yang berbeda; Ketiga, batu harus
erupsi dan pengendapan lahar/ magma berukuran relatif besar, untuk membuat
gunung api. Batuan andesit yang berasal arca dengan ukuran yang diinginkan oleh
dari letusan gunung api (lahar) ini pemesan. Setelah persyaratan secara
berawarna abu-abu, berbutir halus, fisik dipenuhi, barulah mereka
sering berongga dan terdiri dari mineral mengerjakan arca.
plaglioklas, ampibol dan pyroxen.
Pelapukan berwarna coklat atau merah Jenis-Jenis Peralatan Pahat
coklat (Ensiklopedia Indonesia 1980,
211). Membuat arca batu diperlukan
Ukuran balok batu besar yang keterampilan secara khusus dan harus
selama ini pernah dipesan dapat memiliki jiwa seni, karena kedua hal
mencapai ukuran 1.5 m x 4 m dengan tersebut akan menentukan kualitas hasil
berat mencapai sekitar tujuh (7) ton. karya tersebut. Selain kedua hal
Mahalnya batu berukuran besar, selain tersebut, tentu harus didukung pula oleh
susah untuk mendapatkannya juga material bahan dan alat bantu untuk
disebabkan perlu hati-hati dalam mengerjakan, yaitu seperangkat
pengangkatan dan pengangkutan peralatan yang dibuat khusus berupa
menggunakan alat transportasi dengan alat-alat pahat bermacam ukuran dan
jarak sekitar 10 kilometer dan kondisi jenisnya, meteren dan palu (hammer).
jalan yang berlubang-lubang. Pada Pada masa Jawa Kuna, telah dikenal
jaman dahulu, alat transportasi yang pande=pande besi yang khusus
digunakan menggunakan gerobag mengerjakan alat-alat dari bahan besi
dengan ditarik oleh dua ekor sapi, yang ditempa sehingga berkualitas,
balokan batu yang diangkut berukuran tajam dan awet. (cari literatur pande
tidak terlelu besar , karena faktor besi). Alat-alat tersebut pada awalnya
kemanan dan daya muat gerobag yang dipesan pada pande-pande besi yang
terbatas. Gerobag merupakan alat ada disekitarnya, agar proses dan bahan
transportasi tradisional yang sangat besi/ baja menggunakan bahan yang
fleksibel untuk mengangkut hasil berkualitas. Selain itu setiap pemahat
pertanian dan benda atau barang-barang diwajibkan bisa menempa alat-alat yang
dalam jumlah yang cukup banyak dan akan digunakan. Hal tersebut, dilakukan
mampu melakukan perjalanan jauh, karena semua alat sebelum dan sesudah
sampai pelosok pedesaan. Namun digunaka harus dalam kondisi yang
sesuai dengan perkembangan alat tajam dengan cara penyepuhan, supaya
transportasi moderen, saat ini dapat terjaga ketajaman dan kekuatan
penggunaan kendaraan truk dapat bajanya. Oleh karena itu setiap bengkel
mengangkut beban lebih banyak dengan kerja arca pasti memiliki alat untuk
ukuran yang lebih besar. menempa/ memanaskan alat-alat yang
Balokan batu setelah sampai di akan atau sesudah digunakan berupa
tempat para pemahat, kemudian akan ububan.
dipilah lagi berdasarkan pada jenis
warna dan porositasnya. Batu yang
kualitas baik akan digunakan untuk
membuat arca, sedangkan yang kurang
baik digunakan untuk membuat alat-alat
rumah tangga atau arca dan hiasan-
hiasan kontemporer. Secara empirik
para seniman pahat tersebut untuk

Berkala Arkeologi Vol.33 Edisi No.1/Mei 2013 99


Alat memahat yang dibuat dari global arca.
bahan baja dan besi yang ditempa d. Belah/ paju: Bentuk pipih panjang 15
memiliki kualitas kekerasan logam dan cm X lebar mata pahat 2 cm,
ketajaman yang baik, sehingga mudah digunakan untuk membelah atau
untuk mengerjakan bahan batu sesuai memotong-motong bongkahan batu
dengan kemauan pemahatnya. Ada yang besar.
bermacam jenis dan alat, dalam hal ini e. Palu: mata palu dari bahan besi
dengan bentuk persegi panjang,
berat antara 0.5 – 2 kg
menggunakan tangkai kayu dengan
panjang 25 cm. Digunakan untuk
memukul pahat.
Setiap kali menggunakan alat
pahat/ tatah, akan mengalami keausan
sehingga kurang tajam yang dapat
menyebabkan arca mudah patah. Oleh
karena itu, pemahat harus selau
mengasah dan mengeraskan kembali
baja/ alat yang digunakan dengan cara
(penyepuhan). Peralatan yang
diperlukan, di antaranya: Anglo (bahan
dari tanah liat) untuk pembakaran
menggunakan bahan dari arang, air
dalam ember, tanah basah/ lumpur, dan
penjepit dari bambu. Proses penyepuhan
dilakukan setelah alat-alat ditempa lebih
dahulu, sehingga dalam kondisi tajam.
Gambar 2. Alat-alat pahat
Alat yang sudah tajam tersebut
Gambar: Hadi Sunaryo Balar Yogyakarta kemudian di panasi dalam bara api
(sepuh) sampai berwarna merah.
akan diberikan contoh alat-alat utama Kemudian diangkat denga penjepit
yang digunakan oleh pemahat. Alat-alat bambu bambu, lalu dicelupkan ke dalam
tersebut terdiri dari jenis, fungsi dan air selama kurang lebih 2 detik, diangkat
ukaran besar/ kecilnya sebuah alat yang sampai permukaan logam berubah
disesuaikan dengan arca yang warna dan dicelup lagi ke air selama 1
dibuatnya, antara lain: detik, kemudian diangkat dan
a. Cuplik: berukuran panjang 20 cm dimasukkan ke dalam tanah/ lumpur
diameter 1 cm dan runcingan sekitar basah selama 20 menit. Setelah 20
0.5 cm, bentuk bulat lonjong, mata menit tatah tersebut segera diangkat,
pahat bentuknya agak runcing. karena jika lebih alat tersebut besinya
Berfungsi untuk mengkikis akan kembali menjadi muda dan proses
bongkahan batu pada tahap awal penyepuhan harus diulangi lagi. Alat-alat
pemahatan. tersebut didiamkan selama semalam dan
b. Penyecel: berukuran panjang 20-25 dapat digunakan kembali dengan
cm x 2.5 cm dengan lebar mata ketajaman dan kekerasan yang ideal.
pahat antara 1 – 2 cm, bentuk pipih Proses penempaan dan penyepuhan
memanjang. Berfungsi untuk dilakukan setiap hari setelah mereka
menyelesaikan detail detail arca dan selesai bekerja, dan seluruh alat telah
untuk membuat lubang-lubang pada siap digunakan pada esok harinya.
bagian tertentu arca.
c. Tatah: berukuran panjang 20 cm Memilih Batu
dengan lebar permukaan pahat
bervariasi antara 3 – 6 cm Memilih bahan, merupakan
tangkainya 2cm. Alat ini berfungsi langkah awal yang sangat penting,
untuk meratakan permukaan bentuk apalagi arca yang akan dibuat adalah

100 Berkala Arkeologi Vol.33 Edisi No.1/Mei 2013


arca dewa dengan ukuran yang relatif karya yang bernilai seni tinggi dan
besar. Semakin besar yang akan dibuat berkarakter. Dalam konteks tersebut
semakin sulit untuk memilih bahan yang seniman akan sangat dipengaruhi oleh
berkualitas baik, karena memiliki motivasi yang melatari, sehingga ia
beberapa syarat, antara lain: warna melakukan pembuatan arca. Bagi para
permukaan batu harus rata misalkan pemahat di Prumpung merupakan
berwarna abu-abu tua, porositas batu sebuah pekerjaan untuk
pada seluruh permukaan harus sama, mengekspresikan jiwa seni yang dimiliki
karena dapat berpengaruh dalam proses dan sebagai salah satu sumber
pengerjaan (tatahan), dan batu harus penghasilan bagi keluarganya. Oleh
utuh tidak retak atau keropos. Oleh arena itu, dalam membuat mengerjakan
karena itu, sebelum mengerjakan arca pesanan akan dilakuan dengan ketelitian
harus ditentukan dulu batu yang akan sehingga para pemesan merasa senang
digunakan dengan melakukan akan hasil karyanya. Sebagai pemahat
pengetesan bahan, apakah batu tersebut ada dua jenis pekerjaan yang dikerjakan
memiliki warna dan porositas yang sehari-harinya, yaitu membuat arca-arca
sama, serta tidak ada yang retak dan kontemporer atau kreasi baru sesuai
keropos. Cara yang lazim dilakukan, dengan kebutuhan knsumennya, selain
adalah dengan memukul-mukul balokan itu membuat arca-arca dalam bentuk
batu dari berbagai arah secara merata manusia, tokoh, dewa-dewa tertentu
pada ke-empat sisinya, menggunakan dalam Agama Hindu dan Budha.
palu yang besar. Dari pukulan itu, akan Membuat arca dewa diperlukan
menimbulkan suara, apabila bersuara keterampilan dan keahlian khusus,
nyaring pertanda batu tidak retak atau seperti tentang bentuk, sikap, asesoris
berongga di bagian dalamnya. Tetapi arca dan ukuran yang sebenarnya ada
apabila terdengar suara yang sebaliknya ketentuan-ketentuan yang harus diikuti.
(tidak nyaring) pertanda batu tersebut Tidak semua pemahat mengetahui
keropos, retak atau berongga dan ketentuan yang disyaratkan tersebut,
sebaiknya diganti dengan bahan batu karena mereka mengerjakan
yang lain. Hal tersebut dilakukan berdasarkan contoh atau gambar yang
berulang-ulang sampai benar-benar telah dibuat oleh para seniman yang
yakin bahwa batu tersebut utuh. Suatu lebih senior.
hal yang agak sulit, adalah menentukan Membuat arca pesanan yang akan
warna batu dan porositasnya yang sama. ditempatkan pada kuil-kuil atau tempat-
Dalam langkah ini dilakukan pengamatan tempat suci, ada ketentuan-ketentuan
dengan seksama di ke-empat sisi balok yang harus dipenuhi oleh seiman pahat,
batu, sambil mengkorek-korek karena akan menjadi arca yang sakral.
permukaan menggunakan tatah, Di depan telah disebutkan adanya
penyecel atau bahan besi lainnya.. Dari ketentuan yang dimuat dalam Kitab
hasil pengamatan tersebut jika tidak çilpaçastra, misalkan membuat arca
ditemukan tanda-tanda warna atau garis- dewa-dewa pada level utama,
garis warna yang berbeda, selain ukurannya berbeda dengan dewa-dewa
porositas batunya merata, Serta dibantu dengan level di bawahnya. Dalam uraian
oleh pengalaman empirik dengan di bawah akan dijelaskan beberapa
mengunakan insting/ nalurinya, maka ketentuan tersebut.
mereka bisa merasa yakin, bahwa batu Pada umumnya untuk membuat
yang dipilihnya telah sesuai dengan yang arca, seorang seniman terlebih dahulu
diharapkan. harus melihat bentuk model yang akan
ditiru melalui gambar-gambar foto,
Teknik Pembuatan Arca literatur, atau melihat langsung arca
yang terdapat dalam bangunan-
Membuat arca diperlukan daya bangunan/ candi tertentu. Cara tersebut
imajinasi yang kuat yang biasa dimliki dilakukan agar memperoleh gambaran
oleh setiap seniman, semuanya tentang bentuk, jenis dan ukuran yang
dilakukan untuk menghasilkan sebuah akan dibuat. Dalam hal ini diperlukan

Berkala Arkeologi Vol.33 Edisi No.1/Mei 2013 101


kejelian, keakuratan dan daya imajinasi tahap ini menghaluskan seluruh
yang kuat, agar arca hasil karyanya permukaan arca. Ada dua cara
sesuai dengan contohnya. Setelah dalam menghaluskan, pertama
semua dicatat dengan gambar sketza menggunakan pecahan batu dengan
dan direkam dalam pikiran/ imajinasinya, menggosok-gosokkan ke permukaan
kemudian menyiapkan bahan-bahan arca, setelah itu baru menggunakan
yang diperlukan seperti batu andesit dan gerinda. Pada saat proses
peralatan pahat. Dalam proses penggosokan arca selalu dibasahi
pembuatan tersebut, sekurangnya ada 5 dengan air, untuk mengetahui halus
(lima) tahap yang harus dilakukan, tidaknya arca dan mengurangi
antara lain: tebaran debu. Pada tahap ini perlu
a. Pertama, membuat sket atau kehati-hatian, kerena detail berupa
gambar secara kasar pada media bagian wajah dan atribut-atribut
batu di keempat sisinya dengan perlengkapan sebuah arca harus
menggunakan kapur tulis atau dengan teliti, karena mudah patah
arang. Coretan-coretan tersebut dan retak.
berfungsi sebagai pengontrol
jangan sampai pemahatan di luar
gambar/ jalur yang ditentukan.
b. Kedua, mulai melakukan
pengkikisan permukaan batu yang
masih kasar supaya lebih rata dan
halus dengan cuplik bagain demi
bagian yang ada di luar coretan dari
segala sisi dengan tujuan untuk
membuat bentuk global dengan cara
dipahat sedikit demi sedikit, hingga
tercapai bentuk global keseluruhan.
c. Ketiga, mengembangkan bentuk
global dengan meratakan
permukaan arca dan membentuk
anatomi, alat yang digunakan adalah
tatah berukuran besar dengan lebar
mata pahat sekitar 6 cm, sedangkan
tatah kecil dengan mata pahat
sekitar 3 cm. Besar atau kecilnya
tatah yang digunakan tergantung
dari luas atau sempitnya bidang dan
anatomi arca yang dikerjakan.
d. Keempat, membuat detail-detail arca
dengan atribut-atribut yang
melengkapinya, mulai dari bagian
wajah sampai pada bagian kaki.
Pada tahap detail ni dikerjakan
dengan hati-hati, karena rumitnya
bagian-bagian yang kecil, utamanya
membuat bagian wajah arca. Alat
yang digunakan adalah penyecel
dengan berbagai ukuran yang
disesuaikan dengan luas bidang
yang akan ditatah, alat tersebut juga
digunakan untuk membuat lubang
pada arca.
e. Kelima, merupakan tahap akhir
dalam proses pembuatan arca, pada

102 Berkala Arkeologi Vol.33 Edisi No.1/Mei 2013


Seorang pemahat, dalam berdiri atau duduk/ bersila, asesoris pada
mengerjakan sebuah arca harus mahkota, subang, gelang, uncal, sabuk,
mengetahui dengan pasti anatomi arca dan kain yang dikenakan. Sementara itu,
yang akan dibuatnya, karena tiap-tiap ikonometri memuat tentang ukuran besar
tokoh memiliki ukuran dan bentuk yang atau kecilnya sebuah arca berdasarkan
berbeda-beda. Pembagian atau pada tokoh yang diarcakan. Arca dewa-
perbandingan tersebut menjadi jelas dewa utama, berukuran lebih panjang

Tabel 1. Cara pengukuran yang digunakan para seniman dalam merancang pembuatan arca.

KATEGORI UKURAN KELOMPOK DEWA/ MAHLUK


uttamadaśatala 124 ańgula Visņu, Brahma, dan Siva
madhyama daśatala 120 ańgula Sri, Bhumi, Uma, dan Saraswati
adhamadaśatala 116 ańgula dewa-dewa lokapala, 12 dewa aditya, 11 dewa
rudra, 8 dewa (Vasu, Aswin, Bhrgu,
Markandeya, Garuda, Sēsa, Durga, Karttikeya)
serta 7 Rsi
navadaśatala 114 ańgula para Kubera dan Navagraha
uttamanavatala 112 ańgula Yaksa lainnya, Daitya, Gandarva
satrya ańgula navatala 111 ańgula manusia yang disamakan dengan dewa
navatala 106 ańgula Raksasa, Indra, Asura
astatala 96 ańgula manusia biasa
Sumber: Acharya tt., 607-609
utamanya untuk menentukan, bagian dibandingkan dengan ukuran dewa yang
kepala, bagian badan dan kaki, masing- berada di bawahnya, manusia dan
masing memiliki ukuran, supaya arca raksasa. Selain itu juga ditentukan
tersebut kelihatan proporsional dan pembagian secara proporsional antara
indah jika dilihat. Dalam pembuatan arca bagian kepala, bagian badan dan kaki.
dewa-dewa Hindu-Budha ada ketentuan Seorang seniman yang ditugasi untuk
yang dimuat dalam kitab çilpaçastra. membuat arca dewa harus mengikuti
Membuat sebuah arca dewa ada dua hal ketentuan-ketentuan yang berlaku dan
yang harus diperhatikan, yaitu dari sisi termuat dalam çilpaçastra, yang terdiri
ikonologi, Ikonologi sebuah ilmu yang atas:
secara khusus mempelajari seluk-beluk a. Rûpabheda, yaitu perbedaan rupa
icon atau objek yang digunakan dalam dan bentuk arca
ritual agama Hindu dan Budha. Objek ini b. Pramanam, yaitu ukuran arca harus
biasanya berupa arca sebagai tepat
perwujudan sosok dewa yang dipuja. c. sadrçyam, arca harus digambarkan
Pembuatan arca dewa sebagai objek sesuai dengan bentuk yang
ritual mempunyai persyaratan yang sesungguhnya yang dapat dilihat
ketat, baik dalam hal penggambarannya (diketahui) dengan jalan meditasi
maupun dari segi ukuran atau metriknya. atau yoga
Secara khusus, seluk-beluk d. Varnakibhangam, permainan dan
penggambaran arca dewa dipelajari persesuaian warna
melalui sebuah studi yang disebut e. Bhawa, permainan perasaan
ikonografi, sedangkan seluk-beluk metrik f. Lavanya, keindahan yang
arca dipelajari melalui studi ikonometri. ditimbulkan dari hasil ciptaannya
Dalam konteks tersebut ikonografi, Dalam ketentuan ikonometri dapat
memuat ketentuan tentang asesoris dan dilihat ukuran metrik arca yang berbeda
perlengkapan sebuah arca, karena tiap- antara dewa utama (Brahma Wisnu dan
tiap komponen tersebut mengandung Siwa) dengan para dewa atau dewi pada
nilai-nilai simbolis yang menjadi salah „tingkat‟ di bawahnya (Dewi Sri dan Tara)
satu identitas seorang tokoh. Komponen yang derajadnya lebih rendah. Dewa
penting tersebut diantaranya, seperti utama memiliki ukuran/ angula yang
jumlah dan sikap tangan, kaki posisi arca

Berkala Arkeologi Vol.33 Edisi No.1/Mei 2013 103


lebih tinggi. Berikut dapat dilihat pada digantikan memegang sebuah senjata
tabel di bawah: cakra milik Dewa Wisnu. Hal itulah
Unsur penting selain ikonometri merupakan suatu aturan yang tidak
dalam pembuatan arca dewa adalah dapat diubah oleh pemahat. Oleh karena
ikonografi yang mengatur tentang itu, sang pemahat dituntut untuk
ketentuan dan ciri-ciri kedewaan. membuat arca secara benar dengan
Ikonografi berarti “Rincian suatu benda mengamati secara detail pada gambar
yang menggambarkan tokoh dewa atau atau melihat langsung arca-arca yang
seseorang keramat dalam bentuk suatu ada candi-candi atau museum-museum.
lukisan, relief, mosaik, arca atau benda
lainnya”, yang khusus dimaksudkan Membuat Arca Dewa/ Tokoh
untuk dipuja atau dalam beberapa hal
dihubungkan dengan upacara Doelkamid Djajaprana 73 tahun,
keagamaan yang berkenaan dengan adalah seorang seniman pahat yang
pemujaan dewa-dewa tertentu (Maulana tersohor di Prumpung telah
1997, 11). menghasilkan banyak karya-karya arca
Dalam ikonografi untuk yang dimanfaatkan untuk kepentingan
membedakan dewa yang satu dari yang sakral. Dalam konteks tersebut ia
lain dikenal apa yang dalam bahasa melakukan ritual tertentu sebelum
sanskerta dinamakan laksana, yang mengerjakan sebuah arca. Tidak ada
berarti “tanda khusus” yang dipunyai ketentuan khusus dalam hal ini, tetapi
seorang dewa, misalnya benda atau dilakukan dengan cara dan keyakinan
senjata yang dipegang atau diletakkan di mereka masing-masing dengan suatu
dekatnya, vahana (=kendaraan, binatang niat yang baik dan memohon kepada
tunggangan), jenis pakaian tertentu yang Penguasa Alam Raya. Sebagai orang
dikenakan, ciri tubuh tertentu, yang Jawa, memang harus melakukan „bersih
merupakan tanda pengenal arca dewa diri‟ yaitu dengan melakukan puasa
tertentu (Sedyawati 1994, 62). Jadi, sebelum mulai mengerjakan sebuah
laksana adalah tanda yang dikaitkan arca. Suatu hal yang sangat sulit dalam
dengan ketentuan -ketentuan karya arca adalah wajah tokoh yang
keagamaan. Sebagai contoh: Arca dibuat kadang mirip dengan wajah
Wisnu termasuk dewa utama 124 ańgula pemahatnya. Namun, dengan melakukan
(uttamadaśatala) yang bertangan empat, ritual dan pengalamannya hal tersebut
salah satu tangannya memegang senjata dapat diatasi dengan cara melakukan
cakra. Arca Dewi Sri termasuk dewa semedi pada malam hari untuk
kedua 120 ańgula (madhyama daśatala) memohon ijin kepada tokoh yang
salah satu tangannya memegang digambarkan supaya hasilnya sesuai
untaian padi sebagai simbul kesuburan dengan wajah tokoh yang dibuatnya.
dan kehidupan. Arca Ganesha termasuk Ritual tersebut dimaksudakan sebagai
dalam kelompok ketiga 116 ańgula salah satu syarat untuk menghasilkan
(adhamadaśatala) berbelalai dan karya yang baik dan benar.
bertaring, dimana salah satu taringnya Pengentahuan tersebut diperoleh dari
patah. ayahnya Salim Djajapawira (Almahum)
Aspek ikonometri dan ikonografi seorang seniman pahat, pasca restorasi
sangat penting sebagai tanda Candi Borobudur sekitar tahun 1907 –
kelengkapan sebuah arca untuk 1911 yang dipimpin oleh seorang
mengetahui siapakah tokoh yang arkeolog berbangsa Belanda Theodoor
diarcakan dapat diketahui dari atribut Van Erp. Kini, pengetahuan tersebut
yang melengkapinya. Hal tersebut, dilakukan supaya menghasilkan arca
karena setiap asesoris yang menempel berkualitas dan kepuasan batinnya
pada arca tersebut mengandung arti sebagai seorang seniman pahat.
atau nilai-nilai simbolis yang melekat Masyarakat sekitar mengistilahkan
atau menjadi satu dengan tokoh pembuat arca batu adalah jlagra, berasal
tersebut. Sebagai contoh Dewi Sri yang dari kata jalagraha (Jawa Kuna)= tukang
memegang padi tidak mungkin batu (Wojowasito 1973, 109) merupakan

104 Berkala Arkeologi Vol.33 Edisi No.1/Mei 2013


sebuah pekerjaan yang harus dilandasi dibuat dengan komposisi/ perbandingan,
oleh kemauan, kreatifitas dan imajinasi sebagai berikut: Sebagai contoh untuk
seni yang kuat, karena harus menguasai arca Loro Jonggrang dengan
dan memahami filosofi-filosofi tokoh perbandingan; 1 : 6 : 2. Angka 1;
maupun asesoris kelengkapan arca yang Pengertiannya adalah satu kilan
mengandung nilai-nilai dan makna (jengkal) untuk bagian kepala. Angka 6
simbolis. (enam): pengertiannya adalah 6 kilan
Berdasarkan pengalaman para untuk bagian badan dan kaki. Angka 2
pemahat, membuat sebuah arca bagian (dua): Dua kilan untuk ukuran lebar arca.
yang paling sulit dikerjakan pada bagian Ukuran-ukuran tersebut merupakan
kepala dan wajah, terutama membuat gambaran yang umumnya digunakan
bagian wajah Sang Budha yang memiliki oleh para seniman pahat. Tetapi, dalam
ciri khas dengan bibir tersenyum dan prakteknya masih banyak hal yang perlu
memberikan kesan damai bagi yang disesuaikan dan dicermati, utamanya
melihatnya. Oleh karena itu, diperlukan dalam perbandingan tersebut masih
ketelitian, kesabaran dan kehati-hatian dapat dirinci, sebagai berikut:
jangan sampai salah apalagi patah a. Kepala, dibagi dalam tiga bagian
(gempil). Sementara itu membuat wajah yaitu untuk bagian atas, tengah dan
dewa-dewa/ tokoh yang lain dengan bawah.
karakter yang dipahatkan, misalnya b. Bagian badan, dirinci menjadi dua
tersenyum, ketawa, murka dan muram. bagian. Dua kilan bagian badan
Bagi pemahat yang berpengalaman, mulai dari bahu sampai dengan
untuk menghindari kesalahan dalam bagian pinggul. Sedangkan dari
pentatahan dan menghasilkan arca yang bagian pinggul sampai ke telapak
sempurna, sebagai seorang Jawa, kaki dengan ukuran empat kilan.
sebelumnya melakukan ritual, antara Semua langkah tersebut dilakukan
lain: agar arca/ arca yang dihasilkan bentuk
a. Melakukan puasa, waktu dan anatomi tubuhnya kelihatan proporsional,
lamanya dapat ditentukan sendiri, serta indah dipandang mata. Setelah
apakah akan dilakukan selama tiga bagian demi bagian tersebut selesai,
hari atau tujuh hari, tergantung dari maka pada tatahan akhir dilengkapi
kesiapan mental-spiritual dan „berat dengan bermacam asesoris sebagai
atau ringannya‟ tokoh yang akan
dibuatnya. Kemudian pada hari yang
telah ditentukan, para tetangga
dekat diundang untuk ikut
mendoakan dengan seperangkat
sesajian berupa sego megono. Doa
yang dipimpin langsung oleh
pemahatnya, dimaksudkan untuk
memohon pada Yang Kuasa, agar
dapat menyelesaikan pekerjaan
dengan lancar dan selamat.
b. Kemudian setelah doa selesai,
terlebih dahulu bahan yang akan
ditatah dipegang, dielus-elus dengan
penuh perasaan dan di ‟sapa‟
secara batin. Sapaan tersebut
dilakukan, agar antara arca yang
dikerjakan, tokoh yang digambarkan
dan pemahatnya terdapat hubungan
batin/ emosional yang kuat.
Keesokan harinya, setelah semua
peralatan disiapkan, mulailah melakukan Foto 1. Seorang seniman, sedang memahat
pengukuran arca atau tokoh yang akan detail patung Budha
Foto: Balar Yogyakarta
Berkala Arkeologi Vol.33 Edisi No.1/Mei 2013 105
tanda atau ciri-ciri identitas tokoh yang a. Cara pembuatan arca yang diawali
dibuatnya. Asesoris yang melekat pada dengan mencari sumber bahan batu
tokoh tertentu harus mengikuti ketentuan yang berkualitas, ditinjau dari segi
yang berlaku, karena merupakan tanda kekompakan porositas batu, warna
atau ciri khas seorang tokoh, sehingga yang merata dan tidak retak/ pecah.
dapat dikenali, siapa tokoh/ dewa Batu berkualitas baik biasanya
tersebut. Beberapa asesoris tersebut diperoleh dengan cara menambang.
seperti bentuk-bentuk senjata, flora- b. Peralatan yang digunakan
fauna tertentu yang dipegang oleh sang merupakan bahan yang dipesan dari
tokoh, mahkota, subang, kalung, kelat para pande besi atau dibuat sendiri
bahu, gelang, sabuk, uncal, badong, dari bahan baja pilihan. Alat-alat
celana serta kain yang dikenakan. Selain tersebut secara khusus dari bahan
berfungsi sebagai identitas seorang terpilih seperti baja dengan
tokoh/ dewa, asesoris juga berfungsi kekerasan tertentu melalui proses
untuk menambah keindahan sebuah penyepuhan. Alat yang digunakan
arca dan dapat menutupi kesalahan- terdiri dari: penyecel pencuplik, paju,
kesalahan yang mungkin dilakukan tatah dan pukul. Selain itu masih
tanpa disengaja. banyak peralatan pembantu, seperti,
Menurut pengakuan para ububan, jambangan air, sabut
pemahat, sebuah arca akan nampak kelapa, dan kapur tulis/ arang.
sempurna dan kelihatan seolah-olah c. Arca merupakan komponen penting
menjadi „hidup‟ kalau sudah berumur dalam sebuah bangunan candi.
ratusan tahun, hal tersebut karena bahan Dibuat oleh para seniman pahat
batu andesit hasil tambang masih yang profesional, karena untuk
mengeluarkan gas, tetapi mudah ditatah membuat sebuah arca (dewa-dewa)
karena belum keras dan tidak mudah diperlukan syarat khusus dengan
patah. Proses pengeluaran gas dari perilaku ritual. Hal itu dimaksudkan,
dalam batu tersebut sangat lama, supaya arca benar-benar kelihatan
sehingga batu tersebut tidak dapat indah, harus mengacu pada
menyerap dan memantulkan cahaya ketentuan pembuatan arca yaitu
yang ada di sekitarnya. Setelah gas di pada aspek ikonografi dan
dalam batu habis (menguap), maka ikonometri.
mulailah batu tersebut menyerap debu
dan partikel-partikel kecil lainnya UCAPAN TERIMAKASIH
menempel di lapisan luar dan pori- Pembuatan arca khususnya arca
porinya tertutup rapat. Akibat proses dewa-dewa sebagai perlengkapan
yang berjalan ratusan tahun tersebut, bangunan suci/ candi diperlukan
mengakibatkan permukaan batu akan persyaratan teknis dan non-teknis.
memantulkan cahaya/ sinar sekitarnya, Dalam memberikan informasinya para
sehingga arca tersebut kelihatan „hidup‟ informan telah banyak menyita waktu.
dan berwibawa menyatu dengan Oleh karena itu, diucapkan terimakasih,
lingkungannya. kepada, informan terutama Bapak
Doelkamid Djojoprono, yang telah
KESIMPULAN meluangkan waktu dan memberikan
pengetahuannya kepada penulis,
Hasil kajian pembuatan arca di sehingga dapat mengungkap tentang
Prumpung telah memberikan hal-hal berkaitan dengan cara membuat
sumbangan penting bagi pengetahuan, arca secara jelas dan lengkap.
khususnya etnoarkeologi untuk mencari Terimakasih kepada pemerintah daerah
jawab bagaimana cara pembuaan arca setempat yang telah memberikan
dewa-dewa yang melengkapi sebuah perhatian dan ijin untuk dilakukan
bangunan suci candi, Oleh karena itu, kegiatan penelitian, dan kepada anggota
sesua dengan permasalahan tersebut di tim yang membantu penelitian ini sejak
depan, maka dapat disimpulkan, sebagai dari persiapan awal sampai akhir
berikut: penelitian.

106 Berkala Arkeologi Vol.33 Edisi No.1/Mei 2013


DAFTAR PUSTAKA

Daru Tjahjono, Baskoro. 2007. Candi Losari, Sebuah Candi di Kawasan Borobudur.
Yogyakarta: Kerjasama Yayasan Tahija dengan Balai Arkeologi Yogyakarta.

Ensiklopedia Indonesia.1980. Ensiklopedia Indonesia. Jakarta: van Hoeve, PN. Buku


Ichtiar.

Hernaningsih. 1990. Teknik Pembuatan Arca Batu Desa Sidoarjo, Muntilan. Skripsi.
Jurusan Seni Murni, Fakultas Seni Rupa dan Disain. Yogyakarta: Institut Seni
Indonesia.

Hole. Frank and Robert F. Heizer. 1973. An Introduction to Prehistoric Archaeology 3nd
Editions. New York: Holt, Rinehart and Winston Inc.

Maulana, Ratnaesih. 1997. “Kaitan Teknik, Bahan dan Media Arca Dalam Gaya Seni Arca
Masa Hindu-Budha di Indonesia” dalam Cakrawala Arkeologi. Depok: Universitas
Indonesia.

Sedyawati, Edi. 1994. Pengarcaan Ganesa Masa Kadiri dan Singasari, Sebuah Tinjauan
Kesenian. Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia bekerjasama dengan Ecole
Francaise D‟extreme-Orient.

Watson. Patty Jo, Steven A. Le Blanc, dan Charles L. Redman. 1971. Explanation in
Archaeology: An Explicity Scientific Approaach. New York: Colombia University
Press.

Wojowasito, Soewojo. 1973. Kamus Kawi (Jawa Kuna)-Indonesia. Malang: Jurusan


Bahasa dan Sastra Indonesia FKSS. IKIP.

google.map it imagery © 2013 terrametrics.

Berkala Arkeologi Vol.33 Edisi No.1/Mei 2013 107


108 Berkala Arkeologi Vol.33 Edisi No.1/Mei 2013

Anda mungkin juga menyukai