• Jauh sebelum agama Hindu, Buddha, dan Islam masuk ke Indonesia, masyarakat
Indonesia telah memiliki kebudayaannya sendiri. Dalam perkembangannya
mereka juga mengenal sistem kepercayaan yang disebut animisme dan
dinamisme.
• Menurut Dr. Brandes, selain mengenal sistem kepercayaan animisme dan
dinamisme, menjelang akhir masa prasejarah nenek moyang bangsa Indonesia
telah menguasai beberapa kemampuan, seperti:
1. kemampuan bercocok tanam;
2. kemampuan berlayar dengan perahu bercadik;
3. kemampuan mengenal arah dengan menggunakan petunjuk melalui rasi
bintang;
4. mengenal kesenian wayang sebagai media untuk melakukan hubungan
dengan arwah nenek moyang;
5. memiliki kemampuan membuat peralatan dari batu, tanah liat, dan teknik
pembuatan barang-barang dari logam;
6. kemampuan membangun tempat pemujaan, seperti menhir dan punden
berundak-undak;
7. mengenal sistem pemerintahan dan cara pemilihan kepala suku, yang disebut
primus interpares; dan
8. mengenal seni gamelan.
Kebudayaan Hindu-Buddha yang masuk ke
Indonesia tidak diterima begitu saja. Hal ini
• Sebelum agama dan kebudayaan Islam masuk mulai abad ke-7 dan berkembang
pesat sejak abad ke-13, pengaruh Hindu-Buddha sudah berlangsung selama
berabad-abad. Agama dan kebudayaan Hindu-Buddha sudah menjadi bagian dari
agama dan kebudayaan masyarakat Indonesia, bahkan telah mengakar dan
memengaruhi semua sendi kehidupan masyarakat melalui proses asimilasi dan
akulturasi.
• Hasil interaksi dengan kebudayaan lokal melalui asimilasi dan akulturasi terlihat
dalam hal-hal seperti aksara, sistem kepercayaan, kesusastraan, pemerintahan,
kesenian, sistem bangunan tata kota, bidang seni rupa, dan sistem kalender.
1. Aksara dan bahasa
• Dikenalnya aksara oleh penduduk Nusantara merupakan hasil proses asimilasi.
Sebelum pengaruh Hindu masuk ke Indonesia, bangsa Indonesia belum mengenal
aksara atau tulisan. Orang-orang India yang masuk ke Indonesia membawa-serta
budaya tulis, dengan huruf Pallawa dan bahasa Sanskerta.
• Bahasa Sanskerta kemudian banyak memengaruhi bahasa Kawi (bahasa Jawa Kuno)
dan bahasa Melayu Kuno yang muncul kemudian.
1. Aksara
Akulturasi kebudayaan Indonesia dan Islam dalam hal aksara diwujudkan dengan
berkembangnya tulisan Arab Melayu di Indonesia, yaitu tulisan Arab yang dipakai
untuk menulis dalam bahasa Melayu
2. Bidang sosial
Dalam bidang sosial, masyarakat pada zaman Hindu-Buddha mengenal sistem kasta.
Dengan masuknya agama dan kebudayaan Islam, sistem kasta perlahan-lahan
menghilang.
3. Bidang pemerintahan
Dalam bidang pemerintahan terjadi proses akulturasi. Pada masa pengaruh Islam,
gelar raja diganti menjadi sultan atau susuhunan. Konsep dewa raja yang
memandang raja sebagai keturunan atau titisan dewa diganti dengan konsep sultan
sebagai khalifah.
4. Bidang seni bangunan
Dalam hal seni bangunan juga tampak jelas terjadi proses akulturasi. Hal itu nyata,
misalnya pada bangunan makam. Kalau pada masa praaksara pemujaan terhadap
arwah nenek moyang diwujudkan dengan bangunan pundek berundak, pada masa
Hindu-Buddha diwujudkan dalam bentuk candi. Wujud akulturasi lain adalah dalam
hal ukiran bangunan makam dan bangunan masjid.
5. Bidang seni rupa
Agama dan kebudayaan Islam di Indonesia membawa pengaruh dan perubahan
pada bidang seni rupa, terutama seni lukis, seni ukir, relief, dan kaligrafi. Di antara
semua itu, seni kaligrafi yang paling menonjol.
6. Bidang kesusastraan
Dalam hal kesusastraan sangat nyata terjadi proses akulturasi dengan kebudayaan
Hindu-Buddha. Pengaruh kesusastraan Hindu terhadap kesusastraan Islam
terutama berasal dari dua kisah epos terkenalnya, yaitu Mahabharata dan
Ramayana, serta cerita Panji. Selain hikayat, ada juga jenis lain kesusateraan zaman
Islam yang mendapat pengaruh kuat dari Hindu-Buddha dan Jawa, yaitu suluk.
7. Bidang seni pertunjukan
Melihat wayang begitu digemari masyarakat, Walisongo kemudian menggunakannya
sebagai media penyebaran agama Islam. Pertunjukan yang menampilkan “Tuhan”
atau “Dewa” dalam wujud manusia dilarang, dan munculah boneka wayang yang
terbuat dari kulit, karenanya disebut wayang kulit. Pertunjukan wayang biasanya
diiringi dengan gamelan yang berfungsi sebagai penghidup cerita, dan wayang
dimainkan oleh dalang. Di antara Walisongo yang memperkaya khazanah
pertunjukan wayang adalah Sunan Kalijaga dan Sunan Bonang.
Tari Zapin (Melayu) dan Tari Saman atau Seudati (Aceh) menerapkan gaya tari dan
musik bernuansa Arab dan Persia, dan digabungkan dengan gaya lokal.
8. Upacara
Akulturasi dalam hal upacara tampak pada tiga bentuk upacara berikut: pernikahan,
kelahiran, dan kematian. Tata cara pernikahan berakulturasi dengan kebudayaan pra-
Islam. Selain dipanjatkan doa-doa dengan menggunakan bahasa Arab, acara
siraman, selamatan, dan sesaji yang merupakan peninggalan zaman Hindu-Buddha
juga dimasukkan sebagai salah satu bagian dari rangkaian upacara pernikahan,
dengan mendaraskan doa-doa dari Al-Qur’an.
9. Sistem kalender
Setelah Islam berkembang, Sultan Agung dari Mataram menciptakan kalender Jawa,
dengan menggunakan perhitungan peredaran bulan (komariah) seperti tahun Hijriah
(Islam). Pada kalender Jawa, Sultan Agung melakukan perubahan pada nama-nama
bulan, seperti Muharam diganti dengan Suro, Ramadan diganti dengan Pasa.
Sementara itu, nama-nama hari tetap menggunakan hari-hari sesuai dengan bahasa
Arab.
Sumber: William Home Lizars,
wikimedia.org
Simbol siklus pasaran dalam kalender Jawa, yang terdiri atas Pon, Wage,
Kliwon, Legi (Manis), dan Pahing