Anda di halaman 1dari 2

MODUL SEJARAH INDONESIA KELAS X

SMK PGRI SUBANG TAHUN AJARAN 2020/2021

CATATAN :
Modul ini adalah modul lanjutan dari modul pembelajaran sebelumnya

MASA HINDU BUDHA DI NUSANTARA.


Akulturasi Kebudayaan Nusantara dan Hindu-Budha

Akulturasi Kebudayaan Nusantara dan Hindu-Budha – Pada zaman prasejarah Masyarakat Indonesia telah
mengenal kepercayaan terutama penyembahan terhadap roh nenek moyang(animisme) dan kepercayaan
bahawa benda-benda tertentu mempunyai roh dan Jiwa (dinamisme). Disamping itu ada kepercayaan totetisme
yang menganggap Keluarga, klan atau sukunya adalah keturunan binatang atau tumbuhan tertentu.
Kehadiran Hindu Buddha di Indonesia mendorong terwujudnya proses akulturasi kebudayaan, yang kemudian
melahirkan kebudayaan baru yang disebut dengan kebudayaan Indonesia-Hindu, antara lain sebagai berikut.

1. Akulturasi dalam Bidang Sistem Kepercayaan


Ciri utama kepercayaan asli Indonesia adalah pemujaan terhadap arwah roh nenek moyang (manisme dari kata
menes, artinya arwah nenek moyang) disamping animisme, dinamisme dan totemisme. Masyarakat Indonesia
pada zaman prasejarah percaya bahwa orang yang meninggal rohnya akan menuju kesuatu tempat yang jauh
dan tidak diketahui. Setlah pengaruh Hindu-Budda masuk, terjadilah sistem akulturasi kepercayaan, misalnya
fungsi candi di India sebagai tempat pemujaan terhadap dewa, Tetapi di Indonesia fungsi candi selain tempat
pemujaan terhadap dewa juga sebagai tempat untuk menyimpan abu Jenazah (terutama raja dan keluarganya).
Dalam candi hindu sering dijumpai arca dewa yang dianggap sebagai perwujudan dari Raja yang telah
meninggal.
2. Akulturasi dalam Bidang seni Bangunan
Sebelum pengaruh hindu-buddha masuk ke Indonesia, bangsa indonesia telah mempunyai karya bangunan
untuk memuja roh nenek moyang. Misalnya Pundek Berundak, Dolmen dan Menhir. Candi Borobudur
merupakan salah satu wujud akulturasi antara bangunan punden berundak pada zaman prasejarah, yang
kemudian diberi warna agama buddha. Menhir pada zaman praseharah digunakan untuk memuat tulisan
mengenai peristiwa sakral, Misalnya prasasti Yupa di Kutai, Kalimantan Timur.
3. Akulturasi dalam Bidang Seni Rupa dan Seni Ukir
Sebelum pengaruh Hindu-buddha masuk, bangsa Indonesia telah memiliki kemampuan dalam bidang seni rupa
yang cukup tinggi, Misalnya seni batik, seni ukir yang tertuang pada kapak perunggu(candrasa), nekara, moko
dan benda-benda perhiasan. Semua goresan seni rupa dan seni ukir dari zaman prasejarah Indonesia selalu
bermakna relegus, mempunyai kekuatan batin dan dasar-dasar kerohanian yang mendalam. Hal inilah yang
kemudian terpadu dengan seni ukir atau seni rupa dari India(pengaruh Hindu-Buddha) yang juga bernapaskan
Relegius. Misalnya ragam Hias di dinding candi dan Motif batik yang berkembang di zaman Hindu Indonesia
sampai sekarang, Misalnya motif Jlamprang.
4. Akulturasi Dalam Bidang Aksara Dan Seni Sastra
Bangsa Indoensia memperoleh kepandaian membaca dan menulisa dari pengaruh budaya Hindu-Buddha, yaitu
huruf pallawa dan bahasa Sansekerta. Di Indonesia huruf pallawa di kembangankan kebeberapa daerah
sehingga lahir huruf batak di sumatra, huruf kawi,huruf Jawa, Huruf Bali. Kepandaian menulis berdampak
berkembangnya seni sastra Indonesia kuno, misalnya cerita Mahaberata dan Ramayana, Di Indonesia menjadi
suatu cerita dalam pertunjukan wayang purwa(wayang merupakan budaya asli indonesia). Para pujangga
indonesa mengembangkan cerita-cerita yang digubah sendiri, misalnya tokoh-tokoh punakawan (Semar,
Gareng, Petruk, dan Bagong) yang di Inda sendiri tidak pernah ada. Ragam hias pada wayang merupakan
akulturasi seni india dan Indonesia.
5. Akulturasi Bidang Pemerintahan
Sebelum mengenal Hindu masuk ke Indonesia, masyarakat Indonesia sudah mengenal sistem pemerintahan,
yang di pilih secara demokratis. Seorang yang dianggap mempunyai kelebihan (Primus Interperes) diangkat
menjadi kepala suku, klan atau raja yang memimpin suatu wilayah. Dengan masuknya pengaruh India,
terjadilah akulturasi dalam bidang pemerintahan. Pengangkatan pemerintahan tetap dengan nama-nama asli
Indoensia, tetapi sistem pemerintahanya meniru model India.
6. Akulturasi dalam Sistem Kaleder
Pada zaman prasejarah, masyarakat Indonesia telah mengenal astronomi untuk kepentingan-kepentingan
praktis, misalnya untuk enentukan letak bintang sehingga akan tahu arah angin pada waktu belayar dan tahu
akapan akan memulai kegiatan pertanian. Dengan melihat letak suatu bintang dapat di ketahui (1) Musim
kemarau (musim tidak ada hujan) (2) Musim labuh (sudah mendekati musim hujan) (3) Musim hujan (4)
Musim wareng curah (hujan sudah maulai jarang). Musim-musim tersebut dilihat dari banyak-sedikitnya curah
hujan. Hujan menjadi faktor penentu dalam masyarakat agraris, kapan mulai membajak, menabur benih, saat
panen dan cara menolak hama. Situasi ini berlangsung secara terus-meneurus dan menjadi suatu siklus yang
tetap, dengan demikian terbentuk suatu sistem kalender senderhana.

Panduan Mengerjakan Soal :


1. Soal diupload ke aplikasi SIMASTER dan Jawaban diupload ke Aplikasi Simaster/Kirim via Google
Form
2. Materi tambahan bisa diakses di
- https://www.youtube.com/watch?v=rql9lUVN4qo
- https://id.wikipedia.org/wiki/Sejarah_Nusantara_pada_era_kerajaan_Hindu-Buddha
3. Tugas ini sebagai pengganti kehadiran di kelas pelajaran Sejarah Indonesia kelas x.
4. Tugas ini berlaku pada jam pelajaran Sejarah Indonesia 21- 25 SEPTEMBER 2020
Jadwal pelajaran SEJARAH INDONESIA :
a. Senin : X TKJ 1 (Jam Pelajaran ke 5 - 7 ) – X TBSM 1 (Jam Pelajaran ke 8 - 10 )
b. Selasa : X TBSM 2 (Jam Pelajaran ke 3-5) – X AKL 2 (Jam Pelajaran ke 8 - 10 )
c. Rabu : X TKJ 2 (Jam Pelajaran ke 3 - 5 ) – X TBSM 3 (Jam Pelajaran ke 6 – 8)
d. Kamis : X AKL 1 (Jam Pelajaran ke 1 – 3) – X TKJ 3 (Jam Pelajaran ke 8 - 10 )

Soal Link Googel Form Akan Di share pada saat proses PJJ

Anda mungkin juga menyukai