Anda di halaman 1dari 49

MODUL SEJARAH INDONESIA KELAS X

SMAN 21 MAKASSAR

Guru Mata Pelajaran

MIFTAHUL KHAER TAHIR


MODUL 1

Materi Pokok :

Indonesia Zaman Hindu dan Buddha:

Silang Budaya Lokal dan Global Tahap Awal

A. Tujuan mempelajari modul

Setelah mempelajari modul ini anda diharapkan memiliki kemampuan dalam :

1. Memahami teori-teori masuknya agama dan kebudayaan Hindu dan

Buddha ke Indonesia

2. Menyebutkan kerajaan-kerajaan Hindu dan Buddha yang pernah ada di

Indonesia

3. Menyajikan karya tulis tentang proses masuknya agama dan kebudayaan

Hindu dan Buddha ke Indonesia serta pengaruhnya pada kehidupan

masyarakat Indonesia masa kini

4. Menjelaskan perkembangan kehidupan masyarakat, pemerintahan, dan

budaya pada masa kerajaan-kerajaan Hindu dan Buddha di Indonesia

5. Menjelaskan bukti-bukti kehidupan pengaruh Hindu dan Buddha yang

masih ada sampai masa kini

6. Menyajikan karya tulis tentang nilai-nilai dan unsur budaya yang

berkembang pada masa kerajaan Hindu dan Buddha yang masih

berkelanjutan dalam kehidupan bangsa Indonesia pada masa kini

Penguasaan tentang materi Indonesia Zaman Hindu dan Buddha: Silang

Budaya Lokal dan Global Tahap Awal sangat penting bagi anda sebagai peserta

pelatihan ini. Untuk itu anda disarankan membaca modul ini dengan baik dan
membaca berbagai literature relevan yang menunjang pemahaman anda mengenai

materi yang diuraikan dalam modul.

B. Kompetensi Dasar

1. Menganalisis berbagai teori tentang proses masuknya agama dan kebudayaan

Hindu dan Buddha ke Indonesia

2. Mengolah informasi tentang proses masuknya agama dan kebudayaan Hindu

dan Buddha ke Indonesia serta pengaruhnya pada kehidupan masyarakat

Indonesia masa kini serta mengemukakan-nya dalam bentuk tulisan

3. Menganalisis perkembangan kehidupan masyarakat, pemerintahan, dan

budaya pada masa kerajaan-kerajaan Hindu dan Buddha di Indonesia serta

menunjukkan contoh bukti-bukti yang masih berlaku pada kehidupan

masyarakat Indonesia masa kini

4. Menyajikan hasil penalaran dalam bentuk tulisan tentang nilai-nilai dan unsur

budaya yang berkembang pada masa kerajaan Hindu dan Buddha yang masih

berkelanjutan dalam kehidupan bangsa Indonesia pada masa kini.

C. Pokok Bahasan

1. Teori-teori masuknya agama dan kebudayaan Hindu dan Buddha

2. Kerajaan-kerajaan Hindu dan Buddha

3. Bukti-bukti kehidupan pengaruh Hindu dan Buddha yang masih ada sampai

masa kini

D. Materi Modul

Penemuan 7 buah prasasti Yupa dari Kutai di pinggir sungai

Mahakam pada abad ke 4 Masehi dipandang sebagai tonggak penting dalam


penulisan sejarah Indonesia (Indonesia kini). Hal ini dikarenakan untuk pertama

kalinya sebuah wilayah di Indonesia terekam dalam sebuah sumber sejarah

tertulis berupa prasasti. Meskipun tidak menyebutkan angka tahun namun

berdasarkan perbandingan huruf yang dipakai (dalam hal ini pallawa) maka dapat

ditentukan secara relatif usia prasasti tersebut, yaitu berkisar pada akhir abad ke

IV M.

Penemuan ini sekaligus sebagai bukti bahwa pengaruh Hindu telah masuk

ke Indonesia berdasarkan beberapa bukti terkait, yaitu terdapat beberapa nama

raja yang menggunakan gelar berbau India bukan lagi nama lokal, penyebutan

Dewa Ańsuman yang dikenal dalam agama Hindu. Selain itu diberitakan pula

adanya upacara dengan menyebut tempat bernama Waprakeśwara yang dapat

diidentikan sebagai tempat pemujaan terhadap Trimurti. Pengenalan beberapa

unsur Hindu ini kemudian menjadi sebuah informasi penting bahwa agama

dan kebudayaan Hindu sudah dikenal oleh masyarakat pada kisaran awal abad

masehi.

Bagaimana dengan agama Buddha ? Selama ini para ahli berkeyakinan

bahwa agama Buddha pertama kali dikenal di Indonesia berdasarkan informasi

dari prasasti Talang Tuo (684 M) yang dikeluarkan oleh Dapunta Hyaŋ Śrī

Jayanāsa. Prasasti ini berisi pembuatan kebun Śrīksetra untuk kebaikan semua

mahluk, dari doa-doa yang dituliskan dalam teks dikenali sebagai pujian dalam

agama Buddha. Penemuan prasasti dari masa awal kerajaan Śrīwijaya ini dapat

dipandang bahwa agama Buddha telah mulai berkembang di Indonesia. Selain

itu, penemuan gugusan percandian di utara Karawang Jawa Barat telah


memberikan arti penting mengenai penyebaran agama Buddha di Jawa yang

dikenal sebagai situs percandian Batujaya. Gugusan bangunan kuil dan

kemungkinan pula biara Budhis telah menambah suatu upaya baru penafsiran

terhadap perkembangan agama Buddha. Gugusan percandian yang sejaman

dengan keberadaan kerajaan Tārumanāgara ini mungkin dapat menjadi landasan

pemikiran bahwa agama Buddha juga telah berkembang pada masa-masa awal

abad masehi hampir bersamaan dengan agama Hindu.

Perkembangan selanjutnya memperlihatkan bahwa pengaruh Hindu-

Buddha ini sangat dominan dan kuat sehingga memunculkan pula sistem-sistem

pemerintahan beserta bentuk kehidupan yang bercorak Hindu-Buddha.

Tinggalan arkeologis dari masa ini begitu kayanya dan beberapa di antaranya

dapat dikategorikan sebagai masterpiece karya manusia di dunia. Lombard

(2000) mengatakan bahwa tanah di Indonesia terutama di Jawa mengandung

dan masih akan terus mengeluarkan bukti-bukti warisan masa lampau yang

menakjubkan3. Berbagai situs percandian dan benda-benda lain terus

bermunculan baik yang terdata maupun tidak, bisa jadi beberapa diantaranya

masih terkubur utuh di dalam tanah selain mungkin sebagian lainnya rusak akibat

bencana alam dan perusakan oleh manusia.

Di akhir masa ini terlihat bahwa berkembangnya perdagangan membawa

pula pengaruh interaksi dengan pedagang asing yang juga membawa konsep

dan keyakinan baru. Runtuhnya Śrīwijaya dan Majapahit memperlihatkan

runtuhnya dominasi Hindu-Buddha dan memungkinkan munculnya kekuatan

baru, dalam hal ini Islam naik ke panggung sejarah Indonesia. Masa transisi dan
juga kemudian jauh sesudahnya ternyata tidak begitu saja menghilangkan

pengaruh Hindu-Buddha dalam kebudayaan dan sistem kehidupan masa yang

baru.

1. Teori masuk dan berkembangnya kebudayaan Hindu-Budha

sebagai berikut:

a. Teori waisya, berpendapat bahwa masuknya agama dan

kebudayaan Hindu dibawa oleh golongan pedagang (waisya). Mereka

mengikuti angin musim (setengah tahun berganti arah) sehingga enam

bulan menetap di Indonesia dan menyebarkan agama dan

kebudayaan Hindu. Salah satu tokoh pendukung hipotesis waisya adalah

N.J.Krom.

b. Teori Ksatria, pembawa agama dan kebudayaan Hindu ialah

golongan ksatria yang kalah perang di India, kemudian lari ke Indonesia.

Salah seorang pendukung hipotesis ksatria adalah C.C.Berg.

c. Teori Brahmana, pembawa agama dan kebudayaan Hindu ke Indonesia

ialah golongan Brahmana yang diundang oleh raja-raja Indonesia untuk

menobatkan dengan upacara Hindu (abhiseka=penobatan). Pendukung

hipotesis ini adalah J.C.van Leur.

d. Teori nasional, bahwa bangsa Indonesia yang berdagang ke India pulang

dengan membawa agama dan kebudayaan Hindu atau sebaliknya orang-

orang Indonesia (raja) mengundang Brahmana kemudian Brahmana

menyebarkan agama dan kebudayaan Hindu di Indonesia. Pendapat ini

disebut teori arus balik. Pendukung teori ini adalah F.D.K.Bosch.


2. Masuknya agama dan kebudayaan Hindu-Budha membawa

perubahan kehidupan masyarakat Indonesia, antara lain:

a. Semula belum mengenal tulisan (masa praaksara) menjadi

mengenal tulisan dan memasuki zaman sejarah (masa aksara).

b. Semula hanya mengenal dan menganut kepercayaan animisme

dan dinamisme kemudian mengenal dan menganut agama dan kebudayaan

Hindu-Budha.

c. Semula hanya mengenal sistem kesukuan dengan kepala suku sebagai

pemimpinnya menjadi pengenal dan menganut sistem pemerintahan

kerajaan dengan raja sebagai pimpinan pemerintahan yang bercorak

Hindu-Budha.

3. Perkembangan Tradisi Hindu-Budha

a. Akulturasi

Masuknya budaya Hindu-Budha di Indonesia menyebabkan

munculnya Akulturasi. Akulturasi merupakan perpaduan 2 budaya

dimana kedua unsur kebudayaan bertemu dapat hidup berdampingan dan

saling mengisi serta tidak menghilangkan unsur-unsur asli dari kedua

kebudayaan tersebut. Kebudayaan Hindu-Budha yang masuk di Indonesia

tidak diterima begitu saja melainkan melalui proses pengolahan dan

penyesuaian dengan kondisi kehidupan masyarakat Indonesia tanpa

menghilangkan unsur-unsur asli. Hal ini disebabkan karena:


1. Masyarakat Indonesia telah memiliki dasar-dasar kebudayaan yang

cukup tinggi sehingga masuknya kebudayaan asing ke Indonesia

menambah perbendaharaan kebudayaan Indonesia.

2. Kecakapan istimewa yang dimiliki bangsa Indonesia atau

local genius merupakan kecakapan suatu bangsa untuk menerima

unsur-unsur kebudayaan asing dan mengolah unsur-unsur tersebut

sesuai dengan kepribadian bangsa Indonesia.

3. Pengaruh kebudayaan Hindu hanya bersifat melengkapi

kebudayaan yang telah ada di Indonesia. Perpaduan budaya Hindu-

Budha melahirkan akulturasi yang masih terpelihara sampai

sekarang. Akulturasi tersebut merupakan hasil dari proses

pengolahan kebudayaan asing sesuai dengan

kebudayaan Indonesia.

b. Seni Bangunan

Seni bangunan tampak pada bangunan candi sebagai wujud

percampuran antara seni asli bangsa Indonesia dengan seni Hindu-Budha.

Candi merupakan bentuk perwujudan akulturasi budaya bangsa Indonesia

dengan India. Candi merupakan hasil bangunan zaman megalitikum yaitu

bangunan punden berundak-undak yang mendapat pengaruh Hindu Budha.

Contohnya candi Borobudur. Pada candi disertai pula berbagai macam

benda yang ikut dikubur yang disebut bekal kubur sehingga candi juga

berfungsi sebagai makam bukan semata-mata sebagai rumah dewa.

Sedangkan candi Budha, hanya jadi tempat pemujaan dewa tidak terdapat
peti pripih dan abu jenazah ditanam di sekitar candi dalam bangunan

stupa.

c. Seni Sastra dan Aksara

Periode awal di Jawa Tengah pengaruh sastra Hindu cukup

kuat. Periode tengah bangsa Indonesia mulai melakukan penyaduran atas

karya India. Contohnya: Kitab Bharatayudha merupakan gubahan

Mahabarata oleh Mpu Sedah dan Panuluh. Isi ceritanya tentang

peperangan selama 18 hari antara Pandawa melawan Kurawa. Para ahli

berpendapat bahwa isi sebenarnya merupakan perebutan kekuasaan dalam

keluarga raja-raja Kediri. Prasasti-prasasti yang ada ditulis dalam bahasa

Sansekerta dan Huruf Pallawa. Bahasa Sansekerta banyak digunakan pada

kitab-kitab kuno/Sastra India. Mengalami akulturasi dengan bahasa Jawa

melahirkan bahasa Jawa Kuno dengan aksara Pallawa yang dimodifikasi

sesuai dengan pengertian dan selera Jawa sehingga menjadi aksara Jawa

Kuno dan Bali Kuno. Perkembangannya menjadi aksara Jawa sekarang

serta aksara Bali. Di kerajaan Sriwijaya huruf Pallawa berkembang

menjadi huruf Nagari.

d. Sistem Kalender

Diadopsi dari sistem kalender/penanggalan India. Hal ini terlihat

dengan adanya Penggunaan tahun Saka di Indonesia. Tercipta kalender

dengan sebutan tahun Saka yang dimulai tahun 78 M (merupakan tahun

Matahari, tahun Samsiah) pada waktu raja Kanishka I dinobatkan jumlah

hari dalam 1 tahun ada 365 hari.


4. Kerajaan Hindu-Budha Di Indonesia

a. Kerajaan Kutai

Kutai Martadipura adalah kerajaan bercorak Hindu di- Nusantara

yang memiliki bukti sejarah tertua. Berdiri sekitar abad ke-4. Kerajaan ini

terletak di Muara Kaman, Kalimantan Timur, tepatnya di hulu sungai Mahakam.

Nama Kutai diberikan oleh para ahli mengambil dari nama tempat

ditemukannya prasasti yang menunjukkan eksistensi kerajaan tersebut. Tidak ada

prasasti yang secara jelas menyebutkan nama kerajaan ini dan memang sangat

sedikit informasi yang dapat diperoleh.

Yupa Prasasti Kerajaan Kutai, Informasi yang ada diperoleh dari Yupa / prasasti dalam upacara

pengorbanan yang berasal dari abad ke-4. Ada tujuh buah yupa yang menjadi

sumber utama bagi para ahli dalam menginterpretasikan sejarah Kerajaan Kutai.

Yupa adalah tugu batu yang berfungsi sebagai tugu peringatan yang dibuat oleh

para brahmana atas kedermawanan raja Mulawarman. Dalam agama Hindu sapi

tidak disembelih seperti kurban yang dilakukan umat islam. Dari salah satu yupa

tersebut diketahui bahwa raja yang memerintah kerajaan Kutai saat itu adalah

Mulawarman. Namanya dicatat dalam yupa karena kedermawanannya

menyedekahkan 20.000 ekor sapi kepada kaum brahmana. Dapat diketahui bahwa

menurut Buku Sejarah Nasional Indonesia II, Zaman Kuno yang ditulis oleh

Marwati Djoened Poesponegoro dan Nugroho Notosusanto yang diterbitkan oleh

Balai Pustaka halaman 36, transliterasi prasasti diatas adalah sebagai berikut:
Nama-Nama Raja Kutai

1. Maharaja Kudungga, gelar anumerta Dewawarman (pendiri)

2. Maharaja Aswawarman (anak Kundungga)

3. Maharaja Mulawarman (anak Aswawarman)

4. Maharaja Marawijaya Warman

5. Maharaja Gajayana Warman

6. Maharaja Tungga Warman

7. Maharaja Jayanaga Warman

8. Maharaja Nalasinga Warman

9. Maharaja Nala Parana Tungga

10. Maharaja Gadingga Warman Dewa

11. Maharaja Indra Warman Dewa

12. Maharaja Sangga Warman Dewa

13. Maharaja Candrawarman

14. Maharaja Sri Langka Dewa

15. Maharaja Guna Parana Dewa

16. Maharaja Wijaya Warman

17. Maharaja Sri Aji Dewa

18. Maharaja Mulia Putera

19. Maharaja Nala Pandita

20. Maharaja Indra Paruta Dewa

21. Maharaja Dharma Setia


b. Kerajaan Tarumanegara

Tarumanagara atau Kerajaan Taruma adalah sebuah kerajaan yang pernah

berkuasa di wilayah baratpulau Jawa pada abad ke-4 hingga abad ke- 7 M.

Taruma merupakan salah satu kerajaan tertua di Nusantara yang meninggalkan

catatan sejarah. Dalam catatan sejarah dan peninggalan artefak di sekitar lokasi

kerajaan, terlihat bahwa pada saat itu Kerajaan Taruma adalah kerajaan Hindu

beraliran Wisnu. Bukti keberadaan Kerajaan Taruma diketahui dengan tujuh

buah prasasti batu yang ditemukan lima di Bogor, satu di Jakarta dan satu di

Lebak Banten. Dari prasasti-prasasti ini diketahui bahwa kerajaan dipimpin oleh

Rajadirajaguru Jayasingawarman pada tahun 358 M dan beliau memerintah

sampai tahun 382 M. Makam Rajadirajaguru Jayasingawarman ada di sekitar

sungai Gomati (wilayah Bekasi). Kerajaan Tarumanegara ialah kelanjutan dari

Kerajaan Salakanagara.

Prasasti yang ditemukan

1. Prasasti Kebon Kopi, dibuat sekitar 400 M (H Kern 1917), ditemukan

di perkebunan kopi milik Jonathan Rig, Ciampea, Bogor.

2. Prasasti Tugu, ditemukan di Kampung Batutumbu, Desa Tugu,

Kecamatan Tarumajaya, Kabupaten Bekasi, sekarang disimpan di museum

di Jakarta. Prasasti tersebut isinya menerangkan penggalian Sungai

Candrabaga oleh Rajadirajaguru dan penggalian Sungai Gomati sepanjang

6112 tombak atau 12km oleh Purnawarman pada tahun ke-22

masa pemerintahannya. Penggalian sungai tersebut merupakan gagasan

untuk menghindari bencana alam berupa banjir yang sering terjadi pada
masa pemerintahan Purnawarman, dan kekeringan yang terjadi pada

musim kemarau.

3. Prasasti Cidanghiyang atau Prasasti Munjul, ditemukan di aliran

Sungai Cidanghiang yang mengalir di Desa Lebak, Kecamatan

Munjul, Kabupaten Pandeglang, Banten, berisi pujian kepada Raja

Purnawarman.

4. Prasasti Ciaruteun, Ciampea, Bogor

5. Prasasti Muara Cianten, Ciampea, Bogor

6. Prasasti Jambu, Nanggung, Bogor

7. Prasasti Pasir Awi, Citeureup, Bogor

c. Kerajaan Mataram Kuno

Awal berdirinya kerajaan

Kerajaan Medang (atau sering juga disebut Kerajaan

Mataram Kuno atau Kerajaan Mataram Hindu) adalah nama sebuah

kerajaan yang berdiri di Jawa Tengah pada abad ke-8, kemudian

berpindah ke Jawa Timur pada abad ke-10. Para raja kerajaan ini banyak

meninggalkan bukti sejarah berupa prasasti-prasasti yang tersebar di Jawa

Tengah dan Jawa Timur, serta membangun banyak candi baik yang

bercorak Hindu maupun Buddha. Kerajaan Medang akhirnya runtuh pada

awal abad ke-11. Kerajaan Medang (atau sering juga disebut Kerajaan

Mataram Kuno atau Kerajaan Mataram Hindu) adalah nama sebuah

kerajaan yang berdiri di Jawa Tengah pada abad ke-8, kemudian

berpindah ke Jawa Timur pada abad ke-10. Para raja kerajaan ini banyak
meninggalkan bukti sejarah berupa prasasti-prasasti yang tersebar di Jawa

Tengah dan Jawa Timur, serta membangun banyak candi baik yang

bercorak Hindu maupun Budha. Kerajaan Medang akhirnya runtuh pada

awal abad ke-11. Prasasti Mantyasih tahun 907 atas nama Dyah Balitung

menyebutkan dengan jelas bahwa raja pertama Kerajaan Medang

(Rahyang ta rumuhun ri Medang ri Poh Pitu) adalah Rakai Mataram Sang

Ratu Sanjaya. Sanjaya sendiri mengeluarkan prasasti Canggal tahun 732,

namun tidak menyebut dengan jelas apa nama kerajaannya. Ia hanya

memberitakan adanya raja lain yang memerintah pulau Jawa sebelum

dirinya, bernama Sanna. Sepeninggal Sanna, negara menjadi kacau.

Sanjaya kemudian tampil menjadi raja, atas dukungan ibunya, yaitu

Sannaha, saudara perempuan Sanna.

d. Kerajaan Sriwijaya

Sriwijaya adalah salah satu kemaharajaan bahari yang pernah berdiri

di pulau Sumatera dan banyak memberi pengaruh di Nusantara dengan

daerah kekuasaan membentang dari Kamboja, Thailand Selatan,

Semenanjung Malaya, Sumatera, Jawa, dan pesisir Kalimantan. Dalam

bahasa Sanskerta, sri berarti "bercahaya" atau "gemilang", dan wijaya

berarti "kemenangan" atau "kejayaan" maka nama Sriwijaya bermakna

"kemenangan yang gilang- gemilang". Bukti awal mengenai keberadaan

kerajaan ini berasal dari abad ke- 7; seorang pendeta Tiongkok, I Tsing,

menulis bahwa ia mengunjungi Sriwijaya tahun 671 dan tinggal selama 6

bulan. Selanjutnya prasasti yang paling tua mengenai Sriwijaya juga


berada pada abad ke-7, yaitu prasasti Kedukan Bukit di Palembang,

bertarikh 682. Kemunduran pengaruh Sriwijaya terhadap daerah

bawahannya mulai menyusut dikarenakan beberapa peperangan

di antaranya serangan dari rajaDharmawangsa Teguh dari Jawa pada tahun

990, dan tahun 1025 serangan Rajendra Chola I dariKoromandel,

selanjutnya tahun 1183 kekuasaan Sriwijaya di bawah kendali

kerajaanDharmasraya. Setelah jatuh, kerajaan ini terlupakan dan

keberadaannya baru diketahui kembali lewat publikasi tahun 1918 dari

sejarawan Perancis

e. Kerajaan Kediri

Kerajaan Kediri atau Kerajaan Panjalu, adalah sebuah kerajaan

yang terdapat di Jawa Timur antara tahun 1042-1222. Kerajaan ini

berpusat di kota Daha, yang terletak di sekitar Kota Kediri sekarang.

Masa-masa awal Kerajaan Panjalu atau Kadiri tidak banyak diketahui.

Prasasti Turun Hyang II (1044) yang diterbitkan Kerajaan Janggala hanya

memberitakan adanya perang saudara antara kedua kerajaan sepeninggal

Airlangga. Sejarah Kerajaan Panjalu mulai diketahui dengan adanya

prasasti Sirah Keting tahun 1104 atas nama Sri Jayawarsa. Raja-raja

sebelum Sri Jayawarsa hanya Sri Samarawijaya yang sudah diketahui,

sedangkan urutan raja-raja sesudah Sri Jayawarsa sudah dapat diketahui

dengan jelas berdasarkan prasasti-prasasti yang ditemukan. Kerajaan

Panjalu di bawah pemerintahan Sri Jayabhaya berhasil

menaklukkan Kerajaan Janggaladengan semboyannya yang terkenal dalam


prasasti Ngantang (1135), yaitu Panjalu Jayati, atau Panjalu

Menang. Pada masa pemerintahan Sri Jayabhaya inilah, Kerajaan

Panjalu mengalami masa kejayaannya. Wilayah kerajaan ini meliputi

seluruh Jawa dan beberapa pulau di Nusantara, bahkan sampai

mengalahkan pengaruh Kerajaan Sriwijaya di Sumatra. Hal ini diperkuat

kronik Cina berjudul Ling wai tai ta karya Chou Ku-fei tahun 1178,

bahwa pada masa itu negeri paling kaya selain Cina secara

berurutan adalah Arab, Jawa, dan Sumatra. Saat itu yang berkuasa di Arab

adalah Bani Abbasiyah, di Jawa ada Kerajaan Panjalu, sedangkan Sumatra

dikuasai Kerajaan Sriwijaya.

f. Kerajaan Singasari

Kerajaan Singhasari, atau sering pula ditulis Singsasari atau

Singosari, adalah sebuah kerajaan di Jawa Timur yang didirikan oleh Ken

Arok pada tahun 1222. Lokasi kerajaan ini, sekarang, diperkirakan berada

di daerah Singosari, Malang. Wangsa Rajasa yang didirikan oleh Ken

Arok. Keluarga kerajaan ini menjadi penguasa Singhasari, dan berlanjut

pada kerajaan Majapahit. Terdapat perbedaan antara Pararaton dan

Nagarakretagama dalam menyebutkan urutan raja-raja Singhasari.

Versi Pararaton adalah:

1. Ken Arok alias Rajasa Sang Amurwabhumi (1222 - 1247)

2. Anusapati (1247 - 1249)

3. Tohjaya (1249 - 1250)

4. Ranggawuni alias Wisnuwardhana (1250 -1272)


5. Kertanagara (1272 - 1292)

Versi Nagarakretagama adalah:

1. Rangga Rajasa Sang Girinathaputra (1222 -1227)

2. Anusapati (1227 - 1248)

3. Wisnuwardhana (1248 - 1254)

4. Kertanagara (1254 - 1292)

Kisah suksesi raja-raja Tumapel versi Pararaton diwarnai

pertumpahan darah yang dilatari balas dendam. Ken Arok mati

dibunuh Anusapati (anak tirinya). Anusapati mati dibunuh Tohjaya

(anak Ken Arok dari selir). Tohjaya mati akibat pemberontakan

Ranggawuni (anak Anusapati). Hanya Ranggawuni yang digantikan

Kertanagara (putranya) secara damai. Sementara itu versi

Nagarakretagama tidak menyebutkan adanya pembunuhan antara

raja pengganti terhadap raja sebelumnya. Hal ini dapat dimaklumi

karena Nagarakretagama adalah kitab pujian untuk Hayam Wuruk

raja Majapahit. Peristiwa berdarah yang menimpa leluhur Hayam

Wuruk tersebut dianggap sebagai aib.

g. Kerajaan Majapahit

Majapahit adalah sebuah kerajaan yang berpusat di Jawa

Timur Indonesia, yang pernah berdiri dari sekitar tahun 1293 hingga

1500 M. Kerajaan ini mencapai puncak kejayaannya menjadi

kemaharajaan raya yang menguasai wilayah yang luas di Nusantara


pada masa kekuasaan Hayam Wuruk, yang berkuasa dari tahun 1350

hingga 1389.

Kerajaan Majapahit adalah kerajaan Hindu-Buddha terakhir

yang menguasai Nusantara dan dianggap sebagai salah satu dari negara

terbesar dalam sejarah Indonesia. Kekuasaannya terbentang di Jawa,

Sumatra, Semenanjung Malaya, Kalimantan, hingga Indonesia timur,

meskipun wilayah kekuasaannya masih diperdebatkan. Sebelum

berdirinya Majapahit, Singhasari telah menjadi kerajaan paling kuat di

Jawa. Hal ini menjadi perhatian Kubilai Khan, penguasa Dinasti Yuan

di Tiongkok. Ia mengirim utusan yang bernama Meng Chi ke

Singhasari yang menuntut upeti. Kertanagara, penguasa kerajaan

Singhasari yang terakhir menolak untuk membayar upeti dan

mempermalukan utusan tersebut dengan merusak wajahnya dan

memotong telinganya. Kubilai Khan marah dan lalu memberangkatkan

ekspedisi besar ke Jawa tahun 1293. Ketika itu, Jayakatwang, adipati

Kediri, sudah menggulingkan dan membunuh Kertanegara. Atas saran

Aria Wiraraja, Jayakatwang memberikan pengampunan kepada Raden

Wijaya, menantu Kertanegara, yang datang menyerahkan diri.

Kemudian, Wiraraja mengirim utusan ke Daha, yang membawa surat

berisi pernyataan, Raden Wijaya menyerah dan ingin mengabdi kepada

Jayakatwang. Jawaban dari surat diatas disambut dengan senang hati.

Raden Wijaya kemudian diberi hutan Tarik. Ia membuka hutan itu dan

membangun desa baru. Desa itu dinamai Majapahit, yang


namanya diambil dari buah maja, dan rasa "pahit" dari buah tersebut.

Ketika pasukan Mongol tiba, Wijaya bersekutu dengan pasukan

Mongol untuk bertempur melawan Jayakatwang. Setelah berhasil

menjatuhkan Jayakatwang, Raden Wijaya berbalik menyerang sekutu

Mongolnya sehingga memaksa mereka menarik pulang kembali

pasukannya secara kalang-kabut karena mereka berada di negeri asing.

Saat itu juga merupakan kesempatan terakhir mereka untuk menangkap

angin muson agar dapat pulang, atau mereka terpaksa harus menunggu

enam bulan lagi di pulau yang asing.

E. Penilaian

1. Lembar Kerja 1

Tugas Kelompok

Lakukanlah kegiatan pembelajaran seperti langkah-langkah

dibawah ini! Kelas dibagi menjadi 5 kelompok dengan jumlah

anggota yang sama Masing-masing kelompok membahas

permasalahan mengenai Kerajaan:

1. Kutai dan Tarumanegara

2. Śrīwijaya

3. Mataram Hindu

4. Singhasari

5. Majapahit

Kelompok berdiskusi dan mempresentasikan hasil Membuat kesimpulan


bersama
2. Lembar Kerja 2

Essay :

1. Sebutkan dan jelaskan teori-teori masuknya agama Hindu-Budha di

Nusantara ?

2. Jelaskan Kapan agama Hindu-Budha masuk ke Nusantara ?

3. Bagaimana proses akulturasi agama Hindu-Budha dan contoh

kebudayaan akulturasinya di Nusantara ?

4. Jelaskan factor-faktor penyebab kemunduran kerajaan Hindu-Budha di

Nusantara ?

5. Bagaimana bentuk peninggalan kebudayaan Hindu-Budha yang masih

tersisa dimasa sekarang di Indonesia ?

F. Referensi

Boechari. 1968. Sri Maharaja Mapanji Garasakan. Majalah Ilmu-Ilmu Sastra


Indonesia IV (1-2) : 1-26.

Daljoeni, N. 1984.Geografi Kesejarahan II (Indonesia). Bandung:Penerbit


Alumni. Djafar, H. 1978. Masa Akhir Majapahit: Girindrawarddhana dan
Masalahnya.Depok: Komunitas Bambu

Lombard, D. 2003. Nusa Jawa: Silang Budaya 3 jilid. Buku ke


III:Warisan Kerajaan-kerajaan Konsentris. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Munoz, P.M. 2009. Kerajaan-kerajaan Awal Kepulauan Indonesia dan


Semenanjung Malaysia: Perkembangan Sejarah dan Budaya Asia Tenggara
(Jaman Prasejarah-Abad XVI). Yogyakarta: Mitra Abadi.

Poerbatjaraka, R.M. Ng. 1952. Riwayat Indonesia I. Jakarta: Pembangunan.


Soekmono, R. 1985. Pengantar Sejarah Kebudayaan Indonesia 2.
Yogyakarta:Kanisius.
Soemadio, B. 1994. Sejarah Nasional Indonesia jilid II. Jakarta:
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan bekerjasama dengan Balai Pustaka.

Suud, A. 1988. Sejarah Asia Selatan. Jakarta: Departemen Pendidikan dan


Kebudayaan.

Wahyudi, D.Y. 1997. Pemujaan Dewi Śrī pada Masyarakat Jawa Kuna (X-
XVIM) dan Tradisinya. Skripsi tidak diterbitkan. Malang: IKIP Malang.

------------------. 2005. Rekonstruksi Keagamaan Candi Panataran pada


Masa Mapahit. Tesis tidak diterbitkan. Depok: Universitas Indonesia.
MODUL 2

Materi Pokok :

Zaman Kerajaan-Kerajaan Islam di Indonesia

A. Tujuan mempelajari Modul

Setelah mempelajari modul ini anda diharapkan memiliki kemampuan dalam :

1. Memahami teori-teori masuknya agama dan kebudayaan Islam ke

Indonesia

2. Menyebutkan kerajaan-kerajaan Islam yang pernah ada di Indonesia

3. Menyajikan karya tulis tentang proses masuknya agama dan kebudayaan

Islam ke Indonesia serta pengaruhnya pada kehidupan masyarakat

Indonesia masa kini

4. Menjelaskan perkembangan kehidupan masyarakat, pemerintahan, dan

budaya pada masa kerajaan-kerajaan Islam di Indonesia

5. Menjelaskan bukti-bukti kehidupan pengaruh Islam yang masih ada

sampai masa kini

6. Menyajikan karya tulis tentang nilai-nilai dan unsur budaya yang

berkembang pada masa kerajaan Islam yang masih berkelanjutan dalam

kehidupan bangsa Indonesia pada masa kini

Penguasaan tentang materi Zaman Kerajaan-Kerajaan Islam di Indonesia

sangat penting bagi anda sebagai peserta pelatihan ini. Untuk itu anda disarankan

membaca modul ini dengan baik dan membaca berbagai literature relevan yang

menunjang pemahaman anda mengenai materi yang diuraikan dalam modul.


B. Kompetensi Dasar

1. Menganalisis berbagai teori tentang proses masuknya agama dan kebudayaan

Islam ke Indonesia

2. Mengolah informasi teori tentang proses masuknya agama dan kebudayaan

Islam ke Indonesia dengan menerapkan cara berpikir sejarah, serta

mengemukakannya dalam bentuk tulisan

3. Menganalisis perkembangan kehidupan masyarakat, pemerintahan, dan

budaya pada masa kerajaan-kerajaan Islam di Indonesia serta menunjukkan

contoh bukti-bukti yang masih berlaku pada kehidupan masyarakat Indonesia

masa kini

4. Menyajikan hasil penalaran dalam bentuk tulisan tentang nilai-nilai dan unsur

budaya yang berkembang pada masa kerajaan Islam dan masih berkelanjutan

dalam kehidupan bangsa Indonesia pada masa kini

C. Pokok Bahasan

1. Teori-teori masuknya agama dan kebudayaan Islam

2. Kerajaan-kerajaan Islam

3. Bukti-bukti kehidupan pengaruh Islam yang masih ada sampai masa kini

D. Materi Modul

1. Peta Jalur Masuk dan Berkembangnya Islam di Indonesia

Hubungan dagang antara India dan China melalui laut sudah mulai ramai

sejak awal Masehi. Hal ini di mungkinkan karena sudah dikenalnya sistem

bintang dan sistem angin yang berlaku di Lautan Hindia dan laut Cina sehingga
memungkinkan terjadi jalur pelayaran antara Barat dengan Timur pulang balik

secara teratur dan berpola tetap.

Hal ini juga menjadi salah satu faktor munculnya kota-kota pelabuhan di

sepanjang jalur pelayaran. Sriwijaya menjadi tempat persinggahan kapal-kapal

dagang dari jazirah Arab dan Teluk Parsi serta kapal-kapal dagang dari Cina.

Kapal dagang yang dari Jazirah Arab atau Teluk Parsi serta kapal-kapal dagang

dari Cina. Kapal dagang yang dari Jazirah Arab atau Teluk Parsi bergerak di

sepanjang pantai Asia Selatan (Gujarat, Malabar, Koromandel, Benggala) dan

memasuki kepulauan Indonesia terus Cina, demikian juga sebaliknya.

Gambar 1.11. Peta Pusat dan Rute Pelayaran dan Perdagangan Pada Awal Tarikh
Masehi

Pada awal Abad ke-7 M, ketika Islam berkembang di Jazirah Arab

Sriwijaya sedang dalam puncak kejayaannya. Dengan berdasar pada pendapat

HAMKA bahwa sudah ada pedagang Arab yang singgah di Sriwijaya, maka

bukan tidak mungkin bahwa di antara para pedagang Arab sudah ada yang

beragama Islam. Ini artinya bahwa Islam sudah hadir dan mulai di kenal di

wilayah Indonesia pada abad ke-7 M. Hal ini diperkuat dengan pendapat Syed

Naquid Al-Atas menyatakan bahwa orang-orang Muslim sejak abad ke- 7 M


telah memiliki perkampungan di Kanton (Kartodirdjo, Poesponegoro,

Notosusanto, 1975). Dengan demikian dapat dipastikan bahwa pedagang-

pedagang Arab memang telah memasuki perairan Indonesia.

Dalam khasanah akademik, selama ini memang ada permasalahan dan

pendapat tentang jalur masuk dan berkembangnya Islam di Indonesia. Pertama

tentang permasalahan kapan dan di mana Islam masuk ke Indonesia, yang

ke dua tentang siapa yang membawa Islam ke Indonesia. Mengacu pada judul

sub bab ini maka pengertian peta dimaknai baik secara fisik geografis maupun

secara konseptual permasalahan Artinya peta yang disajikan juga termasuk peta

permasalahan (problem maping) yang terjadi mengenai jalur masuknya Islam di

Indonesia.

Permasalahan kapan dan di mana Islam masuk ke Indonesia masih

menjadi bahan kajian para ahli sejarah. HAMKA berpendapat bahwa Islam

datang ke Indonesia pada abad ke-7 M, alasan yang dikemukakan berdasar pada

sumber yang berasal dari berita Cina dan berita Jepang. Kedua sumber

menyebutkan bahwa pada abad ke-7 telah terdapat armada dagang yang dikenal

dengan Ta-shih atau Tashih-kuo, istilah ta-shih atau tashih-kuo adalah

perdagangan dari bangsa Arab atau Persia. Dalam berita itu juga disebutkan telah

terdapatkan pemukiman orang-orang Arab di Sumatera Selatan (wilayah

Sriwijaya). HAMKA (1981) mengutip pendapat Sir Arnold bahwa catatan dari

Cina menyebutkan adanya koloni orang Arab di Sumatera Barat pada sekitar

tahun 684 M, artinya bahwa karena sudah ada koloni maka waktu kedatangan

orang Arab sebelum tahun 684. Sebagian ahli sejarah yang lain berpendapat
bahwa Islam datang ke Indonesia pada abad ke-13, hal ini dikaitkan dengan

hancurnya Bagdad yang diserbu oleh Hulagu pada tahun 1258 M.

Akibat hancurnya Bagdad maka banyak orang Islam yang menyebar ke

luar dan berkelana mencari daerah baru, kelompok inilah yang sampai di

Indonesia. Alasan lain yang dikemukakan adalah keterangan yang diperoleh dari

catatan perjalanan Marcopolo dan Ibnu Batutah. Pada catatan keduanya

menyebut adanya masyarakat Islam di Sumatera. Alasan yang lebih kuat adalah

diketemukannya bukti fisik berupa batu Nisan Sultan Malikus Saleh di Aceh

yang berangka tahun 1297 M.

Gambar 1.12. Peta Rute Perdagangan Internasional Asia Tenggara Abad

XVI sebelum Malaka jatuh ke tangan Portugis

Kesimpulan yang dapat diambil dari permasalahan kapan datangnya

Islam di Indonesia adalah perlunya pemisahan konsep secara jelas tentang

kedatangan, proses penyebaran, dan perkembangan Islam di Indonesia. Dengan


demikian jelas bahwa abad ke-7 M dapatlah disimpulkan sebagai waktu

kedatangan Islam di Indonesia untuk pertama kali. Setidaknya mengacu pada

jalur pelayaran dan perdagangan antara Cina dan India atau Timur Tengah

sebagaimana yang telah diuraikan sebelumnya.

Pada masa Sriwijaya berkuasa belum dapat dipastikan apakah pedagang-

pedagang Arab telah memainkan peran ganda, yakni sebagaipedagang dan

sebagai dai yang mendakwahkan ajaran Islam. Jarak yang cukup jauh (kurang

lebih 5 Abad) antara proses kedatangan hingga terbentuknya masyarakat

(kerajaan Islam) di Parlak, memang masih menjadi catatan para sejarawan. Di

manakah Islam pertama kali datang di kepulauan Indonesia? tentu saja jawaban

pasti mengarah pada tempat-tempat (pelabuhan-pelabuhan) yang menjadi

persinggahan kapal-kapal dagang. Aceh (1985) menjelaskan bahwa daerah Perlak

merupakan tempat Islam pertama kali berkembang. Hal ini didasarkan atas

catatan perjalanan Marcopolo. Dari bukti pelacakan arkeologis di samping

Parlak juga disebutkan adanya tempat yang bernama Pase. Sehingga

disimpulkan bahwa tempat kedatangan Islam pertama kali adalah Parlak dan

Pase.

Menurut Harun (1995) ada dua jalur proses masuknya Islam ke Indonesia

yakni jalur darat dan jalur laut. jalur darat dari Bagda menuju Kabul Afghanistan,

terus ke Kasmir, India Utara, ke Kanton, ke Jeddah Laut Merah, ke Yaman,

Oman Teluk Parsi (Irak), Iran, Pakistan, Pantai Malabar, Ceilon, pantai

Koromandel, Bangladesh, Birma, dan masuk ke Indonesia.Jika yang digunakan


sebagai dasar adalah dua jalur proses masuknya Islam tersebut maka, Parlak

sebagai wilayah pertama kedatangan Islam dapat diterima.

Permasalahan kedua siapa yang membawa Islam datang di

Indonesia. Permasalahan ini juga tidak kalah sulitnya dengan permasalahan

tentang kapan datang di Indonesia. Para ahli sejarah tampak juga sulit untuk

bersepakat. Satu hal yang sepatutnya diterima adalah bahwa para pedagang

(saudagar) mesti punya andil atau terlibat dalam penyebaran Islam ke Indonesia.

Pertanyaan sederhana yang muncul, pedagang Islam yang datang ke Indonesia itu

berasal dari mana. Snouck Hurgronye (Ahli Islam dari Belanda) sepakat bahwa

pedagang Islam yang datang ke Indonesia berasal dari Gujarat India.

Ada enam alasan yang dikemukakan:

1. Pedagang-pedagang Indialah yang jauh sebelum Islam datang telah


terbiasa menggunakan jalur laut Indonesia untuk menuju Cina, sehingga
ketika Islammasuk India dan pedagang India menjadi Muslim maka Islam
kemudian dibawa ke Indonesia;
2. Gujarat adalah pelabuhan yang penting bagi kapal-kapal dagang atau
jalur pelayaran dan perdagangan yang ramai di singgahi oleh para
pedagang;
3. Corak hiasan dan bentuk nisan makam orang Islam di Indonesia sejenis
dengan yang ada di Guratan, sehingga di mungkinkan didatangkan dari
Gujarat;
4. Gelar yang dipakai oleh para raja Islam di Indonesia (sjah) adalah dari
bahas India atau Parsi;
5. Terdapat kesesuaian beberapa adat-istiadat antara Indonesia dan India;

dan

6. Terdapatnya paham syiah dan wahdatul wujud pada pengikut Islam di

Indonesia (Lihat Aceh, 1985:21; Harun, 1995:4).

HAMKA (1984) dan Aceh (1985) berpendapat bahwa tidak hanya

pedagang dari Gujarat tetapi juga pedagang dari Arab yang berperanan

mengislamkan Indonesia. Alasannya antara lain:

1. Hubungan dagang melalui laut antara daerah Timur Tengah

dengan Cina sudah berkembang sejak abad ke-7 M;

2. Sudah terdapatnya pemukiman orang-orang Arab di Malabar

India yang berasal dari Omat dan Hendramaut; dan

3. Sejak zaman Sriwijaya sudah terdapat pedagang Islam yang

berasal dari Arab yang bermukim di Sumatera Selatan.

Mengkaji tentang asal para pedagang Islam, memeng pernah ada

pendapat yang menyebutkan bahwa para pedagang Cina mungkin terkait

dalam penyebaran Islam. Bahkan bangsa Cina tidak hanya para

pedagangnya yang terkait dengan penyebaran Islam tetapi juga kelompok

militer yang peninggalannya sampai sekarang masih dapat di jumpai di

Semarang Jawa Tengah (Yuanshi, 2005).

Kartodirdjo (1975) menyebutkan bahwa tidak hanya dari kelompok

pedagang yang menyebarkan Islam, tetapi juga dari kelompok Mubaligh.


Mubaligh inilah yang dengan ilmunya membentuk kader-kader dai melalui

berbagi cara, salah satu yang menonjol adalah melalui pendidikan dengan

mendirikan pesantren. Kelompok lain adalah para Sufi yang menyebarkan

tarekat di Indonesia. Satu hal yang perlu dicatat bahwa bangsa Indonesia

sendiri merupakan penyebar agama Islam, Karena sebenarnya dalam proses

perkembangan Islam bangsa Indonesia tidak pasif, tetapi juga aktif. Contoh

yang dikemukakan antara lain, Pengislaman Kerajaan Banjar yang dilakukan

oleh penghulu dari kerajaan Demak. Demikian juga dengan pengislaman Hitu

dan Ternate yang dilakukan oleh santri dari Giri.


Gambar 1.13.Jalur penyebaran Agama Islam di Indonesia Abad XIII - XVI

Dari uraian tersebut jelas tampak bahwa saluran islamisasi yang

pertama adalah melalui perdagangan. Hal ini berlangsung dengan intens

antara abad ke-7-16 M, yang melibatkan para pedagang dari berbagai

wilayah di Asia. Penggunaan saluran Islamisasi melalui perdagangan sangat

cocok dengan ajaran Islam, karena dalam ajaran Islam tidak ada pemisahan

antara kegiatan berdagang dengan kewajiban-kewajiban agama lainnya.

Melalui saluran perdagangan Islam dapat masuk ke semua lapisan masyarakat

dari raja hingga rakyat biasa. Raja atau kaum bangsawan pada masa tersebut

juga merupakan pemilik modal dalam bidang perdagangan, sehingga

banyak yang memiliki kapal-kapal dagang.

Prosesnya mula-mula para pedagang Islam berdagangan di pusat-

pusat perdagangan dan kemudian di antaranya ada yang bertempat tinggal,

baik hanya untuk sementara maupun untuk waktu yang cukup lama. Dalam

perkembangannya para pedagang ini banyak kemudian yang menetap

sehingga lama kelamaan menjadi sebuah perkampungan. Perkampungan ini


kemudian dikenal sebagai Pekojan, perkampungan orang Islam. Status

mereka secara ekonomi relatif baik, sehingga banyak menarik masyarakat di

sekitarnya untuk bekerja dengan para pendatang tersebut.

Saluran Islamisasi kedua adalah melalui perkawinan. Banyak

pedagang Muslim yang menetap tidak serta membawa keluarganya,

sehingga kemudian mereka menikah dengan penduduk asli. Wanita yang

akan dinikah sebelumnya telah masuk agama Islam, dengan demikian

terbentuklah keluarga muslim. Jumlahnya lambat laun semakin banyak

sehingga terciptalah masyarakat Islam. Saluran islamisasi melalui

perkawinan ini sangat efektif jika yang melakukan perkawinan adalah

saudagar Islam dengan anak kaum bangsawan atau Raja. Dari perkawinan

ini akan mempercepat islamisasi karena pengaruh sosio politik kaum

bangsawa dan para raja cukup besar di kalangan masyarakat.

Tasawuf juga merupakan saluran Islamisasi yang ketiga, bahkan di

nilai para ahli merupakan saluran terpenting. Alasanya karena melalui

Tasawuf memudahkan penerimaan Islam oleh masyarakat yang belum

memeluk agama Islam. Guru-guru Tasawuf dengan kebajikannya tetap

memelihara unsur-unsur lama dalam masyarakat dengan diwarnai oleh

ajaran islam. Nilai-nilai Islam yang diperkenalkan kepada masyarakat

Indonesia menunjukkan persamaan dengan alam pikiran yang telah di miliki

oleh orang Indonesia. Hal ini dapat di buktikan pada islamisasi di Jawa dan

Sumatera khususnya. Para guru Tasawuf mampu mengemas islam dalam

bahasa yang dapat dimengerti dan disarankan oleh masyarakat Indonesia,


sehingga relatif tidak menimbulkan pertentangan antara Islam dengan yang

sudah ada sebelumnya.

Pendidikan juga merupakan saluran Islamisasi di Indonesia. Sudah

disinggung sebelumnya bahwa banyak mubaligh yang kemudian menyiapkan

kader melaluipendidikan denga mendirikan pesantren. Di pesantren itulah

kader ulama penerus ulama disiapkan untuk mengembangkan Islam

diseluruh pelosok Indonesia. Seorang santri yang telah tamat belajar di

pesantren akan kembali ke daerahnya masing-masing dan menjadi guru

agama dan tokoh keagamaan. Beberapa pesantren awal yang dikenal luas

adalah Ampel dan Giri yang sudah muncul ketika Majapahit masih berdiri.

Ampel dan Giri di kenal sebagai tempat pendidikan para mubaligh

yang banyak mengislamkan wilayah Indonesia

Saluran Islamisasi yang lain adalah melalui kesenian. Kesenian

dengan berbagai bentuknya telah dimanfaatkan para mubaligh untuk

memperkenalkan ajaran Islam. Bahkan penyebaran Islam di Jawa tidak dapat

dilepaskan dari tembang-tembang Jawa yang digubah oleh para wali.

Demikian juga dengan gamelan dan wayang sebagai puncak kesenian Jawa,

telah dimanfaatkan Sunan Kalijaga untuk berdakwah.

2. Proses Awal Penyebaran Islam di Indonesia

Beberapa Pendapat tentang Awal Masuknya Islam di Indonesia.

a. Islam Masuk ke Indonesia pada Abad ke 7:


1. Seminar masuknya islam di Indonesia (di Aceh), sebagian dasar adalah

catatan perjalanan Al mas’udi, yang menyatakan bahwa pada tahun

675 M, terdapat utusan dari raja Arab Muslim yang berkunjung ke

Kalingga. Pada tahun 648 diterangkan telah ada koloni Arab Muslim di

pantai timur Sumatera.

2. Dari Harry W. Hazard dalam Atlas of Islamic History

(1954), diterangkan bahwa kaum Muslimin masuk ke Indonesia pada

abad ke-7 M yang dilakukan oleh para pedagang muslim yang

selalu singgah di sumatera dalam perjalannya ke China.

3. Prof. Sayed Naguib Al Attas dalam Preliminary Statemate on

General Theory of Islamization of Malay-Indonesian Archipelago

(1969), di dalamnya mengungkapkan bahwa kaum muslimin sudah ada

di kepulauan Malaya-Indonesia pada 672 M.

4. Prof. Sayed Qodratullah Fatimy dalam Islam comes to

Malaysia mengungkapkan bahwa pada tahun 674 M. kaum Muslimin

Arab telah masuk ke Malaya.

5. Prof. S. muhammmad Huseyn Nainar, dalam makalah

ceramahnya berjudul Islam di India dan hubungannya dengan

Indonesia, menyatakan bahwa beberapa sumber tertulis menerangkan

kaum Muslimin India pada tahun 687 sudah ada hubungan dengan

kaum muslimin Indonesia.

6. W.P. Groeneveld dalam Historical Notes on Indonesia and

Malaya Compiled From Chinese sources, menjelaskan bahwa pada


Hikayat Dinasti T’ang memberitahukan adanya Arab muslim

berkunjung ke Holing (Kalingga, tahun 674). (Ta Shih = Arab

Muslim).

7. T.W. Arnold dalam buku The Preching of Islam a History of

The Propagation of The Moslem Faith, menjelaskan bahwa Islam

datang dari Arab ke Indonesia pada tahun 1 Hijriyah (Abad 7 M).

b. Islam Masuk ke Indonesia pada Abad ke-11:

Satu-satunya sumber ini adalah ditemukannya makam panjang di daerah

Leran Manyar, Gresik, yaitu makam Fatimah Binti Maimoon

dan rombongannya. Pada makam itu terdapat prasati huruf Arab Riq’ah

yang berangka tahun (dimasehikan 1082)

c. Islam Masuk Ke Indonesia Pada Abad Ke-13:

Catatan perjalanan marcopolo, menyatakan bahwa ia menjumpai adanya

kerajaan Islam Ferlec (mungkin Peureulack) di aceh, pada tahun 1292 M.

K.F.H. van Langen, berdasarkan berita China telah menyebut adanya

kerajaan Pase (mungkin Pasai) di Aceh pada 1298 M. J.P. Moquette dalam

De Grafsteen te Pase en Grisse Vergeleken Met Dergelijk Monumenten uit

hindoesten, menyatakan bahwa Islam masuk ke Indonesia pada abad ke-

13. Beberapa sarjana barat seperti R.A Kern; C. Snouck Hurgronje; dan

Schrieke, lebih cenderung menyimpulkan bahwa Islam masuk ke

Indonesia pada abad ke-13, berdasarkan saudah adanya beberapa kerajaaan

Islam di kawasan Indonesia.


3. Pembawa Islam ke Indonesia

Sebelum pengaruh islam masuk ke Indonesia, di kawasan ini

sudah terdapat kontak-kontak dagang, baik dari Arab, Persia, India dan

China. Islam secara akomodatif, akulturasi, dan sinkretis merasuk dan

punya pengaruh di arab, Persia, India dan China. Melalui perdagangan

itulah Islam masuk ke kawasan Indonesia. Dengan demikian bangsa Arab, Persia,

India dan china punya nadil melancarkan perkembangan islam di kawasan

Indonesia.

a. Gujarat (India)

Pedagang islam dari Gujarat, menyebarkan Islam dengan bukti-bukti antara

lain:

1. ukiran batu nisan gaya Gujarat.

2. Adat istiadat dan budaya India islam.

b. Persia

Para pedagang Persia menyebarkan Islam dengan beberapa bukti antar lain:

1. Gelar “Syah” bagi raja-raja di Indonesia.

2. Pengaruh aliran “Wihdatul Wujud” (Syeh Siti Jenar).

3. Pengaruh madzab Syi’ah (Tabut Hasan dan Husen).

c. Arab

Para pedagang Arab banyak menetap di pantai-pantai kepulauan Indonesia,

dengan bukti antara lain:


1. Menurut al Mas’udi pada tahun 916 telah berjumpa Komunitas Arab dari

Oman, Hidramaut, Basrah, dan Bahrein untuk menyebarkan islam di

lingkungannya, sekitar Sumatra, Jawa, dan Malaka.

2. Munculnya nama “kampong Arab” dan tradisi Arab di

lingkungan masyarakat, yang banyak mengenalkan islam.

d. China

Para pedagang dan angkatan laut China (Ma Huan, Laksamana

Cheng Ho/Dampo awan, mengenalkan Islam di pantai dan pedalaman

Jawa dan sumatera, dengan bukti antar lain :

1. Gedung Batu di semarang (masjid gaya China).

2. Beberapa makam China muslim.

3. Beberapa wali yang dimungkinkan keturunan China. Dari beberapa

bangsa yang membawa Islam ke Indonesia pada umumnya

menggunakan pendekatan cultural, sehingga terjadi dialog budaya

dan pergaulan social yang penuh toleransi (Umar kayam:1989)

4. Faktor-Faktor yang Memudahkan Islam Berkembang di Indonesia

Kartodirdjo (1975: 109) menyatakan bahwa proses islamisasi di Indonesia

berjalan mudah karena kedua belah pihak yakni orang-orang Muslim yang

datang dan golongan masyarakat Indonesia dapat saling menerima. Secara lebih

rinci dapat dijelaskan bahwa faktor politik, ekonomi, sosial, dan budaya secara

simultan telah memudahkan Islam berkembang dan diterima di Indonesia.

Dipandang dari faktor politik berkembangnya Islam bersamaan dengan

terjadinya pergolakan politik kerajaan Hindu Budha. Contoh kasus tentang faktor
politik adalah islamisasi di Jawa Timur. Bersamaan dengan kegoncangan politik

di Majapahit menjelang keruntuhannya, Islam muncul menjadi kekuatan

alternatif yang sulit ditolak masyarakat.

Dilihat dari faktor ekonomi antara lain munculnya kekuatan para pedagang

Islam pada pelabuhan-pelabuhan strategis di kepulauan Indonesia menjadi daya

tarik luar biasa bagi masyarakat Indonesia. Pedagang- pedagang Muslim dapat

menunjukkan sifat dan tingkah laku yang baik, dan pemahaman keagamaan

yang tinggi sehingga patut untuk dicontoh dan diikuti. Ketika kemudian

banyak pedagangdan bangsawan di daerah pelabuhan memeluk Islam maka

masyarakat di sekitarnya kemudian mengikuti memeluk Islam.

Dari segi faktor sosial dapat dijelaskan antara lain adalah penggunaan bahasa

melayu oleh para Mubaligh, sehingga Islam dengan mudah dapat di pahami oleh

penduduk Indonesia karena kedudukan bahasa Melayu sebagai bahasa

penghubung (lingua franca). Aspek sosial lainnya adalah adanya pandangan

Islam yang tidak mengenal strata, padahal sebelum kedatangan Islam masyarakat

dipisahkan dalam kasta Islam dianggap sebagai nilai pembebasan dan

menjunjung persamaan dalam masyarakat

Faktor budaya yang ikut mendukung berkembang Islam di Indonesia yakni

sebelum kedatangan Islam masyarakat Indonesia mempunyai sikap relijius yang

baik, sehingga kedatangan Islam yang menawarkan sebuah keyakinan bukan

hal yang asing. Sikap masyarakat Indonesia yang terbuka menerima budaya

asing telah memungkinkan terjadinya interaksi dengan budaya Islam,


kemampuan para mubaligh menggunakan sarana budaya untuk

memperkenalkan Islam menjadi saluran Islamisasi yang efektif. Syarat yang

mudah untuk menjadi muslim (hanya dengan membaca syahadat) dan ritual yang

sederhana merupakan daya tarik yang cepat dapat diterima masyarakat Indonesia.

5. Bukti-Bukti Masuknya Pengaruh Islam di Indonesia

Perkembangan Islam di Indonesia mulai abad ke-13 menunjukkan intensitas

yang tinggi, munculnya Samudra Pasai sebagai kerajaan Islam di Indonesia telah

menunjukkan bukti pengaruh Islam pada sistem kemasyarakatan secara konkrit,

yang dalam konteks ini adalah sistem politik dan pemerintahan. Dipergunakan

gelar Sultan untuk raja merupakan bukti adanya pengaruh Islam dalam sistem

pemerintahan. Demikian juga dengan diperkenalkannya jabatan penghulu dalam

struktur pemerintahan di Kraton Demak menunjukkan bahwa Islam telah

mempengaruhi pola dan tatanan pemerintahan kerajaan-kerajaan di Indonesia

(Sjamsulhuda, 1987).

Di Sumatera Barat Islam memperkaya norma-norma adat, pepatah yang

mengatakan bahwa “adat bersendi sara, dan sara bersendikan kitabullah”

merupakan pengakuan masyarakat Sumatera Barat tentang perlunya norma-

norma adat yang tidak boleh bertentangan dengan nilai-nilai yang ditetapkan

Islam (Hamka, 1981). Di Jawa diadakan upacara grebeg Maulud yang

memadukan antara upacara adat dengan dakwah Islam. Demikian pula di

berbagai tempat di Indonesia, banyak upacara adat memiliki latar belakang terkait
dengan paham-paham tertentu dalam Islam. Misalnya kenduri bubur sura, Asan-

usen tabut, Kanji Asura, dsb.

Di bidang keagamaan sebagaimana telah dibahas dalam uraian di atas

bahwa tasawuf memiliki pengaruh yang cukup penting. Banyak ritual keagamaan

masyarakat yang didasarkan atas ajaran tarekat, tokoh-tokoh tarekat seperti

Hamsah Fansuri, Abdur Rauf Singkel, Nuruddin Ar Raniri menjadi rujukan

masyarakat dalam menjalankan ritual keagamaan. Mereka adalah pengembang

tarekat yang mendapat banyak pengikut di Sumatera. Di Jawa pada Wali

menggunakan berbagai saluran kesenian untuk mengembangkan Islam, yang

sangat popular adalah Sunan Kalijaga yang mampu mempengaruhi pertunjukkan

wayang menjadi sarana dakwah yang efektif.

Bukti fisik tentang masuknya pengaruh Islam adalah pada bidang seni

bangunan (arsitektur) dan seni sastra. Seni bangunan yang merupakan bukti

adanya pengaruh Islam adalah Masjid, bangunan tempat shalat bagi umat Islam.

Dalam bangunan Masjid jelas sekali adanya pengaruh Islam di dalamnya

(Soekmono, 1985). Selain bangunan masjid, bentuk bangunan yang

terpengaruh Islam adalah makam. Ragam hias dan bentuk nisan memberikan

bukti adanya pengaruh Islam. Nisan Fatimah binti Maimun di Leran Gresik,

makam Al Malikus Saleh, dan Troloyo menunjukkan bukti bahwa Islam

berpengaruh dalam seni bangunan. Hasil seni ukir sebagaimana yang

terdapat dalam relief di Masjid Mantingan, seni ukir kayu di Cirebon. Bukti

pengaruh Islam pada seni sastra sangatlah banyak. Di Sumatera muncul karya
sastra yang berbentuk hikayat, syair, tambo, dan silsilah. di Jawa muncul karya

berbentuk Suluk, babad, tembang, dan kitab (Soekmono, 1985).

Dalam perilaku keagamaan ajaran tasawuf dapat diterima di

Indonesia karena dapat menemukan titik temu dengan kepercayaan masyarakat

terdahulu, sehingga dalam perkembangan Islam di masyarakat bentuk-bentuk

ritual tasawuf sangat mewarnai perilaku keagamaan masyarakat. Beberapa

tarekat berkembang di Indonesia dengan baik, antara lain tarekat Qodiriyah,

Naqsabandiyah, Satariyah, Rifaiyah, Qodiriyah wa Naqsabandiyah, Syadziliyah,

Khalwatiyah, dan Tijaniyah (Kartodirjo, Poesponegoro, Notosusanto, 1975).

Beberapa tarekat bahkan sampai sekarang masih berkembang di tengah-tengah

masyarakat.

6. Kerajaan-Kerajaan Islam Nusantara

a. Kerajaan Samudra Pasai

Kesultanan Pasai, juga dikenal dengan Samudera Darussalam, atau

Samudera Pasai, adalah kerajaan Islam yang terletak di pesisir pantai utara

Sumatera, kurang lebih di sekitar Kota Lhokseumawe dan Aceh

Utara, Provinsi Aceh, Indonesia. Belum begitu banyak bukti arkeologis

tentang kerajaan ini untuk dapat digunakan sebagai bahan kajian sejarah.

Namun beberapa sejarahwan memulai menelusuri keberadaan kerajaan ini

bersumberkan dari Hikayat Raja- raja Pasai, dan ini dikaitkan dengan

beberapa makam raja serta penemuan koin berbahan emas dan perak dengan

tertera nama rajanya. Kerajaan ini didirikan oleh Marah Silu, yang bergelar

Sultan Malik as- Saleh, sekitar tahun 1267. Keberadaan kerajaan ini juga
tercantum dalam kitab Rihlah ila l-Masyriq (Pengembaraan ke Timur) karya

Abu Abdullah ibn Batuthah (1304–1368), musafir Maroko yang singgah ke

negeri ini pada tahun 1345. Kesultanan Pasai akhirnya runtuh setelah serangan

Portugal pada tahun 1521.

b. Kerajaan Aceh

Kesultanan Aceh Darussalam merupakan sebuah kerajaan Islam

yang pernah berdiri di provinsi Aceh, Indonesia. Kesultanan Aceh terletak di

utara pulau Sumatera dengan ibu kota Kutaraja (Banda Aceh) dengan

sultan pertamanya adalah Sultan Ali Mughayat Syah yang dinobatkan pada

pada Ahad, 1 Jumadil awal 913 H atau pada tanggal 8 September 1507.

Dalam sejarahnya yang panjang itu (1496 - 1903), Aceh telah mengukir

masa lampaunya dengan begitu megah dan menakjubkan, terutama

karena kemampuannya dalam mengembangkan pola dan sistem pendidikan

militer, komitmennya dalam menentang imperialisme bangsa Eropa,

sistem pemerintahan yang teratur dan sistematik, mewujudkan pusat-pusat

pengkajian ilmu pengetahuan, hingga kemampuannya dalam menjalin

hubungan diplomatik dengan negara lain.

c. Kerajaan Demak

Kesultanan Demak atau Kerajaan Demak adalah kerajaan Islam

pertama dan terbesar di pantai utara Jawa ("Pasisir"). Menurut tradisi Jawa,

Demak sebelumnya merupakan kadipaten dari kerajaan Majapahit, kemudian

muncul sebagai kekuatan baru mewarisi legitimasi dari kebesaran

Majapahit. Kerajaan ini tercatat menjadi pelopor penyebaran agama Islam di


pulau Jawa dan Indonesia pada umumnya. Walau tidak berumur panjang dan

segera mengalami kemunduran karena terjadi perebutan kekuasaan di antara

kerabat kerajaan. Pada tahun 1568, kekuasaan Demak beralih ke Kerajaan

Pajang yang didirikan oleh Jaka Tingkir. Salah satu peninggalan bersejarah

Kerajaan Demak ialah Mesjid Agung Demak, yang menurut tradisi

didirikan oleh Walisongo. Lokasi keraton Demak, yang pada masa itu berada

di tepi laut, berada di kampung Bintara (dibaca "Bintoro" dalam bahasa Jawa),

saat ini telah menjadi kota Demak di Jawa Tengah. Sebutan kerajaan pada

periode ketika beribukota di sana dikenal sebagai Demak Bintara. Pada masa

raja ke-4 ibukota dipindahkan ke Prawata (dibaca "Prawoto") dan untuk

periode ini kerajaan disebut Demak Prawata

d. Kerajaan Banten

Kesultanan Banten merupakan sebuah kerajaan Islam yang pernah

berdiri di Provinsi Banten, Indonesia. Berawal sekitar tahun 1526, ketika

Kerajaan Demak memperluas pengaruhnya ke kawasan pesisir barat Pulau

Jawa, dengan menaklukan beberapa kawasan pelabuhan kemudian

menjadikannya sebagai pangkalan militer serta kawasan

perdagangan. Maulana Hasanuddin, putera Sunan Gunung Jati berperan

dalam penaklukan tersebut. Setelah penaklukan tersebut, Maulana

Hasanuddin mendirikan benteng pertahanan yang dinamakan Surosowan,

yang kemudian hari menjadi pusat pemerintahan setelah Banten menjadi

kesultanan yang berdiri sendiri. Selama hampir 3 abad Kesultanan Banten

mampu bertahan bahkan mencapai kejayaan yang luar biasa, yang diwaktu
bersamaan penjajah dari Eropa telah berdatangan dan menanamkan

pengaruhnya. Perang saudara, dan persaingan dengan kekuatan global

memperebutkan sumber daya maupun perdagangan, serta ketergantungan akan

persenjataan telah melemahkan hegemoni Kesultanan Banten atas wilayahnya.

Kekuatan politik Kesultanan Banten akhir runtuh pada tahun 1813 setelah

sebelumnya Istana Surosowan sebagai simbol kekuasaan di Kota Intan

dihancurkan, dan pada masa-masa akhir pemerintanannya, para Sultan Banten

tidak lebih dari raja bawahan dari pemerintahan kolonial di Hindia Belanda.

e. Kerajaan Mataram

Kerajaan mataram didirikan oleh Sutowijoyo yang bergelar

Penembahan Senopati (1586-1601). Beribukota di Kota Gede. Penggantinya

Raden Mas Jolang. Ia gugur di daerah Krapyak, sehingga disebut penembahan

seda krapyak. Raja terbesarnya ialah Raden Mas Rangsang yang bergelar

sultan agung hanyokrokusumo (1613-1645). Sultan agung bercita-

cita mempersatukan seluruh Jawa dan mengusir kompeni (VOC) dari

Batavia. Setelah Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Cirebon berhasil dikuasai,

ia berencana menyerang Batavia. Serangan dilancarkan pada agustus 1628

dan September 1629, tetapi gagal. Kegagalan ini karena:

1. Kurangnya perbekalan makanan,

2. Kalah persenjataan,

3. Jarak Mataram – Jakarta sangat jauh,

4. Tentara Mataram terjangkit wabah penyakit.


Sepeninggal Sultan Agung, Mataram mengalami kemunduran

dan terpecah. Berdasarkan perjanjian Giyanti 13 Februari 1755, Mataram

dipecah menjadi dua, yakni:

1. Mataram Barat, yakni kesultanan Yogyakarta, diberikan

kepada Mangkubumi dengan gelar Hamengku Buwono I

2. Mataram Timur, yakni Kesunanan Surakarta diberikan kepada

Paku Buwono III Selanjutnya berdasarkan Perjanjian Salatiga tanggal

17 Maret 1757, Surakarta dibagi menjadi dua, yakni:

1. Surakarta Utara diberikan kepada Raden Mas Said dengan

gelar Mangkunegara I, kerajaanya dinamakan Mangkunegaran.

2. Surakarta Selatan diberikan kepada Paku Buwono III

kerajaanya dinamakan Kasunanan Surakarta

f. Kerajaan Makassar

Pada abad ke-17 di Sulawesi Selatan telah muncul beberapa kerajaan kecil,

seperti Goa, Tallo, Sopeng, dan Bone. Kerajaan besar ialah Goa dan Tallo.

Keduanya lebih dikenal sebagai kerajaan Makassar. Puncak kejayaanya pada

masa pemerintahan Sultan Hasanudin (1654-1670). Pertempuran besar

meletus pada 1666 di masa Sultan Hasanuddin. VOC di bawah pimpinan

Speelman berkoalisi dengan Kapten Jonker dari Ambon dan Arung Palaka,

Raja Bone. Hasanuddin kalah dan terpaksa menandatangani Perjanjian

Bongaya pada 18 November 1667. Isinya sangat merugikan rakyat Makassar,

yakni:
1. Wilayah Makassar terbatas pada Goa, wilayah Bone dikembalikan

kepada Aru Palaka

2. Kapal Makassar dilarang berlayar tanpa seizin VOC

3. Makassar tertutup untuk semua bangsa kecuali VOC dengan

hak monopolinya

4. Semua benteng harus dihancurkan, kecuali benteng Ujung Pandang

yang kemudian namanya diganti menjadi benteng Rotterdam.

5. Makassar harus mengganti kerugian perang sebesar 250 ribu ringgit.

Makassar berkembang sebagai pelabuhan internasional. Banyak pedagang

asing seperti Portugis, Inggris, dan Denmark berdagang di Makassar.

Karena itu, disusunlah hukum niaga dan perniagaan yang disebut Ade

Allopioping Bicarance Pabbalu’e dan sebuah naskah lontar karya Amanna

Gappa.

g. Kerajaan Ternate dan Tidore

Kerajaan Ternate dan Tidore terdapat di Maluku. Keduanya

sering bersaing dan persaingan makin tampak setelah datangnya bangsa

Barat. Bangsa Barat yang pertama kali datang ke Maluku ialah Portugis

(1512) yang kemudian bersekutu dengan kerajaan Ternate. Kemudian

bangsa Spanyol datang pada tahun 1521 dan bersekutu dengan kerajaan

Tidore. Saat itu tidak sampai terjadi perang. Untuk menyelesaikan

persaingan Portugis dan Spanyol, pada tahun 1529 diadakan Perjanjian

Saragosa. Isinya Spanyol harus meninggalkan Maluku dan memusatkan

kekuasaanya di Filipina dan bangsa Portugis tetap tinggal


Maluku. Portugis mendirikan benteng Sao Paulo untuk melindungi Ternate

dari serangan Tidore. Portugis memonopoli perdagangan dan terlalu ikut

campur urusan dalam negri Ternate. Salah seorang sultan Ternate yang

menentang ialah Sultan Hairun (1550-1570). Walau diadakan perundingan

dengan hasil damai pada 27 Februari 1570, esok harinya ketika Sultan

Hairun datang ke benteng Sao Pulo, ia justru dibunuh.

E. Penilaian

1. Lembar Kerja 1

Tugas Kelompok

Lakukanlah aktivitas pembelajaran seperti langkah-langkah dibawah ini!

1. Buatlah 5 kelompok dengan membagi peserta menjadi 6 dengan

jumlah anggota yang sama

2. Masing-masing kelompok mendiskusikan permasalahan bidang-bidang

kehidupan kerajaan Islam berikut:

a. Samudera Pasai

b. Ternate dan Tidore

c. Demak

d. Pajang dan Mataram

e. Gowa-Tallo (Makassar)

3. Presentasikan hasil diskusi kelompok tersebut di depan kelas!

2. Lembar Kerja 2

Essay :
1. Sebutkan dan jelaskan pendapat para ahli kapan Islam masuk ke

Nusantara?

2. Bagaimanakah proses dan berkembangnya agama Islam di Nusantara ?

3. Siapakah yang berperan terhadap perkembangan Islam di Nusantara,

jelaskan ?

4. Bagaimana proses akulturasi agama Islam dan hasil akulturasinya,

jelaskan ?

5. Bagaimana peranan Kerajaan Islam terhadap perlawanan VOC-

Belanda di Nusantara ?

F. Referensi

Aceh, Abubakar. 1985. Sekitar Masuknya Islam ke Indonesia. Solo:

Ramadani. HAMKA. 1981. Sejarah Umat Islam IV.Jakarta: Bulan

Bintang.Haekal, Muhammad Husain. 2002. Sejarah Hidup Muhammad.

Jakarta: Litera Antar Nusa.

Harun, Yahya. 1995. Sejarah Masuknya Islam di Indonesia.Yogyakarta:

Kurnia Alam Semesta.

Kartodirdjo, Sartono. 1987. Pengantar Sejarah Indonesia Baru: 1500-1900,

Dari Emporium Sampai Imperium Jilid I. Jakarta: Gramedia.

Kartodirdjo, Sartono, Poesponegoro MD, Notosusanto, N. 1975.

Sejarah Nasional Indonesia III.Jakarta: Depdiknas.

Matdawam, Noer. 1984. Lintasan Sejarah Kebudayaan

Islam.Yogyakarta: Yayasan Bina Karier.

Sjamdulhuda. 1987. Penyebaran dan Perkembangan Islam-Katolik-

Protestan di Indonesia. Surabaya: Usaha Nasional.


Soekmono, R. 1985. Pengantar Sejarah Kebudayaan Indonesia 3.
Yogyakarta: Kanisius.

Sulendraningrat. 1985. Sejarah Cirebon.Jakarta: Balai Pustaka.

Syalabi. 1990. Sejarah dan Kebudayaan Islam Jilid 1 dan 2.Jakarta:


Pustaka Al Husna.

Tjandrasasmita, Uka. 2000. Penelitian Arkeologi Islam di Indonesia dari


Masa ke Masa. Kudus: Menara Kudus.

Tohir, M. 1981. Sejarah Islam dari Andalus sampai Indus. Jakarta: Pustaka
Jaya. Watt, M. 1988. Politik Islam dalam Lintasan Sejarah.Jakarta: P3M.

Yuanshi, Kong. 2005. Muslim Tionghoa Cheng Ho, Misteri Perjalanan


Muhibah di Indonesia.Jakarta: Pustaka Populer Obor.

Zuhdi, Susanto (Peny). 1997. Pasai Kota Pelabuhan Jalan Sutera.


Jakarta: Depdiknas.

Anda mungkin juga menyukai