Anda di halaman 1dari 14

ARTIKEL

JUDUL

IDENTIFIKASI SITUS SIWA BUDDHA DI PURA PEGULINGAN DESA


PAKRAMAN MANUKAYA TAMPAKSIRING, GIANYAR, SEBAGAI
SUMBER BELAJAR SEJARAH DI SMA

OLEH

I KETUT SUARTANA
0814021024

JURUSAN PENDIDIKAN SEJARAH


FAKULTAS ILMU SOSIAL
UNIVERSITAS PENDIDIKAN GANESHA
SINGARAJA
2014
0
IDENTIFIKASI SITUS SIWA BUDDHA DI PURA PEGULINGAN DESA PAKRAMAN
MANUKAYA TAMPAKSIRING, GIANYAR, SEBAGAI SUMBER BELAJAR SEJARAH DI
SMA

Oleh

I Ketu Suartana (NIM.0814021024)


(e-mail:suartanaketut64@yahoo.com)
Jurusan: Pendidikan Sejarah

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk memecahkan masalah terkait dengan tujuan penelitian:
(1).Sejarah Situs Siwa Buddha di Pura Pegulingan, (2). Bentuk dan Fungsi Situs Siwa Budda
yang ada di Pura Pegulingan, dan (3). Aspek-aspek yang bisa dimanfaatkan dalam Situs Siwa
Buddha di Pura Pegulingan, sebagai Sumber Belajar Sejarah di SMA.
Penelitian ini dilakukan di Desa Pakraman Manukaya, Kecamatan Tampaksiring,
Gianyar. Pencarian informan ditentukan dengan cara purposive. Penentuan informan diawali
dengan menentukan informan kunci, kemudian dikembangkan secara berantai dengan memakai
teknik snow ball sampling. Tahapan penelitian antara lain: (1) teknik penentuan informan; (2)
teknik pengumpulan data; (3) Validitas data;(4) analisis data.
Dari hasil penelitian ini dapat diketahui bahwa (1) Sejumlah fragmen bangunan, fragmen-
fragmen arca, materai-materai tanah liat, lempengan logam yang bertulis dan sebuah yoni telah
ditemukan di situs tersebut . penemuan itu berawal sekitar tahun 1983, ketika masyarakat
setempat memperbaiki Stus Siwa Buddha di Pegulingan. Sampai saat ini belum ada prasasti atau
sumber bertulis yang secara langsung mengacu tentang Situs Siwa Buddha di Pura Pegulingan.
Namun temuan materi-materi tanah liat dan sejumlah lempengan emas yang bertuliskan mantra
ye-te dalam agama Buddha kiranya dapat digunakan untuk menentukan kronologi relatif dari
bangunan tersebut. Berdasarkan studi paleografi huruf yang digunakan pada materi dan
lempengan-lempengan emas diperkirakan berasal dari pertengahan abad ke-9 dan awal abad ke-
10 masehi. (2) Sebuah stupa besar merupakan ciri mendasar dari bangunan berlatar belakang
agama Buddha, yang diketahui dari temuan sebuah miniatur stupa dari batu padas di temukan
dipusat candiyang diperkirakan merupakan tempat pemujaan Buddha. Penganut aliran Siwa
dalam tradisi Hindu kemudian berkembang di situs Siwa Buddha di Pura Pegulingan. Fungsi
Stupa yang ada di lengkapi dengan bangunan-bangunan lain dalm pura Hindu, sehingga terjadi
Sinkretisme Hindu Buddha di Situs Siwa Buddha di Pura Pegulingan. Kakinya berbentuk segi
delapan (octagonal) dengan ukaran bagian bawah lebarnya 45 cm. Dan dtinggi 23 cm, dan
bagian tengah lebih lebar dari bagian bawahnya, garis tengah bagian bawahnya 33 cm. bagian
tengah 39 cm. dengan tinggi 24 cm. Harmika berbentuk segi empat, lebar bagian bawah 25 cm.
bagian atas 19 cm. dan tinggi 13 cm. yasti berbentuk slindris, makin keatas, makin kecil dengan
garis tengah bagian bawah 15 cm. (3) aspek yang bisa dimanfaatkan dalam Situs Siwa Buddha di
Pura Pegulingan sebagai Sumber Belajar Sejarah di SMA adalah : di Situs Siwa Buddha di Pura
Pegulingan terdapat Stupa Buddha, dan arca Dhayani Buddha, yang dapat di jadikan sumber
belajar Sejarah di SMA.
Kata Kunci : Situs Siwa Buddha, Bentuk dan Fungsi, dan Sumber Belajar Sejarah

1
SIWA BUDDHIST SITE IDENTIFICATION IN PURA PAGULINGAN PAKRAMAN

MANUKAYA SUKAWATI, GIANYAR, AS A SOURCE OF LEARNING HISTORY IN

HIGH SCHOOL

ABSTRACT
This study aims to solve the problems related to the research objectives: (1) .Sejarah site of
Buddha in the temple of Shiva Pegulingan, (2). Form and Function Site Budda Shiva in the
temple Pegulingan, and (3). Aspects that can be used in a Buddhist temple site Pegulingan Shiva,
as the Source of Learning History in high school.
This research was conducted in Pakraman Manukaya, District Sukawati, Gianyar. Search the
informants determined by purposive. Determination of informants begins with determining the
key informants, and then developed in sequence by using snowball sampling technique. Stages
of research include: (1) a technique of determining the informant; (2) data collection techniques;
(3) The validity of the data, (4) data analysis.
From these results it can be seen that (1) A number of fragments of buildings, fragments of
statues, stamp-stamp clay, metal plates inscribed and a yoni has been found at the site. The
discovery began around 1983, when the local community improve Pegulingan Buddhist Stus
Shiva. Until now there is no inscription or sources that directly refers inscribed on World
Buddhist temple Shiva Pegulingan. But the discovery of clay materials and a golden plate
inscribed with a spell ye-te in Buddhism would be used to determine the relative chronology of
the building. Based on the study of paleography letters used on the material and the gold plates
dating from the mid-9th century and the early 10th century BC. (2) A large stupa is a
fundamental feature of the building background of Buddhism, which is known from the findings
of a miniature stupa of rocks in the center candiyang expected to find a place of worship of the
Buddha. Adherents of Shiva in the Hindu tradition later developed on the site of Buddha in the
temple of Shiva Pegulingan. Function Stupa in buildings equipped with other preformance Hindu
temples, Hindu Buddhist syncretism that occurred in World Buddhist temple Shiva Pegulingan.
Her legs octagonal (octagonal) with ukaran bottom width of 45 cm. And dtinggi 23 cm, and the
middle is wider than the bottom, the center line of the bottom 33 cm. the middle 39 cm. with a
height of 24 cm. Harmika rectangular, the width of the bottom 25 cm. the top 19 cm. and height
of 13 cm. Yasti slindris shaped, the upper, smaller with a diameter of the bottom 15 cm. (3)
aspects that can be utilized in the site of Buddha in the temple of Shiva as a Learning Resource
Pegulingan History in high school is: The largest Shiva Temple Buddha in Buddhist Stupa
Pegulingan there, and a statue of Buddha Dhayani, that can be a source of study in high school
history.

Keywords: Site Shiva Buddha, Form and Function, and History Learning Resources

2
A. PENDAHULUAN menyebabkan bertambah lengkap
Pulau Bali yang terkenal dan berkembangnya usaha-usaha
dengan sebutan Pulau Dewata dan penilitian yang di lakukan oleh pakar
Pulau seribu Pura (The Island of arkeologi. Salah satu di antaranya
Thousand Temples), sangat kaya adalah temuan peninggalan
dengan peninggalan purbakala purbakala di Pura Pegulingan, Desa
(benda cagar budaya). Peninggalan- Basangambu, Tampaksiring,
peninggalan purbakala ini ada yang Gianyar. Temuan di Pura Pegulingan
berupa candi, pura, relief-relief yang ini membrikan gambaran kepada kita
ada di dinding goa, prasasti, arca- tentang awal persebaran agama
arca, dari batu, perunggu, besi, emas Buddha di Bali.
dan sebagainya. Sebagai bangunan sentral di
Berdasarkan temuan-temuan Pura Pagulingan adalah sebuah
arkeologis itu menunjukan bahwa candi/pelinggih yang oleh
budaya Indonesia terbentuk melalui masyarakat setempat disebut
perjalanan sejarah yang sangat Padmasana Agung. Pada padmasana
panjang, melalui masa prasejarah ini ditemukan arca Dhayani Budha,
hingga sekarang. Perjalanan arca singa, dan arca perwujudan.
prasejarah tersebut, ternyata telah Dengan adanya candi dan arca
memberikan berbagai karya yang Dhayani Buddha ini maka pura ini
sangat menarik berupa bangunan- tidak hanya disungsung oleh umat
bangunan candi, seni arca, relief, dan Hindu tetapi juga digunakan oleh
sebagainya, kepada generasi penerus. pemeluk agama Budha. Hal ini
Menurut Sutaba (1991: 2). Penelitian dilihat dari Hari Waisak yang
yang telah dilakukan terhadap merupakan hari besar umat Buddha,
peninggalan tersebut membuktikan penganut Buddha sembahyang di
adanya berbagai aspek kehidupan Candi Pegulingan dan didahului
atau kebudayaan masyarakat Bali di dengan menghaturkan pejati pada
masa lampau. Akhir-akhir ini stupa, dihaturkan oleh pemangku
semakin banyak penemuan pura. Sinkritisme Hindu Budha di
peninggalan purbakala yang Pura Pegulingan ini menarik untuk

3
dikaji, karena bisa dijadikan sebagai monoton pembelajran sejarah bisa
sumber belajar sejarah. diminimalisir.
Lebih-lebih lagi dalam A. METODE PENELITIAN
kurikulum pembelajaran sejarah Berdasarkan permasalahan
selama ini hanya mengandalkan yang dikaji dalam penelitian ini,
buku teks sebagai sumber padahal maka metode penelitian yang
dilingkungan siswa ada sumber digunakan adalah metode penelitian
belajar sejarah yang bisa di yang bersifat deskriptif kualitatif
manfaatkan seperti situs cagar dengan menekankan pada teknik-
budaya yang ada di Tampaksiring. teknik pendekatan kualitatif. Dalam
Situs cagar budaya itu adalah Pura pengumpulan data, teknik observasi
Pegulingan. Disamping itu letak dari saja tidak cukup untuk memecahkan
Pura Pegulingan berdekatan dengan suatu masalah, untuk itu peneliti juga
dua sekolah yaitu SMA Negeri 1 menerapkan teknik wawancara.
Tampaksiring, dan SMP Negeri 1 Menurut Nasution (2008: 113),
Tampakasiring. Dalam mata teknik wawancara atau interview
pelajaran sejarah, Pura Pegulingan merupakan suatu bentuk komunikasi
belum sepenuhnya dimanfaatkan verbal atau semacam percakapan
oleh sekolah tersebut sebagai sumber untuk memperoleh informasi. Tujuan
belajar dalam pembelajaran sejarah, dari teknik ini adalah untuk
baik itu sejarah local, antropologi mengetahui apa yang terkandung
agama, antropologi budaya, dan dalam pikiran dan hati orang lain,
sebagainya sehingga di perlukan bagaimana pandangannya tentang
kajian yang lebih mendalam agar dunia, yaitu hal-hal yang tidak dapat
nantinya, Pura Pegulingan dapat kita ketahui melalui observasi
bermanfaat sebagai sumber (Nasution, 1988: 73). Dalam
pembelajaran sejarah dan bisa kaitannya dengan penelitian tentang
diaplikasikan dalam Kurikulum 2013 “Situs Siwa Buddha di Pura
untuk SMA Negeri 1 Tampaksiring. Pegulingan Desa Manukaya
Dengan ini diharapkan kesan Tampaksiring Gianyar, Sebagai
Sumber Belajar Sejarah di SMA,”

4
adapun tahapan yang digunakan Secara administratif, lokasi Desa
adalah (1) menentukan rancangan Manukaya memiliki batas-batas
penelitian, (2) lokasi penelitian, (3) wilayah sebagai berikut:
teknik penentuan informan dan (4)
Di sebelah utara :Desa
teknik pengumpulan data. Metode ini
Pengelumbaran, Desa Susut,Bangli
digunakan karena menekankan pada
data yang valid, yang nantinya akan Di sebelah barat : Desa Pupuan,
ditriangulasi dan bukan berupa Tegallalang.
pengukuran serta berdasarkan
Di sebelah selatan :Desa
deskripsi.
Tampaksiring.
B. PEMBAHASAN
Di sebelah timur :Desa
Secara geografis Desa
Pengelumbaran, Susut, Bangli.
Manukaya termasuk daerah dataran
yang memiliki iklm tropis dengan Dilihat dari orbitasi (jarak
temperature rata-rata 29 0 Celcius. dari pusat pemerintahan desa) dan
Desa Manukaya merupakan salah tempat penting lainnya, letak Desa
satu bagian dari wilayah kecamatan Pakraman Manukaya yang strategis,
Tampaksiring, Gianyar, yang yaitu berada di jalur pariwisata yang
memiliki luas 1496 Km2 .(Monografi menghubungkan kawasan wisata
Desa, 2012). Tampaksiring dengan Kintamani,
Bila diuraikan lebih jauh dan merupakan salah satu kawasan
secara geografis, Desa Pakraman pariwisata yang dimiliki oleh
Manukaya berada dalam jarak 18 Kabupaten Gianyar pada umumnya
Km dari daerah pegunungan terdekat dan Kecamatan Tampaksiring pada
dan 25 Km dari laut terdekat. khususnya. Kondisi ini tentu
Sedangkan untuk ke daerah sungai berimbas pada perekonomian
tidak sampai dalam hitungan masyarakatnya yang sebagian besar
kilometer, mengingat di dalam bermata pencaharian sebagai
wilayah Desa Pakraman Manukaya pedagang, dan petani. Namun tak
sendiri dilalui oleh aliran Sungai sedikit pula masyarakatnya yang
Pakerisan. (Monografi Desa, 2012).

5
bekerja di dunia pariwisata Sudah selesai acara tuntas
perhyangan Batara sami, seperti tirta
mengingat
Empul, Mangening, Ukir Gumang,
1. Latar Belakang didirikanya Situs Jempana Manik atau Gulingan. Alas
Arum atau Batara Tirta Kamandalu,
Siwa Buddha di Pura Pegulingan
Pura Penataran Wulan, Puser Tasik,
Manik Ngereng, Semua di
Berdasarkan Lontar Usana rencanakan oleh baginda Raja
Bali, dimana lontar ini pada bagian Masula Masuli bersama dengan Mpu
Raja Kertha dan ada sabda dari
tertentu menyebutkan salah satu Batara dahulu, siapa yang
tempat yang disebut dengan mengehentikan Aci, kena
marabahaya karena ada Sabda Sang
Pegulingan. Salah satu bagian dari Hyang Darma Tri Purusa sebagai
lontar tersebut menyebutkan : awalnya Batara Brahma, Wisnu
Iswara yang berprabawa atau
Situs Siwa Buddha di Pegulingan di berwujud Sang Hyang Tri
Sakti………..dan seterusnya
bangun pada masa pemerintahan
Meskipun lontar tersebut
Raja Masula Masuli di Bali pada
bukanlah sumber sejarah yang
tahu Caka 1100 (1178 M). Dimana
sesungguhnya tentang Situs
didalam Lontar Usana Bali di
Pegulingan, tetapi kenyataan
uraikan sebagai berikut:
masyarakat Basangambu cukup
“Sampun Puput Prasama stana mempercayai cerita tersebut.
Batara Kabeh, Lirnya Pura Tirta
Empul, Mangening, Ukir Gumang Sebagaimana juga dinyatakan
Jempana Manik Ngaran Gulingan.
Alas Arum Ngaran Blahan, Tirta Pemangku Pura Pegulingan oleh
Kamandalu, Pura Penataran Wulan,
puser Tasik, Manik Ngereng, sami (I WayanWeda (wawancara
karancana oleh Dalem Masula
Masuli pareng sira Mpu Raja 05/02/2014) menyatakan :
Kertha, Miwah Hana Pasaoan
Batara Nguni, Siapa nagencak aci “Masyarakat sampai sekarang tidak
kene sipat jah tasmat, apan pewarah mengetahui secara pasti sejarah Situs
sang Hyang Bhatra Purusa maha Pegulingan. Masyarakat pada
Witnya Batara Brahma Wisnu, umumnya mengetahui sejarah Situs
Iswarah, Matemahan dori ini dari cerita yang telah diwariskan
Danghyang Tri Cakti……….”dan dari orang tua-tua. Di samping lontar
seterusnya. tersebut, mitologi yang dipercayai
oleh masyarakat yang berkaitan
Artinya lebih kurang sebagai berikut: dengan Situs Pegulingan adalah
cerita Mayadenawa”

6
Namun temuan materi-materi memet yang bernilai sebagai berikut; gajah
tanah liat dan sejumlah lempengan
=8, gapura = 9 dan gajah = 8 sehingga nilai
emas yang bertuliskan mantra ye-te
sakanya 898 (AD 976) (Sutaba dkk, 1992:
dalam agama Buddha kiranya dapat
digunakan untuk menentukan 13). Sejauh interpretasi ini masih
kronologi relatif dari bangunan
memerlukan studi komperatif yang lebih
tersebut. Berdasarkan studi
luas dimasa mendatang. Demikian juga atas
paleografi huruf yang digunakan
pada materi dan lempengan- pengamatan atas sejumlah arca Buddhis
lempengan emas diperkirakan
yang ditemukan di situs ini menunjukan
berasal dari pertengahan abad ke-9
masa lagam dari pertengahan abad ke -10,
dan awal abad ke-10 masehi. (
Proyek Pemugaran dan Pemeliharaan (Sutaba dkk, 1992). Faktor-faktor yang
Peninggalan Sejarah dan Purbakala
menjadi latar belakang berdirinya situs siwa
Bali, 1984/1985:44). Bila dugaan ini
Buddha di Pura Pegulingan adalah sebagai
benar, maka komplek Pura
Pegulingan tampaknya sejaman akibat adanya pengaruh berkembangnya
dengan situs Tirtha Empul, yang
agama Buddha di Bali pada umumnya dan
berasal dari pertengahan kedua atau
di Ganyar khususnya. Berdasarkan data
akhir abad ke-10 masehi, yaitu pada
masa pemerintahan keluarga dinasti arkeologis diketahui bahwa agama Buddha
Warmadewa di Bali. Perlu
telah berkembang sejak abad VIII Masehi.
diketahuai situs Tirtha Empul dan
Faktor yang tidak kalah penting, diketahui
Pura Pegulingan sangat berdekatan
satu dengan yang lainnya. bahwa berkembangnya agama Buddha di
Disamping studi paleografi, relief
Bali tidak berpengaruh secara menyeluruh
yang menggambarkan dua ekor gajah yang
ke seluruh wilayah Bali, tetapi hanya di
mengapit sebuah gapura yang saling
beberapa tempat dan dalam kurun waktu
membelakangi satu sama lainnya
yang tidak terlalu lama. Hal ini terjadi
diinterpretasikan sebagai sebuah sangkala

7
karena di Kabupaten Gianyar pengaruh Harmika berbentuk segi empat, lebar
bagian bawah 25 cm. bagian atas 19
Agama Hindu lebih kuat dibandingkan
cm. dan tinggi 13 cm. yasti
dengan pengaruh agama Buddha, sehingga
berbentuk slindris, makin keatas,
agama Buddha kehilangan umatnya dan makin kecil dengan garis tengah
bagian bawah 15 cm. Chatra tdak
dilanjutkan oleh penganut agama Hindu
ditemukan, karena ujung yasti patah.
(Astawa, 2007 : 6-7). Demikian pula terjadi
(Astawa, Oka, A.A, Gede, 2007: 7).
di Situs Siwa Buddha Pegulingan, karena Pada badan candi dihiasi 4 relung
yang di lengkap dengan arca yang
umat Buddha saat itu tidak meninggalkan
dikaitkan dengan dewa penguasa
bukti-bukti arkeologs yang cukup banyak
arah sesuai dengan ajaran agama
sehingga data yang sampai hanya Buddha sebagai berikut :
a. Arca Dhayani Buddha
menunjukkan bahwa Situs Swa Buddha
Arca ini dibuat dari batu padas,
dipakai secara berkelanjutan.
keadaanya pecah menjadi beberapa
2. Bentuk Situs Siwa Buddha di Pura bagian. Dari pecahan-pecahan yang
Pegulingan berhasil dibina ulang dapat diketahui
Sebuah stupa besar merupakan bahwa arca itu digambarkan duduk
ciri mendasar dari bangunan berlatar diatas padmaganda dalam sikap
belakang agama Buddha, yang padmasana.Berdasarkan potongan
diketahui dari temuan sebuah kedua tangan itu, dapat diperkirakan
miniatur stupa dari batu padas di bahwa sikap tangannya
temukan dipusat candi. Kakinya dharmacakra-mudra.Dengan
berbentuk segi delapan (octagonal) demikian dapat diketahui bahwa arca
dengan ukaran bagian bawah itu adalah Dhayani Buddha
lebarnya 45 cm. Dan dtinggi 23 cm, Wairocana yang menempati bagian
dan bagian tengah lebih lebar dari tengah.
bagian bawahnya, garis tengah b. Arca Dhayani Buddha
bagian bawahnya 33 cm. bagian Arca ini digambarkan duduk
tengah 39 cm. dengan tinggi 24 cm. diatas asanaberbentuk lapik dalam

8
sikap padmasana. Dari sisa potongan sedangkan bagian lain tidak dapat
tangan dapat diduga bahwa sikap diiketali lagi karena sudah sangat
tangan (mudra) acra tersebut adalah rusak. Berdasarkan uraian yang telah
Bhumisparsa-Mudra.Jadi arca itu dikemukakan diatas untuk sementara
dapat dketahui yaitu arca Dhayani dapat diketahui bahwa di Pura
Buddha Aksobya yang menempati Pegulingan Tampaksiring tersimpat
arah timur. emapat acra Dhayani Buddha, yakni
c. Arca Dhayani Buddha Arca Dhayani Buddha Wairocana,
Acra ini terbuat dari batu padas Akhosbhya, Amoghasidhi, sedangkan
terdiri dari bagian perut hingga kaki, satu buah lagi tidak jelas karena
sedangkan dari bagian kepala rusak berat.
terpotong (hilang). Dari bagian itu 3. Fungsi Situs Siwa Buddha di Pura
arca ini digambarkan duduk diatas Pegulingan
asana berbentuk padmaganda dalam a. Fungsi Religius
sikap padmasana.Tangan kiri dalam Bedasarkan data yang
sikap dhayana, tangan kanan diperoleh di lapangan
terpotong hingga pergelangan. Dari mengenai fungsi kekinian
jari kanan yang masih tersisa dilutut Situs Siwa Buddha di
kanan dapat diketahui bahwa sikap Pegulingan, ternyata masih
tangan(mudra) arca tersebut adalah berfungsi seperti semula,
Abhaya-Mudra. Jadi dapat diketahui yaitu sebagai tempat
bahwa arca itu adalah arca Dhayani pemujaan yang disungsung
Buddha Amoghasidhi yang atau diempon oleh umat
menempati arah utara Hindu setempat dan di
d. Arca Dhayani Buddha manfaatkan pula oleh umat
Arca in terbuat dari batu padas Buddha di Kabupaten
berupa fragmen dan keadaanya Gianyar, khususnya di
sangat rusak.Acra di gambarkan Kecamatan Blahbatuh dalam
duduk diatas padmaganda dalam peringatan hari suci Waisak.
sikap padmasana.Tangan kiri dapat Menurut informan Jro
diamati dalam sikap dhayana, Mangku Wayan Weda, ada

9
pula umat Buddha (biksu) Sebenarnya yang
dari luar kabupaten Gianyar terpenting adalah pemujaan
yang melaksanakan pada saat hari piodalan yang
persembahyangan (semadi). jatuh pada hari Purnamaning
Dengan demikian dapat Sasih ke Lima. Menurut
dikatakan bahwa fungsi Situs informan, yang dipuja atau
Siwa Buddha di Pegulingan yang berstana di Pura
sebagai tempat pemujaan Pegulingan tepatnya pada
merupakan fungsi yang Situs Siwa Buddha di Pura
berkelanjutan (sustainable). Pegulingan adalah Bhattara
Aktivitas religius dalam Siwa- Buddha. Selain
konteks ini dapat dilihat pada masyarakat Desa Adat
pemujaan terhadap Situs Basangambu yang
Siwa Buddha di Pegulingan melaksanakan pemujaan
baik pada hari-hari tertentu terhadap Stupa Pegulingan,
(hari suci) bagi umat Hindu ada juga pemedek atau
seperti Purnama, Tilem, penyiwi dari desa adat lain
Saraswati, Tumpek Wariga, bahkan dari luar Kabupaten
Hari Raya Galungan dan Gianyar datang untuk
Kuningan maupun hari-hari melakukan persembhyangan.
suci yang lain.
b. Fungsi Sosial kerukunan karena mereka
Situs Siwa Buddha beranggapan, bahwa aktivitas
atau situs Pegulingan menjadi ritual yang mereka lakukan
ajang sosialisasi bagi adalah sebagai persembahan
masyarakat untuk bertukar kepada Tuhan Yang Maha
pikiran, saling kenal satu Esa (Ida Sang Hyang Widi
sama lainnya dan di sini umat Wasa) yang disebut ngayah.
Hindu terbebas dari kotak- Salah satu yang kebanggaan
kotak status sosial sehingga dalam upacara piodalan di
nampak kebersamaan dan pura yang merupakan tempat

10
suci, ialah tidak boleh ada Keberadaan Situs Siwa
tindakan yang merugikan Budda di Pura Pegulingan,
sesama, seperi berkelahi, Desa Pakraman Manukaya
berbuat onar yang merugikan memiliki suatu potensi untuk
orang lain, adalah pantangan bisa dimanfaatkan sebagai
yang tidak boleh dilanggar. suatu sumber belajar pada
Dengan demikian, dalam mata pelajaran sejarah
aktivitas ritual, tampak ada khususnya untuk sekolah
rasa persatuan (kekompakan), yang letaknya paling dekat
kebahagiaan, rasa syukur dengan objek ini.
kepada bhatara-bhatari yang Peninggalan berupa Stupa
berstana di pura, dan kepada dan Arca Siwa Buddha di
Tuhan Yang Maha Esa yang Pura Pegulingan, Desa
telah menyediakan semua Pakraman Manukaya dapat
kebutuhan manusia sebagai dimanfaatkan oleh guru mata
umat- Nya. Dalam suasana pelajaran sejarah untuk bisa
kebaktian ini umat Buddha mengajarkan materi
juga melakukan interaksi pembelajaran sejarah yang
sosial di Pura Pegulingan, lebih kreatif, efektif dan
terutama pada saat konseptual, sehingga
memperingati hari Suci diperlukan suatu
Waisak, mereka berkumpul, penyelidikan untuk
bertukar pikiran, sambil mengetahui aspek-aspek yang
melaksanakan gotong royong terdapat pada Situs Siwa
dan melakukan Buddha di Pura Pegulingan
persembahyangan bersama. sehingga dapat
4. Aspek-aspek Situs Siwa Buddha di dikembangkan menjadi
Pura Pegulingan yang bisa di sumber belajar sejarah.
Manfaatkan Sebagai Sumber Hal sejalan juga
Belajar Sejarah di SMA diungkapkan oleh beberapa
siswa antara lain I Wayan

11
Adi Wiguna dan Ni Putu runut, dan sistematis.
Arianii, berpendapat hampir Keberadaan Situs Siwa
sama yang menyatakan: Buddha di Pura Pegulingan
“.kami sangat senang jika tersebut dapat diaplikasikan
suatu saat bisa melakukan ke dalam materi
kunjungan ke Situs Siwa pembelajaran kelas XI
Buddha di Pura Pegulingan, dengan melatih siswa untuk
di samping itu kami juga bisa menemukan,
dapat melihat langsung menanyakan,
bagaimana bentuk nyata dari mendeskripsikan,
peninggalan Hindu-buddha melaporkan, dan
tidak hanya melihat gambar mensosialisasikan materi
pada buku saja, yang pelajaran sejarah yaitu,
nantinya dapat memudahkan Menganalisis bentuk-bentuk
kami untuk lebih memahami kebudayaan Hindu-Buddha
materi pelajaran mengenai ke Indonesia sehingga,
bentu-bentuk bangunan pada keberadaan peninggalan
zaman Hindu-Buddha yang Hindu-Buddha di Pura
ada pura Pegulingan” . Pegulingan Desa Pakraman
Peninggalan ini tentu Manukaya, dapat menjadi
memiliki potensi untuk bisa salah satu alternatif tempat
dimanfaatkan sebagai sumber yang bisa di kunjungi oleh
belajar sejarah, sehingga guru dan siswa. Dengan
siswa dapat melakukan mengamati bentuk-bentuk
penyelidikan guna peninggalan Siwa Buddha
menemukan fakta-fakta dari secara langsung siswa dapat
suatu fenomena atau kejadian mengenal secara nyata mulai
tetang kehidupan masyarakat dari wujud, ukuran, dan
di lingkungan sekitarnya bahan dari Peninggalan situs
secara langsung, sehingga Siwa Buddha di Pura
siswa dapat berfikir logis, Pegulinagan.

12
DAFTAR PUSTAKA Validitasi, Sampling, Populasi,
Astawa, Oka, A.A, Gede, 2007. Balai Observasi, Wawancara, Angket.
Arkeologi Denpasar. Jakarta: Bumi Aksara.

Gori R., dan P.L. Dronkers, 1953. Bali Atlas Sutaba, Drs, I Made Dkk.1983. Laporan
Kebudayaan , Djakarta, Pemerintah penggalian Penyelamatan di Pura
Republik Indonesia. Pegulingan Banjar Basangambu
Magetsari, Nurhadi, 1981” Seri Penerbtan Desa Manukaya, Tampaksiring
Ilmiah” , Agama Buddha di Gianya (tahap I), Suaka Peninggalan
Kawasan Nusantara, Fakultas Sejarah dan Purbakala Bali.
Sastra Universitas Indonesia. ---------1992. Pura Pegulingan, Temuan
Nasution, MA, Prof. Dr. 2008. Metode Baru tentang Persebaran Agama
Research (Penelitian Ilmiah): Usul Buddha di Bali, Suaka Peninggalan
Tesis, Desain Penelitian, Hipotesis, Sejarah dan Purbakala Bali.

13

Anda mungkin juga menyukai