Anda di halaman 1dari 14

Eksistensi Punden Berundak di Kintamani Bangli Pada Zaman Megalitikum

Oleh:
Khamaliyah Nur Erine (NIM 200731438129)
Mahasiswa S1 Jurusan Pendidikan Sejarah Offering A FIS UM
e-mail : khamalia.erine@gmail.com
Drs. Slamet Sujud Purnawan Jati, M.Hum.
Dosen Jurusan Sejarah FIS UM

Sumber:https://www.google.com/search?
q=punden+berundak+adalah+masa&safe=strict&sxsrf=ALeKk03snRHzY-Ne-
jbnGsHImIUF5THKXg:1604506754902&source=lnms&tbm=isch&sa=X&ved=2
ahUKEwizkKm5pensAhVEX30KHX59Ag4Q_AUoAXoECAgQAw&biw=1364
&bih=665#imgrc=XPPhg3zul6RXOM

Gambar 1. Penampakan Punden Berundak Tampak Sudut

Abstrak: Peninggalan arkeologi ditemukan tersebar di kawasan


Kintamani, Bangli, Bali. Hal ini merupakan sebagian besar peninggalan
dari masa prasejarah khususnya Zaman Megalitik yang memiliki makna
zaman batu besar dan berkaitan dengan penghormatan kepada leluhur.
Peninggalan kebudayaan menjadi aset daerah yang dapat dikelola dengan
efektif sebagai penunjang pembangunan pariwisata dan kota pusaka yang
bertujuan untuk menunjukkann nilai-nilai perkembangan zaman baru
dengan tetap memperhatikan kelestariannya. Peninggalan tersebut digali
dengan bukti-bukti peninggalan sejarah yang berupa bukti sekunder seperti
jurnal, artikel maupu karya tulis lainnya yang mendukung untuk dijadikan
acuan. Kawasan Kintamani mempunyai potensi sumber arkeologi yang
cukup banyak dan disimpan di pura, salah satunya adalah Punden
Berundak di di Pura Candi Desa Pakraman Selulung, Kintamani, Bangli

Kata Kunci: Punden Berundak,Arkeologi, Pura Pakraman, Kintamani,


Bangli, Megalitikum.

Pendahuluan

Kawasan Kintamani menjadi salah satu daya tarik wisata daerah baik itu
wisatawan lokal maupun wisatawan internasional. Sumber daya arkeologi banya
ditemukan khususnya pada masa prasejarah yang sebagian besar ditemukan di
areal tempat suci. Tinggalan masa prasejarah berupa tahta batu, menhir, dolmen,
batu tegak, punden berundak, lesung batu, arca-arca, dan lain-lain. Banyaknya
temuan sejarah merupakan salah satu bukti bahwa telaha da pemukiman jauh
sebelum adanya Kerajaan Majapahit. Potensi kebudayaan yang berkembang di
daerah ini menjadi keterkaitan antara fenomena sosial budaya dengan
pembentukan ruang spesifik sebagai potensi utama yang perlu dipertimbangkan.

Pemerintah Daerah Bali sejak awal telah mencanangkan bahwa jenis


kepariwisataan yang akan dikembangkan di daerah ini adalah pariwisata budaya
yang dijiwai oleh Agama Hindu. Ketentuan tersebut telah tertuang dalam
Peraturan Daerah Nomor 3 tahun 1974 dan kemudian diperbaharui melalui Perda
Nomor 3 tahun 1991. Pada pasal 3 menyatakan bahwa tujuan penyelenggaraan
pariwisata budaya adalah memperkenalkan, mendayagunakan, melestarikan dan
meningkatkan mutu objek dan daya tarik wisata, mempertahankan norma-norma
dan nilai-nilai kebudayaan agama dan hidup, mencegah dan meniadakan
pengaruhpengaruh negatif yang dapat ditimbulkan oleh kegiatan kepariwisataan
(Dinas Pariwisata Provinsi Bali 2000).
Potensi sumber daya arkeologi di kawasan ini berasal dari budaya masa
prasejarah Hindu-Budha dan memiliki kebudayaan yang kompleks dan mencakup
segala aspek. Pengelolaan sumber daya arkeologi yang ada di kawasan Kintamani
dapat dijadikan modal pembangunan wisata, mempertahankan nilai pelestarian
dengan menyesuaikan nilai-nilai eksistensinya pada zaman sekarang, serta
memacu pertumbuhan ekonomi masyarakat lokal di kawasan Kintamani.
Pemanfaatan sumber daya arkeologi untuk kepentingan pariwisata khususnya
pariwisata budaya tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip pelestarian, karena di
dalamnya ada unsur mempertahankan keberadaan dan nilai sumber daya tersebut.

Sumber daya arkeologi adalah semua bentuk fisik peninggalan budaya


yang ditinggalkan oleh manusia masa lampau, yang berguna untuk
menggambarkan, menjelaskan, dan memahami tingkah laku dan interaksi mereka
sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari perubahan sistem budaya dan alamnya
(Scovil et al. 1977). Selain sebagai jati diri atau identitas dari suatu kelompok
etnik, sumber daya arkeologi juga mempunyai nilai dan makna simbolik,
informatif, estetik, dan ekonomi (Lipe 1984). Pola sebaran situs diduga
merupakan wujud konkret dari pola gagasan dan perilaku masyarakat masa lalu
mengenai penempatan, pengaturan, dan penyebaran situssitus dalam suatu
kawasan. Pola permukiman dari situs arkeologi dapat mencerminkan pola
aktivitas manusia masa lalu. Pola tersebut diduga berlaku juga pada sebaran dan
potensi sumber daya arkeologi di kawasan Kintamani-Danau Batur.

Desa Pakraman Selulung, Kecamatan Kintamani, Bangli, Bali merupakan


salah satu desa kuna yang banyak menyimpan sisa-sisa peninggalan Zaman
Megalitik. Salah satu peninggalan megalitik yang ditemukan adalah Punden
Berundak yang berada di Pura Candi Desa Pakraman Selulung. Bangunan Punden
Berundak ini keberadaannya hingga sekarang masih dilestarikan oleh masyarakat
sekitar dan menjadi tempat pemujaan untuk menyembah leluhur. Secara umum
Punden Berundak merupakan sarana pemujaan untuk memuja dan menghormati
roh leluhur. Akan tetapi, peninggalan Punden Berundak di Pura Candi Kintamani
merupakan salah satu bentuk peninggalan yang berakulturasi dengan agama
Hindu. Hal tersebut dapat diketahui dari letak Punden Berundak dan Pura saling
berdampingan secara harmonis.

Punden berundak merupakan salah satu hasil budaya Indonesia pada


zaman megalitik. Namun di tengah era globalisasi dan di zaman modern ini
tentunya sangat mengherankan jika masih ditemui sebuah peninggalan prasejarah
yang sudah berumur ribuan tahun masih. Keprcayaan megalitik merupakan
pemujaan terhadap roh suci atau leluhur. Kata megalitik atau megalit berasal dari
bahasa Yunani, yaitu mega dan lithos. Kata mega berarti besar, sedangkan lithos
berarti batu. Jadi megalitik atau megalit adalah batu-batu besar (Sagimun, 1987:
33. Dengan mendirikan bangunan-bangunan megalitik, mengharapkan
kesejahteraan dan mengharapkan pula kesempurnaan bagi yang telah meninggal.

Selain itu, jika dimanfaatkan sebagai sumber belajar sejarah masih kurang
dimanfaatkan oleh tenaga pendidik. Terkait dengan pemahaman masyarakat
setempat tentang pengetahuan Punden Berundak di Pura Candi masih banyak
yang belum memahami secara rinci. Karya tulis ilmiah ini bertujuan untuk
mengetahui sejarah keberadaan Punden Beundak di pura Candi di Desa Pekraman
Selulun, Kintamani, Bamgli. Hal ini dapat bermanfaat guna mempertahankan
eksitensi peninggalan prasejarah di tengah perkembangan zaman serta dapat
dikembangkan menjadi sumber sejarah yang relevan. Kajian yang membahas
materi ini meliputi latar belakang dan kebudayaan megalitik, pertahanan tradisi
dan kebudayaan dan teori sumber belajar sejarah.

Metode Penelitian

Metode penelitian merupakan cara ilmiah dalam mencari dan


mendapatkan data. Serta memiliki kaitan dengan prosedur dalam melakukan
penelitian dan teknis penelitian. Metode penelitian banyak mengulas mengenai
cara dalam pelaksaan penelitian. Metode ini sebagian besar menghasilkan data
berupa penelitian secara historis.

Metode ini membuat rekonstruksi terhadap masa lampau secara sistematis


dan obyektif. Hal ini menggambarkan kejadian masa lalu yang kemudian
digunakan untuk menjadi proses pembelajaran masyarakat sekarang. Melalui
metode penelitian di atas diharapkan penyusunan hasil penelitian yang dilakukan
dapat mencapai suatu sasaran yang positif sesuai dengan yang diharapkan.

Hasil

Penelitian ini bertujuan yaitu yang pertama, untuk mengetahui sejarah


keberadaan punden berundak di Pura Candi di Desa Pekraman Selulung,
Kintamani, Bangli. Kedua, mengetahui alasan eksistensi punden berundak di Pura
Candi di Desa Pekraman Selulung, Kintamani, Bangli di tengah perkembangan
zaman. Ketiga, Mengetahui aspek yang terdapat di punden berundak yang bisa
dikembangkan menjadi sumber belajar sejarah. Penelitian ini menghasilkan
temuan, antara lain yang pertama Punden Berundak di Pura Candi merupakan
bangunan yang bercorak megalitik dan memiliki bentuk yang bertingkat-tingkat,
makin ke atas tingkatan bentuknya akan bertingkat-tingkat, makin ke atas
tingkatan bentuknya akan semakin mengecil dan pada bagian puncaknya terdapat
batu tegak (menhir). Sejarah keberadaan punden berundak di Pura Candi Desa
Pakraman Selulung adalah kemungkinan dibangun pada masa transisi antara masa
prasejarah dengan masa Hindu, yaitu antara abad ke 1-4 masehi. Kedua, alasan
pemertahanan Punden Berundak di Pura Candi Desa Pakraman Selulung meliputi
alasan keyakinan,alasan melawan pengaruh modernisasi, alasan melawan
pengaruh globalisasi, dan alasan historis. Ketiga, aspek yang terdapat di punden
berundak yang bisa dikembangkan menjadi sumber belajar sejarah antara lain,
aspek bentuk fisik bangunan, aspek historis,aspek gotong royong dan
kebersamaan, dan aspek religius.

Pembahasan

a. Sejarah Punden Berundak di Pura Candi di Desa Pekraman Selulung,


Kintamani, Bangli

Punden Berundak yang terdapat di wilayah Desa Pakraman Selulung


merupakan salah satu peninggalan kepurbakalaan yang ada di Bali. Desa Selulung
termasuk ke dalam wilayah Kecamatan Kintamani Kabupaten Bangli. Desa ini
berada di daerah pegunungan yang beriklim dingin dengan ketinggian ±1.200 m
di atas permukaan laut. Untuk mencapai lokasi ini harus menempuh jalan sejauh ±
81 km dari kota Denpasar, atau ± 41 km ke-utara dari ibu kota kabupaten Bangli,
wilayahnya dapat dicapai dengan segala macam kendaraan bermotor atau
kendaraan roda empat. Dari desa ini dapat melihat pemandangan yang indah
karena letaknya berada di hamparan perbukitan yang topografinya tinggi rendah.
Daerah ini cukup subur karena didukung oleh curah hujan yang memadai
terkecuali karena perubahan iklim dan tanahnya merupakan endapan abu pasir
vulkanik Gunung Batur. Masyarakat di desa Selulung lebih banyak melakukan
aktivitas berkebun seperti menanam jeruk, jagung, pisang atau kopi serta
memelihara ternak seperti sapi atau banteng, dan ada yang telah bekerja hingga
keluar desa.

Sumber: http://selulungkintamani.blogspot.com/

Gambar 2. Profil Desa Pakraman Selulung

Sejarah keberadaan Punden Berundak di Pura Candi di Desa Pakraman


Selulung tidak bisa dilepaskan dari kepercayaan masyarakat terhadap adanya roh
leluhur. Punden berundak menjadi simbol sebuah gunung suci tempat
bersemayam roh leluhur, yang diselenggarakan akan memberikan berkah berupa
kesuburan, ketentraman, dan kesejahteraan masyarakat pendukungnya. Bangunan
ini merupakan salah satu hasil peradaban zaman megalitik, hal tersebut dapat
dibuktikan dari ciri-ciri atau konsep umum bangunan Punden Berundak pada
umumnya sangat menyerupai bangunan Punden Berundak di Pura Candi. Punden
Berundak atau Madya di Pura Candi kemungkinan dibangun sebelum masyarakat
di Desa Pakraman Selulung mengenal agama atau sebelum masuknya Hindu. Hal
tersebut berdasarkan pendapat Sutedja dan Muliarsa (1990: 15) yang menyatakan
bahwa:

“Di pura-pura di Desa Pakraman Selulung tidak dijumpai bangunan meru


seperti umumnya yang banyak ditemukan di tempat lain di Bali. Tetapi di desa ini
terdapat bangunan Punden berundak yang disebut Madya. Mungkin bangunan
Madya di Pura Candi berasal dari transisi antara jaman prasejarah dan jaman
hindu”.

Selain itu Soejono (dalam Sutaba, 1977: 29) menyatakan:

“Peninggalan tradisi megalitik di Desa Pakraman Selulung sudah ada sebelum


agama Hindu masuk ke wilayah tersebut dan diduga bahwa di desa-desa
pegunungan di Bali tradisi megalitik masih tetap utuh hingga masuknya
peradaban Hindu dan kemudian berkembang berdampingan dalam situasi yang
baik atau berkembang ke arah penyatuan yang harmonis”. Susila, dkk (2007: 47)
juga memberikan pendapat yang sama terkait dengan sejarah dibangunnya Punden
Berundak yaitu:

“Benda purbakala yang ada di Pura Candi, desa Selulung, Kecamatan


Kintamani, Kabupaten Bangli dominan bercorak megalitik dengan bahan dari batu
padas. Benda cagar budaya yang ada adalah berupa punden berundak dengan
ukuran yang sangat berbeda dan kondisi stuktur yang tidak stabil”.

Berdarkan ketiga pendapat tersebut, maka bangunan Punden Berundak di Pura


Candi Desa Pakraman Selulung merupakan salah satu peninggalan zaman
megalitik, dan dibangun pada antara zaman prasejarah dengan zaman Hindu.

Punden berundak merupakan bangunan yang didirikan dengan konsep dasar


megalitik dan merupakan bangunan pemujaan yang tersusu secara bertingkat-
tingkat. Hasil karya zamman perundagian ini disusun bertingkat dengan susunan
ke atas dibuat semakin kecil. Di bagian puncaknya ditempatkan menhir yang
terbuat dari batu-batu alam. Adapun bentuk bangunan yang dibuat teras-teras
adalah tiruan dari bentuk gunung. Pada masa itu gunung dianggap sebagai alam
arwah, konsep ini berlanjut hingga pengaruh Hindu berkembang di Indonesia
yang dimana gunung dianggap sebagai tempat para dewa dan roh suci leluhur.

Kemudian konsep ini berkembang menjadi candi yang merupakan


penggabungan antara penyembahan dewa dan roh nenek moyang. Pada pura di
Bali bersifat dwifungsi yaitu sebagai tempat pemujaan roh suci leluhur atau
disebut Bhatara merupakan unsur kepercayaan asli Indonesia dan pemujaan
terhadap dewa-dewa sebagai pengaruh agama Hindu. Undak-undak dimaksudkan
untuk menunjukkan tingkat-tingkat perjalanan roh nenek moyang ke dunia arwah,
yaitu di puncak gunung yang dilambangkan dengan menhir.

Pada umumnya, bangunan berundak di desa Selulung berorientasi menghadap


ke barat dengan arah pemujaan menghadap ke timur yaitu ke gunung Penulisan .
menurut keterangan masyarakat bangunan punden berundak ini merupakan tempat
pemujaan terhadap leluhur yang merupakan asal-usul nenek moyang pemujanya.
Dari bentuk-bentuk media pemujaan seperti punden berundak yang terbuat dari
susunan batu padas ini dari keterangan masyarakat bahwa difungsikan sebagai
pemujaan leluhur. Seperti pada Pura Candi, terdapat punden berundak yang
merupakan pelinggih Ratu Gede Kamulan.

Punden berundak telah berdiri sejak awal desa berdiri dan merupakan suatu
pertanda atau tempat meminta petunjuk untuk mendirikan desa selulung. Sehingga
sampai sekarang menurut masyarakat pelinggih dalam bentuk punden berundak
ini dianggap sebagai pemujaan nenek moyang yang pertama kali mendirikan desa
Selulung. Upacara pemujaan dilakukan setiap enam bulan sekali pada Anggara
Kliwon Julungwangi. Pada pemujaannya menghaturkan berbagai jenis
bebantenan. Yang menarik adalah menghaturkan berupa hasil bumi dan hewan
persembahan seperti ayam, bebek, dan babi. Hewan persembahan ini yang masih
hidup dan diletakkan di atas puncak punden berundak. Keistimewaan lain pada
Pura Bale Agung Selulung, dimana terdapat Bale pertemuan yang berhiaskan tand

Perlu diketahui pada tahun 1970 Punden Berundak di Pura Candi pernah
tertimpa pohon beringin yang ada di sekitar Pura Candi, sehingga dari perstiwa
tersebut merusak keadaan fisik bangunan Punden Berundak. Kejadian ini juga
membuat terjadinya pemugaran secara sederhana terhadap bangunan ini.
Kemudian pada tahun 2007 terjadi pemugaran besar-besaran terhadap Punden
Berundak di Pura Candi yaitu Pelinggh Madya Luhur dan Pelinggih Madya Alit.
Hal ini disebabkan karena kondisi struktur bangunan yang tidak stabil, disamping
akibat faktor usia juga akibat bencana karena pernah tertimpa pohon pada tahun
1970.

b. Eksistensi Punden Berundak Di Pura Candi Di Desa Pakraman Selulung


Ditengah Perkembangan Zaman

Punden berundak yang ada di Pura Candi di Desa Pakraman Selulug


Bangli ini masih eksis ditengah perkembangan zaman. Adanya alasan yang
mendorong masyarakat di Desa Pakraman Selulung untuk mempertahankan
peninggalan Punden Berundak di Pura Candi Desa Pakrama Selulung yaitu,
adanya alasan keyakinan masyarakat percaya bahwa Pelinggih Punden Berundak
di Pura Candi merupakan tempat untuk roh leluhur. Masyarakat juga meyakini
jika mereka melaksanakan upacara pemujaan di Punden Berundak di Pura Candi
Desa Pakrama Selulung akan mendapatkan keselamatan, kesehatan, kesejahteraan
dan pencerahan jiwa. Oleh karena itu keberadaan Punden Berundak di Pura Candi
ini masih ada kekhasannya di era sekarang.

Alasan kedua yaitu untuk melawan pengaruh modernisasi, dengan


masuknya pengaruh modernisasi khususnya di wilayah Bali yang terdapat banyak
turis internasioanl akan mengubah pemikiran masyarakat dari tradisional berubah
ke modern. Hal ini dikhawatirkan dapat menyebabkan berkurangnya keyakinan
masyarakat terhadap budaya megalitik dan kepercayaan kepada roh leluhur.

Banyak masyarakat Bali yang tetap mempertahankan tradisi, peninggalan-


peninggalan bersejarah dan kepercayaannya masing-masing sesuai pada zaman
nenek moyangnya.

Selain modernisasi, pengaruh globalisasi juga sangat berpengaruh di era


sekarang. Adanya kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi tentunya akan
berdampak pada masuknya budaya asing ke wilayah Desa Pakraman Selulung, hal
tersebut tentunya dapat mengkikis identitas asli Punden Berundak di Pura Candi
yang telah diwariskan dari generasi ke generasi.

Dari ketiga alasan diatas, terdapat alasan historis, yaitu peninggalan


Punden Berundak di Pura Candi Desa Pakraman Selulung begitu kentalnya
dengan nuansa peradaban megalitik dan keadaan masyarakat zaman prasejarah.
Jejak-jejak sejarah yang terkandung di dalam bangunan Punden Berundak di Pura
Candi sangat berguna bukan saja untuk masyarakat Desa Pakraman Selulung,
melainkan juga untuk seluruh masyarakat sekitar.

c. Aspek yang Terdapat Pada Bangunan Punden Berundak Yang Bisa


Dikembangkan Menjadi Sumber Belajar Sejarah

Tinggalan arkeologi merupakan hasil kebudayaan manusia masa lampau


yang diciptakan berdasarkan ide atau konsep yang sebagian besar di Bali sangat
erat kaitannya dengan kepercayaan atau agama yang dianut oleh masyarakat
ketika itu. Kepercayaan ini bahkan sangat kuat dan selalu menempatkannya di
atas segala kepentingan hidup yang lainnya (Suantika 2013, 141).

Punden Berundak di Pura Candi Desa Pakraman Selulung memiliki suatu


hal yang relevan untuk dijadikan sebagai sumber pembelajaran sejarah khususnya
untuk sekolah-sekolah di Kecamatan Kintamani. Keberadaan Peninggalan Punden
Berundak di Pura Candi Desa Pakraman Selulung tentunya dapat dipakai sebagai
alternatif bagi guru untuk mengajarkan materi pembelajaran sejarah yang lebih
efektif, kreatif dan konseptual. Untuk itu diperlukan penggalian terhadap aspek-
aspek yang terdapat di dalam Punden Berundak di Pura Candi yang bisa
dikembangkan menjadi sumber belajar sejarah. Aspek-aspek yang terdapat di
punden berundak yang bisa dikembangkan menjadi sumber belajar sejarah yakni,
bentuk fisik bangunan, aspek historis sejarah, aspek gotong royong dan
kebersamaan, aspek religius.

Pada konteks tersebut, nilai-nilai pendidikan karakter pada peninggalan


purbakala di Desa Pakraman Selulung perlu direkonstruksi (dibangun/disusun)
kembali dalam arti menjadikannya sebagai pengetahuan yang bermakna, dan
dapat dijadikan sebagai sumber belajar yang setara dengan sumber belajar
dominan (wacana besar).

Sementara itu, karakter adalah gambaran tingkah laku yang dimiliki oleh
seseorang yang mencerminkan nilai-nilai kehidupan dan melekat pada diri
seseorang (Rohman, 2012: 232). Nilai-nilai pendidikan karakter hasil rekonstruksi
pada peninggalan purbakala di Desa Pakraman Selulung antara lain adalah
karakter religius, jujur, toleransi, disiplin, kerja keras, kreatif dan inovatif,
mandiri, demokratis, rasa ingin tahu, cinta tanah air, gotong royong, hormat,
peduli lingkungan, tanggung jawab, berani mengambil resiko, tangguh, terbuka,
ramah dan luwes, moderat, dan seni.

Nilai-nilai pendidikan karakter tersebut sangat penting dalam usaha


menjaga kesinambungan pembangunan dan landasan kepribadian bangsa yang
kokoh yang disangga oleh ketahanan budaya yang tangguh dan dinamis. Dengan
demikian, nilai-nilai pendidikan karakter hasil rekonstruksi pada peninggalan
purbakala di Desa Pakraman Selulung dapat dikembangkan sebagai sumber
belajar. Jika menyimak permasalahan yang dihadapi oleh masyarakat Bali dan
Indonesia pada umumnya yang menyangkut dekandensi moral dan kemerosotan
karakter, seperti meningkatnya pergaulan bebas, maraknya angka kekerasan anak-
anak dan remaja, kejahatan terhadap teman, pencurian remaja, kebiasaan
menyontek, penyalahgunaan obat-obatan, pornografi, perkosaan, perampasan, dan
perusakan milik orang lain merupakan sebuah krisis moral yang sudah menjadi
masalah sosial yang hingga saat ini belum dapat diatasi secara tuntas (Zubaedi,
2011: 1-2).

Oleh karena itu, sudah seyogyanya tenaga pendidik harus menjadi aktor
utama dalam menyelesaikan berbagai bentuk permasalahan-permasalahan
dekandensi moral dan kemerosotan karakter tersebut di atas. Tidak hanya tenaga
pendidik saja, peran masyarakat dan lembaga pendidikan lainnya berkewajiban
dalam mengembangkan nilai dan moral yang berlaku dalam masyarakat.
Peninggalan bersejarah perlu dilestarikan keberadaannya, agar nilai dan moral
yang terpengaruh oleh budaya asing dapat disaring sesuai dengan kebutuhannya
masing-masing. Tradisi yang ada sejak zaman megalitikum dibutuhkan peran
serta seluruh masyarakat Indonesia untuk turut serta melestarikannya.

Kesimpulan

Berdasarkan pembahasan diatas, dapat disimpulkan bahwa eksistensi


Punden Berundak di Pura Candi Desa Pakraman Selulung adalah sebuah
bangunan yang bercorak megalitikum sebagai tepat pemujaan kepada roh atau
kepada para dewa. Bangunan ini kemungkinan dibangun pada masa transisi antara
masa prasejarah dengan masa Hindu. Eksistensi keberadaan Punden Berundak di
Pura Candi Desa Pakraman Selulung di era sekarang yaitu dipengaruhi oleh
keyakinan masyarakat kepada roh leluhur masih kental kaitannya dengan upacara
pemujaan di Punden Berundak di Pura Candi, alasan lain dipengaruhi oleh
melawan pengaruh modernisasi yang dapat mengubah pola pikir masyarakat yang
tradisional serta melawan pengaruh globalisasi guna mencegah mengikisnya
identitas asli di Pura Candi Desa Pakraman Selulung. Aspek yang dapat dijadikan
sumber belajar sejarah di Punden Berundak di Pura Candi Desa Pakraman
Selulung adalah mengajarkan materi pembelajaran sejarah yang lebih efektif,
kreatif dan konseptual serta menanamkan nilai-nilai pendidikan yang berkarakter.

Saran

Dengan adanya artikel ini diharapkan dapat bermanfaat bagi kepentingan


umumm, memberikan wawasan ilmu tentang sejarah dan sebagai tolak ukur
tentang pemahaman sejarah yang dimiliki, menjaga kelestarian dan eksistensi
peninggalan sejarah. Diharapkan pula dengan adanya artikel ini dapat
meningkatkan keterampilan dan pemahaman saya dalam menyempurnakan karya
tulis lainnya.

Daftar Rujukan

Gambar 1. https://www.google.com/search?
q=punden+berundak+adalah+masa&safe=strict&sxsrf=ALeKk03snRHzY-Ne-
jbnGsHImIUF5THKXg:1604506754902&source=lnms&tbm=isch&sa=X&ved=2
ahUKEwizkKm5pensAhVEX30KHX59Ag4Q_AUoAXoECAgQAw&biw=1364
&bih=665#imgrc=XPPhg3zul6RXOM

Gambar 2. Sumber: http://selulungkintamani.blogspot.com/

I Wayan Pardi. Eksistensi Punden Berundak di Pura Candi Desa Pakraman


Selulung, Kintamani,Bangli (Kajian Tentang Sejarah dan Potensinya
Sebagai Sumber Belajar Sejarah). Jurusan Pendidikan Sejarah,
Universitas Pendidikan Ganesha Singaraja.

I Wayan Pardi, Luh Putu Sendratari, I Ketut Margi.201.Rekontruksi Nilai-Nilai


Pendidikan Karakter Pada Peninggalan Purbakala Di Desa Pakraman
Selulung, Kintamani, Bangli Sebagai Sumber Belajar IPS di SMP.
Program Studi Pendidikan IPS, Universitas PendidikanGanesha
Singaraja, Indonesia.

Ni Ketut Puji Astiti Laksmi. Identifikasi Tempat Suci pada Masa Bali Kuno.

Kadek Aprianti.2015.Identifikasi Artefak di Pura Pengukur-Ukuran, Desa Pajeng


Kelod, Gianyar Bali Sebagai Media Pembelajaran Sejarah di SMA
Melalui Aplikasi Microsoft Office Power Point.Artikel. Jurusan
Pendidikan Sejarah Fakultas Ilmu Sosial Universitas Pendidikan
Ganesha, Singaraja.

Anak Agung Gd.Raka,I Wayan Parwata, Anak Agung Gede Raka Gunawarman.
2017. Bali Dalam Perspektif Budaya dan Pariwisata. Bali:Pustaka
Larasan.

Winny Gunarti Widya Wardani, Wulandari,Syahid.2019. Strategi Visual Punden


Berundak Gunung Padang Dalam Genre Fotografi Landscape Sebagai
Pesan Budaya.Desain Komunikasi Visual, Universitas Indraprasta PGRI,
Jakarta.
Dewa Gede Yadhu Basudewa.2018. Fungsi Dan Makna Tinggalan Arkeologi di
Subak Bubunan Sukawati Gianyar Bali. Dinas Kebudayaan Kota Madya
Denpasar.

Ni Komang Ayu Astiti.2015. Sumberdaya Arkeologi Kawasan Kintamani Sebagai


Modal Pebangunan Pariwisata dan Kota Pusaka Di Kabupaten Bangli.
Kementrian Pariwisata.
Sondang M. Siregar. 2019.Paradigma Dalam Ilmu Arkeologi.Balai Arkeologi
Sumatera Selatan. Istoria.

Ni Luh Sri Karmi Asri. Pura Kehen di Desa Pakraman Cempaga, Bangli, Bali
(Sejarah Struktur dan Fungsinya Sebagai Sumber Belajar Sejarah).
Jurusan Pendidikan Sejarah, Universitas Pendidikan Ganesha Singaraja.

Anda mungkin juga menyukai