Anda di halaman 1dari 13

SITUS-SITUS MEGALITIK DI MALANG RAYA:

KAJIAN BENTUK DAN FUNGSI

Slamet Sujud Purnawan Jati & Deny Yudo Wahyudi


Jurusan Sejarah Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Malang

Abstrak: Kajian bentuk dan fungsi situs megalitik di Malang Raya membuka
kemungkinan pengembangan keilmuan sejarah budaya, sejarah lokal, dan secara
spesifik budaya megalitik di masa pra-aksara Malang Raya. Dalam kasus ini
terutama pada materi sejarah lokal secara khusus pada materi pra-aksara sangat
jarang diberikan di sekolah-sekolah di Malang Raya, sehingga hasil penelitian ini
dapat menjadi materi pembelajaran pada Sejarah Lokal. Pengetahuan dari budaya
megalitik pada masa pra-sejarah penting untuk menjelaskan keberadaan objek
megalitik dalam keterkaitannya dengan identitas budaya komunitas
pendukungnya.

Kata-kata kunci: megalitik, bentuk, fungsi

Abstract: this study on the form and function of megalithic sites in Great Malang
might open the knowledge and lead to cultural history and local history,
specifically megalithic culture in pre-history of Great Malang. The material of
local history especially pre-history era is rarely given by the schools of Great
Malang. Therefore, the findings will be a learning material for local history. This
might be important to explain the existence of megalithic object related to
cultural identity of supporting community.

Keywords: megalithic, form, function

Hasil pengamatan peneliti menemukan bentuk dan fungsi. Dipilihnya situs mega-
bahwa materi sejarah lokal jarang disam- litik karena pada zaman prasejarah daerah
paikan di sekolah-sekolah di Malang Raya Malang Raya telah menjadi daerah hunian
sehingga tidak dapat merangsang emosi yang penting terutama tinggalan-tinggalan
siswa untuk mencontoh karakter-karakter megalitik yang belum sepenuhnya diteliti
pelaku sejarah di daerahnya sendiri. Salah dan mendapat perhatian semestinya. Pa-
satu sejarah yang mempunyai potensi un- dahal budaya megalitik pada masa prase-
tuk dikembangkan adalah sejarah lokal jarah ini merupakan dasar atau tonggak
Malang. Sudah cukup banyak penelitian tumbuh, berkembang atau berubahnya
dilakukan oleh para ahli terhadap situs- suatu kebudayaan.
situs sejarah dan arkeologi di wilayah Ma- Bentuk perubahan pada ke-
lang Raya. Namun demikian belum ban- budayaan sering merupakan fase evolusi
yak yang memfokuskan pada situs prase- dari kebudayaan itu sendiri, sehingga ber-
jarah, terutama situs-situs megalitik di dasarkan konsep ini kebudayaan tidak
wilayah Malang Raya. Penelitian yang te- akan melewati proses loncatan namun pe-
lah dilakukan umumnya menyangkut si- rubahan secara bertahap. Perubahan sema-
tus-situs bercorak Hindu-Budha, Islam, cam ini memungkinkan konsep maupun
dan Kolonial. Sehubungan dengan per- kebudayaan materi saling bertemu dan
masalahan ini, peneliti bermaksud bahkan memunculkan model baru sebagai
melakukan penelitian tentang situs-situs hasil perpaduan antara yang lama dan baru
megalitik di Malang Raya dengan kajian (Kaplan & Manners, 1999). Fenomena ini

116
Slamet Sujud Purnawan Jati & Deny Yudo Wahyudi, Situs-situs Megalitik di Malang Raya: Kajian Bentuk & Fungsi 117

yang kemudian dikenal sebagai kontinui- dasarkan periodesasi prasejarah Indonesia


tas budaya atau keberlanjutan dalam pros- maka tahapan kehidupan prasejarah Indo-
es perjalanan sejarah yang kadang di- nesia tersusun menjadi: masa paleolitik,
perkaya karena kemampuan local genius mesolitik, neolitik, dan paleometalik.
dari sebuah komunitas atau bahkan ke- Tradisi megalitik merupakan fenomena
budayaan pada suatu masa tertentu. sosial, budaya, dan religi yang muncul pa-
Urgensi penelitian tentang kajian da masa neolitik dan berkembang pada
bentuk dan fungsi situs-situs megalitik di masa paleometalik.
Malang Raya adalah salah satu upaya Dalam kehidupan masa neolitik,
membuka pengetahuan yang lebih luas da- unsur kepercayaan mulai memainkan
lam lingkup kajian sejarah budaya dan se- peranan yang penting. Unsur yang menon-
jarah lokal, terutama budaya megalitik jol dalam kepercayaan ini adalah sikap
masa prasejarah di Malang Raya. Penge- terhadap alam kehidupan sesudah mati,
tahuan tentang kebudayaan megalitik ma- serta berkaitan dengan keinginan untuk
sa prasejarah di Malang Raya ini kiranya meningkatkan kesejahteraan. Maka
penting untuk menjelaskan keberadaan kemudian muncullah kegiatan pemujaan
objek megalitik dalam kaitannya dengan nenek moyang yang diwujudkan dengan
jatidiri komunitas pendukungnya. Ber- upacara-upacara keagamaan dengan dis-
dasarkan latar belakang tersebut tersebut ertai pendirian bentuk bangunan batu be-
di atas, maka penelitian ini bertujuan un- sar yang dikenal sebagai tradisi megalitik.
tuk mengetahui persebaran dan bentuk Bangunan ini kemudian menjadi medium
tinggalan pada situs-situs megalitik di Ma- penghormatan, tempat singgah dan
lang Raya, serta menjelaskan fungsi ob- sekaligus menjadi lambang si mati
jek-objek megalitik tersebut. (Soejono dkk, 2010).
Pengertian tentang bangunan mega-
TINJAUAN PUSTAKA litik tidak selalu diartikan sebagai suatu
bangunan yang dibuat dari batu besar.
Pengorganisasian pembelajaran se- Menurut F.A. Wagner (1962) pengertian
jarah disusun menjadi tahap-tahap penting monumen besar (megalitik) tidak mesti
yang disebut periodesasi. Penyampaiann- diartikan sebagai “batu besar” akan tetapi
ya harus diajarkan berdasarkan urutan objek-objek batu lebih kecil dan bahan-
waktu. Dalam sejarah Indonesia bahan lain seperti kayu, bahkan tanpa
penyusunannya dilakukan sebagai berikut: monumen atau objek sama sekalipun
1) periode zaman prasejarah, 2) zaman dapat dimasukkan ke dalam klasifikasi
kuno (Hindu-Budha), 3) zaman pertum- megalitik bila benda-benda itu jelas di-
buhan dan perkembangan kerajaan Islam, pergunakan untuk tujuan sakral tertentu,
4) zaman kebangkitan nasional dan masa yakni pemujaan arwah nenek moyang.
akhir Hindia Belanda, 5) zaman Jepang, Dengan demikian maksud utama dari
dan 6) zaman Republik Indonesia pendirian bangunan megalitik tersebut tid-
(Kartodirdjo, 1984). ak luput dari latar belakang pemujaan ne-
Prasejarah Indonesia merupakan nek moyang, pengharapan kesejahteraan
periode awal dari sejarah kebudayaan In- bagi yang masih hidup, dan kesempurnaan
donesia. Oleh karena itu dengan mempela- bagi si mati. Segi kepercayaan dan nilai-
jari prasejarah Indonesia seorang akan nilai hidup masyarakat ini kemudian ber-
mengerti dan memahami awal pertum- lanjut dan berkembang pada masa paleo-
buhan kebudayaan bangsa Indonesia. Ber- metalik.
118 SEJARAH DAN BUDAYA, Tahun Kesembilan, Nomor 1, Juni 2015

R. Von Heine Geldern (1945) tindakan, dan hasil karya manusia yang
menggolongkan tradisi megalitik dalam 2 dikembangkannya dengan cara belajar di
tradisi, yaitu megalitik tua yang berkem- dalam perjalanan sejarahnya (Koenja-
bang pada masa neolitik dan megalitik raningrat, 1990). Pemahaman tersebut
muda yang berkembang pada masa pale- memberikan pengertian bahwa ke-
ometalik. Megalitik tua menghasilkan budayaan memiliki 3 bentuk, yaitu aspek
bangunan yang disusun dari batu besar gagasan (ideas), aspek tingkah laku manu-
seperti menhir, dolmen, undak batu, pira- sia (activities), dan aspek hasil budaya ma-
mid berundak, pelinggih, patung simbolik, teri (artifact). Dengan demikian ke-
tembok batu, dan jalan batu. Sementara budayaan dapat dijelaskan sebagai
megalitik muda telah menghasilkan seperangkat ciri (traits). Ini menunjukkan
bangunan batu besar berupa peti kubur ba- setiap kebudayaan ditandai oleh sejumlah
tu, kubur dolmen, sarkofagus, kalamba, ciri yang berbeda dari budaya lainnya.
waruga, dan batu temu gelang. Di tempat
kuburan semacam ini biasanya terdapat METODE PENELITIAN
beberapa batu besar lainnya sebagai
pelengkap pemujaan nenek moyang seper- a. Desain Penelitian
ti menhir, patung nenek moyang, batu saji, Penelitian ini merupakan jenis
lumpang batu, ataupun batu dakon. Pada penelitian arkeologi sejarah (historical ar-
akhirnya kedua tradisi megalitik tua dan chaeology) yang mengedepankan dimensi
muda tersebut bercampur, tumpang tindih ruang, waktu, bentuk, konteks, dan fungsi
membentuk variasi lokal, bahkan pada dari objek-objek arkeologi. Oleh karena
perkembangan selanjutnya bercampur itu digunakan desain penelitian dengan
dengan unsur budaya Hindu, Islam, dan pendekatan kualitatif dan jenis penelitian
Kolonial. deskriptif yang memberikan gambaran da-
Kebanyakan para ahli sejarah ke- ta arkeologi untuk merekonstruksi ke-
budayaan berkepentingan dengan usaha hidupan manusia masa lalu.
membangun kerangka waktu (time grid), b. Objek Penelitian
sehingga lingkup waktu akan meliputi ke- Penelitian dilakukan di kawasan
budayaan Indonesia yang telah tumbuh se- Malang Raya yang wilayahnya meliputi
jak leluhur kita sebelum agama Hindu da- kabupaten Malang, kota Malang, dan kota
tang, atau disebut jaman prasejarah teru- Batu. Fokus objek penelitian adalah situs-
tama masa neolitik dan paleometalik. Para situs peninggalan megalitik masa prase-
ahli sejarah kebudayaan juga berkepent- jarah di Malang Raya. Peneliti mengambil
ingan dengan usaha membangun kerangka lokasi penelitian di situs-situs megalitik
ruang (space grid) (Flannery, 1975). dikarenakan situs ini kurang mendapatkan
Kerangka ruang dan waktu yang telah perhatian baik dari para ahli arkeologi
dibangun kemudian dilengkapi dengan maupun masyarakat sekitarnya. Padahal
dimensi bentuk (form) dan dimensi fungsi hasil penelitian semacam ini dapat di-
(function). Bagaimana pertumbuhan dan manfaatkan sebagai materi sejarah lokal
perkembangan kebudayaan hanyalah yang memang jarang disampaikan di
dapat dikaji bila kebudayaan tersebut telah sekolah-sekolah di Malang Raya.
mencapai bentuk yang nyata sehingga c. Tahapan Penelitian
dapat direkonstruksikan (Soekmono, Secara garis besar tahap-tahap
1973). Pada hakikatnya kebudayaan penelitian dapat dijabarkan sebagai beri-
merupakan keseluruhan sistem gagasan, kut:
Slamet Sujud Purnawan Jati & Deny Yudo Wahyudi, Situs-situs Megalitik di Malang Raya: Kajian Bentuk & Fungsi 119

1. Observasi dan pendokumentasikan Selatan di bagian selatan, b) Gunung Kawi


data artefaktual. Sumber data artefak- dan Gunung Kelud di bagian barat, c)
tual didokumentasikan secara cermat kompleks Gunung Anjasmoro, Arjuna,
baik keberadaan, kondisi, serta infor- Welirang, dan Penanggungan di bagian
masi yang berhubungan dengan tata utara, dan d) kompleks Pegunungan
letak, bentuk, ciri khusus, dan hub- Tengger di bagian timur (Bemmelen,
ungan antar artefak. 1949). Cekungan dalam serta luas tersebut
2. Analisis dan interpretasi data sehingga terisi oleh bekuan berbagai tuf dan eflata
diperoleh informasi mengenai per- dari letusan gunung-gunung berapi seperti
sebaran, bentuk, dan fungsi situs-situs Semeru purba, Kawi purba, dan Arjuna
megalitik di Malang Raya. purba. Identifikasi ini sesuai dengan kon-
d. Pengumpulan dan Analisis data disi batuan di kawasan Malang yaitu
Pengumpulan data dilakukan berupa formasi hasil gunung berapi kuar-
dengan teknik observasi, studi ter muda yang meliputi breksi gunung api,
kepustakaan, dan wawancara, yang lava tuf, breksi tufaan, aglomerat, dan la-
menggunakan pedoman observasi, catatan har (Santosa & Suarti, 1992).
observasi lapangan, dan pedoman wa- Dengan demikian pada kala ples-
wancara (Sukendar dkk, 1999). Data yang tosen atas, cekungan danau purba ini lam-
terkumpul dianalisis dengan analisis bat laun berubah menjadi dataran yang
arkeologi yang meliputi analisis tipologi, kemudian dikenal sebagai Dataran Tinggi
analisis teknologi, dan analisis kontekstu- Malang (Mohr, 1922), atau saat sekarang
al. Setelah tahap analisis data, dilanjutkan dikenal dengan daerah Malang Raya.
dengan interpretasi, yaitu penafsiran data Dengan terbentuknya Dataran Tinggi Ma-
berdasarkan hasil analisis dan sintesis lang, maka lambat laun daerah Malang
yang disusun dalam bentuk deskripsi ter- Raya berubah menjadi lembah. Peristiwa
perinci, sistematis, logis, dan atas dasar ini dipercepat dengan terbentuknya hutan
konsep atau teori yang ada. Dalam tropis di lereng gunung Arjuna dan Kawi.
penelitian ini, interpretasi dilakukan untuk Pada awal kala holosen kedua gunung api
mengungkapkan persebaran, bentuk, dan tersebut tidak aktif lagi. Setelah ter-
fungsi megalitik. bentuknya hutan tropis, kemudian disusul
terbentuknya lapisan humus, menyusul
HASIL DAN PEMBAHASAN munculnya beberapa mata air dan sungai.
Salah satu sungai purba di daerah Malang
a. Lingkungan Alam Malang Raya pa- adalah Sungai Brantas yang sumber airnya
da Zaman Prasejarah berasal dari vulkan tua Anjasmoro menga-
Menurut geologi, secara umum lir melintasi daerah vulkan Arjuna. Ter-
daerah Malang Raya dikenal sebagai Da- bentuknya lembah, hutan tropis, lapisan
taran Tinggi Malang. Ciri geologis yang humus, mata air, dan sungai merupakan
utama kawasan Dataran Tinggi Malang faktor yang menyebabkan kesuburan bagi
adalah terdapatnya endapan lava beku dan tanah di daerah Malang Raya. Kondisi pa-
fasies lempung hitam. Pada kala plestosen da masa inilah yang memberikan
bawah hingga awal kala plestosen atas, kemungkinan (possibility) daerah Dataran
daerah Malang Raya merupakan daerah Tinggi Malang dijadikan hunian oleh
cekungan dalam atau danau purba yang manusia prasejarah pada waktu itu.
terbentuk karena diapit oleh gunung dan
pegunungan, yaitu : a) Pegunungan Kapur
120 SEJARAH DAN BUDAYA, Tahun Kesembilan, Nomor 1, Juni 2015

b. Persebaran Situs-situs Megalitik di Kecamatan Lowokwaru dijumpai benda


Malang Raya megalitik berupa batu-batu bergores, tem-
Bangunan megalitik terdapat ham- payan batu, dan batu kenong (Kelurahan
pir di seluruh kepulauan Indonesia. Di sini Tlogomas). Sedangkan di Kelurahan
tradisi yang berhubungan dengan pendiri- Polowijen, Kecamatan Blimbing
an bangunan megalitik ini sekarang seba- ditemukan batu kenong.
gian sudah punah (dead megalithic tradi- Di Kecamatan Singosari peningga-
tion) dan ada yang masih hidup (living lan megalitik yang ditemukan berupa batu
megalithic tradition). Sisa bangunan dari gores, lumpang batu, dan batu dakon (De-
tradisi yang sudah mati terdapat di daerah- sa Watugede), serta lumpang batu di Desa
daerah Sumatra (Pasemah, Lahat, Padang, Baturetno. Demikian juga di Kecamatan
Batu Gajah, dan Lampung); Jawa Barat Wagir berhasil dijumpai batu gores,
(Bogor, Kuningan, dan Garut); Jawa Ten- lumpang batu, dan batu dakon (Desa Keg-
gah (Gunung Kidul, Matesih, dan Rem- enengan). Sementara tinggalan megalitik
bang); Jawa Timur (Bondowoso); Sula- di Kecamatan Pakisaji berupa lumpang
wesi (Bada, Napu, dan Minahasa); Bali; batu dan batu dakon (Dusun Watu Dakon,
Kalimantan; dan Sumbawa Barat. Se- Desa Kendalpayak). Sedangkan di Keca-
dangkan tradisi megalitik yang masih matan Poncokusumo, peninggalan tradisi
hidup hingga kini antara lain dijumpai di megalitik berupa punden berundak,
daerah Nias, Toraja, Flores, Sumba, dan lumpang batu, dan menhir (Desa Ngadas).
Timor. Penemuan ini menunjukkan tradisi mega-
Peninggalan bangunan-bangunan litik ternyata tersebar luas di Malang
megalitik ternyata dapat juga dijumpai di Raya, bahkan dalam perkembangan beri-
Malang Raya yang antara lain ditemukan kutnya bercampur dengan budaya Hindu-
di Kota Batu (Kecamatan Junrejo dan Budha, Islam, serta beberapa masih ber-
Kecamatan Batu), Kota Malang lanjut sampai sekarang.
(Kecamatan Sukun, Lowok-waru, dan c. Bentuk dan Fungsi Peninggalan
Kecamatan Blim-bing), serta Kabupaten Megalitik di Malang Raya
Malang (Kecamatan Singosari, Jabung, Peninggalan bangunan megalitik di
Tumpang, Wagir, Pakisaji, dan Malang Raya ternyata cukup beragam,
Poncokusumo). baik sebuah bentuk berdiri sendiri atau
Di Kecamatan Junrejo temuan beberapa bentuk merupakan suatu ke-
tinggalan megalitik antara lain berupa lompok. Bentuk dan fungsi bangunan atau
menhir dan punden berundak dan batu ke- tinggalan megalitik tersebut akan diu-
nong (Dukuh Torongtutup, Desa Toron- raikan satu persatu berikut ini.
grejo dan Desa Rejoso), lumpang batu Menhir
(Desa Pendem dan Desa Rejoso), dan batu Menhir adalah sebuah batu tegak
temugelang atau stone enclosure (Dukuh atau batu yang didirikan tegak yang sudah
Junwatu, Desa Junrejo). Sementara ting- atau belum dikerjakan, dan diletakkan
galan megalitik yang di Kecamatan Batu dengan sengaja di suatu tempat untuk
berupa menhir, dolmen, lumpang batu dan tujuan sebagai batu peringatan yang
batu dakon (Dusun Srebet, Kelurahan Pe- berhubungan dengan pemujaan arwah le-
sanggrahan dan Kelurahan Sisir). luhur (Soejono dkk, 2010:501). Menhir
Peninggalan megalitik di Kecama- yang ditemukan di Torongrejo berbentuk
tan Sukun berupa lumpang batu (Ke- bulat panjang, berukuran kecil dan polos,
lurahan Pisangcandi). Sementara di berdiri di atas undak batu. Kemungkinan
Slamet Sujud Purnawan Jati & Deny Yudo Wahyudi, Situs-situs Megalitik di Malang Raya: Kajian Bentuk & Fungsi 121

menhir ini dulu berada di puncak batu be- grejo sudah tidak jelas lagi. Tinggalan
rundak ini. Sementara itu menhir di Desa arkeologis yang tersisa di Punden Tutup
Ngadas ditemukan di Punden Petren atau ini berupa 1 menhir kecil, 2 lingga kecil, 2
hutan larangan. Menhir yang dimaksud yoni tanpa kaki, 1 batu kenong, dan
terbuat dari batuan andesit dan berukuran beberapa fragmen batu. Punden ini
pendek serta ditanam di bagian puncak berorientasi ke puncak gunung tinggi yang
bukit hutan larangan. berada di sebelah utaranya, yakni Gunung
Berdasarkan perbandingan fungsi Arjuna yang dipandang sebagai tempat
menhir dari berbagai situs megalitik maka tinggal roh nenek moyang. Sedangkan
dapat disimpulkan bahwa menhir di dae- undak batu di Punden Desa (Desa Nga-
rah Torongrejo dan Ngadas berfungsi da- das), pada bagian teras paling atas terdapat
lam upacara pemujaan, yakni sebagai me- sebuah lumpang batu. Oleh masyarakat
dia pemujaan. Diperkirakan tinggalan setempat punden ini masih dianggap
megalitik di punden ini masih difungsikan sebagai tempat suci (lihat foto 4.2). Se-
lagi pada masa Hindu-Budha, hal ini mentara undak batu di Punden Sanggar
dibuktikan dengan temuan lain berupa ba- Pamujan, pada teras paling atas dibangun
tu kenong, lingga, dan yonni. Bahkan suatu tempat persembahyangan semacam
masih dimanfaatkan oleh masyarakat persajian yakni dolmen.
hingga saat ini, terbukti di sekitar temuan Berdasarkan konteks dan per-
ini masih didapati dupa, sesaji, dan kem- bandingan fungsi punden berundak di dae-
bang setaman. Oleh penduduk setempat rah lain, maka dapat diperkirakan punden
tampaknya punden ini masih dikeramat- berundak yang dijumpai di Punden Tutup
kan. Pada hari-hari tertentu masih banyak (Torongrejo) dan di Punden Petren (Nga-
pengunjung yang datang ke punden untuk das) berfungsi sebagai tempat suci untuk
memohon sesuatu. Demikian juga menhir menjalankan ritus pemujaan terhadap
yang ditemukan di Punden Petren atau hu- arwah leluhur. Ritus pemujaan di situs
tan larangan di Desa Ngadas punden berundak tersebut mungkin di-
(Poncokusumo) masih dikeramatkan maksudkan untuk memperoleh berkah
masyarakat setempat. Oleh masyarakat kesuburan. Sepertinya tinggalan megalitik
Tengger di Ngadas masih difungsikan se- di Punden Tutup ini masih dikeramatkan.
bagai media untuk menghormati si arwah Peninggalan tradisi megalitik di daerah
penjaga hutan, sehingga keberadaan men- Malang yang masih berlanjut hingga masa
hir tersebut dianggap suci. Penghormatan kini dapat dijumpai di bagian timur Ma-
si arwah dimaksudkan agar seisi desa lang yaitu di Desa Ngadas, Kecamatan
mendapatkan kemakmuran. Poncokusumo, Kabupaten Malang. Di
Punden Berundak daerah ini terdapat masyarakat Tengger
Punden berundak adalah sebuah yang masih melangsungkan tradisi mega-
bangunan berundak yang dataran atasnya litik melalui upacara Entas-Entas. Ritus
biasanya mengandung benda-benda mega- upacara Entas-Entas pada masyarakat
litik atau makam seseorang yang dianggap Tengger di Desa Ngadas ini erat kaitannya
tokoh atau yang dikeramatkan (pepunden). dengan beberapa peninggalan bangunan
Dengan demikian bangunan berundak ini megalitik di lereng barat Gunung Semeru.
didirikan sebagai tempat upacara dalam Bangunan megalitik yang dimaksud antara
hubungannya dengan pemujaan arwah lain berupa punden berundak, lumpang
leluhur (Soejono dkk, 2010:505). Sayang batu, dan batu tegak atau menhir.
sekali bentuk punden berundak di Toron-
122 SEJARAH DAN BUDAYA, Tahun Kesembilan, Nomor 1, Juni 2015

Dolmen lumpang berupa bongkah batu kali atau


Dolmen adalah meja batu, yaitu batu andesit monolit tanpa diupam,
susunan batu yang terdiri atas sebuah batu dengan sebuah atau lebih lubang dalam
lebar yang ditopang oleh beberapa buah bentuk lingkaran di permukaan atasnya
batu lain sehingga menyerupai bentuk yang relatif datar (Soejono dkk,
meja (Soejono dkk, 2010:498). Dolmen 2010:501). Kebanyakan lumpang batu di
yang dijumpai di Pesanggrahan berupa Malang Raya ditemukan di daerah
batu datar atau semacam meja batu tanpa perkebunan, perladangan, dan
kaki atau tanpa ditopang oleh beberapa persawahan. Lumpang batu di Pendem,
buah batu yang lain. Dolmen tanpa kaki Beji, dan Pesanggrahan berbentuk persegi
berfungsi sebagai pelinggih di kalangan panjang dan berukuran sangat besar.
masyarakat megalitik yang telah maju ser- Lumpang batu ini berorientasi ke arah
ta digunakan sebagai tempat duduk oleh timur-barat. Orientasi timur-barat merupa-
pemimpin atau kepala suku, dan dipan- kan suatu konsep yang disejajarkan
dang sebagai tempat keramat dalam dengan perjalanan matahari yang mel-
melakukan pertemuan-pertemuan maupun ambangkan kehidupan dan kematian. Ke-
upacara-upacara dalam hubungan pemu- percayaan terhadap kekuatan alam yang
jaan arwah leluhur. Bentuk dolmen di Pe- menguasai kehidupan sangat berpengaruh
sanggrahan ini seperti altar tempat di daerah ini. Kekuatan yang dipancarkan
meletakkan sesajian dalam hubungannya oleh arwah nenek moyang yang telah
dengan pemujaan arwah leluhur (Suken- meninggal diharapkan diperoleh melalui
dar, 1982:12). Dengan demikian dolmen benda megalitik tersebut. melalui batu-
tidak berkaki ini dapat berfungsi sebagai batu ini pula arwah nenek moyang ini di-
pelinggih roh ataupun sebagai tempat per- harapkan akan memberikan kesuburan
sajian, yakni sebagai altar untuk meletak- pada tanah untuk bercocok tanam, dan
kan sesajian atau kurban bagi arwah nenek memberikan kesejahteraan kepada hewan
moyang. ternaknya (Soejono dkk, 2010:267).
Sedangkan dolmen yang ditemukan Sukendar (1976) berpendapat bah-
di Desa Ngadas berada di dalam konteks wa lumpang batu digunakan dalam
bangunan punden berundak yang dikenal kegiatan pertanian, yaitu tempat untuk
oleh penduduk setempat sebagai Punden menumbuk padi atau sejenis biji-bijian
Sanggar Pamujan. Dolmen yang agar terkelupas kulitnya, serta dapat pula
diletakkan pada teras paling atas dari digunakan untuk menghaluskan sesuatu.
punden berundak ini sebagai semacam Fungsi lumpang batu dalam kegiatan per-
altar persajian. Oleh penduduk setempat, tanian dapat dipahami, mengingat lokasi
dolmen ini masih difungsikan sebagai sa- penemuannya kebanyakan di area per-
lah satu tempat untuk menghormati arwah tanian atau persawahan. Tampaknya setiap
si pelindung desa agar desa tetap terjaga langkah dalam usaha bercocok tanam sela-
dan dijauhkan dari marabahaya. Setiap lu didahului oleh upacara-upacara pemu-
ada kegiatan upacara adat, masyarakat jaan yang mempergunakan monumen
secara kolektif atau perorangan selalu megalitik tersebut. Dengan demikian,
memberikan sesajian di area punden ter- lumpang batu sebagai tinggalan megalitik
sebut. berkaitan langsung dengan tradisi pemu-
Lumpang Batu jaan arwah nenek moyang. Hakikat
Lumpang batu yang oleh penduduk upacara tiada lain adalah doa dan upaya
setempat (bahasa Jawa) disebut watu agar mereka berhasil dalam bercocok
Slamet Sujud Purnawan Jati & Deny Yudo Wahyudi, Situs-situs Megalitik di Malang Raya: Kajian Bentuk & Fungsi 123

tanam, dijauhkan dari kendala dan hama. baik dan hari tidak baik untuk
Akan tetapi tidak menutup kemungkinan melaksanakan suatu upacara. Fungsi batu
bahwa lumpang batu yang ditemukan di dakon dapat pula berhubungan dengan ak-
Malang Raya juga memiliki fungsi yang tivitas dalam bidang pertanian, yaitu se-
lain. bagai perangkat untuk menghitung tibanya
Batu Dakon masa tanam. Seperti halnya batu dakon
Bentuk megalitik batu dakon ini yang ditemukan di Pesanggrahan (Batu),
hampir mirip dengan lumpang batu. Be- Kendalpayak (Pakisaji), dan Watugede
danya, pada batu dakon, jumlah lubangnya (Singosari). Mungkin juga berfungsi se-
lebih dari satu. Batu dakon di bagai sarana dalam upacara bercocok
Pesanggrahan ditemukan di lahan tanam yang bermakna kesuburan.
perkebunan atau pertanian. Batu dakon ini Perkiraan fungsi batu dakon yang
berbentuk persegi panjang dan berukuran ditemukan di Malang Raya sebagai alat
besar. Jumlah lubang pada permukaan penghitung masa tanam dapat dimengerti,
batu dakon ini ada 22 lubang yang mengingat lokasi temuannya juga berada
tersebar tidak beraturan. Lubang terkecil di area pertanian.
berdiameter 4 cm dan lubang terbesar Batu Kenong
berdiameter 18 cm. Batu dakon di Ken- Batu kenong adalah salah satu
dalpayak ini hampir berbentuk peninggalan megalitik yang berbentuk
bujursangkar dan berukuran besar. Jumlah silindris dengan tonjolan di puncaknya.
lubang yang terdapat di permukaan batu Disebut batu kenong karena batu ini
dakon ini ada 15 lubang yang tersebar bentuknya seperti kenong, yaitu nama alat
secara teratur. Lubang terbesar ada di musik gamelan. Biasanya batu kenong
bagian tengah dengan diameter 44 cm dan yang ditemukan berupa kelompok batu
kedalaman 3 cm. Yang menarik dari dalam satu konteks yang tersusun
lubang ini adalah terdapatnya ukiran membentuk konfigurasi bujursangkar atau
berbentuk semacam 3 panah melingkar empat persegi panjang. Batu kenong yang
seperti swastika. ditemukan di Punden Tutup (Torongrejo)
Menurut Soejono dkk (2010:253), hanya satu buah dan berukuran kecil. Se-
fungsi batu dakon untuk menempatkan mentara sebuah batu kenong di Polowijen
saji-sajian pada waktu upacara pemujaan berukuran sedang. Sedangkan batu ke-
arwah nenek moyang. Sementara Teguh nong di Tlogomas berjumlah 12 buah dan
Asmar (1975) mengatakan bahwa fungsi berukuran sangat besar.
batu dakon terkait dengan upacara ke- Heekeren (1931) dalam Suryanto
matian. Lebih lanjut Hoop (1932) dalam (1986:113) menduga bahwa batu kenong
Asmar (1975) menunjukkan bahwa per- merupakan umpak bangunan, meskipun
mainan dakon banyak dilakukan dalam tidak dapat diketahui bentuk arsitekturnya.
upacara-upacara kematian. Temuan ini Diperkirakan bahwa bangunan tersebut
didasarkan hasil kajian etnoarkeologi ter- adalah rumah panggung. Fungsi umpak
hadap masyarakat di Sulawesi Selatan. selain untuk menopang rumah panggung
Batu dakon sebagai peninggalan megalitik di atasnya, juga untuk menahan derasnya
di daerah Soppeng disebut batu aliran air di daerah tersebut. kondisi ini
agalacengeng yang artinya permainan da- tampaknya serupa dengan batu kenong
kon. yang ditemukan di Tlogomas
Selain itu, diperkirakan juga batu (Lowokwaru), dimana ukuran batu ke-
dakon digunakan untuk menghitung hari nongnya besar dan berada di tepi aliran
124 SEJARAH DAN BUDAYA, Tahun Kesembilan, Nomor 1, Juni 2015

sungai Metro. Tonjolan pada umpak (batu transportasi yang sangat tepat adalah pe-
kenong) bukan berfungsi sebagai tempat rahu.
tumpu tiang rumah secara langsung, tetapi Batu Bergores
untuk menyusun kayu-kayu yang merupa- Batu bergores adalah sebuah mon-
kan lantai rumah. Kemudian tiang rumah olit berbentuk besar yang pada bagian
bertumpu pada lantai tersebut. permukaannya terdapat goresan-goresan
Dengan demikian dapat diasumsi- bekas asahan buatan tangan yang di-
kan bahwa rumah panggung yang berdiri perkirakan mempunyai maksud khusus
di atas umpak (batu kenong) mempunyai bagi pembuatnya atau masyarakatnya
fungsi yang beragam, antara lain sebagai (Sukendar, 1997/1998 :61). Batu-batu
bangunan penguburan, tempat upacara bergores di daerah Tlogomas yang
pemujaan (pelaksanaan kegiatan umum), ditemukan di tepi Sungai Metro ini
tempat tinggal tetap (rumah), tempat ting- mempunyai bentuk goresan pada per-
gal sementara (misalnya sedang mukaan batu monolit berupa garis-garis
mengerjakan sawah atau ladang), dan lain- lurus yang memanjang baik secara hori-
lain. Hal ini memberi petunjuk bahwa dae- zontal atau miring.
rah ini dulu merupakan perkampungan Melalui studi etnoarkeologi ter-
dengan bentuk rumah panggung yang hadap masyarakat Tekirin di Timor di
menggunakan umpak (batu kenong). mana tradisi megalitiknya masih berlang-
Sarkofagus sung. Ternyata batu bergores di Tekirin
Sarkofagus merupakan salah satu sangat berperan dalam upacara-upacara
hasil budaya megalitik berupa kubur batu sakral yang berhubungan dengan upacara
yang pada umumnya terdiri atas wadah perang. Tampaknya batu bergores diang-
dan tutup yang bentuk dan ukurannya sa- gap sebagai batu keramat yang mempu-
ma atau simetris (Soejono dkk, 2010:504). nyai kekuatan gaib. Dengan mengasah
Berdasarkan pengertian tersebut, maka senjata tajam berarti senjata yang diasah
jelas bahwa fungsi sarkofagus sebagi wa- mempunyai kekuatan gaib yang besar
dah kubur. Sarkofagus yang ditemukan di (Sukendar 1997/1998:67). Kemungkinan
Tlogomas sudah tidak in-site lagi, dan lain bahwa bentuk asahan benda tajam
yang tersisa hanyalah wadahnya yang ber- atau garis-garis lurus pada batu gores di
penampang lintang persegi panjang. Jika Malang ini mempunyai fungsi yang
diklasifikasikan maka sarkofagus ini ter- berkaitan dengan aktifitas pertanian, yakni
masuk berukuran besar, sehingga dapat sebagai alat untuk menentukan musim
memuat mayat dalam posisi membujur. tanam. Tafsir fungsi batu bergores sebagai
Wadah kubur sarkofagus ben- alat penghitung musim tanam dapat dipa-
tuknya menyerupai perahu atau palung hami mengingat lokasi penemuannya be-
atau perahu lesung. Bentuk perahu rada di dekat aliran sungai yang notabene
mempunyai keterkaitan dengan perjalanan adalah area persawahan yang subur.
arwah nenek moyang, dimana perahu di- Susunan Batu Temugelang
anggap sebagai kendaraan arwah nenek Batu temugelang berupa susunan
moyang yang meninggal pada waktu batu-batu monolit baik berbentuk besar
menuju ke dunia arwah (Heekeren, 1972: dan kecil, batu-batu papan, maupun batu-
Soejono, 1977). Mereka percaya bahwa batu lainnya yang diatur sedemikian rupa
dunia orang yang sudah mati atau tempat sehinga membentuk konfigurasi atau for-
tinggal arwah berada di seberang lautan masi lingkaran, oval, atau persegi empat.
atau di pulau. Oleh karena itu, sarana Susunan batu temugelang yang dijumpai
Slamet Sujud Purnawan Jati & Deny Yudo Wahyudi, Situs-situs Megalitik di Malang Raya: Kajian Bentuk & Fungsi 125

di Punden Gumukan dan Punden Junwatu pusatkan pada menhir berbentuk phallus
(Junrejo), serta di Punden Kalipeh (Sukendar, 1986:178).
(Jabung) ini memiliki bentuk yang sama, Susunan batu temugelang yang di-
yakni berupa batu-batu monolit besar dan pergunakan untuk upacara maupun pemu-
kecil yang disusun membentuk formasi jaan dapat dijumpai pada tempat dimana
persegi empat, dan terbagi dalam beberapa tradisi megalitik masih berlangsung. Sep-
ruang. erti antara lain di Nias, Flores, Timur Bar-
Susunan batu temugelang yang at, dan lain-lain. Susunan batu temugelang
digunakan sebagai tempat penguburan, di daerah Kewar (Atambua) di Timor Bar-
pernah disebut oleh Orsoy de Flines at biasanya berbentuk lingkaran atau oval
(1937) dalam Sukendar (1982:61) yang dan tersusun dari batu besar atau kecil se-
menuliskan adanya batu-batu megalitik di bagai dindingnya. Sedangkan ditengahnya
Terjan. Pada tahun 1978 ekskavasi terdapat sebuah batu latabokan. Susunan
sistematis yang dilakukan terhadap stone batu temugelang ini disebut ksadan, yang
enclosure ini berhasil menemukan rangka dipergunakan untuk upacara-upacara pe-
manusia dan pecahan wadah gerabah yang nanaman jagung, musim panen, pendirian
digunakan sebagai bekal kubur. Berdasar- rumah adat, pengumuman perundang-
kan temuan tersebut dapat disimpulkan undangan, upacara perang, penetapan
bahwa susunan batu temugelang berfungsi hukuman, mohon sembuh dari penyakit,
sebagai tempat penguburan. dan lain-lain (Sukendar, 1986:180).
Stone enclosure yang dipergunakan Susunan batu temugelang di
sebagai tempat penguburan juga Bondowoso berupa himpunan batu ke-
ditemukan di Matesih. Susunan batu nong yang tersusun membentuk pola em-
temugelang di Matesih ini oleh penduduk pat persegi panjang, dan diperkirakan
setempat disebut watu kandang (batu kan- merupakan sisa-sisa bangunan (rumah
dang), Di dalam ekskavasi tahun 1977, panggung). Dengan demikian fungsi
selain ditemukan fragmen besi, kreweng, susuna batu-batu kenong berbentuk
perhiasan emas, dan manik-manik, salah temugelang ini merupakan umpak
satu temuan yang menarik adalah feature bangunan. Tonjolan pada umpak (batu ke-
yang diperkirakan sebagai liang kubur. nong) bukan berfungsi sebagai tempat
Melihat bentuk feature maupun temuan tumpu tiang rumah secara langsung, tetapi
serta yang diduga sebagai bekal kubur untuk menyusun kayu-kayu yang merupa-
(burial gift) maka dapat disimpulkan bah- kan lantai rumah. Kemudian tiang rumah
wa batu kandang ini juga berfungsi sebagi bertumpu pada lantai tersebut. Dapat di-
tempat penguburan. asumsin bahwa rumah panggung tersebut
Ekskavasi di situs Pugungraharjo berfungsi sebagai tempat penguburan,
dilakukan pada susunan batu yang mem- tempat upacara pemujaan, ataupun tempat
bentuk persegi panjang, yang oleh tinggal tetap.
masyarakat setempat dikenal sebagai Batu Berdasarkan penjelasan tersebut di
Mayat. Dalam ekskavasi tersebut ternyata atas, kemudian melihat bentuk tinggalan
tidak ditemukan tanda-tanda penguburan. yang ada, maka dapat diperkirakan bahwa
Melihat bentuk susunan batu persegi pan- susunan batu temugelang di Malang Raya,
jang tersebut, jelas bahwa peninggalan ini baik di punden Gumukan (Junrejo), pun-
dipergunakan untuk pemujaan atau untuk den Junwatu (Junrejo), ataupun di punden
upacara-upacara tertentu. Upacara atau Kalipeh (Jabung) ini dapat pula berkaitan
pemujaan tersebut kemungkinan besar di- dengan fungsi penguburan atau berhub-
126 SEJARAH DAN BUDAYA, Tahun Kesembilan, Nomor 1, Juni 2015

ungan dengan pemujaan, mengingat di si- sistensinya hingga masa sekarang masih
tus ini belum pernah dilakukan ekskavasi. dipertahankan oleh masyarakat setempat,
yang kini dinamakan “Punden Desa”, di-
PENUTUP fungsikan sebagai pusat upacara desa,
misalnya ketika berlangsung ritus bersih
Ciri-ciri kehidupan megalitik nam- desa, sedekah bumi, ruwat bumi, dan ritus
paknya nyata pernah berlangsung di Ma- lain pada tataran keluarga. Ritus yang
lang Raya, ditandai oleh peninggalan- mengarah kepada pemujaan terhadap roh
peninggalan seperti lumpang batu, batu nenek moyang dan kesuburan masih terus
dakon, batu kenong, sarkofagus, batu ber- dilakukan, meskipun kini telah dibalut
gores, dan batu-batu megalitik lainnya dengan unsur keyakinan atau religi lain
yang mungkin memiliki bentuk dan fungsi baik Hindu-Budha ataupun Islam. Pening-
tertentu. Bentuk-bentuk megalitik di Ma- galan tradisi megalitik di Malang Raya
lang Raya cukup beragam dan hampir tiap yang masih berlanjut hingga masa kini
bentuk dapat dijumpai, meskipun dalam dapat dijumpai di bagian timur Malang
penampilan dan ukuran yang berbeda, Raya yaitu di Desa Ngadas, Kecamatan
baik di Junrejo, Batu, Lowokwaru, Blimb- Poncokusumo, Kabupaten Malang. Di
ing, Sukun, Singosari, Tumpang, Jabung, daerah ini terdapat masyarakat Tengger
Wagir, Pakisaji, maupun Poncokusumo. yang masih melangsungkan tradisi mega-
Seperti diketahui pengertian mega- litik melalui upacara Entas-Entas. Ritus
litik tidak selalu diartikan sebagai “batu upacara ini erat kaitannya dengan bebera-
besar”, akan tetapi objek-objek batu lebih pa peninggalan bangunan megalitik di ler-
kecil, bahan lain seperti kayu, dan bahkan eng barat Gunung Semeru. Bangunan
tanpa objek sama sekalipun dapat dikate- megalitik yang dimaksud antara lain beru-
gorikan ke dalam megalitik bila objek itu pa punden berundak, menhir, dan
digunakan untuk tujuan sakral, yaitu lumpang batu.
pemujaan arwah nenek moyang (ancestor Hingga kini benda-benda megalitik
worship). Demikian pula dalam ken- masih merupakan enigma masa lalu yang
yataannya sering terjadi percampuran an- belum terpecahkan dengan tuntas, khu-
tara kedua unsur megalitik tua dan megali- susnya mengenai fungsi benda-benda
tik muda. Bahkan pada perkembangan se- megalitik tersebut. Kondisi ini dapat di-
lanjutnya bercampur dengan unsur budaya mengerti, mengingat fungsi benda-benda
Hindu, Islam, dan Kolonial. Unsur-unsur megalitik di berbagai tempat di dunia ber-
tradisi megalitik secara terus-menerus beda-beda, tergantung pada lingkungan
masih hidup dan berkembang dalam dan kebutuhan masyarakat yang mencip-
semua aspek kehidupan masyarakat takannya. Tetapi suatu kenyataan umum
sekarang. Fenomena demikian juga tam- adalah bahwa benda-benda megalitik ini
pak pada situs-situs megalitik di Malang mengandung ciri sakral, yang bertautan
Raya. dengan faham tentang kehidupan dan ke-
Ada kemungkinan beberapa budaya matian, serta lebih cenderung lagi dengan
megalitik di Malang Raya masih berlanjut konsep pemujaan arwah leluhur. Dalam
hingga memasuki beberapa abad dalam penelitian tradisi megalitik di berbagai
tarikh masehi, bahkan hingga masa kini. tempat ternyata memang tidak semua
Sebagai contoh undak batu di Punden bangunan megalitik harus selalu dihub-
Tutup (Torongrejo) dan Punden Rejoso di ungkan dengan penguburan dan pemujaan
Desa Rejoso Kecamatan Junrejo yang ek- arwah nenek moyang. Di daerah living
Slamet Sujud Purnawan Jati & Deny Yudo Wahyudi, Situs-situs Megalitik di Malang Raya: Kajian Bentuk & Fungsi 127

megalithic tradition, di beberapa tempat Kaplan, D. & Manners, A.A. 1999. Teori
ditemukan tempat persidangan, tempat Budaya. Yogyakarta:
memutuskan perkara, sarana untuk pesta Pustaka Pelajar.
sehabis panen, dan lain-lain yang semuan- Kartodirdjo, S. 1984. Pemikiran dan
ya menunjukkan sarana untuk memenuhi Perkembangan Historiografi
kebutuhan profan yang tidak berkaitan Indonesia. Jakarta: Grame-
dengan kepercayaan. Demikian pula pen- dia.
inggalan-peninggalan megalitik yang Koentjaraningrat. 1990. Pengantar Ilmu
ditemukan di daerah Malang Raya tern- Antropologi. Jakarta: Rineka
yata memiliki fungsi yang beragam, baik Cipta.
yang berkaitan dengan fungsi penguburan,
Mohr, E.C.J. 1922 De Ground van Java
upacara atau pemujaan arwah nenek mo-
en Sumatra. Amsterdam:
yang, maupun untuk kebutuhan profan
Drukkerlj en Uitgeverui
yang tidak berhubungan religi.
J.H.de Bussy.
Santosa & Suarti, T. 1992. Systematic:
DAFTAR RUJUKAN Geological and Map of In-
donesia – Quadrangle Ma-
Asmar, T. 1975. Megalitik di Indonesia,
lang Java – Explanatory
Ciri dan Problemnya. Buletin
Note and Geological Map.
Yaperna. Juni 1975.
Jakarta: Department of
Bemmelen, R.W. van. 1949. The Geology
Mines and Energy - Direc-
of Indonesia Vol I. The
torate General of Geology of
Hague: Martinus-Nijhoff.
Mineral Resources (Geolog-
Flannery, K.V. 1975. Culture History Ver- ical Research and Develop-
sus Cultural Process: A De- ment Centre – Republic of
bate in American Archaeol- Indonesia).
ogy. Dalam Mark P. Leone
Soejono, R.P. 1977. Sistem-sistem Pen-
(Ed). Contemporary Ar-
guburan pada Akhir Masa
chaeology: A Guide to Theo-
Prasejarah di Bali. Disertasi
ry and Contributions. Hlm
tidak diterbitkan. Jakarta:UI.
102-107. Carbondale:
Soejono, R.P., Jacob, T., Hadiwisastra, S.,
Southern Illinois University
Sutaba, I.M., Kosasih, E.A.,
Press.
& Bintarti, D.D. 2010. Za-
Heekeren, H.R. van. 1972. The Stone Age
man Prasejarah di Indonesia.
of Indonesia, 2 nd rev.ed..
Dalam R.P. Soejono & R.Z.
Verhandelingen KITLV deel
Leirissa (Eds.), Sejarah Na-
LXI. Den Haag.
sional Indonesia I. Jakarta:
Heine Geldern, R von. 1945. Prehistoric Balai Pustaka.
Research in Netherlands In-
Soekmono, R. 1973. Pengantar Sejarah
dies. Science and Scientist in
Kebudayaan I. Jakarta:
The Netherlands Indies: 129-
Kanisius.
167. New York.
Sukendar, H. 1976. Pugung Rahardjo se-
bagai Tempat yang Ramai
Sejak Masa Prasejarah, Masa
Pengaruh Hindu sampai Is-
128 SEJARAH DAN BUDAYA, Tahun Kesembilan, Nomor 1, Juni 2015

lam. Kalpataru No. 2. Jakar- Sukendar, H., Simanjuntak, T., Eriawati,


ta: Puslitarkenas. Y., Suhadi, M., Prasetyo, B.,
_______. 1982. Tinjauan tentang Berbagai Harkantiningsih, N., &
Situs Megalitik di Indonesia. Handini, R.. 1999. Metode
Dalam Pertemuan Ilmiah Penelitian Arkeologi. Jakar-
Arkeologi II (hlm. 55-67). ta: Puslitarkenas.
Jakarta: Puslitarkenas. Suryanto, D. 1986. Watu Kenong di Pa-
_______. 1986. Susunan Batu Temuge- kauman, Bondowoso (Jawa
lang (Stone Enclosure): Tin- Timur): Persebaran dan
jauan Bentuk dan Fungsi da- Fungsinya. Dalam Per-
lam Tradisi Megalitik. Da- temuan Ilmiah Arkeologi IV
lam Pertemuan Ilmiah (hlm. 113-123). Jakarta:
Arkeologi IV (hlm. 171-189). Puslitarkenas.
Jakarta: Puslitarkenas. Wagner, F.A. 1962. Indonesia: The Art of
_______. 1997/1998. Batu Bergores se- An Island Group. Art of The
bagai Simbol Religius. Da- World Series.
lam Kebudayaan Th VII No
13:59-69. Jakarta: Depdik-
bud.

Anda mungkin juga menyukai