Anda di halaman 1dari 5

PENGGUNAAN TINGGALAN BATU PAMALI SEBAGAI MEDIA

PELANTIKAN RAJA DI DESA LIANG KEC. TELUK ELPAPUTIH


KABUPATEN MALUKU TENGAH

The Use of Batu Pamali as a Medium of King’s Inauguration at


The Liang Village of Elpaputih District Central Moluccas Regency

Karyamantha Surbakti
Balai Arkeologi Ambon
Jln. Namalatu Latuhalat Ambon 97118
e-mail: mansurtorong@yahoo.com

Naskah diterima : 03-03-2014 ; direvisi : 12-08-2014 ; disetujui :05-09-2014

Abstract
The Scattered remains of the prehistoric period in the Moluccas is patterned megalithic
artifacts. Such objects are usually stillin contact with communal society and often
used as a megalithic tradition. The purpose of research is to look at the dimensions of
contemporary culture and taboos of the stone used as a medium for the inauguration
rite father the king. The method used in this study is a qualitative approach and the
approach etnoarkeologi. Obtained from this study is a holistic picture that taboos are
still preserved remains of stone used in communal societies. Research conclusions
obtained is that the tradition continues the use of stone as a medium pamali rite
inauguration of the king is a wealth of local cultural repertoire.

Keywords: Stone Pamali, Megalithic Tradition, Rites, Inauguration of the King

Abstrak
Tinggalan masa prasejarah yang tersebar di daerah Maluku adalah artefak yang
bercorak megalitik. Benda tersebut biasanya masih bersinggungan dengan komunal
masyarakat dan acapkali digunakan sebagai tradisi megalitik. Tujuan penelitian adalah
untuk melihat dimensi kebudayaan dan kekinian dari batu pamali yang digunakan
sebagai media ritus pelantikan bapa raja. Metode yang digunakan dalam penelitian ini
adalah pendekatan kualitatif dan pendekatan etnoarkeologi.Hasil yang diperoleh dari
penelitian ini adalah sebuah gambaran yang holistik bahwa tinggalan batu pamali masih
lestari digunakan dalam komunal masyarakat. Kesimpulan penelitian yang diperoleh
adalah bahwa tradisi berlanjut yang menggunakan batu pamali sebagai media ritus
pelantikan raja merupakan khasanah kekayaan budaya lokal.

Kata Kunci: Batu Pamali, Tradisi Megalitik, Ritus, Pelantikan Raja.

PENDAHULUAN sekarang tradisi ini masih terus berkembang


Tinggalan megalitik secara umum di beberapa wilayah Indonesia. Berdasarkan
diketahui berkembang mulai masa bercocok lokasinya, tinggalan megalitik ini pada
tanam atau pada tingkat kehidupan neolitik. umumnya terletak pada daerah dataran tinggi,
Kehidupan budaya ini berlangsung dalam meskipun ada beberapa di antaranya terdapat
kurun waktu yang cukup lama dan tersebar pula pada dataran rendah.
hampir merata di seluruh Indonesia, misal Persebaran umum yang ditempuh
Jawa, Sumatera, Bali, Sulawesi, Nias dan oleh pendukung tradisi megalitik tersebut
pada daerah Indonesia bagian timur. Hingga adalah dari daratan Asia, kemudian melalui

Penggunaan Tinggalan Batu Pamali sebagai Media Pelantikan Raja di ......, Karyamantha Surbakti 77
semenanjung Malaka dan terus ke Indonesia pada masa kemahiran teknologi, yaitu usaha mengungkapkan dan mempelajari pola raja, (b) mengetahui faktor apa saja yang
menerobos pulau Sumatera. Hal ini karena kira-kira menjelang awal atau sesudah pikir mengenai latar belakang pembuatan atau mempengaruhi pola pikir dalam masyarakat
adanya unsur-unsur lokal yang membawa tarikh Masehi. Masa ini dianggap sebagai didirikannya bengunan megalitik khususnya sehingga masih dipertahankan penggunaan
perbedaan hasil tradisi megalitik itu akhir masa prasejarah yaitu menjelang di daerah Maluku. batu pamali pada setiap ritual pengambilan
(Sukendar, 1982 : 89). Persebaran itu rupanya datangnya anasir pengaruh Hindu dan Budha Desa Liang berada di Pulau Seram, sumpah bapa raja
terjadi perbedaan-perbedaan dari tinggalan yang ditandai dengan kegiatan masyarakat termasuk dalam Kecamatan Teluk Elpaputih Manfaat dari penelitian ini antara
di berbagai wilayah di Indonesia, sehingga mendirikan bangunan-bangunan megalitik, yang memiliki tinggalan megalitik berupa lain; (a) secara teoretis, hasil penelitian ini
setiap wilayah mempunyai persamaan, seperti menhir, dolmen, tahta batu, punden batu pamali (batu yang dikeramatkan). Batu dapat membantu sumbang pemikiran ilmiah
perbedaan dan ciri khusus. Hal ini dapat berundak, onggokan batu alam dan lainnya ini terletak persis disamping balai pertemuan bagi ilmu pengetahuan bidang arkeologi,
dilihat misalnya di Sulawesi Tengah ditandai yang berkaitan erat dengan pemujaan arwah desa (baileu) dan tidak jauh dari garis pantai khususnya tentang tradisi megalitik berlanjut,
oleh adanya bejana batu dengan penamaan nenek moyang. Kepercayaan terhadap dimana teluk Elpaputih berada. Masyarakat sesuai dengan hakekat pendidikan, penelitian,
lokal kalamba,di Lampung ditandai oleh arwah nenek moyang adalah awal dari desa Liang sendiri masih menunjukkan adanya dan pengabdian masyarakat dan kemudian (b)
dolmen, di Gunung Kidul ditandai oleh kepercayaan terhadap kekuatan alam seperti kepercayaan tradisional yang diwujudkan secara praktis, bagi pemerintah daerah, dapat
peti batu, di Bondowoso ditandai oleh kekuatan gunung atau kekuatan laut, dan dalam ritual adat tertentu yang hingga saat menjadi masukan dalam mengambil kebijakan
phandusa, di Bali dikenal dengan batu kukuk kepercayaan kepada pemberi kesuburan ini masih dipertahankan. Salah satu tradisi yang berkaitan dengan perlindungan dan
dan beberapa temuan sarkofagus dan lain atau pemberi kemakmuran, karena arwah tersebut adalah pengambilan sumpah kepala pembinaan kepurbakalaan di Maluku Tengah.
sebagainya. nenek moyang dianggap berada di puncak desa (bapa raja) menggunakan batu pamali.
Bentuk bangunan megalitik gunung sehingga gunung dipandang sebagai Berdasarkan latar belakang tersebut, maka METODE
bermacam-macam jenisnya yang dibangun dunia arwah yang menyimpan kekuatan pokok permasalahannya disusun sebagai Pendekatan untuk menganalisa data
dengan maksud utama dari pendiriannya magis yang besar. Berpangkal kepada berikut. sangat diperlukan untuk menginterpretasi
adalah berlatar belakang pemujaan arwah pandangan ini maka gunung dianggap 1. Bagaimana dinamika fungsi kekinian dari data yang berupa tangible culture (budaya
nenek moyang, pengharapan kesejahteraan keramat dan merupakan pusat sumber daya batu pamali di desa Liang, yang berkaitan benda) maupun intangible culture (budaya
bagi yang masih hidup, dan kesempurnaan alam yang dapat memberikan kesejahteraan dengan pelantikan bapa raja? tak benda). Pendekatan yang pertama dalam
bagi si mati. Bangunan yang paling tua dan kemakmuran kepada masyarakat (Wales, 2. Apa saja faktor yang mempengaruhi penelitian ini adalah analisis kualitatif yaitu
mungkin berfungsi sebagai kuburan dengan 1953 : 92-119). sehingga masih dipertahankan penggunaan pengolahan data yang bersifat konsep, asumsi,
bentuk yang beraneka ragam. Bentuk-bentuk Daerah Maluku memiliki tinggalan batu pamali pada setiap ritual pengambilan dan pengertian abstrak yang diuraikan dari
tempat penguburan dapat berupa dolmen, peti tradisi megalitik utamanya dolmen dengan sumpah bapa raja? kualitas data. Pendekatan kualitatif juga sangat
kubur batu, bilik batu, sarkofagus, kalamba, sebutan batu pamali (batu yang dikeramatkan). diperlukan untuk menganalisis artefak berupa
atau bejana batu, waruga, batu kandang dan Dolmen tersebut masih difungsikan dengan Penelitian ini memiliki dua tujuan, batu pamali (dolmen) yang terkait dengan
batu temu gelang. Tempat kuburan semacam ritual tertentu sebagai tempat meminta yaitu tujuan umum dan tujuan khusus. Kedua fungsinya kini dan faktor yang mempengaruhi
ini biasanya terdapat beberapa batu lainnya kekuatan, mengasah parang dan sebagai tujuan itu dapat diuraikan sebagai berikut. dolmen masih dipertahankan penggunaannya
sebagai pelengkap pemujaan nenek moyang, tempat menyumpah kepala adat/desa yang Tujuan umum dari penelitian ini adalah di tengah masyarakat. Pendekatan ini dikenal
seperti menhir, arca, batu saji, batu lumpang, baru dilantik. Penelitian di desa Eti berhasil dengan berdasarkan arkeologi sebagai sebuah juga dengan pendekatan deskriptif naratif
batu lesung, atau batu dakon, pelinggih batu, menemukan dua buah dolmen dan di desa disiplin ilmu tidak terlepas dari pemahaman yang mencoba menarasikan data yang ada
tembok batu atau jalan berlapis batu (Soejono, Oma ditemukan empat buah dolmen yang tentang kebudayaan masa lalu yang didasarkan di lapangan, kemudian data-data tersebut
1996 : 211). pada masa lampau menunjukkan sebuah pada tiga tujuan yaitu rekonstruksi sejarah disintesakan dan diinterpretasikan.
Bangunan megalitik di Indonesia fungsi sebagai upacara kakehang (upacara budaya, rekonstruksi cara-cara hidup, dan Pendekatan berikutnya yang
mempunyai bentuk dan fungsi yang sangat pendewasaan anak), selain itu juga dolmen penggambaran proses budaya (Binford, 1972 : digunakan dalam penelitian ini adalah analisis
kompleks. Demikian halnya dengan difungsikan sebagai batas desa atau batas 104). Merujuk pada tiga tujuan tersebut maka kontekstual ialah mengadakan analisis dengan
pemberian nama, tinggalan megalitik sering tanah perumahan (Soegondho, 1996 : 8). penelitian ini dititikberatkan pada tujuan melihat hubungan atau keterkaitan antara
diberi nama-nama lokal sesuai dengan nama Keanekaragaman pemanfaatan dan arkeologi yang ketiga. Secara umum juga, data yang satu dengan yang lainnya dalam
daerah setempat. Bentuk-bentuk bangunan fungsi dari tinggalan tradisi megalitik yang penelitian ini bertujuan untuk memahami tingkatan tertentu. Fokus analisis ini terutama
megalitik menurut fungsinya sering dikaitkan ada di daerah Maluku ini menunjukkan pengunaan tinggalan arkeologi dalam ritual adalah hubungan antara batu pamali (dolmen)
secara mengkhusus sebagai perwujudan bahwa tradisi megalitik tersebut mempunyai adat desa. dengan dinamika sosial masyarakat yang
nenek moyang, penolak bahaya, tempat sifat yang sangat dinamis, yaitu berkembang Tujuan khusus dari penelitian ini masih dapat diperhatikan yaitu pelantikan
penguburan dan sarana media ritual tertentu. sesuai dengan kebutuhan zaman. Keragaman adalah; (a) mengetahui dinamika fungsi raja.
Tradisi megalitik mengalami perkembangan fungsi itu juga akan memberikan nilai tambah kekinian dari batu pamali di desa Liang, Pendekatan terakhir adalah
memuncak pada masa perundagian atau terhadap penelitian arkeologi, yaitu dalam yang berkaitan dengan pelantikan bapa menggunakan analisis etnoarkeologi yang

78 Kapata Arkeologi Volume 10 Nomor 2, November 2014: 77-84 Penggunaan Tinggalan Batu Pamali sebagai Media Pelantikan Raja di ......, Karyamantha Surbakti 79
dimana prinsip ini yang dipakai untuk : 10). tebal 15 cm, dan tinggi kaki 41 cm. Dolmen terletak dekat dengan baileu, memiliki ukuran
mengetahui sejarah masa kini dan masa lalu. Batu asah seperti ini juga yang ini terbuat dari batu padas baik papan dan yang relatif lebih kecil. Dolmen ini digunakan
Terdapat premis yang menyatakan bahwa ditemukan di situs Watuklotok dan situs kakinya. Pada bagian atas dari papan batunya sebagai wahana untuk meletakkan gendering
jika dua kelompok gejala memiliki kesamaan Takirin dan biasanya dipergunakan untuk terdapat sebuah lempengan batu kecil dan hingga kini masih digunakan dalam ritual
dalam hal tertentu (misalkan bentuk dan mengasah senjata yang akan dipergunakan berbentuk bulat dengan diameter 30 cm yang adat (Ririmasse, 2008 : 6).
fungsi) maka keduanya mungkin akan dalam suatu peperangan. Menurut terbuat dari batu kali (Sudarmika, 2000 : 12). Lokasi penelitian desa Liang berada
mempunyai kesamaan pula dalam beberapa kepercayaan pendukung tradisi megalitik Selanjutnya di sebelah utara dari di Pulau Seram. Pulau Seram merupakan
hal lainnya (misalnya cara pembuatan dan di daerah Timor tersebut dengan mengasah dolmen tersebut ditemukan dolmen yang salah satu pulau di Maluku yang substansi
cara memakai). Dalam hal ini arkeologi senjata yang akan diperrgunakan dalam lebih kecil dengan ukuran lebar 98 cm dan SHUNHPEDQJDQ PDV\DUDNDW VDQJDW VLJQL¿NDQ
digunakan untuk mengidentifikasi dan peperangan maka mereka percaya ada panjang 102 cm. Dolmen yang ketiga terbuat dengan adat dan teritorial masing-masing
menetapkan hubungan antara data arkeologi kekuatan gaib yang sangat besar menaungi dari batu karang yang dibentuk datar bagian komunitas. Pulau Seram juga merupakan
berdasarkan perbandingan dengan gejala senjata tersebut, sehingga senjata tersebut atasnya. Selain dolmen di kompleks ini juga pulau terbesar di Kepulauan Maluku dengan
serupa yang masih dapat ditemukan dalam mampu membunuh setiap musuh yang ditemukan menhir, tinggalan ini terbuat dari memiliki luas pulau 311 mil2 sama dengan
masyarakat yang masih hidup. dihadapi. Selain mengasah senjata pada batu batu karang yang mengalami pengerjaanpada 17.130 km2, dengan bentuk pulau adalah
asah tersebut, pendukung tradisi megalitik semua bagian sisinya sehingga menjadi setengah lingkaran dan memanjang dari
HASIL DAN PEMBAHASAN juga melakukan tarian ritual, agar lebih rata, menhir ini terletak di sebelah timur barat ke timur (Taurn 2001 : 10). Secara
Uraian dari penelitian ini dapat memberikan kekuatan dan kepercayaan dari domen ketiga yang mempunyai ukuran astronomi Pulau Seram terletak antara 2 0
dilihat dari gambaran umum benda bercorak diri dalam menghadapi musuh. Pakaian- panjang 40 cm, lebar 19 cm dan tebal 9 cm. 69 0 LS – 4° 38 0 LS dan antara 1270 440 BT
megalitik yang berada di Maluku Tengah. pakaian yang digunakan dalam pertempuran Bagian lain dari kompleks tersebut -1310 320 %7 %DWDV EDWDV JHRJUD¿V DQWDUD
Hal ini diperlukan untuk melihat sejauh bukan merupakan pakaian sehari-hari tetapi yaitu di sekitar bangunan baileu ditemukan lain; sebelah Utara berbatasan dengan Laut
mana temuan yang bercorak megalitik masih merupakan pakaian khusus yang dibuat dua buah dolmen lainnya yaitu dolmen Seram, sebelah Timur berbatasan dengan Laut
ada dan bersinggungan dengan komunal anggun dan berwarna-warni. Pakaian ini Patasiwa (dolmen 9) dan dolmen Patalima Arafura, sebelah Barat berbatasan dengan
masyarakat dan juga untuk melihat ragam dan merupakan pakaian yang dipersiapkan agar (dolmen 5). Dolmen Patasiwa mempunyai Laut Buru dan disebelah Selatan berbatasan
karakteristik benda tinggalan budaya tersebut. musuh terperangah. Penampilah batu asah ukuran lebar 153 cm, panjang 165 cm, tebal dengan Laut Banda.
Situs pertama yang dapat dijadikan yang dibentuk sebagai dolmen (dolmen semu) 4 - 22 cm dan tinggi kaki 36 cm. Dolmen
contoh adalah Situs Desa Aboru. Situs ini ini tampak erat kaitannya dengan usaha untuk tersebut ditopang oleh tiga buah kaki yang
berada di gugus pulau-pulau Lease, di bawah menambah kesakralan dari batu asah tersebut terbuat dari batu karang, sedangkan papannya
pulau Seram atau sebelah Timur dari pulau disamping mempunyai fungsi praktis yaitu terbuat dari batu padas merah. Pada bagian
Ambon, yang termasuk Kecamatan Pulau untuk mempermudah proses upacara. atas dari papan batu dolmen ini terdapat bekas
Haruku. Peninggalan megalitik di situs Situs yang berikut adalah Situs Desa tapak kaki sebelah kanan, dan mempunyai 99
ini diantaranya berbentuk batu datar yang Iha. Situs ini berada di Desa Iha, Kecamatan lubang besar dan kecil, sedangkan dolmen
menyerupai dolmen, dimana tampak sebuah Saparua. Dalam kompleks Situs Desa Patalima mempunyai ukuran lebar 141 cm,
penyangga yang dipergunakan sebagai Iha ditemukan beberapa tinggalan tadisi panjang 149 cm, tebal 10 – 15 cm, dan tinggi
kakinya. Ada kemungkinan bahwa batu yang prasejarah berupa lima buah dolmen atau kaki 0 – 40 cm. Dolmen ini ditopang oleh tiga
atasnya rata dan terdapat bekas asahan itu meja batu. Meskipun tampak tidak terurus, buah kaki yang terbuat dari batu karang. Gambar 1. Peta Pulau Seram (lokasi
dahulu dipergunakan sebagai benda keramat penelitian dalam lingkaran)
tapi kondisinya cukup baik. Dolmen yang Situs terakhir yang digunakan sebagai
dan berfungsi sebagai sarana upacara. (Sumber : wikipedia.org)
pertama adalah dolmen yang berada di dekat gambaran umum untuk penulisan ini adalah
Keadaan lingkungan sangat mendukung
lokasi mesjid mempunyai ukuran lebar 38 cm Situs Desa Sila. Situs ini berada di Pulau Nusa
keberadaan tradisi megalitik karena di situs Pembagian dalam kelompok
dan panjang 39 cm. Dolmen ini mempunyai Laut, dimana di desa ini terdapat dua buah
ini banyak terdapat batu-batu besar yang masyarakat di Pulau Seram antara Patasiwa
tiga buah tiang penyangga atau kaki, dan pada objek berkarakter megalitik dalam bentuk
dapat dipergunakan sebagai bahan baku dan Patalima dapat dibagi atas dua kelompok
bagian depan papan dolmen (menyatu dengan dolmen. Dolmen pertama yang berukuran
dalam pembuatan megalit. Batu datar yang besar yakni, kelompok penduduk pegunungan
di atasnya terdapat bekas asahan banyak ujung dolmen) terdapan pohon beringin kecil relatif besar terdapat di dekat pantai, dan
yang sudah dipotong. Papan batu dolmen dolmen kedua yang berukuran lebih kecil dan kelompok penduduk pesisir (Taurn 2001
dijumpai pada berbagai situs megalitik. Batu- : 36). Dengan demikian, dapat dikatakan
batu asah seperti ini merupakan tinggalan berasal dari batu padas dan kakinya dari batu terdapat di dekat baileu (balai desa). Dolmen
karang. Dolmen yang kedua ditemukan di pertama yang terdapat di dekat pantai dan bahwa, penduduk Seram bagian pedalaman/
yang sangat universal. Batu asah biasanya pegunungan kelompok Patasiwa, sedangkan
berkaitan dengan upacara tertentu antara lain sebelah timur laut dari dolmen yang pertama. hingga kini masih digunakan dalam kegiatan
Dolmen ini mempunyai ukuran yang cukup ritual adat. Ukuran dolmen ini adalah 23 kelompok Patalima adalah di bagian pesisir.
upacara sebelum perang, dan upacara untuk Namun pada mulanya kelompok Patalima
menolak wabah penyakit (Istari et al, 1997 besar yaitu lebar 129 cm, panjang 147 cm, cm dan tinggi 127 cm. Dolmen kedua yang

80 Kapata Arkeologi Volume 10 Nomor 2, November 2014: 77-84 Penggunaan Tinggalan Batu Pamali sebagai Media Pelantikan Raja di ......, Karyamantha Surbakti 81
termasuk kelompok penduduk pegunungan. Balai Arkeologi Ambon pada dibungkus dalam situasi historis komunitas
Desa Liang merupakan desa yang pertengahan bulan Februari 2012 melakukan desa, dan kecakapan khusus lainnya yang
berada di pesisir Teluk Elpaputih dan memiliki penelitian ke desa pesisir Teluk Elpaputih, diperoleh karena inisiatif sendiri atau secara
desa tetangga seperti Rumahlait, Awaya, dan mendapat keterangan seorang narasumber turun-temurun (Prasetyo, 2004 : 171).
Waraka. Masyarakat setempat negeri-negeri yang bernama Bapa Matheo. Beliau Wallace mengemukakan bahwa religi
tersebut hidup bertetangga antara satu dengan merupakan mantan bapa raja Liang dan merupakan seperangkat upacara yang diberi
yang lain dengan masing-masing wilayah/ memiliki seorang anak laki-laki bernama rasionalisasi mitos, dan yang menggerakkan
territorial. Desa Liang yang tergolong Simon Tuniluhulima yang pada saat itu kekuatan-kekuatan supernatural dengan
kelompok Patalima ini memiliki kebiasaan sedang menjabat bapa raja desa Liang. maksud untuk mencapai atau untuk
Sistem wawancara yang dilakukan terhadap
adat yaitu menggunakan sebuah batu pamali menghindarkan sebuah perubahan keadaan
narasumber adalah wawancara tanpa struktur
yang berada di tengah desa, dalam proses pada manusia atau alam (Wallace, 1966
namun dengan pertanyaan yang sudah
pengambilan sumpah bapa raja yang dilantik. disiapkan sebelumnya agar lebih banyak : 107). Urutan ritual sendiri terdiri atas
Penelitian ini merupakan penelitian Gambar 4. Pelantikan menggunakan sejumlah kegiatan individual, sebagai contoh
mendapatkan informasi yang diperlukan. media batu pamali.
deskriptif yang melihat sejauh mana Menurut pemaparan beliau, akibat pendeta adalah salah satu dari bagian kegiatan
(Sumber: Dokumen Balar Ambon 2012)
penggunaan batu pamali dalam masyarakat pergolakan pada masa penjajahan Belanda ritual yang mengatur tata cara penyampaian
desa Liang. Batu pamali tersebut relatif yang ketika itu masuk ke Maluku sekitar perasaan kepada kekuatan supernatural.
Pada saat wawancara dengan Bapa
besar serta memiliki ukuran dengan kaki tahun 1598, kelompok Soahuwey, Awaya, Musik termasuk tari, nyanyian dan permainan
Matheo yang juga didampingi oleh Bapa Raja
penyangga yang relatif pendek. Terbuat dari Rumalait, Apisano, dan Hitalesia bergabung instrumen adalah komponen lain dari ritual,
Liang yaitu Simon Tuniluhulima menjelaskan
batuan andesit, berwarna hitam dan agak menjadi satu dalam wilayah petuanan disamping saji-sajian dan kurban.
Tananahu, sedangkan Liang dan Waraka bahwa pelantikan yang berlangsung pada
pipih. Adapun dimensinya; panjang batu
masih tetap pada wilayah petuanan mereka 20 Juni 2002. Tim penelitian mendapat
60 cm, dengan lebar masing-masing, lebar
dan mempunyai pemerintahan sendiri. sebuah kepingan cakram VCD dokumentasi
pangkal 43 cm, lebar tengah 38 cm, dan
Dalam sistem pemerintahan adat dan pelantikan bapa raja. Keping cakram
lebar ujung 15 cm. Batu pamali ini ditopang
desa, kedudukan bapa raja dalam masyarakat tersebut dijadikan tim sebagai data sekunder
oleh 3 kaki batu berbentuk menhir berukuran
sangat penting adanya. Pelaksanaan kebijakan yang melengkapi data wawancara dengan
kecil. Tinggi masing-masing kaki adalah kaki
yang ada di komunal masyarakat dan proses narasumber. Hasil dokumentasi tersebut
I: 25 cm, menopang bagian pangkal batu
pemerintahannya sangat dibebankan kepada merupakan sebuah manifestasi dari sebuah
pamali sebelah timur, tinggi kaki II: 21 cm,
seorang tokoh bapa raja yang dimaksud. tradisi yang dipandang sakral dan masih
menopang pangkal batu meja bagian barat,
Hal ini menyebabkan seorang bapa raja berlangsung di tengah masyarakat hingga
dan kaki III: 18 cm, menopang ujung batu
PHPLOLNL ¿JXU \DQJ VDQJDW GLWXDNDQ GL WHQJDK pada saat sekarang ini dengan menggunakan Gambar 5. Berdendang dan memukul tifa
meja bagian utara. Batu tersebut berada di
masyarakat. Sebagai simbol pemimpin dan sebuah tinggalan arkeologi berbentuk batu (Sumber: Dokumen Balar Ambon 2012)
40 mdpl dan terletak sekitar 15 meter dari sebagai orang yang memediasi jika tindakan pamali.
jalan raya trans seram. Menurut penduduk musyawarah diperlukan untuk kepentingan Fungsi kekinian dari penggunaan Gejala tindakan religi ditandai oleh
setempat, batu pamali yang berada di negeri masyarakat desa. Hal tersebut merupakan batu pamali tetap bersifat sakral karena dua hal pokok, yaitu kepercayaan dan
Liang sekarang merupakan batu pamali yang sebuah pandangan yang diketahui oleh masyarakat menjadikan hal tersebut sebagai ritus. Kepercayaan ditunjukkan dalam
sebelumnya berada di negeri lama, yang masyarakat secara personal memandang simbol. Simbol tersebut menjadi terikat ketika bentuk pandangan, dan dapat dicapai lewat
dibawa serta saat penduduk berpindah ke pemimpinnya, yang dalam hal ini sosok bapa bersatu dengan sistem religi dalam upacara penggambaran-penggambaran, sedangkan
negeri yang ditempati sekarang. raja Liang.
pengambilan sumpah raja. ritus lebih berbentuk modus-modus tindakan-
Simbol mampu mengubah suatu tindakan tertentu (Durkheim, 1965 : 29).
benda atau tindakan yang tadinya hanya Faktor yang mempengaruhi
tampak bersifat profan menjadi sesuatu masyarakat sehingga masih melakukan tradisi
yang lain. Simbol mengungkapkan aspek- pelantikan bapa raja menggunakan batu
aspek terdalam dari kenyataan yang tidak pamali dikarenakan hal tersebut merupakan
terjangkau oleh alat pengenalan lain. Dalam sebuah eksistensi kebudayaan suatu kelompok
suatu kelompok masyarakat biasanya terdapat dalam hal ini negeri Liang sebagai kelompok
orang yang dipercaya untuk memahami masyarakat Patalima. Masyarakat percaya
Gambar 2. Batu pamali memiliki kaki. Gambar 3. Persiapan di depan batu pamali simbol-simbol tertentu seperti; kosmokonis bahwa Batu pamali (batu meja) yang masih
(Sumber: Dokumen Balar Ambon 2012) (Sumber: Dokumen Balar Ambon 2012) desa, modalitas yang paling rahasia yang ada sampai sekarang sebagai tempat yang

82 Kapata Arkeologi Volume 10 Nomor 2, November 2014: 77-84 Penggunaan Tinggalan Batu Pamali sebagai Media Pelantikan Raja di ......, Karyamantha Surbakti 83
dipercayai oleh mereka dalam melaksanakan DAFTAR PUSTAKA
segala ritual. Eksistensi tradisi pelantikan raja
Binford, Lewis R. 1972. An Archaeological
masih berlanjut hingga saat sekarang karena Prespective. New York: San Fransisco:
merupakan substansi sosial budaya yang London Seminar Press.
inheren (berhubungan erat / melekat) sebagai
kesatuan masyarakat bercorak Patalima. Durkheim, Emile. 1965. “The elementary forms
of the religious life”. The Origin and
Development of Religion.
PENUTUP
Berdasarkan uraian sebelumnya, Istari R. dan Sukendar H. dan Tim Peneliti. 1997.
Situs Desa Aboru Kecamatan Pulau
dapat ditarik beberapa kesimpulan dari hasil Haruku, Maluku Tengah. Jakarta: Pusat
penelitian yang dilakukan. Kesimpulan yang Arkeologi Nasional, Bagian Proyek
diperoleh adalah sebagai berikut: Penelitian Purbakala Maluku.
Penggunaan batu pamali bersifat
Prasetyo, Bagyo. 2004. Religi Pada Masyarakat
keramat karena masyarakat menjadikan hal Prasejarah di Indonesia. Jakarta: Dinas
tersebut sebagai ritus yang sangat sakral dan Kebudayaan dan Pariwisata.
dipandang penting dalam komunal desa.
Simbol yang terikat dan bersatu dengan Ririmasse. M. 2008. Laporan Penelitian
Persebaran Megalitik Di Pulau Nusa
sistem religi dalam setiap upacara / ritual yang Laut Kabupaten Maluku Tengah. Ambon:
dilakukan masyarakat desa. Hal tersebut yang Balai Arkeologi Ambon.
membuat batu pamali masih difungsikan
Soegondho, S. 1996. Penelitian Kepurbakalaan
dalam ritual pelantikan bapa raja. Faktor Desa Aboru, Kecamatan Pulau Haruku,
yang mempengaruhi masyarakat sehingga Maluku Tengah. Jakarta: Pusat Penelitian
masih melakukan tradisi pelantikan bapa Arkeologi Nasional. Bagian Proyek
raja menggunakan batu pamali dikarenakan Penelitian Purbakala Maluku.
hal tersebut merupakan sebuah eksistensi Soejono, R.P. 1996. “Jaman Prasejarah di
kebudayaan suatu kelompok dalam hal ini Indonesia”. Sejarah Nasional Indonesia I.
negeri Liang sebagai kelompok masyarakat Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Patalima. Jakarta: Balai Pustaka.
Melalui penulisan ini diharapkan Sudarmika G.M. 2000. Laporan Penelitian
masyarakat desa Liang dan pemerintah Arkeologi Di Desa Iha Kecamatan
yang terkait bersama-sama mengadakan Saparua Kabupaten Maluku Tengah.
Ambon: Balai Arkeologi Ambon.
pengamanan yang intensif terhadap artefak
yang masih tersimpan dalam komunal Sukendar, H. 1982. “Megalitik di Nias”. Analisis
masyarakat serta menjaga kelestarian tradisi Kebudayaan No. 2. Jakarta: Depertemen
megalitik yang dilakukan secara turun Pendidikan Kebudayaan.
temurun. Taurn, Odo Deodatus. 2001. Patasiwa und
Kekayaan lokal daerah ini harus selalu Patalima vom Molulukeneiland Seran
dijaga demi kepentingan ilmu pengetahuan und Seinen Beoners. Leipzig. Terjemahan
yang berusaha terus mencari gambaran Dra.Ny.Hermelin T tahun 2001. Ambon:
Balai Kajian Sejarah dan Nilai Tradisional
yang lebih sistematis dan mendalam untuk Maluku dan Maluku Utara.
memberikan sketsa yang lebih luas mengenai
tradisi megalitik dewasa ini. Wales, H.G. Quaritch. 1953. The Mountain
of God, a Study in Early Religion and
Kingship. London: Bernard Quaritch, Ltd.
*****
Wallace, Anthony F.C. 1966. Religion: An
Anthropological View. New York.
Random House.

84 Kapata Arkeologi Volume 10 Nomor 2, November 2014: 77-84

Anda mungkin juga menyukai