Anda di halaman 1dari 15

Pemujaan Leluhur di Kepulauan… (Marlon NR Ririmasse) 391

PEMUJAAN LELUHUR DI KEPULAUAN MALUKU


TENGGARA:
JEJAK BUDAYA MATERI DAN PERANNYA BAGI
STUDI ARKEOLOGI KAWASAN
Ancestor Worship in Southeast Maluku Islands:
Traces of material culture and its role in the study of regional archaeology

Oleh Marlon NR Ririmasse


Balai Arkeologi Ambon
Jl. Namalatu-Latuhalat Ambon 97118
Email: ririmasse@yahoo.com

Naskah Diterima:27 Juli 2012 Naskah Disetujui:28 Agustus 2012

Abstrak

Pemujaan leluhur adalah salah satu aspek penting dalam konstruksi sosial
masyarakat masa lalu di Kepulauan Maluku Tenggara. Model kepercayaan tradisional ini
berlangsung setidaknya hingga pergantian abad ke-20 menyusul introduksi agama
modern di wilayah ini. Praktek pemujaan leluhur juga dimanifestasi secara materi dalam
ragam produk budaya masa lalu di Kepulauan Maluku Tenggara. Tulisan ini mencoba
untuk meninjau kembali aktivitas pemujaan leluhur masa lalu dalam kawasan dan secara
khusus berusaha mengamati bentuk-bentuk representasi material atas aktivitas khas ini.
Diskusi atas peran tema spesifik ini dalam studi arkeologi akan dihadirkan untuk
melengkapi opsi tema penelitian yang sejalan dengan karakter Kepulauan Maluku
Tenggara. Observasi lapangan dan studi pustaka dipilih sebagai pendekatan dalam kajian
ini. Hasil penelitian menemukan bahwa pemujaan leluhur dipraktekkan secara luas pada
masa lalu di Kepulauan Maluku Tenggara. Wahana pemujaan umumnya ditampilkan
dalam bentuk patung dengan ciri beragam antarsatu komunitas dengan komunitas lainnya
serta berasosiasi dengan rencana ruang tradisional. Akhirnya, pengetahuan spesifik terkait
religi masa lalu ini dapat menjadi wahana untuk memperkaya kedalaman kajian arkeologi
dan sejarah budaya dalam kawasan.

Kata kunci: pemujaan leluhur, budaya materi, Kepulauan Maluku Tenggara.

Abstract

Ancestor worship is one of the important aspects in social construction of past society in
Southeast Maluku Islands. This traditional model of beliefs lasted, at least, up to the
change of 20th century following the introduction of modern religions in the region. It is
manifested materially in various products of past culture. The purpose of this research is
to review past ancestor-worship activities in the region and, specifically, try to observe
forms of material representations of this unique activity. The author presents discussion

2012 Balai Pelestarian Nilai Budaya Bandung


392 Patanjala Vol. 4, No. 3, September 2012: 391-406

on the role of this specific theme in archaeological study in line with characteristics of
the Southeast Maluku Islands. Field observation and bibliographical study are chosen for
this study. The author finds that ancestor worship was practiced vastly in Southeast
Maluku Islands in the form of statues that had various characteristics from one
community to another, and it was associated with the traditional space design. It is hoped
that this research would become a way to enrich the depth of archaeological study and
culture history in a region.

Keywords: ancestor worship, material culture, Southeast Maluku Islands.

A. PENDAHULUAN Sejauh ini perhatian spesifik yang


Mereka yang pernah menetap atau mencoba mengamati bentuk-bentuk waha-
na pemujaan leluhur di Kepulauan Maluku
berkunjung ke Kepulauan Maluku Tengga-
Tenggara dapat dikatakan masih sangat
ra setidaknya sempat mengamati keberada-
minimal. Demikian halnya dengan kajian
an aneka ukiran patung yang sering
ditawarkan sebagai sovenir. Karakter khas yang mencoba mengamati latar sejarah dan
aspek gagasan yang melandasi praktik
patung-patung ini biasanya terbuat dari
kayu hitam yang direka dalam aneka religi khas ini. Padahal, menimbang karak-
ukuran. Seni kriya patung memang ternya yang unik, pengetahuan spesifik
terkait religi masa lalu ini dapat menjadi
merupakan salah satu penanda utama
dalam profil tradisi budaya bendawi di salah satu sumber utama untuk menjelas-
kan dinamika sosial masa lalu di Kepulau-
Maluku Tenggara. Motif yang ditampilkan
bervariasi. Namun bentuk antromorfik an Maluku Tenggara. Tulisan ini mencoba
(manusia) dalam berbagai laku adalah menjadi wahana untuk menciptakan ruang
diskusi pada tahap mula tentang tema
salah satu katagori representasi yang
paling dominan. Dalam konsep budaya spesifik ini dalam kaitan dengan pengem-
bangan studi arkeologi di Kepulauan
masyarakat Kepulauan Maluku Tenggara,
tema manusia yang divisualisasikan biasa- Maluku Tenggara.
nya mewakili dua unsur utama: represen- Pemujaan leluhur adalah bagian dari
profil budaya masa lalu di Kepulauan
tasi Illahi (dewa) dan manifestasi leluhur.
Tema leluhur memang merupakan Maluku Tenggara. Tradisi mengenang para
pendahulu ini dipraktikkan secara kolosal
salah satu elemen kunci dalam profil
budaya masa lalu di Kepulauan Maluku pada masa lalu dalam wilayah ini. Meski
Tenggara. Keberadaan figur para pendahu- demikian, perhatian secara akademis atas
lu ini adalah esensial dalam kaitan dengan isu spesifik dimaksud masih sangat
pengetahuan religi masa lalu di wilayah minimal. Situasi ini dapat dilihat dari
minimnya referensi terkait tema pemujaan
ini. Sebelum masuknya agama Islam dan
introduksi agama Kristen, ragam patung leluhur dalam berbagai kajian sejarah
leluhur menjadi bagian dari religi masyara- budaya Maluku. Berpijak pada kondisi
kat di kawasan ini. Mereka ditempatkan di tersebut tulisan ini mencoba menjawab
altar khusus dalam rumah tinggal dan di tiga masalah dalam isu spesifik ini:
1. Bagaimanakah latar historis
mezbah batu yang biasanya dikonstruksi di
tengah pemukiman. Saat ini bentuk-bentuk praktek pemujaan leluhur di
Kepulauan Maluku Tenggara pada
keyakinan tradisional seperti ini memang
sudah hampir menghilang dari Kepulauan masa lalu?
Maluku Tenggara. Namun jejak religi khas 2. Bukti-bukti materi apa yang dapat
menjadi acuan praktik religi khas
ini masih dapat diamati dari keberadaan
beragam wahana materi masa lalu terkait ini?
3. Bagaimanakah peran pengetahuan
pemujaan leluhur.
spesifik ini bagi pengembangan

Balai Pelestarian Nilai Budaya Bandung 2012


Pemujaan Leluhur di Kepulauan… (Marlon NR Ririmasse) 393

studi arkeologi dan sejarah budaya pandang ini, keterkaitan antarindividu dan
dalam kawasan? kelompok menjadi lebih kompleks karena
direkat dengan pertimbangan aspek sosial,
Mengacu pada permasalahan yang
ekonomi, politis hingga historis.
diajukan di atas, maka tujuan penelitian ini
Persamaan kebutuhan dan kepentingan
adalah: Pertama, mengetahui latar historis
menjadi faktor utama bagi individu pun
pemujaan leluhur masa lalu di Kepulauan
kelompok di masa lalu untuk membentuk
Maluku Tenggara; Kedua, menemukan
suatu komunitas pertama.
bukti-bukti materi terkait praktik khas ini;
Peran individu dan kelompok
Ketiga, mengidentifikasi peran khas
pertama ini dapat dianalogikan sebagai
pengetahuan spesifik ini bagi
founding fathers atau para pendahulu yang
pengembangan studi arkeologi dan sejarah
menjadi penggagas dibentuknya suatu
budaya dalam kawasan.
komunitas. Seiring waktu ketika jumlah
Proses pengumpulan data dalam
anggota bertumbuh dan berganti dalam
kajian ini dilakukan dengan dua
lintas generasi, para pionir ini seringkali
pendekatan yaitu survei dan studi pustaka.
tetap memiliki peran sentral dalam
Data yang dikumpulkan melalui survei
komunitas dan menjadi acuan utama dalam
merupakan kompilasi data yang dihimpun
meninjau asal-usul suatu kelompok.
melalui beberapa kegiatan pengamatan di
Leluhur (ancestor), sejatinya memang
lapangan. Dalam kegiatan survei ini yang
telah menjadi bagian penting dalam
menjadi perhatian adalah objek-objek yang
konstruksi sejarah budaya manusia. Hal ini
memiliki keterkaitan dengan praktik
dapat diamati lewat ragam bentuk
pemujaan leluhur masa lalu. Studi pustaka
penghormatan kepada leluhur dan aneka
dilakukan untuk meninjau segenap data
ritual kompleks yang melingkupinya,
sejarah dan budaya terkait praktik spesifik
sebagai fenomena yang ditemukan di
ini di masa lalu. Tinjauan pustaka juga
berbagai pelosok dunia. Bukan hal baru
dilakukan untuk menemukan gagasan
kiranya jika disebutkan bahwa pada derajat
konseptual dan teoritis terkait tradisi
tertentu, leluhur bahkan diberi peran yang
pemujaan leluhur sebagai bagian dari
berkelanjutan dalam konstruksi sosial
upaya empiris menjawab pertanyaan
komunitas yang masih hidup. Leluhur
penelitian.
ditempatkan sebagai entitas yang menjadi
bagian integral dalam keseharian
Pemujaan Leluhur dalam Teori: Antara Religi komunitas. Kehadiran mereka dipandang
dan Identitas memiliki daya yang memengaruhi
Wajah sejarah budaya umat manusia dinamika sosial masyarakat. Karena itu
senantiasa melekat dengan kebutuhan akan leluhur kemudian dikeramatkan, diberi
pengenalan jati diri serta asal usul individu peran sakral, dilekatkan menjadi bagian
dan kelompok. Hakikat sebagai pribadi dan yang menyatu dengan religi tradisional dan
ikatan sebagai bagian dari suatu kelompok dipuja sebagai salah satu kekuatan yang
ditandai dengan keberadaan elemen- menentukan stabilitas alam dan sosial.
elemen khas yang mencerminkan kondisi Bentuk-bentuk penghormatan dan
spesifik dimaksud. Genealogi merupakan pemujaan leluhur dapat dipahami sebagai
salah satu aspek yang digunakan sebagai praktek religi yang memberi ruang bagi
penanda untuk mengikat individu dan peran individu-individu yang telah mati
kelompok secara sosial. Dalam konteks ini, dalam keseharian mereka yang masih
hubungan darah dan kekerabatan menjadi hidup. Kamus bahasa Inggris Webster
acuan utama untuk meninjau asal usul menjelaskan pemujaan leluhur (ancestor
individu dan kelompok. Kebersamaan worship) sebagai “the custom of venerating
secara sosial di sisi lain juga dapat diikat deceased ancestors who are considered
secara konvensional. Melalui sudut still a part of the family and whose spirits

2012 Balai Pelestarian Nilai Budaya Bandung


394 Patanjala Vol. 4, No. 3, September 2012: 391-406

are believed to have the power to intervene sosial dipelihara; ikatan melalui garis
in the affairs of the living”. Definisi di atas keturunan dieratkan; dan kesadaran akan
agaknya serupa dengan pandangan akar jati diri bersama sebagai kelompok
Dhavamony (1995) yang mencoba dijaga. Dalam konteks yang lebih spesifik,
menjelaskan dengan lebih spesifik bahwa ritual kemudian menjadi wahana untuk
pemujaan leluhur merupakan suatu mempertegas eksistensi otoritas dan
kumpulan sikap, kepercayaan dan praktik struktur sosial dalam masyarakat
yang berhubungan dengan pendewaan (Dillehay, 1990).
orang-orang yang sudah meninggal dalam Hastorf (2003: 306) menyatakan
satu komunitas, khususnya dalam kaitan bahwa identitas individu dan kelompok
dengan hubungan kekeluargaan. Paul saling kait mengkait dan bahwa karakter
Radin (1991) mengemukakan bahwa khusus tersebut dibentuk oleh relasi-relasi
pemujaan leluhur adalah bentuk-bentuk antara manusia dan budaya bendawi dalam
ritual yang menyamakan leluhur, dari garis lingkungannya. Melalui kaitan antara
keluarga atau komunitas, dengan roh atau identitas individu dan kelompok inilah
dewa. Pijakan utama konsep pemujaan memori kolektif memainkan peran sosial-
leluhur memang diletakkan pada rangkaian nya sebagai elemen yang menyatukan
tindakan yang bertujuan melestarikan aspek ideologis dalam ruang komunitas
kehadiran leluhur dalam kehidupan dengan ragam budaya bendawi terkait.
keseharian individu dan kelompok yang Keberadaan benda-benda spesifik yang
masih hidup. menjadi penanda karakteristik kelompok
Tradisi dan ritual pemujaan leluhur dapat dipandang sebagai materialisasi
memang telah menjadi bagian penting identitas yang menjadi wahana untuk
dalam mekanisme sosial masyarakat secara mengikat kebersamaan komunal (De
universal. Di mana pemujaan leluhur tidak Marrais, 1996). Pemujaan leluhur beserta
semata dipandang sebagai praktik religi segenap ritual dan budaya bendawi terkait,
dengan nuansa abstrak namun meluas dapat dipahami sebagai salah satu mani-
menjadi bagian dari mekanisme kontrol festasi atas konsep kompleks dimaksud.
sosial untuk mengikat kebersamaan seba-
gai kelompok dan komunitas. Kehadiran B. HASIL DAN BAHASAN
leluhur dipandang sebagai elemen yang 1. Pemujaan Leluhur: Tinjauan Lintas
menghadirkan memori kolektif tentang Budaya
asal-usul sebagai satu kelompok. Leluhur
dan kompleksitas tradisi dan ritual yang Pemujaan leluhur sebagai fenomena
melingkupinya dikonstruksi secara sosial budaya memang merupakan praktik yang
sebagai wahana yang melegitimasi masa universal sifatnya. Bentuk-bentuk tindakan
lalu dalam konteks kekinian (Connerton, khas ini dikenal sejak masa lalu pada
1989). Melalui kehadiran leluhur dalam beragam komunitas di berbagai belahan
struktur sosial, garis keturunan mendapat- dunia. Kebudayaan Cina misalnya yang
kan legitimasinya atas berbagai aspek dikenal sebagai salah satu acuan sejarah
kehidupan mencakup politik hingga budaya dunia, menempatkan pemujaan
ekonomi. Dengan demikian, tradisi dan leluhur sebagai salah satu elemen sentral
ritual mewujud sebagai bentuk representasi yang tertua. Leluhur menjadi tempat untuk
simbolis yang dikonstruksi untuk mengha- meminta nasihat dan petunjuk yang hadir
dirkan konsep dimaksud dalam ruang dan dalam bentuk ramalan-ramalan tradisional.
waktu yang berbeda (Leach, 1968). Ragam Menimbang penghormatan kepada orang
praktek khas ini menjadi mata rantai yang tua adalah salah satu inti dari ajaran-ajaran
menghubungkan satu generasi ke generasi klasik di Cina seperti Konfusianisme, ma-
lainnya dalam satu ikatan identitas (Bell, ka ritual dalam bentuk pemujaan leluhur
1992). Melalui ritual, relasi dan ikatan tampil dengan cukup dominan (Carpenter,
1996: 503-517).

Balai Pelestarian Nilai Budaya Bandung 2012


Pemujaan Leluhur di Kepulauan… (Marlon NR Ririmasse) 395

Pemujaan leluhur juga dipraktikkan bentuk-bentuk pola hias berkarakter


di Jepang untuk mengembangkan perasaan totemik. Karya seni dalam sudut pandang
kekeluargaan yang kuat. Pemujaan suku Yolngu adalah perlambang kehadiran
terhadap leluhur kerajaan dan keluarga leluhur dari masa lalu pada masa kini.
merupakan unsur yang penting dalam Ragam representasi visual tentang leluhur
agama Shinto. Dalam pemahaman khas juga dipandang sebagai wahana utama
dimaksud, kematian dipandang sebagai dimana gagasan dan pengetahuan tentang
jalan bagi manusia untuk menjadi kami, leluhur di masa lalu diteruskan dari satu
unsur yang transenden, namun diyakini generasi ke generasi yang lain (Morphy,
tetap aktif di antara mereka yang hidup. 1993).
Upacara kerajaan dan keluarga biasanya Pemujaan leluhur juga dipraktikkan
ditujukan kepada para leluhur selain kepa- secara luas di wilayah Kepulauan Asia
da para dewa (kami-dana) (Dhavamony, Tenggara. Berbagai komunitas tradisional
1995). yang mendiami wilayah ini memiliki
Orang-orang Maya di Semenanjung tradisi yang lekat dengan komemorasi
Yucatan dan Dataran Tinggi Guetemala, leluhur dalam kehidupan sehari-hari.
Amerika, memiliki tradisi yang melekat Bentuk-bentuk praktik pemujaan yang
dengan kehadiran leluhur dalam kehidupan ditampilkan juga sangat beragam. Baik
sehari-hari. Jasad leluhur biasanya dalam aspek profil ritual maupun
disimpan di bawah lantai rumah, di dalam representasi material atas praktik khas ini.
struktur tembok-tembok pemukiman, Masyarakat Boronadu di Nias, Pantai Barat
hingga pada piramida dengan aneka Sumatera misalnya, di masa lalu selalu
ukuran di tengah pemukiman. Sebuah menyimpan patung perwujudan nenek
fenomena yang kiranya serupa dengan moyang yang dikenal sebagai Adu Nuwu
profil raya budaya Mesir yang juga mem- (Sonjaya, 2008). Orang Pakpak di
bangun piramida sebagai bentuk ingatan Sumatera Utara juga mengenal kome-
bersama terhadap firaun (Dhavamony, morasi leluhur melalui pengarcaaan si mati
Ibid). yang dikenal sebagai Mejan. Objek ini
Suku-suku tradisional di Afrika juga merupakan arca batu dengan bentuk
menempatkan roh-roh leluhur sebagai manusia yang menunggang kuda atau
elemen utama yang mengatur kehidupan gajah. Terkait dengan kematian dan
sosial masyarakat. Mizimu (roh-roh penguburan kedua, Mejan seringkali juga
leluhur) menjadi kepercayaan yang menjadi media untuk berhubungan dengan
menyatukan kelompok-kelompok suku roh leluhur (Wiradnyana, 2011: 178).
yang hidup menyebar di Tonga. Karenanya Demikian halnya dengan masyarakat
hubungan keluarga dan kekerabatan tradisional Kodi dan Anakalang di Pulau
menjadi faktor penentu dalam penentuan Sumba yang mengenal konsep rumah
leluhur. Dengan otoritas ini penghormatan leluhur atau uma. Keberadaan uma
dengan sendirinya datang dari garis dipandang sebagai locus keluarga pertama
keturunan. Karenanya pemujaan leluhur yang menjadi cikal bakal dari seluruh
menjadi salah satu praktik sosial yang keluarga yang ada dalam komunitas.
membangun solidaritas kelompok dalam Karena itu benda-benda berharga dan
masyarakat Afrika (Dhavamony, Ibid.). keramat yang menjadi wahana ritual desa
Masyarakat Walbiri di Australia biasanya disimpan di rumah ini. Praktik
bahkan memiliki keyakinan yang terbilang pemujaan leluhur pada masyarakat
unik. Dalam kosmologi komunitas ini tradisional di Sulawesi bisa diamati pada
leluhur dipercaya hidup dalam alam mimpi masyarakat Toraja. Selain memuja
atau siklus waktu nenek moyang yang Penguasa Langit (Puang Matua) dan
dikenal sebagai djugurba. Figur-figur Penguasa Bumi (Puang Titanan Tallu),
leluhur kemudian divisualisasikan melalui komunitas tradisional Toraja juga memuja

2012 Balai Pelestarian Nilai Budaya Bandung


396 Patanjala Vol. 4, No. 3, September 2012: 391-406

leluhur yang biasanya disebut sebagai berubah dalam empat abad ke depan
Tomebali Puang. Praktik komemorasi menyusul masuknya pengaruh Islam dan
leluhur ini jelas ditunjukkan lewat praktik diluaskannya ajaran Nasrani oleh
upacara adat yang dikenal sebagai rambu Pemerintah Hindia Belanda. Masuk dan
solok (Mahmud, 2008: 161). Manifestasi berkembangnya pengaruh Islam ini tidak
material atas penghargaan kepada leluhur lepas dari keberadaan Kepulauan Maluku
ini dapat diamati lewat keberadaan Tau-tau Tenggara sebagai salah satu kawasan
yang terkenal dan Simbuang: objek dengan sumber komoditi eksotik di Kepulauan
bentuk serupa menhir yang didirikan pada Maluku. Jika Banda menjadi kawasan
lokasi ritual. Masyarakat tradisional Toraja sumber untuk pala dan Maluku Utara
memang meyakini bahwa leluhur mereka menjadi produsen utama cengkeh, maka
datang dari utara dan membawa serta Kepulauan Maluku Tenggara menjadi
kebudayaan dengan karakter megalitik wilayah penghasil untuk komoditi spesifik
(Mahmud, 2008: 166-167). seperti bulu burung cendrawasih dan
Pengaruh praktik pemujaan leluhur mutiara di Aru serta budak belian dan
ini juga meluas hingga ke pulau-pulau di aneka hasil laut di pulau-pulau lain.
Timur Nusantara dan menjangkau Pengaruh Islam umumnya menjangkau
Kepulauan Maluku Tenggara. Sampai pulau-pulau di sebelah timur seperti
dengan menjelang paruh pertama abad ke- Kepulauan Kei dan Kepulauan Aru. Para
20, pemujaan leluhur masih menjadi pedagang asal Jawa dan Makassar kiranya
rujukan utama dalam praktik religi berperan sebagai perantara yang
tradisional di kawasan ini. Jejak objek meluaskan pengaruh Islam di wilayah
yang kolosal dari praktik khas ini menjadi Maluku Tenggara.
penanda materi fenomena dimaksud. Orang-orang Eropa mencapai
Bukan semata besar dari segi jumlah Kepulauan Maluku pada abad ke-16 yang
namun juga meliputi sebarannya yang ditandai dengan kedatangan bangsa
menjangkau seluruh kawasan Kepulauan Portugis di Banda. Mereka juga
Maluku Tenggara. menjangkau Kepulauan Maluku Tenggara
dan sempat membangun benteng di Pulau
Kisar dan Pulau Wokam di Kepulauan
2. Tinjauan Historis Pemujaan Leluhur
Aru. Dengan kehadiran yang terhitung
di Kepulauan Maluku Tenggara sebentar, pengaruh Portugis tidaklah besar
Maluku Tenggara sejatinya memang di Kepulauan Maluku Tenggara. Adalah
merupakan kawasan kepulauan yang luas Bangsa Belanda yang kemudian merubah
dan kompleks. Membentang antara Timor sejarah Kepulauan Maluku Tenggara
dan Papua, wilayah ini dibentuk oleh selama tiga abad ke depan. Setelah
beberapa kepulauan utama seperti mencapai Maluku dan menguasai Benteng
Kepulauan Tanimbar, Kei dan Aru di Portugis di Ambon pada tahun 1602,
ujung paling timur. Selain ketiga gugus hegemoni Belanda atas kepulauan rempah-
pulau tersebut, terdapat juga kelompok- rempah menjadi tertanam. Belanda hadir di
kelompok kepulauan yang lebih kecil di Maluku Tenggara pada permulaan abad
sebelah barat yang antara lain mencakup: ke-17. Mereka mencapai Kepulauan Kei
Kepulauan Babar, Kepulauan Leti Moa pada tahun 1606 sebelum kemudian
Lakor, serta Wetar dan pulau-pulau mencapai pulau-pulau di sebelah barat.
satelitnya. Dinamika sosial-politik berlangsung
Sebelum abad ke-15, religi fluktuatif hingga abad ke depan.
tradisional yang meliputi praktik pemujaan Perlawanan-perlawanan yang dilakukan
leluhur merupakan rujukan utama pada skala lokal membuat pemerintah
kepercayaan masyarakat di Kepulauan Hindia Belanda akhirnya memberlakukan
Maluku Tenggara. Kondisi ini berangsur kebijakan kawasan tertutup bagi

Balai Pelestarian Nilai Budaya Bandung 2012


Pemujaan Leluhur di Kepulauan… (Marlon NR Ririmasse) 397

Kepulauan Maluku Tenggara. Termasuk ruang pemukiman masa lalu di Kepulauan


pelarangan perdagangan antarpulau dalam Maluku Tenggara.
wilayah ini. Kepulauan ini kemudian Keberadaan leluhur bagi masyarakat
dilupakan selama hampir dua abad. Baru Maluku Tenggara di masa lalu memang
pada akhir abad ke-19 pemerintah kolonial esensial. Mereka dipuja sebagai sumber
menerapkan kebijakan Pasifikasi, yang asal- usul dan jati diri. Dalam konsep religi
membuka kembali wilayah ini. Menjadi tradisional setempat, leluhur juga diyakini
bagian dari kebijakan ini adalah upaya memiliki kuasa untuk mengatur nasib
sipilisasi bagi masyarakat dengan komunitas yang masih hidup. Meski tak
menginisiasi pendidikan dan meluaskan kasat mata, kehadiran leluhur diyakini
ajaran agama Kristen. Pada titik ini menentukan keberlangsungan kehidupan
aktivitas para misionaris Katolik dimulai alam semesta. Sebagaimana terekam dalam
dan terbukti cukup efektif merangkul berbagai catatan etnohistoris para
penduduk setempat (De Jonge dan van misionaris dan pegawai Hindia Belanda,
Dijk, 1995). pemahaman atas kosmologi tradisional
Adalah melalui para misionaris masyarakat di Maluku Tenggara kiranya
Katolik ini juga gambaran tentang religi merupakan pintu untuk memahami
tradisional di Kepulauan Maluku Tenggara eksistensi leluhur di wilayah ini.
dapat diamati. Sebelumnya, mulai dari Kosmologi dan Leluhur
awal Masehi hingga abad ke-16, bisa
Dalam pengertian yang paling
dikatakan tidak ada catatan yang mampu
sederhana pada kosmologi tradisional di
menjadi rujukan untuk mengetahui praktik Maluku Tenggara, seorang individu bisa
religi tradisional pada masa itu. Nama- dipandang sebagai perpaduan dua elemen
nama seperti Heymering, Luyke, Bar, dan
utama: yang pertama adalah elemen yang
Dommers termasuk dalam kelompok dikenal sebagai mormorsol yang secara
misionaris awal. Sementara Drabbe
harafiah dapat diartikan sebagai kekuatan
mewakili misionaris Katolik yang banyak vital. Elemen kedua disebut sebagai dmeir
memberi sumbangan besar bagi pengetahu- dan dapat diartikan sebagai ‘kedirian’.
an budaya di wilayah ini. Termasuk hal-hal
Mormorsol adalah bagian dari individu
yang terkait dengan religi tradisional.
yang mewujud dalam bentuk fisikal dan
Tentu selain para misionaris, para pegawai
dapat diamati pada manusia dalam bentuk
Pemerintah Hindia Belanda seperti Riedel, pertumbuhan dan perkembangan tubuh
Schaade dan Gooszen menjadi pihak-pihak serta dinamika gerak badan. Kehadiran
yang banyak memberi kontribusi
mormorsol pada seorang laki-laki secara
pengetahuan budaya di Kepulauan Maluku khusus ditunjukkan dengan desah nafas
Tenggara (Ririmasse, 2011).
dan degup jantung. Elemen ini memang
Catatan dan hasil kajian mereka terkait erat dengan darah (Ririmasse, 2011;
menjadi sumber tentang bagaimana de Jonge dan van Dijk, 1995).
sebelum kedatangan Islam dan meluasnya
Dmeir adalah bagian yang jauh lebih
pengaruh agama Kristen, religi tradisional rumit dan mengacu pada bagian dari
menjadi rujukan utama bagi seluruh
individu yang tidak melekat pada aspek
penduduk yang mendiami wilayah luas ini. fisik dan terkait dengan jati diri seseorang.
Eksistensi kepercayaan setempat ini uta-
Dalam praktiknya terdapat dua aspek yang
manya ditunjukan pada keberadaan membentuk elemen ini. Pertama bahwa
patung-patung dewa dan leluhur yang aspek ini mengacu pada karakteristik
dipuja baik dalam lingkup keluarga
personal sesesorang yang terkait dengan
maupun secara komunal dalam lingkup nama, bentuk wajah, suara, bentuk tubuh
desa. Itulah mengapa altar dan mezbah dan bayangan dari tubuh itu sendiri.
untuk pemujaan biasanya didirikan di Masyarakat tradisional umum menyebut
tengah desa jika mengacu pada rencana aspek ini sebagai ‘bayangan’ atau ‘roh’

2012 Balai Pelestarian Nilai Budaya Bandung


398 Patanjala Vol. 4, No. 3, September 2012: 391-406

dan lebih terkait dengan identitas sosial nasib baik bagi kelangsungan kehidupan di
seseorang. Dmeir sangat berhubungan desa. Dalam upacara ini, patung-patung
dengan reputasi, imaji seseorang dalam leluhur ditempatkan di atas altar berbentuk
masyarakat. Hal penting yang struktur batu yang berada di tengah-tengah
membedakan antara dua elemen ini adalah desa (Ririmasse, 2011).
bahwa apa yang dsebut sebagai dmeir Praktik pemujaan leluhur dan religi
seseorang bersifat abadi. Setelah kematian tradisional ini baru mulai berangsur hilang
dmeir diyakini tetap tinggal dalam pada akhir abad ke-19 hingga pertengahan
masyarakat meski fisik meluruh seiring abad ke-20. Kondisi ini merupakan
tubuh yang musnah (Ririmasse, Ibid; de dampak dari kebijakan Pasifikasi yang
Jonge dan van Dijk, Ibid.). dilakukan Pemerintah Kolonial. Selain
Eksistensi dmeir bersifat kekal. mendorong peningkatan kesejahteraan dan
Karena itu masyarakat Maluku Tenggara pendidikan sebagai bagian dari politik etis,
kemudian membuat patung kayu sebagai Pemerintah Kolonial juga mendorong
wahana bagi roh si mati untuk berdiam. penyebaran agama Kristen untuk memper-
Melalui keberadaan aneka patung ini, kenalkan ‘peradaban’ bagi masyarakat
komunikasi antara mereka yang hidup tradisional di wilayah ini. Ekses dari
dengan si mati dapat dilanjutkan. Kehadir- penyebaran agama Kristen dan kehadiran
an patung-patung ini dalam lingkup para rohaniwan ini sangatlah terasa bagi
masyarakat dipandang setara dengan keberadaan religi tradisional yang telah
kehadiran figur leluhur yang dipuja itu berlangsung berabad-abad. Setelah meme-
sendiri. Patung-patung ini biasanya luk agama Kristen, masyarakat dilarang
ditempatkan di bagian bubungan rumah untuk menyimpan dan membuat patung-
untuk tingkat keluarga. Pada tingkat desa patung leluhur ini karena dipandang
biasanya patung ini diletakkan di rumah bertentangan dengan ajaran Nasrani. Para
keluarga yang dipandang menjadi misionaris Protestan adalah kelompok
keturunan langsung pendiri desa. Di rohaniwan yang paling keras menerapkan
beberapa tempat, seperti di Kepulauan kebijakan ini. Ribuan patung-patung
Babar, patung-patung leluhur ini juga bernilai seni dan sejarah tinggi ini
disimpan dalam gua-gua yang berada di dimusnahkan. Ribuan lainnya diangkut ke
dekat desa. Dengan pencahayaan yang Eropa dan menjadi koleksi museum dan
minimal, suasana mistis muncul sebagai kolektor pribadi (Ririmasse, 2011).
kondisi yang dibutuhkan untuk Kini, patung-patung leluhur yang
berkomunikasi dengan leluhur (Ririmasse, berasal dari abad silam sudah hampir
2011; de Jonge dan van Dijk, 1995). hilang sama sekali dari Kepulauan Maluku
Biasanya patung-patung ini dikelu- Tenggara. Keberadaan aneka karya seni
arkan hanya pada saat dilangsungkan tinggi ini hanya dapat ditelusuri pada
upacara adat besar bagi desa. Di Dawera berbagai koleksi museum dan kolektor
dan Dawelor biasanya patung-patung pribadi. Museum-Museum di Eropa adalah
leluhur dikeluarkan pada saat upacara institusi yang banyak menyimpan patung-
kesuburan besar yang dikenal sebagai patung asal Maluku Tenggara dengan
porka. Dalam upacara ini kehadiran karakter khas ini. Sementara dalam lingkup
seluruh anggota masyarakat adalah nasional, Museum Negeri Siwa Lima di
keharusan. Baik mereka yang masih hidup Ambon menjadi rumah bagi berbagai
ataupun yang telah mati. Kehadiran para patung serupa. Jejak lain dapat diamati
leluhur dan keluarga yang telah meninggal melalui keberadaan ragam struktur altar di
dalam rangkaian upacara besar ini diwakili tengah desa di berbagai lokasi di Maluku
oleh keberadaan patung-patung khas Tenggara yang telah banyak kehilangan
tersebut. Keberadaan mereka dalam nilai fungsi aslinya.
upacara ini diyakini memberi restu dan

Balai Pelestarian Nilai Budaya Bandung 2012


Pemujaan Leluhur di Kepulauan… (Marlon NR Ririmasse) 399

Keberadaan objek-objek spesifik ini


kiranya menjadi penanda materi atas Patung Leluhur di Pulau Lakor: Berawal dari
fenomena pemujaan leluhur masa lalu di Wanita
Kepulauan Maluku Tenggara. Selain Komunitas tradisional yang
merepresentasikan figur leluhur, eksistensi mendiami Kepulauan Leti Moa Lakor
benda-benda ini sejatinya juga menjadi menganut garis keturunan matrilineal,
wahana representasi identitas bagi dimana keturunan melalui garis wanita
kelompok masyarakat di Kepulauan menjadi acuan. Representasi material atas
Maluku Tenggara. Aspek-aspek spesifik penggambaran leluhur juga mengacu pada
terkait jati diri si mati dimaterialisasi konsep ini, sebagaimana teramati dalam
sebagai media untuk menciptakan ikatan aneka patung ‘nenek moyang’. Patung-
komunal bagi kelompok masyarakat yang patung leluhur yang dipandang paling
menjadi keturunannya. Karakter geografis penting dalam konstruksi budaya masya-
Maluku Tenggara yang memiliki profil rakat di gugus pulau ini adalah patung
kepulauan yang luas dan kompleks, nenek moyang pertama. Masyarakat
tergambar juga dalam luasnya variasi biasanya menyebut patung ini sebagai luli.
representasi material wahana pemujaan Dalam bahasa setempat luli juga diartikan
leluhur. Setiap pulau dan kepulauan serta sebagai keramat. Oleh para pemerhati studi
setiap komunitas, menampilkan bentuk- budaya, patung-patung luli ini dipandang
bentuk materialisasi leluhur yang sebagai salah satu representasi seni kriya
bervariasi satu sama lain mengacu pada terbaik dalam kawasan Maluku Tenggara.
latar narasi sejarah budaya masing-masing. Penggambaran luli seringkali dalam
gaya yang memadukan antara realisme dan
2. Wahana Pemujaan Leluhur di Kepulauan abstrak yang kaya simbol. Gaya realisme
Maluku Tenggara dapat diamati dari bentuk yang berupaya
menampilkan figur antromorfik. Sementara
Beragamnya manifestasi wahana
gaya abstrak dapat diamati dari
pemujaan leluhur kiranya merupakan
penggambaran yang memadukan elemen
konsekuensi atas geografi kawasan yang
antromorfik dengan bentuk-bentuk seperti
berkarakter kepulauan. Dengan eksistensi
perahu dan pohon. Patung-patung ini
komunitas dalam kawasan yang menyebar,
memang kaya dengan makna simbolik.
variasi dalam representasi adalah wajar.
Luli, sebagai penggambaran leluhur
Fenomena ini tergambar dalam perbedaan
wanita, biasanya lekat dengan simbol
visualisasi antara pulau-pulau di sebelah
kesuburan. Hal ini dapat diamati dari
barat yang mencakup antara lain Lakor dan
upaya menggambarkan elemen seperti
Damar, dengan pulau-pulau di sebelah
payudara secara nyata pada patung ini.
Timur yang mencakup Tanimbar dan Kei.
Bentuk perahu seringkali secara simbolis
Karakter genealogis di sebelah barat
diwakili oleh bentuk tangan patung yang
melekat pada garis keturunan perempuan.
direntangkan melebar. Perahu dalam
Itulah mengapa patung leluhur yang
konsepsi budaya tradisional masyarakat
ditampilkan biasanya mencerminkan profil
Maluku Tenggara memang identik dengan
seorang wanita. Pada pulau-pulau di
kesuburan dan lahirnya kehidupan baru.
sebelah timur, laki-laki menjadi panduan
Wanita dipandang sebagai sebuah perahu,
garis keturunan. Karena itu figur patung
yang menyusul kehadiran laki-laki sebagai
leluhur adalah maskulin sifatnya. Lepas
nakhoda, akan melahirkan satu kehidupan
dari perbedaan secara konseptual dan
baru sebagai perpaduan unsur keduanya.
fisikal, representasi aneka patung leluhur
Perahu juga seringkali dipandang sebagai
ini juga melekat dengan nuansa ideologis-
perlambang rahim. Wahana kelahiran
simbolis yang melingkupinya sebagaimana
sebuah kehidupan baru. Konsep tentang
diulas di bawah ini.
kesuburan juga diwakili oleh motif pohon.

2012 Balai Pelestarian Nilai Budaya Bandung


400 Patanjala Vol. 4, No. 3, September 2012: 391-406

Biasanya motif ini diterakan sebagai (Sumber: Koleksi Museum Etnologi


bagian dari luli untuk mempertegas fungsi Nasional Leiden)
simboliknya yang lekat dengan tema
kesuburan. Pada beberapa patung luli motif Leluhur di Damar: Represtasi pada Patung
pohon justru tampil sebagai elemen sentral. Papan
Figur manusia kemudian ditampilkan
misalnya dengan menerakan tangan yang Konsep tentang leluhur di Damar
keluar terbentang dari motif pohon ini. sejatinya hampir serupa dengan apa yang
Walau memiliki berbagai variasi, ditemukan di Lakor. Di Damar, garis
luli senantiasa memiliki makna yang baku. keturunan juga ditarik dari wanita. Karena
Hadir sebagai representasi leluhur yang itu representasi patung leluhur juga
memberi status bagi keturunannya. Kedu- diwakili oleh karakter leluhur wanita.
dukan keluarga yang menjadi keturunan Aspek yang membedakan antara Damar
sang leluhur biasanya ditampilkan secara dan Lakor adalah cara penggambaran.
menyolok dalam penggambaran patung. Dimana, jika di Lakor representasi
Fenomena ini antara lain ditunjukkan digambarkan dalam bentuk patung lepas,
dengan penggambaran motif hiasan kepala maka di Damar figur leluhur ditampilkan
emas yang merupakan perlambang marna, dengan bentuk patung yang dilekatkan
kelompok keluarga bangsawan setempat. pada papan kayu berhias.
Beberapa patung lain juga menampilkan Motif yang ditampilkan pada patung
motif mas tanduk, yaitu kalung mas yang leluhur di Damar serupa dengan apa yang
biasanya digunakan kelompok keluarga ditampilkan di Lakor. Pola hias tumbuhan,
bangsawan. Dengan nilai sakral yang pohon dan perahu, diterakan menyatu
dimiliki, luli biasanya diberi tempat khusus dengan figur manusia. Dengan demikian
di dalam rumah. Bentuknya seringkali makna simbolik yang dikandung juga
berupa altar kecil atau tempat khusus pada masih memilki relevansi. Elemen seperti
bubungan rumah. Sudah menjadi kebi- pohon, perahu dan wanita, adalah
asaan ketika keluarga berkembang dan perlambang kesuburan. Menggambarkan
membentuk sebuah desa, maka luli akan potensi untuk memberikan kehidupan baru
ditempatkan pada ‘rumah tua’ yang dalam penyatuan dengan unsur laki-laki.
dianggap mewakili asal usul seluruh Patung leluhur di Damar juga dipandang
keluarga. sakral dan diberi tempat yang khusus baik
di rumah dan lingkup komunitas desa.

Foto 1. Luli Koleksi Museum Etnologi


Nasional di Leiden yang Berasal
Foto 2. Patung Leluhur dari Pulau Damar
dari Kepulauan Leti

Balai Pelestarian Nilai Budaya Bandung 2012


Pemujaan Leluhur di Kepulauan… (Marlon NR Ririmasse) 401

Tavu: Altar Leluhur di Kepulauan Tanimbar


Representasi patung leluhur dari
Kepulauan Tanimbar ini barangkali adalah
yang paling terkenal di antara varian-
varian tema serupa dalam kawasan. Bagi
mereka yang menaruh minat pada sejarah
budaya Kepulauan Maluku Tenggara tentu
memahami objek terkenal ini. Salah satu
tavu yang paling popular kini menjadi
koleksi Museum Etnologi Nasional Leiden
di Negeri Belanda. Foto 3. Pola Hias pada Salah Satu Tavu
Tavu adalah patung papan dengan Asal Tanimbar
gaya dua dimensi yang direka sebagai Figur dan pola hias yang
wahana pemujaan leluhur di Kepulauan ditampilkan pada tavu bisa sangat
Tanimbar. Biasanya direkayasa dengan beragam. Selain motif antromorfik, figur
tinggi antara satu hingga satu setengah hewan juga umum diterakan. Biasanya
meter dalam bentuk figur antromorfik hewan yang menjadi pilihan pola hias
dengan tangan terbentang. Menimbang adalah ayam dan ikan yang merupakan
konsep garis keturunan di Tanimbar yang perlambang pemburu dan prajurit. Sebuah
bersifat patrilineal, maka figur yang konsep yang juga umum dikenal di
dimunculkan biasanya laki-laki. Objek ini berbagai tempat di Kepulauan Maluku
menjadi bagian dari konstruksi fisikal pada Tenggara. Terdapat juga motif kerang yang
rumah tradisional di Tanimbar dan merupakan perlambang hasil buruan atau
seringkali diletakkan tepat setelah pintu kepala manusia. Pada beberapa tavu gigi
masuk. Hanya mereka yang memiliki latar geligi dari musuh yang dibunuh bahkan
belakang keluarga bangsawan yang boleh juga dilekatkan. Keberadaan elemen-
memiliki tavu dengan pola hias yang kaya elemen hias ini memang terkait erat
dan indah. dengan simbolisasi status keluarga.
Istilah Tavu dapat diartikan sebagai Mereka hadir sebagai wahana untuk
‘permulaan’ atau ‘asal’. Sebuah istilah menunjukkan kejayaan keluarga dan posisi
yang terkait dengan leluhur pertama yang yang terpandang dalam masyarakat.
menjadi cikal bakal pembentuk keluarga.
Pribadi yang dipandang mengumpulkan
beragam pusaka keluarga yang berharga. Sedeu: Patung-Patung Pendiri Desa di
Tavu berbeda dengan patung leluhur di Kepulauan Kei
Lakor dan Damar yang dipuja secara
Patung leluhur di Kepulauan Kei
mandiri. Tavu biasanya menjadi semacam
dikenal dalam bahasa setempat sebagai
altar pemujaan. Objek ini diletakkan
sedeu. Objek ini biasanya dipandang
menyatu dengan nampan berisi tulang
sebagai representasi leluhur pertama yang
leher leluhur yang telah meninggal
membentuk masyarakat dan mendirikan
bersama dengan patung-patung leluhur dari
desa. Struktur organisasi sosial yang ada di
masa yang lebih muda atau biasa disebut
Kei serupa dengan yang ada di Tanimbar.
walut. Pada tavu inilah kepala keluarga
Dimana garis keturunan dilekatkan melalui
atau kelompok biasanya duduk dalam
laki-laki. Karena itu sedeu biasanya
setiap pertemuan keluarga atau melakukan
merupakan perlambang leluhur laki-laki.
pemujaan dan membawa sesaji.
Sedeu biasanya dibuat dari bahan kayu
atau batu dengan tinggi yang bisa
mencapai satu setengah meter. Figur

2012 Balai Pelestarian Nilai Budaya Bandung


402 Patanjala Vol. 4, No. 3, September 2012: 391-406

leluhur digambarkan dalam bentuk patung terkait praktik ini telah punah.
antromorfik dengan posisi berdiri, duduk Keberadaan struktur altar ini adalah
atau memegang senjata. penting karena menjadi penanda material
Patung leluhur ini biasanya bahwa praktik-praktik religi tradisional
dipandang juga sebagai pelindung desa. Di pernah menjadi bagian dari profil sosial
masa lalu, biasanya patung-patung ini masyarakat di Kepulauan Maluku
diletakkan berdiri di atas altar yang Tenggara. Woma dan natar menjadi
dibangun di tengah-tengah desa. Tepat di penanda material, bagaimana wahana
samping mezbah atau batu penyembahan pemujaan leluhur ditempatkan dalam
dengan ukuran besar. Sayangnya, rencana ruang tradisional.
fenomena ini sudah tidak lagi ditemui di Tampil bervariasi antara satu pulau
Kepulauan Kei. Bahkan sejak satu abad dengan pulau lainnya, jelas terlihat bahwa
silam. Namun jejak-jejak altar yang pemujaan leluhur adalah bagian sentral
disebut dengan woma, masih dapat dari praktik religi tradisional pada masa
ditemukan. Patung-patung leluhur dari Kei lalu di Kepulauan Maluku Tenggara.
sendiri saat ini menjadi koleksi museum- Keberadaan patung-patung leluhur dalam
museum di Eropa. Salah satunya adalah berbagai ragam merupakan wahana
museum Etnologi Nasional Leiden di representasi figur leluhur bagi setiap
Negeri Belanda. Salah satu sedeu yang keluarga dan masyarakat. Penghormatan
terkenal adalah Werwat. Patung leluhur dan pemujaan umumnya ditujukan kepada
yang berasal dari Desa Gelanit di Kei leluhur pertama yang meletakkan dasar
Kecil dan kemudian dikoleksi dan dibawa bagi dibentuknya satu kelompok dan
ke Belanda oleh Goozsen pada awal abad komunitas. Kehadiran sturktur altar batu
ke-20. dalam rencana ruang tradisional
melengkapi jejak materi terkait praktik
Woma: Penanda Kehadiran Leluhur dalam kepercayaan tradisional ini. Eksistensi
Ruang objek-objek ini dalam berbagai manifestasi
Selain wahana dalam bentuk patung, materi merupakan penanda fisikal bagi
salah satu elemen lain terkait komemorasi identitas komunal di Kepulauan Maluku
leluhur di Kepulauan Maluku Tenggara Tenggara.
diwakili oleh keberadaan struktur batu
sebagai altar bagi patung-patung sakral
3. Pemujaan Leluhur dan Pengetahuan
tersebut. Biasanya struktur altar ini
Religi Tradisional: Perannya Bagi
dibentuk oleh batu yang disusun di tengah- Pengembangan Studi Arkeologi dalam
tengah desa. Istilah yang digunakan untuk Kawasan
altar ini beragam. Di Kepulauan Kei
biasanya disebut dengan Woma. Di Cakupan luas profil sejarah budaya
Kepulauan Tanimbar biasanya disebut pemujaan leluhur dan representasinya telah
sebagai Natar. Keberadaan struktur batu dibahas di atas. Dimana telah ditinjau latar
ini adalah sentral karena menjadi wahana historis praktik religi tradisional ini serta
dimana patung-patung leluhur dan dewa ragam manifestasi materi yang mewakili-
selalu diletakkan. Woma dan Natar nya. Lebih jauh juga telah dibahas aspek
senantiasa dipandang sebagai pusat desa. ideologis yang melatari praktik pemujaan
Axis mundus bagi setiap pemukiman leluhur dalam kawasan. Pertanyaan yang
tradisional. Pada lokasi struktur inilah masih harus dijawab adalah, terkait
biasanya aneka sesajen diletakkan sebagai bagaimana peran pengetahuan spesifik ini
bentuk penghormatan kepada leluhur. Saat bagi pengembangan studi arkeologi dalam
ini keberadaan woma dan natar masih kawasan.
dilestarikan, meski praktik pemujaan Salah satu penanda khas dalam
leluhur telah menghilang dan patung- kajian sejarah budaya di Kepulauan
Maluku Tenggara adalah keberadaan

Balai Pelestarian Nilai Budaya Bandung 2012


Pemujaan Leluhur di Kepulauan… (Marlon NR Ririmasse) 403

pemukiman kuna dari masa pra-kolonial. pada situs-situs spesifik di wilayah ini.
Profil khas aneka pemukiman ini adalah Pengetahuan konseptual terkait praktik
keletakannya yang berada di dataran tinggi khas ini merupakan unsur yang memberi
dengan akses minimal dari berkarakter nafas dan warna konseptual dan
defensif. Ciri khas sebagai tempat perta- kosmologis bagi kajian fisikal atas ruang
hanan ditunjukkan dengan keberadaan tradisional dalam arkeologi.
tembok keliling yang pada beberapa situs Aspek lain yang juga potensial
tingginya bisa mencapai 3 meter. Karakter untuk dikaji dalam studi arkeologi di
ini menjadi cetak biru rencana ruang Kepulauan Maluku Tenggara adalah terkait
pemukiman tradisional di Maluku Teng- dinamika sosial masa lalu dalam kawasan.
gara hingga kedatangan Orang Eropa. Religi tradisional dan perubahannya adalah
Dimana pada akhir abad ke-19 dan awal salah satu elemen sentral dalam tinjauan
abad ke-20 dikeluarkanlah kebijakan dinamika sosial di wilayah ini. Rentang
pasifikasi atas kawasan ini yang antara lain waktu yang baru berkisar satu hingga dua
mencakup relokasi pemukiman masyarakat abad lalu sejatinya menyisakan ruang yang
dari dataran tinggi ke kawasan pesisir. Tu- longgar untuk mendapatkan gambaran
juan relokasi ini adalah untuk mempermu- yang lebih nyata terkait proses perubahan
dah pengawasan pemerintah kolonial atas religi dalam kawasan. Kekayaan sumber-
masyarakat dalam kawasan (Ririmasse, sumber historis asing dapat menjadi
2010). rujukan utama untuk meninjau tema khas
Konsep pemukiman tradisional di ini. Pemujaan leluhur merupakan salah
Maluku Tenggara biasanya ditandai satu elemen sentral dalam aktivitas religi
dengan pembagian ruang yang mengacu tradisional di Maluku Tenggara masa lalu.
pada kosmologi perahu sebagai simbol. Karenanya pengetahuan atas praktik
Dimana rumah-rumah dari setiap kelom- pemujaan leluhur dan ragam representasi
pok keluarga (biasanya berjumlah empat materialnya merupakan masukan berharga
sampai lima) ditata sedemikian rupa bagi kedalaman kajian terkait dinamika
mengacu pada arah mata angin yang sosial masa lalu dalam kawasan ini.
dikenal dalam pelayaran (Ririmasse, Hal terakhir yang layaknya
2007). Pada pusat tata ruang tradisional ini dicermati adalah kondisi bahwa tinjauan
biasanya diletakkan sebuah altar yang atas praktik pemujaan leluhur di Maluku
dibentuk dari susunan batu sebagai pusat Tenggara merupakan bagian dari studi
desa. Adalah pada titik ini patung-patung sejarah budaya Austronesia yang menjadi
leluhur biasanya diletakkan di tengah- salah satu isu utama dalam studi arkeologi
tengah desa. Selain dalam bentuk altar, Asia-Pasifik. Aspek identitas merupakan
keberadaan pusat desa juga dapat diwakili salah satu unsur penting dalam studi
dari keberadaan rumah keluarga pertama diaspora Austronesia yang berskala kolosal
yang mendiami desa. Pada rumah inilah ini. Karena itu tinjauan atas aspek
aneka patung leluhur dan pusaka desa juga ideologis terkait asal usul dan hirarki sosial
bisa disimpan. menjadi elemen-elemen yang mendapat
Pengetahuan atas praktik pemujaan perhatian dalam studi ini. Kepulauan
leluhur dan manifestasi materinya, kiranya Maluku Tenggara merupakan rumah bagi
dapat memperkaya studi arkeologis atas kelompok bahasa Austronesia yang dikenal
berbagai situs bekas pemukiman kuna sebagai Central Malayo Polynesian dengan
yang tersebar luas di Kepulauan Maluku lebih dari 20 sub-rumpun bahasa. Upaya
Tenggara. Menimbang luasnya variasi spesifik untuk melekatkan tema Austro-
penerapan rencana ruang tradisional dalam nesia dalam studi Arkeologis di Maluku
kawasan, keberadaan pengetahuan spesifik Tenggara hampir belum pernah dilakukan.
terkait pemujaan leluhur dapat memper- Model pemujaan leluhur dan religi
tajam kedalaman kajian ruang tradisional tradisional dapat menjadi salah satu pintu

2012 Balai Pelestarian Nilai Budaya Bandung


404 Patanjala Vol. 4, No. 3, September 2012: 391-406

masuk untuk mengisi ruang kosong dinamika sosial masa lalu dalam kawasan
dimaksud. Identifikasi atas jejak budaya utamanya menyangkut pergeseran religi,
khas ini dan komparasi dengan kawasan ketiga, eksistensi pengetahuan spesifik ini
sekitar dapat menjadi wahana yang bagi kajian budaya penutur bahasa
memperkaya pengetahuan arkeologis Austronesia dalam kawasan khususnya
terkait diaspora penutur bahasa dalam kaitan dengan isu identitas dan
Austronesia di Asia Pasifik. ideologi cikal-bakal.

C. PENUTUP
DAFTAR SUMBER
Pemujaan leluhur adalah praktik
religi tradisional yang dianut secara Bell.C 1992.
universal. Diadopsi juga secara luas dalam Ritual Theory, Ritual Practice.
lingkup komunitas tradisional masa lalu di Oxford: Oxford University Press.
Asia Tenggara, pengaruh kepercayaan
khas ini juga menjangkau wilayah Carpenter, Mary Yeo. 1996.
Kepulauan Maluku Tenggara. Sebelum Familism and Ancestor
masuk dan meluasnya pengaruh Islam Veneration: A Look at Chinese
pada abad ke-15 dan ajaran Nasrani pada
Funeral Rites. Missiology 24.
abad ke-17, pemujaan leluhur merupakan
rujukan utama bagi praktik religi dalam
kawasan. Fenomena ini berlangsung Coe, K. 2003.
hingga menjelang paruh pertama abad ke- The Ancestress Hypothesis:
20 dan berangsur menghilang meyusul Visual Art as Adaptation. New
kebijakan pasifikasi yang diterapkan Jersey: Rutgers University Press.
Pemerintah Hindia Belanda.
Bukti-bukti materi religi tradisional Connerton, Paul.1989.
ini ditunjukkan dengan keberadaan patung- How Societies Remember.
patung leluhur yang menjadi wahana Cambridge: Cambridge Univer-
utama praktik pemujaan. Mereka direka sity Press.
dalam berbagai variasi formal dan
dilekatkan dengan aspek ideologis-
simbolis terkait sejarah dan asal-usul De Marrais, E. et. al. 1996.
komunitas. Keberadaan struktur altar batu Ideology, Materialization, and
sebagai bagian dari rencana ruang Power Strategies. Current
tradisional juga menjadi bukti lain atas Anthropology Vol. 37. No. 1.
praktik pemujaan leluhur di Kepulauan Chicago: University of Chicago
Maluku Tenggara. Kehadiran ragam jejak Press. pp. 15-31.
fisikal ini dapat dipahami sebagai bentuk
materialisasi identitas yang melekatkan Dhavamony, M. 1995 .
kebersamaan komunal dan melegitimasi Fenomenologi Agama. Yogya-
eksistensi leluhur dengan kelompok karta: Kanisius.
keturunan yang masih hidup hingga saat
ini.
Dalam kaitan dengan pengembangan Dillehay, T.D. 1990.
studi arkeologi dalam kawasan, pengetahu- Mapuche ceremonial landscape,
an atas praktik pemujaan leluhur ini dapat social recruitment, and resource
memperkaya dan memperdalam kajian rights. World Archaeology. Vol.
arkeologis terkait tiga aspek yaitu: 22.No 2. Pp 223-241.
pertama, studi pemukiman masa lalu
khususnya dari masa pra-kolonial, kedua, Hastrof, C.A. 2003.

Balai Pelestarian Nilai Budaya Bandung 2012


Pemujaan Leluhur di Kepulauan… (Marlon NR Ririmasse) 405

Community with the ancestors: Arkeologi Pulau-Pulau Terdepan


Ceremony and social memory in di Maluku: Sebuah Tinjauan
the middle formative at Chiripa Awal. Kapata Arkeologi Vol. 6
Bolivia. Journal of Anthropolo- No. 10. Ambon: Balai Arkeologi
gical Archaeology (22).4: 305- Ambon.
332.
----------------. 2011.
Kusumawati, Ayu. Tanpa tahun. Laut untuk Semua: Materialisasi
Aspek Religi Megalitik Budaya Bahari di Kepulauan
Doromanto dan So Langgodu, Maluku Tenggara. Makalah
kecamatan Hu’u, Kabupaten disajikan dalam Evaluasi Hasil
Dompu, NTB. Penelitian Arkeologi 2011.
Banjarmasin.
David L. Sills (ed.). 1968.
International Encyclopedia of ----------------. Tanpa tahun.
Social Sciences. New York: Koleksi Budaya Bendawi Maluku
Macmillan and Free Press , vol. Tenggara di Museum Etnologi
13: 520-526. Nasional Leiden (dalam
persiapan).
Mahmud, Irfan. 2008.
Austronesian Cultural Traditions Sonjaya, Jajang. 2008.
among the Toraja Tribe. Melacak Batu, Menguak Mitos.
Austronesian in Sulawesi.
Simanjuntak, Truman (Ed.). Wiradnyana, Ketut. 2011.
Yogyakarta: Galang Press. Prasejarah Sumatera Bagian
Utara: Kontribusinya pada
Radin, Paul. 1957. Kebudayaan Kini. Jakarta:
Primitive Religion: It’s Nature Yayasan Obor Indonesia.
and Origin. Dover: Dover
Publications.

Ririmasse, M. 2008.
Visualisasi tema perahu dalam
rekayasa situs arkeologi di
Maluku. Dalam Naditira Widya
Volume 2 No. 1. Banjarmasin:
Balai Arkeologi Banjarmasin.

----------------. 2007.
Ruang Sebagai Wahana Makna:
Aspek Simbolik dalam Rekayasa
Pemukiman Kuna di Maluku.
Kapata Arkeologi Vol. 3 No. 6.
Ambon: Balai Arkeologi Ambon.

----------------. 2010.

2012 Balai Pelestarian Nilai Budaya Bandung

Anda mungkin juga menyukai