Abstrak
Pemujaan leluhur adalah salah satu aspek penting dalam konstruksi sosial
masyarakat masa lalu di Kepulauan Maluku Tenggara. Model kepercayaan tradisional ini
berlangsung setidaknya hingga pergantian abad ke-20 menyusul introduksi agama
modern di wilayah ini. Praktek pemujaan leluhur juga dimanifestasi secara materi dalam
ragam produk budaya masa lalu di Kepulauan Maluku Tenggara. Tulisan ini mencoba
untuk meninjau kembali aktivitas pemujaan leluhur masa lalu dalam kawasan dan secara
khusus berusaha mengamati bentuk-bentuk representasi material atas aktivitas khas ini.
Diskusi atas peran tema spesifik ini dalam studi arkeologi akan dihadirkan untuk
melengkapi opsi tema penelitian yang sejalan dengan karakter Kepulauan Maluku
Tenggara. Observasi lapangan dan studi pustaka dipilih sebagai pendekatan dalam kajian
ini. Hasil penelitian menemukan bahwa pemujaan leluhur dipraktekkan secara luas pada
masa lalu di Kepulauan Maluku Tenggara. Wahana pemujaan umumnya ditampilkan
dalam bentuk patung dengan ciri beragam antarsatu komunitas dengan komunitas lainnya
serta berasosiasi dengan rencana ruang tradisional. Akhirnya, pengetahuan spesifik terkait
religi masa lalu ini dapat menjadi wahana untuk memperkaya kedalaman kajian arkeologi
dan sejarah budaya dalam kawasan.
Abstract
Ancestor worship is one of the important aspects in social construction of past society in
Southeast Maluku Islands. This traditional model of beliefs lasted, at least, up to the
change of 20th century following the introduction of modern religions in the region. It is
manifested materially in various products of past culture. The purpose of this research is
to review past ancestor-worship activities in the region and, specifically, try to observe
forms of material representations of this unique activity. The author presents discussion
on the role of this specific theme in archaeological study in line with characteristics of
the Southeast Maluku Islands. Field observation and bibliographical study are chosen for
this study. The author finds that ancestor worship was practiced vastly in Southeast
Maluku Islands in the form of statues that had various characteristics from one
community to another, and it was associated with the traditional space design. It is hoped
that this research would become a way to enrich the depth of archaeological study and
culture history in a region.
studi arkeologi dan sejarah budaya pandang ini, keterkaitan antarindividu dan
dalam kawasan? kelompok menjadi lebih kompleks karena
direkat dengan pertimbangan aspek sosial,
Mengacu pada permasalahan yang
ekonomi, politis hingga historis.
diajukan di atas, maka tujuan penelitian ini
Persamaan kebutuhan dan kepentingan
adalah: Pertama, mengetahui latar historis
menjadi faktor utama bagi individu pun
pemujaan leluhur masa lalu di Kepulauan
kelompok di masa lalu untuk membentuk
Maluku Tenggara; Kedua, menemukan
suatu komunitas pertama.
bukti-bukti materi terkait praktik khas ini;
Peran individu dan kelompok
Ketiga, mengidentifikasi peran khas
pertama ini dapat dianalogikan sebagai
pengetahuan spesifik ini bagi
founding fathers atau para pendahulu yang
pengembangan studi arkeologi dan sejarah
menjadi penggagas dibentuknya suatu
budaya dalam kawasan.
komunitas. Seiring waktu ketika jumlah
Proses pengumpulan data dalam
anggota bertumbuh dan berganti dalam
kajian ini dilakukan dengan dua
lintas generasi, para pionir ini seringkali
pendekatan yaitu survei dan studi pustaka.
tetap memiliki peran sentral dalam
Data yang dikumpulkan melalui survei
komunitas dan menjadi acuan utama dalam
merupakan kompilasi data yang dihimpun
meninjau asal-usul suatu kelompok.
melalui beberapa kegiatan pengamatan di
Leluhur (ancestor), sejatinya memang
lapangan. Dalam kegiatan survei ini yang
telah menjadi bagian penting dalam
menjadi perhatian adalah objek-objek yang
konstruksi sejarah budaya manusia. Hal ini
memiliki keterkaitan dengan praktik
dapat diamati lewat ragam bentuk
pemujaan leluhur masa lalu. Studi pustaka
penghormatan kepada leluhur dan aneka
dilakukan untuk meninjau segenap data
ritual kompleks yang melingkupinya,
sejarah dan budaya terkait praktik spesifik
sebagai fenomena yang ditemukan di
ini di masa lalu. Tinjauan pustaka juga
berbagai pelosok dunia. Bukan hal baru
dilakukan untuk menemukan gagasan
kiranya jika disebutkan bahwa pada derajat
konseptual dan teoritis terkait tradisi
tertentu, leluhur bahkan diberi peran yang
pemujaan leluhur sebagai bagian dari
berkelanjutan dalam konstruksi sosial
upaya empiris menjawab pertanyaan
komunitas yang masih hidup. Leluhur
penelitian.
ditempatkan sebagai entitas yang menjadi
bagian integral dalam keseharian
Pemujaan Leluhur dalam Teori: Antara Religi komunitas. Kehadiran mereka dipandang
dan Identitas memiliki daya yang memengaruhi
Wajah sejarah budaya umat manusia dinamika sosial masyarakat. Karena itu
senantiasa melekat dengan kebutuhan akan leluhur kemudian dikeramatkan, diberi
pengenalan jati diri serta asal usul individu peran sakral, dilekatkan menjadi bagian
dan kelompok. Hakikat sebagai pribadi dan yang menyatu dengan religi tradisional dan
ikatan sebagai bagian dari suatu kelompok dipuja sebagai salah satu kekuatan yang
ditandai dengan keberadaan elemen- menentukan stabilitas alam dan sosial.
elemen khas yang mencerminkan kondisi Bentuk-bentuk penghormatan dan
spesifik dimaksud. Genealogi merupakan pemujaan leluhur dapat dipahami sebagai
salah satu aspek yang digunakan sebagai praktek religi yang memberi ruang bagi
penanda untuk mengikat individu dan peran individu-individu yang telah mati
kelompok secara sosial. Dalam konteks ini, dalam keseharian mereka yang masih
hubungan darah dan kekerabatan menjadi hidup. Kamus bahasa Inggris Webster
acuan utama untuk meninjau asal usul menjelaskan pemujaan leluhur (ancestor
individu dan kelompok. Kebersamaan worship) sebagai “the custom of venerating
secara sosial di sisi lain juga dapat diikat deceased ancestors who are considered
secara konvensional. Melalui sudut still a part of the family and whose spirits
are believed to have the power to intervene sosial dipelihara; ikatan melalui garis
in the affairs of the living”. Definisi di atas keturunan dieratkan; dan kesadaran akan
agaknya serupa dengan pandangan akar jati diri bersama sebagai kelompok
Dhavamony (1995) yang mencoba dijaga. Dalam konteks yang lebih spesifik,
menjelaskan dengan lebih spesifik bahwa ritual kemudian menjadi wahana untuk
pemujaan leluhur merupakan suatu mempertegas eksistensi otoritas dan
kumpulan sikap, kepercayaan dan praktik struktur sosial dalam masyarakat
yang berhubungan dengan pendewaan (Dillehay, 1990).
orang-orang yang sudah meninggal dalam Hastorf (2003: 306) menyatakan
satu komunitas, khususnya dalam kaitan bahwa identitas individu dan kelompok
dengan hubungan kekeluargaan. Paul saling kait mengkait dan bahwa karakter
Radin (1991) mengemukakan bahwa khusus tersebut dibentuk oleh relasi-relasi
pemujaan leluhur adalah bentuk-bentuk antara manusia dan budaya bendawi dalam
ritual yang menyamakan leluhur, dari garis lingkungannya. Melalui kaitan antara
keluarga atau komunitas, dengan roh atau identitas individu dan kelompok inilah
dewa. Pijakan utama konsep pemujaan memori kolektif memainkan peran sosial-
leluhur memang diletakkan pada rangkaian nya sebagai elemen yang menyatukan
tindakan yang bertujuan melestarikan aspek ideologis dalam ruang komunitas
kehadiran leluhur dalam kehidupan dengan ragam budaya bendawi terkait.
keseharian individu dan kelompok yang Keberadaan benda-benda spesifik yang
masih hidup. menjadi penanda karakteristik kelompok
Tradisi dan ritual pemujaan leluhur dapat dipandang sebagai materialisasi
memang telah menjadi bagian penting identitas yang menjadi wahana untuk
dalam mekanisme sosial masyarakat secara mengikat kebersamaan komunal (De
universal. Di mana pemujaan leluhur tidak Marrais, 1996). Pemujaan leluhur beserta
semata dipandang sebagai praktik religi segenap ritual dan budaya bendawi terkait,
dengan nuansa abstrak namun meluas dapat dipahami sebagai salah satu mani-
menjadi bagian dari mekanisme kontrol festasi atas konsep kompleks dimaksud.
sosial untuk mengikat kebersamaan seba-
gai kelompok dan komunitas. Kehadiran B. HASIL DAN BAHASAN
leluhur dipandang sebagai elemen yang 1. Pemujaan Leluhur: Tinjauan Lintas
menghadirkan memori kolektif tentang Budaya
asal-usul sebagai satu kelompok. Leluhur
dan kompleksitas tradisi dan ritual yang Pemujaan leluhur sebagai fenomena
melingkupinya dikonstruksi secara sosial budaya memang merupakan praktik yang
sebagai wahana yang melegitimasi masa universal sifatnya. Bentuk-bentuk tindakan
lalu dalam konteks kekinian (Connerton, khas ini dikenal sejak masa lalu pada
1989). Melalui kehadiran leluhur dalam beragam komunitas di berbagai belahan
struktur sosial, garis keturunan mendapat- dunia. Kebudayaan Cina misalnya yang
kan legitimasinya atas berbagai aspek dikenal sebagai salah satu acuan sejarah
kehidupan mencakup politik hingga budaya dunia, menempatkan pemujaan
ekonomi. Dengan demikian, tradisi dan leluhur sebagai salah satu elemen sentral
ritual mewujud sebagai bentuk representasi yang tertua. Leluhur menjadi tempat untuk
simbolis yang dikonstruksi untuk mengha- meminta nasihat dan petunjuk yang hadir
dirkan konsep dimaksud dalam ruang dan dalam bentuk ramalan-ramalan tradisional.
waktu yang berbeda (Leach, 1968). Ragam Menimbang penghormatan kepada orang
praktek khas ini menjadi mata rantai yang tua adalah salah satu inti dari ajaran-ajaran
menghubungkan satu generasi ke generasi klasik di Cina seperti Konfusianisme, ma-
lainnya dalam satu ikatan identitas (Bell, ka ritual dalam bentuk pemujaan leluhur
1992). Melalui ritual, relasi dan ikatan tampil dengan cukup dominan (Carpenter,
1996: 503-517).
leluhur yang biasanya disebut sebagai berubah dalam empat abad ke depan
Tomebali Puang. Praktik komemorasi menyusul masuknya pengaruh Islam dan
leluhur ini jelas ditunjukkan lewat praktik diluaskannya ajaran Nasrani oleh
upacara adat yang dikenal sebagai rambu Pemerintah Hindia Belanda. Masuk dan
solok (Mahmud, 2008: 161). Manifestasi berkembangnya pengaruh Islam ini tidak
material atas penghargaan kepada leluhur lepas dari keberadaan Kepulauan Maluku
ini dapat diamati lewat keberadaan Tau-tau Tenggara sebagai salah satu kawasan
yang terkenal dan Simbuang: objek dengan sumber komoditi eksotik di Kepulauan
bentuk serupa menhir yang didirikan pada Maluku. Jika Banda menjadi kawasan
lokasi ritual. Masyarakat tradisional Toraja sumber untuk pala dan Maluku Utara
memang meyakini bahwa leluhur mereka menjadi produsen utama cengkeh, maka
datang dari utara dan membawa serta Kepulauan Maluku Tenggara menjadi
kebudayaan dengan karakter megalitik wilayah penghasil untuk komoditi spesifik
(Mahmud, 2008: 166-167). seperti bulu burung cendrawasih dan
Pengaruh praktik pemujaan leluhur mutiara di Aru serta budak belian dan
ini juga meluas hingga ke pulau-pulau di aneka hasil laut di pulau-pulau lain.
Timur Nusantara dan menjangkau Pengaruh Islam umumnya menjangkau
Kepulauan Maluku Tenggara. Sampai pulau-pulau di sebelah timur seperti
dengan menjelang paruh pertama abad ke- Kepulauan Kei dan Kepulauan Aru. Para
20, pemujaan leluhur masih menjadi pedagang asal Jawa dan Makassar kiranya
rujukan utama dalam praktik religi berperan sebagai perantara yang
tradisional di kawasan ini. Jejak objek meluaskan pengaruh Islam di wilayah
yang kolosal dari praktik khas ini menjadi Maluku Tenggara.
penanda materi fenomena dimaksud. Orang-orang Eropa mencapai
Bukan semata besar dari segi jumlah Kepulauan Maluku pada abad ke-16 yang
namun juga meliputi sebarannya yang ditandai dengan kedatangan bangsa
menjangkau seluruh kawasan Kepulauan Portugis di Banda. Mereka juga
Maluku Tenggara. menjangkau Kepulauan Maluku Tenggara
dan sempat membangun benteng di Pulau
Kisar dan Pulau Wokam di Kepulauan
2. Tinjauan Historis Pemujaan Leluhur
Aru. Dengan kehadiran yang terhitung
di Kepulauan Maluku Tenggara sebentar, pengaruh Portugis tidaklah besar
Maluku Tenggara sejatinya memang di Kepulauan Maluku Tenggara. Adalah
merupakan kawasan kepulauan yang luas Bangsa Belanda yang kemudian merubah
dan kompleks. Membentang antara Timor sejarah Kepulauan Maluku Tenggara
dan Papua, wilayah ini dibentuk oleh selama tiga abad ke depan. Setelah
beberapa kepulauan utama seperti mencapai Maluku dan menguasai Benteng
Kepulauan Tanimbar, Kei dan Aru di Portugis di Ambon pada tahun 1602,
ujung paling timur. Selain ketiga gugus hegemoni Belanda atas kepulauan rempah-
pulau tersebut, terdapat juga kelompok- rempah menjadi tertanam. Belanda hadir di
kelompok kepulauan yang lebih kecil di Maluku Tenggara pada permulaan abad
sebelah barat yang antara lain mencakup: ke-17. Mereka mencapai Kepulauan Kei
Kepulauan Babar, Kepulauan Leti Moa pada tahun 1606 sebelum kemudian
Lakor, serta Wetar dan pulau-pulau mencapai pulau-pulau di sebelah barat.
satelitnya. Dinamika sosial-politik berlangsung
Sebelum abad ke-15, religi fluktuatif hingga abad ke depan.
tradisional yang meliputi praktik pemujaan Perlawanan-perlawanan yang dilakukan
leluhur merupakan rujukan utama pada skala lokal membuat pemerintah
kepercayaan masyarakat di Kepulauan Hindia Belanda akhirnya memberlakukan
Maluku Tenggara. Kondisi ini berangsur kebijakan kawasan tertutup bagi
dan lebih terkait dengan identitas sosial nasib baik bagi kelangsungan kehidupan di
seseorang. Dmeir sangat berhubungan desa. Dalam upacara ini, patung-patung
dengan reputasi, imaji seseorang dalam leluhur ditempatkan di atas altar berbentuk
masyarakat. Hal penting yang struktur batu yang berada di tengah-tengah
membedakan antara dua elemen ini adalah desa (Ririmasse, 2011).
bahwa apa yang dsebut sebagai dmeir Praktik pemujaan leluhur dan religi
seseorang bersifat abadi. Setelah kematian tradisional ini baru mulai berangsur hilang
dmeir diyakini tetap tinggal dalam pada akhir abad ke-19 hingga pertengahan
masyarakat meski fisik meluruh seiring abad ke-20. Kondisi ini merupakan
tubuh yang musnah (Ririmasse, Ibid; de dampak dari kebijakan Pasifikasi yang
Jonge dan van Dijk, Ibid.). dilakukan Pemerintah Kolonial. Selain
Eksistensi dmeir bersifat kekal. mendorong peningkatan kesejahteraan dan
Karena itu masyarakat Maluku Tenggara pendidikan sebagai bagian dari politik etis,
kemudian membuat patung kayu sebagai Pemerintah Kolonial juga mendorong
wahana bagi roh si mati untuk berdiam. penyebaran agama Kristen untuk memper-
Melalui keberadaan aneka patung ini, kenalkan ‘peradaban’ bagi masyarakat
komunikasi antara mereka yang hidup tradisional di wilayah ini. Ekses dari
dengan si mati dapat dilanjutkan. Kehadir- penyebaran agama Kristen dan kehadiran
an patung-patung ini dalam lingkup para rohaniwan ini sangatlah terasa bagi
masyarakat dipandang setara dengan keberadaan religi tradisional yang telah
kehadiran figur leluhur yang dipuja itu berlangsung berabad-abad. Setelah meme-
sendiri. Patung-patung ini biasanya luk agama Kristen, masyarakat dilarang
ditempatkan di bagian bubungan rumah untuk menyimpan dan membuat patung-
untuk tingkat keluarga. Pada tingkat desa patung leluhur ini karena dipandang
biasanya patung ini diletakkan di rumah bertentangan dengan ajaran Nasrani. Para
keluarga yang dipandang menjadi misionaris Protestan adalah kelompok
keturunan langsung pendiri desa. Di rohaniwan yang paling keras menerapkan
beberapa tempat, seperti di Kepulauan kebijakan ini. Ribuan patung-patung
Babar, patung-patung leluhur ini juga bernilai seni dan sejarah tinggi ini
disimpan dalam gua-gua yang berada di dimusnahkan. Ribuan lainnya diangkut ke
dekat desa. Dengan pencahayaan yang Eropa dan menjadi koleksi museum dan
minimal, suasana mistis muncul sebagai kolektor pribadi (Ririmasse, 2011).
kondisi yang dibutuhkan untuk Kini, patung-patung leluhur yang
berkomunikasi dengan leluhur (Ririmasse, berasal dari abad silam sudah hampir
2011; de Jonge dan van Dijk, 1995). hilang sama sekali dari Kepulauan Maluku
Biasanya patung-patung ini dikelu- Tenggara. Keberadaan aneka karya seni
arkan hanya pada saat dilangsungkan tinggi ini hanya dapat ditelusuri pada
upacara adat besar bagi desa. Di Dawera berbagai koleksi museum dan kolektor
dan Dawelor biasanya patung-patung pribadi. Museum-Museum di Eropa adalah
leluhur dikeluarkan pada saat upacara institusi yang banyak menyimpan patung-
kesuburan besar yang dikenal sebagai patung asal Maluku Tenggara dengan
porka. Dalam upacara ini kehadiran karakter khas ini. Sementara dalam lingkup
seluruh anggota masyarakat adalah nasional, Museum Negeri Siwa Lima di
keharusan. Baik mereka yang masih hidup Ambon menjadi rumah bagi berbagai
ataupun yang telah mati. Kehadiran para patung serupa. Jejak lain dapat diamati
leluhur dan keluarga yang telah meninggal melalui keberadaan ragam struktur altar di
dalam rangkaian upacara besar ini diwakili tengah desa di berbagai lokasi di Maluku
oleh keberadaan patung-patung khas Tenggara yang telah banyak kehilangan
tersebut. Keberadaan mereka dalam nilai fungsi aslinya.
upacara ini diyakini memberi restu dan
leluhur digambarkan dalam bentuk patung terkait praktik ini telah punah.
antromorfik dengan posisi berdiri, duduk Keberadaan struktur altar ini adalah
atau memegang senjata. penting karena menjadi penanda material
Patung leluhur ini biasanya bahwa praktik-praktik religi tradisional
dipandang juga sebagai pelindung desa. Di pernah menjadi bagian dari profil sosial
masa lalu, biasanya patung-patung ini masyarakat di Kepulauan Maluku
diletakkan berdiri di atas altar yang Tenggara. Woma dan natar menjadi
dibangun di tengah-tengah desa. Tepat di penanda material, bagaimana wahana
samping mezbah atau batu penyembahan pemujaan leluhur ditempatkan dalam
dengan ukuran besar. Sayangnya, rencana ruang tradisional.
fenomena ini sudah tidak lagi ditemui di Tampil bervariasi antara satu pulau
Kepulauan Kei. Bahkan sejak satu abad dengan pulau lainnya, jelas terlihat bahwa
silam. Namun jejak-jejak altar yang pemujaan leluhur adalah bagian sentral
disebut dengan woma, masih dapat dari praktik religi tradisional pada masa
ditemukan. Patung-patung leluhur dari Kei lalu di Kepulauan Maluku Tenggara.
sendiri saat ini menjadi koleksi museum- Keberadaan patung-patung leluhur dalam
museum di Eropa. Salah satunya adalah berbagai ragam merupakan wahana
museum Etnologi Nasional Leiden di representasi figur leluhur bagi setiap
Negeri Belanda. Salah satu sedeu yang keluarga dan masyarakat. Penghormatan
terkenal adalah Werwat. Patung leluhur dan pemujaan umumnya ditujukan kepada
yang berasal dari Desa Gelanit di Kei leluhur pertama yang meletakkan dasar
Kecil dan kemudian dikoleksi dan dibawa bagi dibentuknya satu kelompok dan
ke Belanda oleh Goozsen pada awal abad komunitas. Kehadiran sturktur altar batu
ke-20. dalam rencana ruang tradisional
melengkapi jejak materi terkait praktik
Woma: Penanda Kehadiran Leluhur dalam kepercayaan tradisional ini. Eksistensi
Ruang objek-objek ini dalam berbagai manifestasi
Selain wahana dalam bentuk patung, materi merupakan penanda fisikal bagi
salah satu elemen lain terkait komemorasi identitas komunal di Kepulauan Maluku
leluhur di Kepulauan Maluku Tenggara Tenggara.
diwakili oleh keberadaan struktur batu
sebagai altar bagi patung-patung sakral
3. Pemujaan Leluhur dan Pengetahuan
tersebut. Biasanya struktur altar ini
Religi Tradisional: Perannya Bagi
dibentuk oleh batu yang disusun di tengah- Pengembangan Studi Arkeologi dalam
tengah desa. Istilah yang digunakan untuk Kawasan
altar ini beragam. Di Kepulauan Kei
biasanya disebut dengan Woma. Di Cakupan luas profil sejarah budaya
Kepulauan Tanimbar biasanya disebut pemujaan leluhur dan representasinya telah
sebagai Natar. Keberadaan struktur batu dibahas di atas. Dimana telah ditinjau latar
ini adalah sentral karena menjadi wahana historis praktik religi tradisional ini serta
dimana patung-patung leluhur dan dewa ragam manifestasi materi yang mewakili-
selalu diletakkan. Woma dan Natar nya. Lebih jauh juga telah dibahas aspek
senantiasa dipandang sebagai pusat desa. ideologis yang melatari praktik pemujaan
Axis mundus bagi setiap pemukiman leluhur dalam kawasan. Pertanyaan yang
tradisional. Pada lokasi struktur inilah masih harus dijawab adalah, terkait
biasanya aneka sesajen diletakkan sebagai bagaimana peran pengetahuan spesifik ini
bentuk penghormatan kepada leluhur. Saat bagi pengembangan studi arkeologi dalam
ini keberadaan woma dan natar masih kawasan.
dilestarikan, meski praktik pemujaan Salah satu penanda khas dalam
leluhur telah menghilang dan patung- kajian sejarah budaya di Kepulauan
Maluku Tenggara adalah keberadaan
pemukiman kuna dari masa pra-kolonial. pada situs-situs spesifik di wilayah ini.
Profil khas aneka pemukiman ini adalah Pengetahuan konseptual terkait praktik
keletakannya yang berada di dataran tinggi khas ini merupakan unsur yang memberi
dengan akses minimal dari berkarakter nafas dan warna konseptual dan
defensif. Ciri khas sebagai tempat perta- kosmologis bagi kajian fisikal atas ruang
hanan ditunjukkan dengan keberadaan tradisional dalam arkeologi.
tembok keliling yang pada beberapa situs Aspek lain yang juga potensial
tingginya bisa mencapai 3 meter. Karakter untuk dikaji dalam studi arkeologi di
ini menjadi cetak biru rencana ruang Kepulauan Maluku Tenggara adalah terkait
pemukiman tradisional di Maluku Teng- dinamika sosial masa lalu dalam kawasan.
gara hingga kedatangan Orang Eropa. Religi tradisional dan perubahannya adalah
Dimana pada akhir abad ke-19 dan awal salah satu elemen sentral dalam tinjauan
abad ke-20 dikeluarkanlah kebijakan dinamika sosial di wilayah ini. Rentang
pasifikasi atas kawasan ini yang antara lain waktu yang baru berkisar satu hingga dua
mencakup relokasi pemukiman masyarakat abad lalu sejatinya menyisakan ruang yang
dari dataran tinggi ke kawasan pesisir. Tu- longgar untuk mendapatkan gambaran
juan relokasi ini adalah untuk mempermu- yang lebih nyata terkait proses perubahan
dah pengawasan pemerintah kolonial atas religi dalam kawasan. Kekayaan sumber-
masyarakat dalam kawasan (Ririmasse, sumber historis asing dapat menjadi
2010). rujukan utama untuk meninjau tema khas
Konsep pemukiman tradisional di ini. Pemujaan leluhur merupakan salah
Maluku Tenggara biasanya ditandai satu elemen sentral dalam aktivitas religi
dengan pembagian ruang yang mengacu tradisional di Maluku Tenggara masa lalu.
pada kosmologi perahu sebagai simbol. Karenanya pengetahuan atas praktik
Dimana rumah-rumah dari setiap kelom- pemujaan leluhur dan ragam representasi
pok keluarga (biasanya berjumlah empat materialnya merupakan masukan berharga
sampai lima) ditata sedemikian rupa bagi kedalaman kajian terkait dinamika
mengacu pada arah mata angin yang sosial masa lalu dalam kawasan ini.
dikenal dalam pelayaran (Ririmasse, Hal terakhir yang layaknya
2007). Pada pusat tata ruang tradisional ini dicermati adalah kondisi bahwa tinjauan
biasanya diletakkan sebuah altar yang atas praktik pemujaan leluhur di Maluku
dibentuk dari susunan batu sebagai pusat Tenggara merupakan bagian dari studi
desa. Adalah pada titik ini patung-patung sejarah budaya Austronesia yang menjadi
leluhur biasanya diletakkan di tengah- salah satu isu utama dalam studi arkeologi
tengah desa. Selain dalam bentuk altar, Asia-Pasifik. Aspek identitas merupakan
keberadaan pusat desa juga dapat diwakili salah satu unsur penting dalam studi
dari keberadaan rumah keluarga pertama diaspora Austronesia yang berskala kolosal
yang mendiami desa. Pada rumah inilah ini. Karena itu tinjauan atas aspek
aneka patung leluhur dan pusaka desa juga ideologis terkait asal usul dan hirarki sosial
bisa disimpan. menjadi elemen-elemen yang mendapat
Pengetahuan atas praktik pemujaan perhatian dalam studi ini. Kepulauan
leluhur dan manifestasi materinya, kiranya Maluku Tenggara merupakan rumah bagi
dapat memperkaya studi arkeologis atas kelompok bahasa Austronesia yang dikenal
berbagai situs bekas pemukiman kuna sebagai Central Malayo Polynesian dengan
yang tersebar luas di Kepulauan Maluku lebih dari 20 sub-rumpun bahasa. Upaya
Tenggara. Menimbang luasnya variasi spesifik untuk melekatkan tema Austro-
penerapan rencana ruang tradisional dalam nesia dalam studi Arkeologis di Maluku
kawasan, keberadaan pengetahuan spesifik Tenggara hampir belum pernah dilakukan.
terkait pemujaan leluhur dapat memper- Model pemujaan leluhur dan religi
tajam kedalaman kajian ruang tradisional tradisional dapat menjadi salah satu pintu
masuk untuk mengisi ruang kosong dinamika sosial masa lalu dalam kawasan
dimaksud. Identifikasi atas jejak budaya utamanya menyangkut pergeseran religi,
khas ini dan komparasi dengan kawasan ketiga, eksistensi pengetahuan spesifik ini
sekitar dapat menjadi wahana yang bagi kajian budaya penutur bahasa
memperkaya pengetahuan arkeologis Austronesia dalam kawasan khususnya
terkait diaspora penutur bahasa dalam kaitan dengan isu identitas dan
Austronesia di Asia Pasifik. ideologi cikal-bakal.
C. PENUTUP
DAFTAR SUMBER
Pemujaan leluhur adalah praktik
religi tradisional yang dianut secara Bell.C 1992.
universal. Diadopsi juga secara luas dalam Ritual Theory, Ritual Practice.
lingkup komunitas tradisional masa lalu di Oxford: Oxford University Press.
Asia Tenggara, pengaruh kepercayaan
khas ini juga menjangkau wilayah Carpenter, Mary Yeo. 1996.
Kepulauan Maluku Tenggara. Sebelum Familism and Ancestor
masuk dan meluasnya pengaruh Islam Veneration: A Look at Chinese
pada abad ke-15 dan ajaran Nasrani pada
Funeral Rites. Missiology 24.
abad ke-17, pemujaan leluhur merupakan
rujukan utama bagi praktik religi dalam
kawasan. Fenomena ini berlangsung Coe, K. 2003.
hingga menjelang paruh pertama abad ke- The Ancestress Hypothesis:
20 dan berangsur menghilang meyusul Visual Art as Adaptation. New
kebijakan pasifikasi yang diterapkan Jersey: Rutgers University Press.
Pemerintah Hindia Belanda.
Bukti-bukti materi religi tradisional Connerton, Paul.1989.
ini ditunjukkan dengan keberadaan patung- How Societies Remember.
patung leluhur yang menjadi wahana Cambridge: Cambridge Univer-
utama praktik pemujaan. Mereka direka sity Press.
dalam berbagai variasi formal dan
dilekatkan dengan aspek ideologis-
simbolis terkait sejarah dan asal-usul De Marrais, E. et. al. 1996.
komunitas. Keberadaan struktur altar batu Ideology, Materialization, and
sebagai bagian dari rencana ruang Power Strategies. Current
tradisional juga menjadi bukti lain atas Anthropology Vol. 37. No. 1.
praktik pemujaan leluhur di Kepulauan Chicago: University of Chicago
Maluku Tenggara. Kehadiran ragam jejak Press. pp. 15-31.
fisikal ini dapat dipahami sebagai bentuk
materialisasi identitas yang melekatkan Dhavamony, M. 1995 .
kebersamaan komunal dan melegitimasi Fenomenologi Agama. Yogya-
eksistensi leluhur dengan kelompok karta: Kanisius.
keturunan yang masih hidup hingga saat
ini.
Dalam kaitan dengan pengembangan Dillehay, T.D. 1990.
studi arkeologi dalam kawasan, pengetahu- Mapuche ceremonial landscape,
an atas praktik pemujaan leluhur ini dapat social recruitment, and resource
memperkaya dan memperdalam kajian rights. World Archaeology. Vol.
arkeologis terkait tiga aspek yaitu: 22.No 2. Pp 223-241.
pertama, studi pemukiman masa lalu
khususnya dari masa pra-kolonial, kedua, Hastrof, C.A. 2003.
Ririmasse, M. 2008.
Visualisasi tema perahu dalam
rekayasa situs arkeologi di
Maluku. Dalam Naditira Widya
Volume 2 No. 1. Banjarmasin:
Balai Arkeologi Banjarmasin.
----------------. 2007.
Ruang Sebagai Wahana Makna:
Aspek Simbolik dalam Rekayasa
Pemukiman Kuna di Maluku.
Kapata Arkeologi Vol. 3 No. 6.
Ambon: Balai Arkeologi Ambon.
----------------. 2010.