TIM PENYUSUN :
Asisten Deputi Gender dalam Sumber Daya Alam dan Lingkungan
Research Center for System and Development (Center for System-CS)
KONTRIBUTOR :
Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika
Biro Perencanaan - Kementerian Kehutanan
Biro Perencanaan - Kementerian Kelautan &Perikanan
Biro Perencanaan - Kementerian Pertanian
Direktorat Energi Baru dan Terbarukan, Kementerian ESDM
Direktorat Lingkungan Hidup - Bappenas
Kementerian Lingkungan Hidup
Sekretariat Gender - Kementerian Pekerjaan Umum
Forum Masyarakat Sipil untuk Keadilan Iklim (CSF-CJI)
Perempuan AMAN
Solidaritas Perempuan
Yayasan Melati
Jakarta
2015
1. Latar Belakang
Perubahan iklim yang saat ini menjadi tantangan global, di mana
variasi iklim berpengaruh besar terhadap masyarakat di seluruh belahan
dunia khususnya kelompok masyarakat miskin yang sebagian besar
diantaranya adalah perempuan. Menurut Alston dan Whittenbury
(2013), jika krisis bencana alam perubahan iklim tidak dikendalikan,
pada tahun 2030 variabilitas iklim akan mengancam ketahanan pangan
dan kebutuhan air karena pada saat itu populasi dunia sudah
menyebabkan peningkatan kebutuhan pangan 50% lebih besar dari
saat ini, 45% lebih banyak energi yang dibutuhkan dan 30% lebih
1. Strategi
Secara umum strategi integrasi gender dalam adaptasi perubahan
iklim dilaksanakan dengan langkah-langkah sebagai berikut:
B. Bidang Energi
Desa mandiri Energi yang responsif gender
Pengembangan desa mandiri energi dilakukan dengan
melihat potensi desa, kesejahteraan masyarakat, dan
2. Sasaran Strategi
Sasaran strategi adaptasi perubahan iklim yang responsif gender
dan pemenuhan hak anak menurut prioritas bidangnya berikut ini.
A. Bidang Pangan atau Pertanian
Ketersediaan pangan lokal
Cadangan pangan lokal
Berkembangnya
teknologi tepat guna bagi
perempuan
Keberlanjutan pangan
lokal
Pengembangan desa
Ketahanan ekonomi keluarga
Ketahanan gizi keluarga
Kepedulian masyarakat terhadap pangan sehat
Ketersediaan pangan sehat bagi keluarga dan anak sekolah
Mengurangi ketergantungan pada beras
Pemanfaatan potensi SDA lokal
Pemahaman keamanan pangan
Peningkatan kesehatan keluarga
Perbaikan gizi keluarga dan pencegahan gizi buruk bagi ibu
menyusui
3. Indikator
Penggunaan indikator kinerja sangat penting untuk mengetahui
apakah suatu aktivitas atau program telah dilakukan secara efektif
dan efisien. Indikator untuk tiap-tiap unit organisasi berbeda-beda
tergantung pada tipe pelayanan yang dihasilkan. Penentuan
indikator kinerja perlu mempertimbangkan komponen berikut:
(1) Biaya pelayanan (cost of service)
Indikator biaya biasanya diukur dalam bentuk biaya
unit (unit cost), misalnya biaya per unit pelayanan. Beberapa
B. Bidang Energi
Strategi dibidang ini terkait ketahanan energi sehingga ukuran
capaiannya diantaranya dengan parameter, sebagai berikut:
Data terpilah pengguna energi terbarukan
Penurunan Jumlah penggunaan energi/listrik per keluarga
1. Program Sektoral
Merujuk pada dokumen RAN API, berikut adalah program-program
sektoral yang direkomendasikan:
A. Desa Mandiri Pangan yang responsif gender
Industri rumahan untuk pangan lokal
Penerapan teknologi tepat guna pengolahan pangan lokal
Pengembangan potensi sumber bahan baku lokal
2. Kegiatan Pokok
Implementasi strategi adaptasi perubahan iklim yang responsif
gender sebagai program yang berpihak terhadap persoalan gender
diuraikan berikut ini:
1. Pengorganisasian
Penerapan pedoman adaptasi perubahan iklim secara efektif
diperlukan pengorganisasian yang jelas serta mengacu pada tugas,
fungsi, dan tanggungjawab masing-masing pemangku kepentingan,
baik di internal maupun bersinergi dengan sektor/lembaga/unit-unit
lainnya. Seyogyanya setiap kementerian/ lembaga di tingkat pusat
dan daerah dapat membentuk atau mengembangkan forum atau
kelompok kerja adaptasi perubahan iklim.
Forum atau kelompok kerja di daerah dibentuk atau dikembangkan
dari tim penggerak PUG atau Badan yang menangani percepatan
pembangunan gender dan perlindungan anak. Forum atau kelompok
kerja sebagai community of practices (COP) bertugas mendisain,
mengimplementasikan, mengevaluasi dan menganalisis aktivitas
adaptasi perubahan iklim di berbagai sektor atau bidang. Oleh karena
itu, COP ini beranggotakan Badan Perencanaan Pembangunan Daerah,
Badan Pemberdayaan Masyarakat, SKPD terkait. Di tingkat pusat juga
dikembangkan tim penggerak PUG sebagai gender focal point, yang
terdiri dari Deputi PUG bidang sosial, budaya, politik dan hukum; serta
Bappenas dan Kementerian Terk ait bidang sektornya.
2. Mekanisme
Pedoman adaptasi perubahan iklim ini ditekankan untuk
meningkatkan koordinasi antar Kementerian/Lembaga terkait dengan
pemangku kepentingan lainnya baik swasta, lembaga keswadayaan
masyarakat, lembaga internasional, perguruan tinggi maupun lembaga
penelitian. Efektifitas koordinasi forum atau kelompok kerja harus
dilakukan sinergi dengan Tim Koordinasi Penanganan Perubahan Iklim
8. Kegiatan pendampingan:
Selama pengembangan model, Kementerian Kehutanan dan
KPP dan PA memberikan pendampingan melalui kegiatan
sebagai berikut:
a. Sosialisasi dan pendampingan Perencanaan dan
Penganggaran Responsif Gender (PPRG) kepada beberapa
SKPD terkait baik di kabupaten agam maupun di lingkup
provinsi.
b. Pendampingan teknis penyusunan data terpilah.
c. Melakukan analisis gender serta menyusun dokumen
perencanaan kegiatan responsif gender.
d. Pendampingan teknis sebanyak 2 kali, untuk SKPD terkait
baik di provinsi maupun kab/kota percontohan, dan
memastikan bahwa GBS yang mereka buat masuk dalam
dokumen RKA-SKPD TA. 2015 baik di provinsi maupun
kab/kota.
Latar Belakang
Masyarakat Sumba Timur sejak lama membuat, memakai dan
memperdagangkan sejenis kain tenun ikat yang dikenal dengan
Kain Sumba yang merujuk pada Hinggi yaitu busana adat laki-laki
Sumba Timur berbentuk empat persegi panjang (nDima, 2007).
Pembuatan kain tenun Sumba menggunakan zat pewarna alam
yang berasal dari bagian tumbuhan penghasil pewarna (akar, kulit
Isu Lingkungan
Dalam hal pemungutan dan penyediaan bahan baku pewarna
alam, Murniati dan Takandjandji (2013 dan 2014) selanjutnya
melaporkan hasil pengamatan dan diskusi dengan pengrajin dan
pemungut tumbuhan penghasil pewarna alam di beberapa lokasi
(Desa Kaliuda/Kecamatan Pahujga Lodu, Desa Watu
Hadang/Kecamatan Umalulu dan Desa Mauliru/Kecamatan
Kambera) bahwa pemungutan HHBK tersebut nampaknya tidak
atau kurang sustain dan cenderung merusak. Misalnya
pemungutan akar mengkudu dilakukan dengan menggali tanah
Koordinator:
Ketua :
1. BAPPEDA
2. Dinas Kehutanan
3. Badan Pemberdayaan Masyarakat Daerah dan
Pemberdayaan Perempuan (BPMDPP)
Anggota :
4. Dinas Pertanian
5. Dinas Perikanan dan Peternakan
6. Dinas Perkebunan
7. Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi
7. Penetapan lokasi
8. Pelaksanaan Kegiatan/Intervensi
Mengingat ada tiga hal yang dapat dikerjakan di Sumba Timur,
maka proses pelaksaaan pembangunan model ini sebagai
berikut:
a. Terkait dengan pengelolaan hutan (akses pada pewarnaan
alami) dilakukan sebagai berikut:
i. Kajian singkat terkait dengan pewarnaan alami - bisa
menggunakan kajian yang sudah ada
ii. Analisis gender partisipatif untuk melihat
kepentingan dan prioritas khusus gender dalam
pemanfaatan sumberdaya hutan
iii. Penguatan peran perempuan perajin tenun dalam
mengenali kebutuhan khusus mereka dan
berkontribusi pada proses perencanaan - seperti
advokasi kepada tokoh adat, agama di desa; pelatihan
kepemimpinan perempuan, dll.
O
U
T
C Strategi Intervensi
O Pelaksanaan Strategi Intervensi
M
Pengembangan Industri Kain Tenun
E
A
O
Kebutuhan pelaku Potensi pemasaran dan
U dukungan untuk
T Industri Kain Tenun
P
pemberdayaan
U
T
I
N
Komitmen Kebijakan Ekonomi/ Pengelola Pengembangan
P
U Kepala Daerah Penanggulangan kemiskinan Industri Kain Tenun
T Daerah
Langkah-langkah:
1. Tentukan jumlah rumah tangga yang akan dilibatkan dalam
pemetaan ini; dipilih secara random dari populasi desa. Dapat
juga menggunakan kriteria seperti (a) tingkat pendapatan
keluarga (b) ukuran lahan pertanian (c) jumlah anggota rumah
tangga untuk mendapatkan informasi dinamika gender terkait
dengan sumberdaya keluarga.
2. Pemetaan dilakukan di setiap rumah tangga. Minta salah satu
anggota keluarga untuk menggambar sebuah peta dimulai dari
beberapa titik sentral seperti rumah, jalan-jalan desa,
lading/sawah dan hutan. Setiap anggota keluarga selanjutnya
dapat menambahkan detail seperti jenis tanaman yang ditanam
di sawah dan ladang (jagung, kacang, padi, manga, jeruk, dsb)
Kelebihan:
- Metode ini melibatkan seluruh anggota rumah tangga
- Metode ini dapat mengelaborasi pemanfaatan lahan pertanian
dan kontribusi yang berbeda dari perempuan dan laki-laki
dalam pertanian.
- Metode ini dapat diaplikasikan pada bidang pembangunan
lainnya seperti pengelolaan sumberdaya air dan energi
Keterbatasan:
- Tidak ada data kuantitatif yang terekam, namun secara umum
dapat disimpulkan
- Beberapa anggota rumah tangga kemungkinan lebih dominan
dibanding yang lainnya selama diskusi.
Kunci keberhasilan:
- Setiap anggota rumah tangga diberi kesempatan untuk
berbicara.
Kelebihan
Metode ini memungkinkan terkumpulnya informasi tentang
pekerjaan-pekerjaan yang dilakukan oleh perempuan dan laki-
laki yang penting untuk mendukung usaha produksi susu. Kegiatan
ini memberikan input yang berguna untuk diskusi lebih luas
tentang sumber pakan yang tersedia di ladang petani dan di
lingkungan sekitar. Hal ini juga membantu peneliti dan petani
mengukur sumber pakan apa saja yang tersedia atau hilang di
lahan pertaniannya dan/atau di lingkungan masyarakat sekitar
serta bagaimana pembagian kerja laki-laki dan perempuan untuk
mencukupi kebutuhan pakan ternak. Selain itu, kriteria-kriteria
Keterbatasan
Tipologi sumber pakan dapat bervariasi tergantung lokasi
dan faktor biofisik dan sosial-ekonomi, seperti ukuran lahan yang
tersedia untuk petani.Ini berarti diperlukan representasi yang baik
dari beragamnya masyarakat petani.Metode iniakan lebih sulit
dilakukan secara individual dibanding secara kelompok, karena
petani yang buta huruf mungkin kesulitan menyelesaikan kegiatan
ini.
Contoh Hasil Pemetaan Mata Pencaharian di salah satu petani
dan peternak sapi di Kenya. Hasil kajian juga menunjukkan bahwa
laki-laki lebih banyak melakukan aktivitas ekonomi di luar lingkungan
pertanian dibanding perempuan.
Moto untuk langkah ini yaitu memiliki mimpi adalah sahih. Mimpi
merupakan gambaran masa depan (visi) yang pasti dimiliki oleh
setiap individu, entah diekspresikan atau terkubur dalam-dalam
di benak seorang individu. Dalam konsep dialog warga, menangkap
mimpi menjadi bagian yang sangat vital dalam keseluruhan proses.
Dengan menggunakan berbagai medium seperti gambar atau
media visual lainnya, peserta diminta untuk menggambarkan
mimpi bersama yang akan diraih pada masa yang akan datang
terkait dengan isu yang menjadi perhatian kelompok. Fasilitator
akan menerapkan siklus fasilitasi secara lengkap untuk menggali
mimpi bersama.
Tips:
- Menjadi berani bermimpi: Ingatkan anggota kelompok bahwa
Hasil:
- Ada gambaran bersama tentang hasil, kekuatan, kapasitas
dan sumberdaya yang ada maupun yang potensial dalam
setiap kelompok mewujudkan impian.
- Ada perincian kebutuhan informasi dan pengetahuan
tambahan untuk mendukung kompetensi/kapasitas serta
sumber untuk mendapatkan informasi/pengetahuan tersebut.
- Rumusan rencana aksi yang kreatif fan inovatif di masing-
masing kelompok (termasuk siapa melakukan apa, kapan
melakukan renacan aksi tersebut, serta siapa yang akan
terlibat) untuk menstimulasi perubahan yang diinginkan.