Anda di halaman 1dari 43

MAKALAH KESEHATAN LINGKUNGAN DAN KESEHATAN KERJA

DAMPAK PEMANASAN GLOBAL TERHADAP KEJADIAN BANJIR JAKARTA


DAN UPAYA PENCEGAHANNYA

Dosen Pengampu :

Prof. Drg. Dwi Prijatmoko, Ph.D


Prof. Hadi Prayitno, Drs. M.Kes.
Dr. Isa Ma’rufi, S.KM, M.Kes

Disusun Oleh :
Erfina Rokhmah (212520102054)

PROGRAM PASCA SARJANA ILMU KESEHATAN MASYARAKAT


UNIVERSITAS JEMBER
2022
KATA PENGANTAR

Segala Puji dan Syukur kami panjatkan kehadirat Allah S.W.T karena dengan
limpahan Rahmat-Nya Tim Penyusun dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat
waktu.
Makalah ini kami susun dalam rangka memenuhi tugas mata kuliah Kesehatan
Lingkungan dan Kesehatan Kerja Program Pasca Sarjana Ilmu Kesehatan
Masyarakat Universitas Jember. Makalah ini menjelaskan dan membahas tentang
Pemanasan Global yang berdampak pada kejadian banjir di Jakarta sehingga terjadi
peningkatan kejadian penyakit leptospira di RSUD di Jakarta. Besar harapan kami
makalah ini dapat menjadi referensi untuk lebih memahami tentang mata kuliah
Kesehatan Lingkungan dan Kesehatan Kerja.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih belum sempurna. Oleh karena itu
kami menerima saran dan kritikan yang membangun dari semua pihak untuk
kesempurnaan makalah ini.
Demikian kata pengantar dari makalah ini. Terimakasih kepada semua pihak
yang terlibat dalam pembuatan makalah ini. Semoga Allah merihoi setiap langkah
kita. Amin.

Lumajang, 22 Mei 2022

Tim Penyusun

i
DAFTAR ISI

Contents
MAKALAH KESEHATAN GLOBAL PERKEMBANGAN ISU-ISU UTAMA DALAM KONTEKS GLOBAL
DAN............................................................................................................................................1
PROGRAM PASCA SARJANA ILMU KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS JEMBER...............1
KATA PENGANTAR......................................................................................................................1
DAFTAR ISI..................................................................................................................................2
1.1 LATAR BELAKANG...............................................................................................1
1.2 RUMUSAN MASALAH.........................................................................................2
1.3 TUJUAN MASALAH..............................................................................................2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA.........................................................................................................3
2.1 PENGERTIAN GLOBALISAS..................................................................................3
2.2 KESEHATAN GLOBAL...........................................................................................4
2.3 PERKEMBANGAN KESEHATAN GLOBAL..............................................................5
2.4 ISU-ISU DALAM KONTEKS GLOBAL DAN EKUITI................................................12
2.4.1 PERDAGANGAN DAN KESEHATAN GLOBAL......................................................12
2.4.2 PERUBAHAN IKLIM DAN KESEHATAN GLOBAL..................................................13
2.4.3 DENGUE............................................................................................................15
2.4.4 MALARIA...........................................................................................................16
2.4.6 KESEHATAN PEREMPUAN.................................................................................22
2.4.7 HIV/AIDS...........................................................................................................28
2.4.8 VAKSIN..............................................................................................................29
2.5 MASA DEPAN KESEHATAN GLOBAL..................................................................31
2.5.1 Prioritas Pembangunan Kesehatan Global........................................................31
2.5.2 Transisi Kesehatan Global.................................................................................32
2.5.3 RESILIENSI SISTEM KESEHATAN........................................................................33

ii
2.6 EKUITI DALAM LAYANAN KESEHATAN..............................................................33
BAB III KESIMPULAN.................................................................................................................37
DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................................................38

iii
BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Kesehatan masyarakat sebagai elemen inti dari upaya pemerintah untuk
meningkatkan derajat kesehatan dan kesejahteraan penduduk memiliki Fungsi yaitu
intervensi kesehatan yang difokuskan pada berbagai determinan (penyebab tidak
langsung) masalah kesehatan penduduk. Intervensi terhadap determinan tersebut
bertujuan untuk mengurangi resiko penyakit (risk reduction) sebagai sebuah upaya
pencegahan penyakit. Fungsi kesehatan masyarakat menjadi semakin penting dengan
berkembangnya pengetahuan tentang determinan kesehatan selain upaya pengobatan
(faktor medis-biologis). Horizon determinan atau faktor resiko tersebut sangat luas,
berada dalam domain kegiatan berbagai sektor pemerintah, serta kegiatan swasta dan
masyarakat.
Kesehatan masyarakat juga harus tanggap terhadap perkembangan teknologi
baru, dampak globalisasi, migrasi penduduk, peran sektor swasta yang semakin luas,
serta ancaman penyebaran penyakit. Fungsi kesehatan masyarakat akan semakin
penting pada tahun 2020, terutama untuk menghadapi pencemaran, perubahan iklim
global, peningkatan urbanisasi dan industrialisasi, desentralisasi sistem kesehatan,
peningkatan beban penyakit tidak menular (PTM), dan faktor determinan sosial
lainnya yang menyebabkan ketimpangan kesehatan. Hal ini menunjukkan
pentingnya kegiatan promosi dan pencegahan kesehatan dan keterlibatan masyarakat
dalam semua aspek fungsi kesehatan masyarakat
Sejak beberapa dekade lalu, globalisasi telah meningkatkan intensitas interaksi
dan pertukaran penduduk antar negara. Pergerakan orang yang cepat dan massif
memiliki implikasi bagi kondisi kesehatan masyarakat di seluruh dunia, utamanya
yaitu risiko tersebarnya penyakit. Risiko tersebut akan bertambah apabila
perpindahan penduduk dilakukan secara ireguler. Para pengungsi/pencari suaka yang
meninggalkan wilayah asalnya akibat konflik, misalnya, rentan terhadap masalah-
masalah kesehatan seperti kelaparan dan kekurangan gizi serta kurangnya akses
terhadap pelayanan kesehatan yang memadai.
Lebih lanjut, globalisasi juga memungkinkan terjadinya pertukaran ide dan
meluasnya pergerakan. Hal ini kemudian mendorong inisiatif-inisiatif dari organisasi

1
masyarakat sipil maupun sektor swasta untuk berkontribusi dalam penyelesaian
berbagai isu, termasuk kesehatan. Dalam perkembangannya, ini mengubah tata
kelola kesehatan global menjadi lebih berjejaring dan melibatkan berbagai aktor,
tidak lagi didominasi oleh pemerintah dan organisasi internasional.

2
masa ini penduduk lebih banyak dan padat serta perpindahannya lebih cepat dan
masif. Hal inilah yang melatarbelakangi pentingnya pembahasan tentang isu-isu
dalam konteks global dan ekuisisi untuk mengatasi permasalahan kesehatan
global yang bersifat kompleks.

1.2 RUMUSAN MASALAH


Permasalahan yang diangkat dalam penulisan makalah ini adalah:
1. Bagaimana perkembangan isu-isu utama globalisasi?
2. Bagaimana isu-isu utama globalisasi dalam perspektif ekuitas?
3.
1.3 TUJUAN MASALAH
Bersumber pada rumusan masalah yang disusun tersebut diatas, maka
penulisan makalah ini bertujuan:

1. Mahasiswa mengetahui perkembangan isu-isu utama globalisasi

2. Mahasiswa mampu memahami isu-isu utama globalisasi dalam perspektif


ekuitas.

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 PENGERTIAN GLOBALISASI


Perkembangan dunia saat ini telah memunculkan sebuah fenomena
globalisasi yang telah membumi ke plosok negara-negara di dunia. Globalisasi
sebagai sebuah fenomena nyata, dimana masyarakat diberbagai dunia bisa saling
bertukar informasi, teknologi sampai bekerjasama diberbagai bidang kehidupan.
Globalisasi adalah suatu proses dimana antar individu, antar kelompok, bahkan
antar negara saling berinteraksi, bergantung, dan saling mempengaruhi satu sama
lain sampai melintasi batas negara.
Menurut asal katanya, kata globalisasi diambil dari kata global yang
maknanya universal. Globalisasi berupaya melakukan universalisasi sistem dunia
(world system) sehingga semua negara memiliki sistem yang homogen secara
global (Safril 2015: 66). Para pemikir barat menyatakan bahwa globalisasi adalah
sebagai suatu proses kehidupan yang serba luas dan meliputi segala aspek
kehidupan, seperti politik, ideologi, sosial budaya,ekonomi yang dapat dirasakan
oleh seluruh umat manusia di dunia (tanpa batas) (Syarbaini, 2015: 262). Selain
itu, Giddens (1991: 64) mengartikan globalisasi sebagai intensifikasi hubungan
sosial dunia yang menghubungkan tempat-tempat jauh sehingga peristiwa disuatu
tempat dapat dipengaruhi oleh peristiwa yang terjadi di tempat lain sekian
kilometer jauhnya dan sebaliknya.
Ditinjau dari sisi lain, ada yang mengartikan globalisasi sebagai proyek
negara-negara Adikuasa untuk menjalankan perekonomian kapitalis. Negara-
negara yang kuat dan kaya akan mengendalikan ekonomi dunia dan negara-negara
yang kecil makin tidak mampu bersaing. Sebab itu globalisasi cenderung
berpengaruh terhadap perekonomian dunia bahkan berpengaruh terhadap aspek
kehidupan lain seperti agama dan budaya. Sehingga Globalisasi sering diartikan
sebagai proses yang menghasilkan dunia tunggal Robertson dalam Sztompka
(2007: 101). Jadi dapat disimpulkan bahwa globalisasi adalah penyeragaman

4
berbagai aspek kehidupan pada masyarakat dunia sehingga batas wilayah menjadi
kabur di setiap negara-negara.

2.2 KESEHATAN GLOBAL


Istilah Global Health atau kesehatan global kerap kali digunakan dalam
banyak penelitian akademis, dokumen pemerintah, dan organisasi internasional.
Istilah Kesehatan global juga kerap kali disamakan dengan istilah International
Health atau Kesehatan internasional walaupun terdapat pendapat yang
menyatakan keduanya memiliki definisi yang berbeda. Selain itu, Kesehatan
global juga kerap disamakan sebagai public health atau kesehatan publik yang
dalam sejarahnya mengacu pada kondisi di dalam batas suatu negara. Koplan et
al. Dalam artikelnya membedakan ketiga konsep tersebut (kesehatan global,
kesehatan internasional dan kesehatan publik) berdasarkan lima kategori, yaitu
jangkauan geografis, level kerja sama, target individu atau populasi, akses
kesehatan, dan rentang disiplin ilmu.

Tabel 2.1 Perbandingan Kesehatan Global, Internasional dan Publik


Kesehatan global Kesehatan Kesehatan publik
internasional
Jangkauan Fokus pada isu-isu Fokus pada isu-isu Fokus pada isu-isu
geografis baik yang secara Kesehatan di negara Kesehatan pada
langsung maupun lain khususnya suatu komunitas
tidak langsung negara atau negara.
mempengaruhi berpenghasilan
kesehatan yang menengah dan
dapat melampaui rendah.
batas nasional.
Level kerja Pengembangan dan Pengembangan dan Pengembangan
sama penerapan penerapan dan penerapan
Solusi membutuhkan Solusi solusi tidak
kerja sama global. membutuhkan kerja membutuhkan
sama bilateral. kerja sama global.

5
Target Mencakup Program Mencakup program Sebagian besar
individu atau pencegahan dalam pencegahan dalam difokuskan pada
populasi Populasi dan Populasi dan Program
perawatan klinis perawatan klinis pencegahan
individu. individu. Pada populasi.
Akses Tujuan utama adalah Tujuan utama Tujuan utama
kesehatan keadilan akses adalah untuk adalah keadilan
Kesehatan bagi membantu negara kesehatan dalam
semua negara dan lain. atu negara atau
masyarakat. komunitas.
Rentang Riset kesehatan Riset kesehatan Riset kesehatan
disiplin global mencakup internasional hanya public
ilmu multidisiplin ilmu, mencakup beberapa mengedepankan
tidak hanya ilmu disiplin pendekatan
kesehatan ilmu. multidisiplin
namun lebih
fokus pada ilmu
kesehatan dan
ilmu sosial.

2.3 PERKEMBANGAN KESEHATAN GLOBAL


Terdapat beberapa tonggak yang menandai adanya perkembangan
kesehatan global, yaitu:
a. Era sebelum terbentuknya Badan Kesehatan Dunia (WHO) (1348-1948)
Sejak anad ke-14, kebijakan karantina telah menjadi konsep strategis
penanganan penyakit yang sudah terkoordinasi termasuk sistem isolasi,
sanitary cordons (pembatasan gerak penduduk), tagihan kesehatan yang
dikeluarkan untuk kapal, desinfeksi, dan pengaturan kelompok orang yang
diyakini menjadi penyebab penyebaran infeksi penyakit (Birn et al.,2009)
Diplomasi-diplomasi tentang penyakit infeksi juga dilakukan secara
intensif saat terjadinya wabah kolera pada kurun waktu 1830-1847 di Eropa.

6
b. Berdirinya Organisasi Kesehatan Liga Bangsa-Bangsa (1920-1940)
Organisasi Kesehatan Liga Bangsa-Bangsa (League of Nations Health
Organization) didirikan di Paris pada tahun 1908. Dengan dasar pemikiran
bahwa penyediaan kesehatan dan kesejahteraan yang adil dapat mengurangi
konflik social internal dan membantu mencegah perang. Organisasi ini
bertugas mengumpulkan dan mendistribusikan informasi dari berbagai
departemen kesehatan di seluruh dunia. pada perkembangannya, organisasi
ini mengalami permasalahan terkait penganggaran yang buruk, dan
munculnya persaingan dari negara lain serta krisis yang dihadapi pasca
Perang Dunia Kedua (Brown et al., 2006).
c. Berdirinya CDC (1946)
Organisasi ini dibentuk pada tanggal 1 Juli 1946 dalam upaya
pengendalian malaria ke seluruh dunia. Dalam perkembangannya, CDC
memperluas ruang lingkup kerjanya terhadap penyakit menular termasuk
memberikan bantuan praktis kepada departemen kesehatan negara bagian.
d. Terbentuknya Badan Kesehatan Dunia (WHO)
Organisasi ini diinisiasi saat pelaksanaan konferensi internasional tahun
1945. Dan resmi terbentuk who pada tanggal 7 april 1948 dengan
diselenggarakannya General Assembly. Sehingga tanggal tersebut diperingati
menjadi hari kesehatan dunia. Dalam pertemuan majelis kesehatan pertama
disepakati bahwa WHO memiliki peran menentukan arah dan koordinasi
urusan pekerjaan kesehatan intenasional; fungsi normatif; dan kerjasama
teknis dan penelitian (Clift, 2013).
Sejak awal pembentukannya, WHO membagi wilayah kerjanya menjadi
beberpa wilayah, seperti Amerika, Asia Tenggara, Eropa, Mediterania Timur,
Pasifik Barat, dan Afrika.
1) Eradikasi Malaria
Merupakan program pertama WHO yang bersifat global yang
diluncurkan pada tahun 1955 dan berhasil mengeradikasi malaria dari
Eropa, Amerika Utara, Karibia, dan Sebagian Asia dan Amerika Selatan
Tengah.

7
2) Eradikasi Smallpox
Eradikasi smallpox diajukan pertama kali oleh Uni Soviet pada
tahun 1966 dikarenakan angka pesakitan yang cukup tinggi. Pada tahun
1971 smallpox sudah dieliminasi dari Amerika Selatan, di Asia (1975) dan
di Afrika (1977) (Brown et al.,2006). Upaya eradikasi ini salah satunya
dengan vaksin. Pada tahun 2979 WHO menghentikan rekomendasi vaksin
terhadap smallpox kecuali pada kelompok khusus, seperti peneliti
smallpox dan virus terkait. Hingga saat ini, smallpox menjadi satu-satunya
penyakit yang dieradikasi.
e. Deklarasi Alma Ata (1978)
Pada konferensi Alma Ata yg diselenggarakan di Kazakhstan (US)
pada tahun 1978 para ahli kesehatan dunia bersepakat untuk Menyusun
strategi baru bagi kesehatan dunia yang dikneal dengan “Health dor All in the
Year 2000” dengan pelayanan kesehatan primer sebagai strategi utama.
Deklarasi Alma Ata juga menyebutkan bahwa kesehatan untuk semua
pada tahun 2000 dapat dicapai melalui Pelayanan Kesehatan Dasar yang
mencakup 8 hal, yaitu:
1. Pendidikan Kesehatan (health education)
2. Peningkatan penyediaan makanan dan gizi (promotion of food supplies
and proper nutrition)
3. penyediaan air bersih dan sanitasi dasar (adequate supply of safe water
and basic sanitation)
4. Pelayanan Kesehatan Ibu dan anak, termasuk keluarga berencana
(maternal and child care, including family planning)
5. Imunisasi (Immunization against the major infectious diseases)
6. Pencegahan dan pemberantasan penyakit (prevention and control of
locally endemic diseases)
7. Pengobatan penaykit-penyakit umum (appropriate treatment of
common diseases and injuries)
8. Penyediaan obat esensial (Provision Essential Drugs).

8
Kebijakan ini berdampak terhadap Indonesia dengan terbentuknya
Puskesmas (Pusat Kesehatan Masyarakat). Namun tujuan Konferensi Alma
Ata tidak tercapai pada tahun 2000 (WHO, 2008).
f. Konferensi Bellagio
Sebuah konferensi tandingan Alma Ata pada tahun 1979 yang
didukung oleh Bank Dunia, USAID, UNICEF, Rockefeller, dan Ford
Foundation. Dalam konferensi ini diajukan program kesehatan yang lebih
hemat dan lebih selektif dibanding program WHO. Hasil dari konferensi ini
berfokus pada kesehatan anak yang dikenal dengan GOBI-FFF yang meliputi
growth monitoring (G), oral rehydration tehrapy (O), breastfeeding (B),
immunization (I), female education (F), family spacing (F), suplemen
makanan (food supplements) (F). Dampak program GOBI-FFF ini di
Indonesia adalah terbentuknya Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu).
Kondisi kesehatan global yang mengalami perubahan besar sejak
tahun 1980 membuat kesehatan menjadi tema sentral dalam agenda
Internasional.
g. Era MDGs
Millenium Development Goals (MDGS) atau Tujuan Pembangunan
Millenium disepakati oleh negara-negara PBB pada tahun 2001 yang
berfokus pada pengentasan kemiskinan dengan mempersyaratkan teratasinya
masalah kesehatan. hal ini tercermin dalam banyaknya sasaan-sasaran dalam
MDGs yang terkait kesehatan, antara lain kematian ibu, kematian anak, dan
penyakit menular.
Pada tahun 2005 World Health Assembly menghasilkan resolusi yang
mendorong negara-negara angora untuk memberlakukan jaminan kesehatan
semesta (Universal Health Coverage), termasuk Indonesia. Indonesia resmi
menyelenggarakan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) sejak 1 Januari 2014.

9
Ada delapan tujuan MDGs yaitu:
Tabel 2. Tujuan dan target MDGs
No Tujuan Target
1 Menanggulangi Kemiskinan 1. Menurunkan proporsi penduduk yang
dan Kelaparan tingkat pendapatannya dibawah $ 1 PPP
per hari menjadi setengah antara 1990-
2015.
2. Menurunkan proporsi penduduk yang
menderita kelaparan menjadi
setengahnya antara tahun 1990-2015
2 Pendidikan Dasar untuk 3. Memastikan pada 2015 semua anak-anak
semua dimanapun laki-laki maupun perempuan,
dapat menyelesaikan pendidikan dasar.
3 Mendorong Kesetaraan 4. Menghilangkan ketimpangan gender di
Gender dan Pemberdayaan tingkat pendidikan dasar dan lanjutan
Perempuan pada 2005 dan disemua jenjang
pendidikan tidak lebih dari tahun 2015
4 Menurunkan Angka kematian 5. Menurunkan angka kematian balita
anak sebesar dua pertiganya, antara 1990 dan
2015
5 Meningkatkan Kesehatan Ibu 6. Menurunkan angka kematian ibu sebesar
tiga perempatnya antara 1990- 2015
6 Memerangi HIV/AIDS, 7. Mengendalikan penyebaran HIV/AIDS
Malaria, dan Penyakit dan mulai menurunkannya jumlah kasus
Menular Lainnya baru pada 2015
8. Mengendalikan penyakit malaria dan
mulai menurunnya jumlah kasus malaria
dan penyakit lainnya pada 2015.
7 Memastikan Keberlanjutan 9. Memadukan prinsip-prinsip
Lingkungan Hidup pembangunan berkelanjutan dengan

10
kebijakan dan program nasional serta
mengembalikan sumber daya lingkungan
yang hilang.
10. Penurunan sebesar separuh, proporsi
penduduk tanpa akses terhadap sumber
air minum yang aman dan berkelanjutan
serta fasilitas sanitasi dasar pada 2015.
11. Mencapai perbaikan yang berarti dalam
kehidupan penduduk miskin di
permukiman kumuh pada tahun 2020
8 Membangun Kemitraan 12. Melakukan pembangunan lebih lanjut
Global untuk Pembangunan system keuangan dan perdagangan yang
terbuka, berbasis peraturan, dapat di
prediksi, dan tidak diskriminatif.
13. Penanggulangan masalah pinjaman luar
negeri melalui upaya nasional maupun
internasional dalam rangka pengelolaan
pinjaman luar negeri yang
berkesinambungan dalam jangka
Panjang.
14. Bekerjasama dengan negara-negara
berkembang dalam mengembangkan dan
menerapkan strategi untuk menciptakan
lapangan kerja yang layak dan produktif
bagi penduduk usia muda.
15. Bekerja sama dengan sektor swasta
dalam memanfaatkan teknologi baru,
terutama teknologi informasi dan
komunikasi

11
h. Era SDGs
PBB menyelenggarakan Konferensi tentang pembangunan
berkelanjuta (Sustainable Develompent Goals) pada tahun 2012 di Rio de
Jenairo. konferensi ini bertujaun untuk menggalakkan sebuah proses untuk
mengembangkan seperangkat Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs)
baru yang akan meneruskan momentum yang dihasilkan oleh MDG sebagai
kerangka kerja pembangunan global setelah 2015.
Perbedaan MDGs dan SDGs dapat diamati dari beberapa aspek berikut:
Tabel 3. Perbedaan antara MDGs dan SDGs
No MDGs SDGs
1 Penyusunan oleh sekelompok ahli Melalui proses konsultasi yang
Panjang melibatkan seluruh
stakeholder dalam pertemuan tatap
muka survei online dan survei secara
langsung.
2 Ada 8 tujuan, 21 target, dan 63 ada 17 tujuan dengan 169 target
indikator yang akan dicapai pada tahun 2030
3 Fokus pada negara-negara Semua negara diharapkan
berkembang dengan pendanaan dari berpartisipasi untuk mencapai SDGs
negara kaya
4 Penekanan program pada anak, Penekanan program pada
kematian ibu dan penyakit menular. pengembangan manusia, hak asasi
manusia, dan kesetaraan serta
kesejahteraan hidup dan kesehatan,
termasuk penyakit tidak menular.
5 Tidak ada visi membangun kemitraan Mencakup visi membangun
kemitraan yang dinamis dan
sistematis dengan sektor swasta
untuk mencapai pembangunan
berkelanjutan.

12
6 Tidak mengakomodasi peran Memperhatikan hak masyarakat sipil
organisasi masyarakat sipil (civil dengan keterlibatan yang signifikan
society organization/ CSO) dari para aktor masyarakat sipil
(Kumar et al., 2006)

Prioritas pembangunan kesehatan di era SGDs menitikberatkan pada


kemampuan negara dan sistem kesehatan unutk menghadapi krisis kesehatan,
perubahan iklim, dan mengedepankan pembangunan yang berlandaskan pada
pemeliharaan lingkungan.

2.4 ISU-ISU DALAM KONTEKS GLOBAL DAN EKUITI


2.4.1 PERDAGANGAN DAN KESEHATAN GLOBAL
Keterbukaan perdagangan dan perpindahan penduduk, jasa dan
sumber daya manusia menjadi ciri khas terjadinya proses globalisasi.
Globalisasi memberikan dampak bagi kesehatan melalui perdagangan bebas
dan rezim organisasi perdaganagn dunia (World Trade Organization),
reorganisasi produk dan pasar pekerja, kerusakan lingkunagn, dan krisis
keuangan (Birn et al.,2009)
Lahirnya perdagangan bebas mendorong semakin berkembangnya
faktor determinan social yang mempengaruhi kesehatan. Contohnya
berkembangnya penyakit menular akibat perpindahan barang dan penduduk,
meningkatnya penyakit kronis melalui pemasaran produk yang tidak sehat
seperti rokok, dan konsumsi makanan yang tidak sehat akibat perubahan
gaya hidup (Smith et al., 2015,2013; Woodward et al., 2001).
dampak positif dari era globalisasi dan perdagangan terhadap kesehatan
misalnya:
1. Kemajuan teknologi modern sangat membantu pemerintah maupun
tenaga kesehatan merespons lebih cepat keadaan darurat kesehatan.
2. Mendorong peningkatan pelayanan kesehatan melalui berbagai model
seperti telediagnosis, telekonsultasi, dan transmisi gambar rekam medis.

13
3. Meningkatkan pertukaran informasi kesehatan, meningkatkan fasilitas
perawatan medis, dan meningkatkan investasi di sektor kesehatan yang
kemudian dapat diintegrasikan untuk penguatan sistem kesehatan
nasional suatu negara.

2.4.2 PERUBAHAN IKLIM DAN KESEHATAN GLOBAL


Perubahan iklim (climate change) adalah perubahan situasi iklim yang
dapat diidentifikasi (misalnya dengan menggunkan uji statistik) dnegan
perubaha rerata dan atau variabilitas sifat-sifatnya yang berlangsung dalam
jangka waktu yang lama, biasanya dalam ukuran dekade atau lebih lama
lagi. (Yodi M et al., 2019). The Intergovernmental Panel on Climate
Change (IPCC) adalah suatu badan internasional yang dibentuk tahun 1988
melaporkan terkait perubahan iklim bahwa terjadi pemanasan global akibat
aktivitas manusia. diperkirakan terjadi kenaikan berkisar 0,8-1,2 °C.
pemanasan global ini diprediksi akan semakin meningkat dan menaikkan
suhu hingga mencapai 15 °C antara tahun 2030 dan 2052 apabila kecepatan
pertambahannya terus berlanjut seperti pada saat ini (IPCC,2018).
a. Dampak Perubahan Iklim terhadap Kesehatan
Perubahan iklim memberikan dampak baik secara langsung
maupun tidak langsung terhadap kesehatan, yaitu:
1) Gangguan terhadap pelayanan kesehatan, termasuk kerusakan
infarstruktur;
2) Meningkatnya insiden penyakit yang ditularkan melalui makanan;
3) Meningkatnya insiden penyakit yang ditularkan vector dan
zoonosis
4) Meningkatya insiden penyakit yang ditularkan melalui air dan
kebersihan air yang tercemar.
5) Meningkatnya cedera traumatis kematian;
6) Sengatan panas;
7) Meningkatnya morbiditas dan mortalitas dari penyakit yang tidak
menular dan gangguan kesehatan jiwa.

14
8) Malnutrisi, termasuk peningkatan ketergantungan pada bahan
pangan yang diimpor
9) Tekanan mental.
b. Prinsip Ekuiti dalam Perubahan Iklim
Yang terkena dampak paling berat dari perubahan iklim adalah
orang-orang paling miskin di negara-negara termiskin meskipun
kontribusi mereka sangat kecil terhadap emisi gas rumah kaca.
Khususnya penduduk miskin kota, orang tua dan anak-anak, masyarakat
tradisional, petani, dan penduduk yang tinggal di pesisir (IPCC, 2014).
Akibatnya, di pedesaan, perempuan semakin menjadi kepala rumah
tangga dan memiliki beban ganda reproduksi social dan pekerjaan.
Orang yang tinggal di pegunungan dan daerah terpencil, penghuni
pemukiman kumuh di kota besar dan sekitarnya, penduduk kepulauan,
dan nelayan akan sangat terpengaruh (WHO, 2015).
Mengupayakan ekuiti (keadilan) untuk mempromosikan
ketahanan (resilience) terhadap perubahan iklim dan peningkatan
kesehatan global dengan cara menyertakan pembangunan berkelanjutan
yang menekankan determinan kesehatan, seperti akses ke air dan udara
bersih ketahanan pangan, sistem kesehatan yang kuat dan mudah
diakses, dan pengurangan ketimpangan sosial dan ekonomi.
Secara umum, ada bebebrapa langkah untuk mengatasi
perubahan iklim global, yaitu:
1) Strategi Adaptasi Dan Mitigasi
Upaya adaptasi dengan dampak perubahan iklim pada
kesehatan dapat dikategorikan sebagai Tindakan incremental,
transisional, dan transformasional (O’Brien et al., 2012).
Kebijakan adaptasi yang bisa dilakukan untuk mengurangi
penyakit menular akibat perubahan iklim, yaitu: investasi kesehatan
masyarakat sebagai faktor penentu kesehatan (seperti Pendidikan,
pelayanan kesehatan, upaya pencegahan kesehatan, dan
infrastruktur berperan utama dalam ketahanan), pendekatan one-

15
bath (melibatkan kolaborasi lintas disiplin dan wilayah geografis
untuk melindungi kesehatan manusia, hewan dan lingkungan),
peningkatan surveilans penyakit dan pengendalian dengan cara
memperkuat kapasitas untuk memantau dan merespons wabah
penyakit.
Adapun upaya mitigasi dengan cara: mengurangi emisi
polutan yang merusak kesehatan, meningkatkan akses ke layanan
kesehatan reproduksi, mengurangi konsumsi daging (terutama dari
ruminansia) dan mengganti diet sehat rendah karbon, meningkatkan
transportasi aktif, khususnya di daerah perkotaan, termasuk
menggunakan sepeda, meningkatkan ruang hijau perkotaan.
2) Peningatan kapasitas SDM kesehatan dengan mengadakan
pelatihan terkait hubungan dan dampak dari perubahan iklim pada
kesehatan serta untuk meningkatkan sektor kesehatan.

2.4.3 DENGUE
Adalah infeksi oleh virus dengue (DENV). Dengan Vektor utamanya
adalah nyamuk Ae. Aegypti.
Virus dengue ditularkan ke manusia melalui gigitan nyamuk. Empat
hari setelah gigitan, seseorang akan mengalami viremia (peningkatan virus
dengue dalam darah). Sebanyak 25% kasus infeksi dengue memberikan
gejala klinis, yang jika tidak ditangani dengan adekuat akan menyebabkan
kematian karena timbulnya perdarahan dan kebocoran plasma.
a. Strategi Pengendalian:
1) Manajemen Kasus
a. Meningkatkan manajemen dan diagnosis kasus untuk mencegah
kematian akibat dengue,
b. Meningkatkan kapasitas untuk memfasilitasi pengurangan beban
penyakit melalui peningkatan akses dan triase untuk mencegah
kematian akibat dengue di daerah endemik; mengelola kejadian
wabah; penguatan kapasitas dan memastikan jaminan kualitas

16
layanan baik sektor swasta maupun sektor publik,
mengembangkan materi dan pelatihan, termasuk untuk program
dengue (WHO, 2012).
2) Surveillance dan Persiapan Wabah (Outbreak)
Yaitu melakukan peningkatan pengawasan untuk meningkatan
pelaporan, pencegaham. Dan pengendalian demam berdarah.
3) Pengendalian Vektor
Beberapa metode pengendalian vektor dapat dilakukan dengan
cara: manajemen lingkungan (melakukan modifikasi lingkungan
seperti mengurangi habitat vektor, pemasangan pasokan air pipa
untuk mengurangi penggunaan bak penampung), secara kimiawi,
yaitu dengan mengendalikan populasi menggunakan larvisida atau
adulticides, secara biologi melakukan pengendalian nyamuk dengan
memanfaatkan predator nyamuk seperti capung, kura-kura air kecil
dan larva kumbang.
4) Vaksin.
Vaksin dengue yang sudah dikembangkan ialah vaksin chimeri
vax yang menggunakan strain 17D virus Yellow Fever yang telah
dilemahkan.
5) Eliminasi
Kontrol biologis penularan nyamuk dengan serangga
endosimbion Wolbachia berhasil diimplementasikan untuk
membatasi transmisi demam berdarah dan termasuk nyamuk Ae.
Aegypti sebagai suatu inisiatif global yang dikenal sebagai Program
Nyamuk Dunia (O’Neill, 2018)

2.4.4 MALARIA
Penyakit yang disebabkan karena gigitan nyamuk Anopheles spp yang
mengandung parasite Plasmodium spp ini sebenarnya sudah ada sejak abad
ke 17. Akan tetapi hingga saat ini dunia belum mampu mengeradikasi

17
keberadaannya. Mayoritas kematian (95%) berasal dari India, Indonesia dan
Myanmar.
Tantangan eliminasi malaria, yaitu:
1. Negara dengan beban malaria tersbesar, yaitu ada 111 negara
yang berkontribusi sekitar 70% perkiraan kasus kesakitan dan
kematian akibat malaria.
2. Pendanaan, yaitu 24 dari 41 negara dengan beban malaria tinggi
mengandalkan pendanaan eksternal untuk program malaria.
3. Resistensi Obat
4. Resistensi Insektisida, yaitu 80 endemis malaria melaporkan
resistensi pada satu kelas insektisida pada satu vector malaria
(WHO, 2018a).
Adapun prinsip pengendalian malaria menurut WHO adalah dengan
menggunakan terapi kombinasi artemisin, deteksi dini penderita malaria
dengan pemeriksaan mikroskopis atau uji diagnostik cepat secara massal,
pembagian kelambu berinsektisida, fumigasi dalam rumah dan pengobatan
berselang untuk pencegahan pada ibu hamil.
Beberapa faktor penghambat eliminasi malaria ditampilkan dengan
tabel di bawah ini:
Tabel 4. Hambatan Pengendalian Malaria
Perilaku dan karakteristik individu a. Kepatuhan rumah tangga pada regimen
pengobatan malaria
b. Pemahaman yang kurang mengenai
penyebab malaria dan maksud dari
pengobatan malaria
c. Keterbatasan sumber daya dan
kemiskinan
Sistem Kesehatan a. Akses pelayanan kesehatan
b. Ketersediaan obat dan sarana
pendukung oengendalian malaria
lainnya

18
c. Keterbatasan pembiaayan kegiatan
pengendalian malaria
d. Kapasitas institusi pengampu sistem
kesehatan yang masih perlu
ditingkatkan
e. Keterbatasan fasilitas laboratorium dan
sarana pendukung
f. Riset-riset malaria belum menjadi
prioritas program
Struktur sosial a. Hambatan struktural yang tidak sejalan
dengan program pengendalian malaria
masih sering terjadi
b. Disparitas gender
c. Inequity terstruktur di masyarakat
dalam mengakses layanan kesehatan
Proses kebijakan pemerintah a. Proses kebijakan yang terfragmentasi
b. Pajak pada sarana pendukung
pengendalian malaria
Kondisi lingkungan a. Toksisitas dan kontaminasi pestisida
b. Resistensi obat anti malaria
c. Siklus musiman malaria
Sumber: Paul et al.,2015

Global Technical Strategy (GTS) for Malaria 2016-2030


menetapkan 3 pilar menuju eliminasi malaria, yaitu:
1. Memastikan akses universal kepada pencegahan, diagnosis dan
pengobatan malaria.
2. Percepatan usaha menuju eliminasi dan pencapaian status bebas
malaria.
3. Menjadikan surveilans malaria menjadi intervensi utama.

19
WHO juga menetapkan empat tujuan utama, yaitu:
1. Menurunkan angka kematian malaria global menjadi 40% pada tahun
2020, 75% pada tahun 2025, 90% pada tahun 2030 dibanding tahun
2015.
2. Menurunkan insidensi malarian global menjadi 40% pada tahun 2020,
75% pada tahun 2025, dan 90% pada tahun 2030, dibanding tahun
2015.
3. Pencapaian status eliminasi pada setidkanya 10 negara pada tahun
2020, 20 negara pada tahun 2025, dan 35 negara pada tahun 2030
dibanding tahun 2015
4. Mencegah munculnya Kembali pada negara-negara yang sudah
dinyatakan bebas malaria (WHO, 2017)

2.4.5 PENYAKIT TROPIS YANG TERABAIKAN (NEGLECTED


TROPICAL DISEASE)
Yaitu kelompok penyakit menular yang terjadi di wilayah tropis
dan subtropic. beberapa alasan mendasar terabaikannya kelompok
penyakit ini adalah karena implementasi strategi pengendalian NTDs tidak
efektif, upaya pengembanganvaksin juga obat dan pengendalian yang tidak
memadai serta relative diabaikan oleh penelitian. oleh karena itu tidak
banyak penelitian yang dilakukan untuk mengembangkan diagnostic dan
obat-obatan baru dan untuk membuat intervensi yang mudah diakses untuk
mencegah, menyembuhkan, dan mengelola komplikasi dari semua NTDs
(WHO, 2013)
a. Jenis-jenis penyakit NTDs yang masih menjadi priorittas
pengendalian secara global, yaitu:
1. Limfatik filariasis (lymphatic filariasis), atau disebut kaki gajah.
disebabkan oleh infeksi parasite jenis nematoda (cacing gelang)
yang menyebabkan lymphoedema, elephantiasis, dan
pembengkakan scrotum.

20
2. Onchocerciasis (river blindess), disebabkan oleh cacing nematoda
(Onchocerca volvulus) dengan vector lalat hitam dan dapat
menyebabkan penyakit kulit dankata yang parah termasuk
kebutaan.
3. Schistosomiasi (bilharzia), infeksi oleh cacing darah
(schistosomes), yang menyebabkan anemia, stunting dan
berkurangnya kemampuan belajar pada anak. (WHO, 2018)
4. Soil-transmittes helminths (hookworms, ascariasis, trichuriasis),
adalah infeksi yang ditularkan oleh cacing melalui tanah. seperti
cacing gelang, cacing cambuk, dan cacing tambang. lebih dari 267
juta anak usia prasekolah dan lebih dari 568 juta anak usia sekolah
tertular oleh parasit ini dan membutuhkan perawatan serta
intervensi pencegahan (WHO, 2018f; CDC, 2017)
5. Trakoma (Trakhoma) disebabkan oleh bakteri Chlamydia
trachomatis yang menginfeksi mata dan menyebabkan kebutaan.
6. Guenia worm disease/ dracunculiasis
7. Leprosy
8. Demam Dengue
9. Leshmaniasis, disebabkan oleg protozoa (Leishmania spp) yang
ditularkan oleh lalat betina (Phlebotomus dan Lutzomyia spp).
menyerang kulit dan mukokutan sehingga dapat meninggalkan luka
seumur hidup dan cacat serius.
10.Penyakit chagas
11.Human African trypanosomiasis
12.Buruli ulcer disebabkan oleh Mycobacterium ulcerans yang dapat
menyebabkan kerusakan kulit dan jaringan lunak yang ditandai
dengan bisul besar pada kaki atau lengan.
13.Misetoma

Faktor determinan penyakit NTDs ini adalah faktor perilaku


yang tidak sehat, tempat tinggal yang minim sanitasi serta faktor

21
kemiskinan yang berdampak pada kesehatan. selain itu juga
memberikan beban penyakit berupa kematian, kecacatan, serta
kehilangan pekerjaan dan produktivitas secara sosial dan ekonomi.
b. Strategi Pengendalian, yaitu:
1. Pemberian obat massal
2. Manajemen kasus dengan tujuan untuk deteksi dini dan pengobatan
segera. dengan cara penemuan kasus aktif dan pengembanganjalur
rujukan bagi penderita yang bertujuan unntuk mempercepat
penaganan kasus dan perawatan, menegakkan diagnosis dan tes
laboratorium (Mitja et al.,2017)
3. Pengendalian vektor, ada kendala terkait resistensi terhadap
insektisida serta kesulitan memhami hubungan vector-penyakit-
mannusia, pendanaan yang tidak memadai, dukungan politik yang
rendah, serta cakupan yang buruk.
4. Peningkatan sanitasi kebersihan
c. Upaya Eliminasi oleh Global
Beberapa upaya eliminasi oleh global diantaranya:
1) Global Alliance to Eliminate Lymphatic Filariasis
Dilakukan pada tahun 2000 dengan tujuan menghentikan
penyebaran dan penularan dan untuk mengurangi tingkat keparahan
penyakit pada penderita.
2) Onchocerciasis elimination program for the America
3) Program ini bertujaun untuk mengurangi kebutaan dan mengatasi
transmisi di negara Amerika, Brasil, Kolombia, Ekuador, Guatemala,
Meksiko dan Venezuela.
4) Schistosoma Control Initiative
5) International Trachoma Initiative
6) Mectizan Donation Programme for Fighting River Blindness
7) Drugs for Neglected Diseases Initiative
8) Carter Center

22
Didalam SDGs terdapat tujuan-tujuan yang ingin dicapai erat
kaitannya dengan uoaya eliminasi NTDs yaitu mengakhiri kemiskinan,
mencapai ketahanan (angan, meningkatkan gizi, dsb).

2.4.6 KESEHATAN PEREMPUAN


Kesehatan perempuan penting kaitannya dengan peran perempuan
dalam keluarga dan masyarakat. begitu juga dengan kesehatan kehamilan
perempuan erat kaitannya dengan tumbuh kembang generasi penerus
bangsa. perempuan juga menjadi subordinasi yang rentan terhadap
perlakuan diskriminasi.
a. Permasalahan Kesehatan Perempuan
1. Kekerasan Fisik dan Seksual yang Berdampak pada Kesehatan
Secara global, WHO memperkirakan sekitar 1 dari 3 (35%)
perempuan di seluruh dunia telah mengalami kekerasan fisik dan
atau seksual. Sebagian besar dilakukan oleh pasangan mereka. Selain
itu, sebanyak 38% kematian perempuan akibat kekerasan dilakukan
oleh pasangan pria.
Perempuan lebih cenderung mengalami kekerasan yang
dilakukan oleh pasangan jika mereka memiliki Pendidikan rendah,
berasal dari keluarga dengan riwayat kekerasan dalam rumah tangga,
mengalami pelecehan selama masa kanak-kanak, dan adanya status
yang menganggao perempuan sebagai bawahan. Selain itu, kondisi
social politik suatu negara yang tidak stabil seperti situasi konflik,
pasca konflik, dan pengungsian dapat memperburuk kekerasan
terhadap perempuan (WHO, 2018d)
Faktor risiko terjadinya kekerasan seksual pada perempuan meliputi:
1. Memiliki tingkat Pendidikan yang lebih rendah
2. Riwayat mengalami penganiayaan selama masa anak-anak.
3. Menyaksikan gangguan kepribadian dan antisosial (perbuatan)
4. Konsumsi alkohol (perilaku dan pengalaman)
5. Memiliki banyak pasangan atau perselingkuhan (perilaku)

23
6. Norma masyarakat bahwa status laki-laki lebih tinggi daripada
perempuan.
7. Rendahnya akses perempuan untuk berkarir.
Kekerasan seksual menyebabkan masalah kesehatan fisik,
mental, seksual, dan reproduksi serius.

2. Chronic Obstructive Pulmonary Disease (COPD)


Penyakit ini merupakan penyebab utama morbiditas dan
mortalitas di dunia. Faktor risiko terjadinya COPD antara lain:
perilaku merokok atau perokok pasif, polusi udara dalam ruangan,
polusi udara luar ruangan, debu, dan bahan kimia pekerjaan.
Perempuan sering terkena polutan dalam ruangan yang
dihasilkan oleh bahan bakar biomassa yang terbakar selama kegiatan
rumah tangga (IHME, 2018; WHO, 2016a).
Prevalensi COPD yang terjadi akibat asap dua hingga tiga kali
lebih tinggi pada perempuan yang hidup di pedesaan dibandingkan
dengan perempuan yang tinggal di perkotaan. (Sana et al., 2017).

3. HIV dan Infeksi Menular Seksual


Perempuan yang mengalami perilaku subordinatif oleh kaum
tertentu akibat adanya pengaruh atau pandangan yang keliru tentang
gender memiliki risiko lebih rentan terhadap penularan HIV.
Penyakit menular seksual yang rentan diderita oleh perempuan
adalah herpes kelamin, gonore dansifilis, klamidia, dan
trikomonisasis.
4. Penyakit Tidak Menular (NonCommunicable Disease)
Merupakan kombinasi dari faktor genetic, fisiologis,
lingkungan dan perilaku. Sekitar 4.7 juta perempuan meninggal
karena penyakit tidak menular sebelum mereka mencapai usia 70
tahun dan kebanyakan berasal dari negara berpenghasilan rendah dan
menengah.

24
5. Kesehatan Mental.
Perempuan lebih rentan untuk mengalami kecemasan, depresi
dan keluhan somatik dibanding pada pria.
Kesehatan mental pada perempuan berdampak pada kesehatan
diri serta pertumbuhan dan perkembangan anak-anak mereka. sekitar
20% perempuan di negara berkembang mengalami depresi klinis
setelah melahirkan.

7. Kanker
Merupakan masalah kesehatan perempuan paling serius.
Kejadian kanker yang paling banyak dialami oleh perempuan adalah
kanker payudara dan leher rahim. Tingkat kelangsungan hidup yang
rendah di negara-negara miskin disebabkan karena kurangnya
program deteksi dini yang mengakibatkan tingginya proporsi
perempuan yang menderita kanker stadium lanjut, serta kurangnya
kemampuan diagnosis dan dukungan fasilitas pengobatan yang
memadai (WHO, 2018e).

8. Kematian Ibu dan Kualitas Reproduksi yang Buruk


WHO memperkirakan sekitar 830 perempuan meninggal setiap
harinya karena penyebab yang dapat dicegah yang berhubungan
dengan kehamilan dan persalinan. Dan 99% dari semua kematian ibu
terjadi di negara berkembang.
Hampir 75% dari smeua kematian ibu disebabkan karena
komplikasi kehamilan, diantaranya perdarahan hebat, infeksi setelah
persalinan, preeklampsia-eklampsia, komplikasi persalinan dan
aborsi yang tidak aman. sisanya disebabkan karena malaria dan
AIDS selama kehamilan (WHO,2018b).
Investasi kesehatan terhadap perempuan mencerminakan rasa
keadilan. perhatian terhadap kesehatan perempuan harus meliputi

25
setiap siklus perkembangan mulai sejak lahir, remaja, hingga
dewasa.
Berikut beberapa alasan pentingnya investasi pada kesehatan
perempuan, yaitu:
1. Setiap pengambilan keputusan terhadap kesehatan reproduksi,
pendidikan dan pekerjaan sangat mempengaruhi status
kesehatan perempuan.
2. Kesehatan ibu dapat mempengaruhi kesehatan bayi,
pertumbuhan dan perkembangan, juga pendidikan dan
kesejahteraan anak.
3. Kematian atau sakit yang diderita berdampak pada beban
ekonomi keluarga.
4. Kesehatan ibu mempengaruhi produktibitas ekonomi keluarga.
5. Intervensi kesehatan ibu sangat menghemat biaya (Onarheim et
al., 2016)

b. Inisiatif Dunia Terhadap Kesehatan Perempuan


1) Advokasi dan Kesepakatan Internasional
a) The UN Decade for Women (1976-1985)
Konferensi ini berfokus pada tema kesetaraan,
pembangunan, dan perdamaian.
b) The Launch of the safe Motherhood Initiative (1987)
Agenda utama konferensi ini adalah meningkatkan status
perempuan dalam bidang ekonomi, social, dan politik dengan
strategi antara lain; memperkuat perawatan kesehatan ibu
berbasis masyarakat melalui peningatan keterampilan dukun
tradisional dan skrining Wanita hamil beresiko tinggi untuk
rujukan medis; meningkatkan fasilitas tingkat rujukan untuk
menangani kasus rujukan serta; mengembangkan sistem
kewaspadaan dan trasnportasi untuk menghubungkan
masyarakat dengan layanan rujukan (FCI,2007).

26
c) The International Conference on Population and Development
(1994)
Konferensi ini bertujuan untuk menentukan reframing dan
pengembangan kesehaatn reproduksi untuk pemenuhann hak-
hak laki-laki dan perempuan.
d) Millenium Development Goals (MDGs)
MDGs memposisikan kesehatan ibu sebagai salah satu
tujuan pembangunan melalui upaya peningkatan kesehatan dan
mengurangi kematian ibu menjadi 75% di tahun 2015.
e) The Partnership for Maternal, Newborn and Child Health
Adalah Kemitraan untuk kesehatan Ibu, Bayi Baru Lahir
dan Anak dengan komitmen penuh untuk semua target pada
tahun 2030, yaitu: mengurangi kematian ibu secara global
hingga ≤70 per 100.000 kelahiran hidup (SDGs3.1); mengurangi
kematian bayi baru lahir di setiap negara hingga ≤ 12 per 1000
kelahiran hidup (SDGs 3.2); mengurnagi tingkat kematian balita
di setiap negara hingga ≤25 per 1000 kelahiran hidup (SDGs
3.2); mencapai akses universal untuk kesehatan reproduksi
danhak-hak reproduksi (SDGs 3.7/5.6); memastikan 75%
permintaan untuk keluarga berencana terpenuhi dengan metode
kontrasepsi modern. (WHO, 2015)

c. SDGs dan Kesehatan Perempuan


Target SDGs untuk kesehatan perempuan ialah;
1) Mengakhiri segala bentuk diskriminasi terhadap perempuan dan
remaja di seluruh dunia.
2) Menghapuskan semua bentuk kekerasan terhadap semua
perempuan dan anak perempuan di tempat umum dan khusus,
termasuk perdagangan dan eksploitasi seksual serta bentuk
kekerasan lainnya.

27
3) Menghapuskan segala bentuk praktik berbahaya terhadap
perempuan seperti pernikahan dini, pernikagan secara paksa, dan
sunat Wanita.
4) mengakui dan menghargai perawatan dan kerja domestic tak
berbayar dengan cara penyediaan layanan public, infrastruktur
public, serta kebijakan perlindungan social dan promosi tanggung
jawab Bersama di dalam rumah tangga dan keluarga sesuai dengan
kebijakan nasional.
5) Menjamin partisipasi penuh dan efektif serta peluang yang sama
dalam kepemimpinan di seluruh tingkatan pengambilan keputusan
dalam kehidupan politik, ekonomi, dan publik.
6) Menjamin akses universal terhadap kesehatan seksual dan hak
reproduksi sebagaimana disepakati dalam Programme of Action of
the International Conference on Population and Development and
the Beijing Platform for Action serta dokumen-dokumen yang
dihasilkan dalam konferensi.
7) Melaksanakan reformasi untuk memberikan hak yang sama bagi
perempuan atas sumber daya ekonomi, akses pada kepemilikan dan
kontrol atas lahan dan bentuk properti lainnya, layanan keuangan,
warisan, dan sumber daya alam sesuai dengan hukum nasional.
8) Meningkatkan penggunaan teknologi pendukung, khususnya
teknologi informasi dan komunikasi, untuk mendorong
pemberdayaan perempuan.
9) Mengadopsi dan memperkuat kebijakan yang efektif dan legislasi
yang dapat dilaksankaan untuk mendorong kesetaraan gender dan
pemberdayaan seluruh perempuan dan anak perempuan di segala
tingkatan (UNDP, 2016).

28
2.4.7 HIV/AIDS
Dalam perkembangannya, selain berdampak pada kesehatan individu,
HIV/AIDS juga berdampak terhadap kehidupan keluarga, komunitas, serta
pertumbuhan ekonomi suatu negara.
Populasi yang berisiko terhadap terjadinya HIV/AIDS antara lain;
pasangan homoseksual, pekerja seks komersial, transgender, dan pengguna
narkoba suntik.
Dunia menaruh perhatian secara khusus terhadap eliminasi HIV/AIDS
dengan cara kampanye multisector yang berfokus pada dukungan advokasi,
pelaksanaan, dan penyebaran informasi melalui media massa, media sosial,
media elektronik.
Program kemitraan juga dilakukan oleh WHO dengan berkolaborasi
dengan banyak negara untuk mencapai sasaran dan target global.
Pada Tahun 2020, UNAIDS telah menetapkan target pengendalian
HIV/AIDS sebagai berikut: Kematian akibat HIV, Pemeriksaan dan
Perawatan, Pencegahan, dan Diskriminasi.
Ada beberapa kendala dalam program pencegahan HIV/AIDS, yaitu:
tantangan pencegahan dengan cara pemberian profilaksis prapajanan (PrPP),
merevitalisasi pendekatan yang telah lama yang sudah terbukti; tantangan
perawatan, dengan menyesuaikan program pengobatan untuk menjangkau
orang-orang yang mungkin enggan untuk melakukan pemeriksaan HIV
sehingga penyebaran HIV dapat ditekan dan segera mendapatkan pelayanan
yang komprehensif; keberlanjutan pendanaan, dengan menetapkan
mekanisme pembiayaan yang efektif sehingga setiap individu dapat
mengakses layanan yang dibutuhkan tanpa mengalami permasalahan
keuangan, melakukan integrasi layanan HIV dengan sistem kesehatan yang
lebih luas, dan memanfaatkan Sebagian besar platform sistem kesehatan,
seperti informasi strategis, sumber daya manusia, serta manajemen
pengadaan dan persediaan layanan dan pengobatan. (WHO, 2016).

29
2.4.8 VAKSIN
Sejak dunia mengenalkan Expanded Programme on Immunization
(EPI) pada tahun 1974, tekah terjadi peningkatan anak-anak yang
mendapatkan lima vaksin dasar dari 15% menajdi hamper 90% dan
smallpox menjadi penyakit pertama pada tahun 1979 yang sukses
tereradikasi.
a. Tantangan Pengembangan dan Implementasi Vaksin
Beberapa tantangan pengembangan adalah adanya anggapan
vaksin yang kurang bermanfaat, tidak penting, dan membuat tidak
nyaman. Serta beberapa tuduhan kepada pemberi dan penyedia vasin,
kontroversi halal-haram, dsb.
b. Tantangan Implementasi Program Imunisasi dan Pengenalan Vaksin
Baru.
Layanan kesehatan primer sebagai garda terdepan implementasi
program imunisasi ialah mempunyai tantangan yang dikategorikan
WHO dalam six building blocks, yaitu:
1) Ketersediaan fasilitas pemberian pelayanan yang mendukung
program imunisasi
2) Ketersediaan fasilitas pemberian pelayanan yang mendukung
program imunisasi
3) Sistem informasi vaksin yang adekuat mencakup data individu,
fasilitas kesehatan, cakupan populasi, dan surevilans.
4) Jaminan akses terhadap vaksin yang berkualitas, mencakup cara
penyimpanan dan pemberian vaksin.
5) Ketersediaan pendanaan yang berkelanjutan
6) Rumusan kebijakan terhadap tata Kelola program imunisasi, misal
dengan ketersediaan petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknis EPI
(WHO, 2010).
Keberhasilan program imunisasi sangat bergantung pada dukungan
berbagai pemangku kepentingan, mulai dari pemangku kebijakan dan

30
sistem kesehatan di tiap negara, industri vaksin, fasilitas pelayanan dan
tenaga kesehatan, dan masyarakat.

2.4.9 PANDEMI COVID 19

Pada 11 Maret 2020, World Health Organization (WHO) telah resmi


mengumumkan kejadian luar biasa virus korona atau Coronavirus Disease
2019 (Covid-19) sebagai pandemi global. Sebagian mungkin awam dengan
istilah pandemi, namun dapat dirasakan bahwa sesuatu yang besar sedang
terjadi. Seiring waktu, terbukti bahwa pandemi Covid-19 memang sebuah
kejadian luar biasa. Hingga 31 Mei 2021, virus tersebut telah tersebar dengan
pesat setidaknya di 219 negara/teritori, dengan total infeksi global lebih dari
171,5 juta kasus dan 3,7 juta kematian. Tingginya kecepatan penyebaran
wabah ini memberikan dampak negatif yang luar biasa besar bagi seluruh
negara, baik dari sisi kesehatan, sosial dan kesejahteraan, maupun ekonomi.

Kkasus pertama covid 19 ditemukan di Wuhan, Tiongkok. Hewan


diprediksi sebagai medium penyebaran penyakit ini. Wabah ini mirip dengan
wabah SARS 2002 dan MERS 2012, tetapi dengan tingkat penularan yang
lebih cepat. Pada kasus yang menjangkit lansia dan dengan penyakit tertentu
menjadikan penyakit lebih parah berpotensi menyebabkan kematian.

Penyebaran yang singkat mendorong pemerintah Tiongkok


memberlakukan lockdown ketat yang dinilai kontroversial. Tetapi karena
belum banyak informasi untuk mengantisipasi penyakit ini dengan mobilitas
manusia masih tinggi mengakibatkan penyebaran ke seluruh dunia.
Beberapa negara melaporkan adanya peninhkatan kasus positif dan diikuti
langkah pelarangan perjalanan (travel ban). Arab Saudi mengambil langkah
tegas untuk menutup seluruh penerbangan dan penangguhan kedatangan
yang merupakan langkah monumental menandai adanya ancaman besar yang
sedang terjadi. Dengan penyebaran yang eksponensial upaya pencegahan
semakin masif dengan kebijakan lockdown dan travel ban juga menerapakan
Physical distansing melalui penutupan sekolah, perkantoran dan pembatasan
berbagai kegiatan yang mengumpulkan banyak orang.

31
Dampak sosial dan ekonomi semakin intensif sehingga mendorong
banyak negara dengan kenaikan kasus masih tinggi ikut dalam tren relaksasi
dan reopening. Konsekuensinya penyebaran pandemi semakin meluas dan
beralih ke negara berkembang menjadi episenter baru pandemi.

Berita positif vaksin menjadi angin segar penangannan pandemi dengan


ketidakpastian yang tinggi. Perkembangan vaksin berjalan sangat cepat dan
signifikan mulai dari diumumkannya tingkat efikasi tinggi (kisaran 70-95%),
pemberian izin penggunaan darurat, hingga akhirnya persetujuan izin edar
vaksin secara masal.

Selama pandemi kebijakan penanganan dilakukan begitu dinamis.


Kenormalan baru seperti kebiasaan memakai masker, mencuci tangan, dan
menjaga jarak diaplikasikan milyaran manusia di dunia. Akan tetapi
kebijakan penerapan pembatasan mobilitas hingga lockdown tidak ada satu
template yang seragam bergantung masing-masing negara. Keadaan sosial,
ekonomi dan demografi menjadi pertimbangan, hal ini menggambarkan
kompleksitas dan unsur ketidakpastian yang tinggi dan mungkin berlangsung
hingga beberapa waktu kedepan.

2.5 MASA DEPAN KESEHATAN GLOBAL


2.5.1 Prioritas Pembangunan Kesehatan Global
Sebagai Lembaga yang bertanggung jawab terhadap pembangunan
kesehatan global, WHO menetapkan 13 program kerja umum tahun 2019-
2023, yaitu:
a. Kesehatan Semesta, yaitu memastikan cakupan kesehatan universal
sebagai pondasi untuk mencapai tujuan pembangunan berkelanjutan.
b. Krisis kesehatan, memprioritaskan organisasi kesehatan dunia melalui
penguatan resilien sistem kesehatan. Pengembangan resilien sistem
kesehatan global dan lokal yang Tangguh dan kuat yang mampu

32
mencegah, memantau, mendeteksi, dan menanggapi keadaan darurat
kesehatan.
c. Kesehatan ibu, anak dan remaja menjadi prioritas organisasi kesehatan
dunia dengan pertimbangan mengamankan kesehatan, martabat dan
hak-hak perempuan, anak-anak, dan remaja untuk mencapai tujuan
pembengunan berkelanjutan.
d. Perubahan iklim dan lingkunagn yang berdampak pada kesehatan.
e. Transformasi WHO, yang bertujuan membangun WHO menjadi
Lembaga yang lebih efektif, transparan, dan akuntabel yang
membutuhkan keseimbangan antara reformasi dan stabilitas organisasi.

2.5.2 Transisi Kesehatan Global


Transisi yang mempengaruhi dan membentuk kondisi kesehatan meliputi:
1. Transisi demografi, ditunjukkan dengan tingkat kematian mulai turun
dan tingkat kelahiran terus meningkat yang berkontribusi pada
perkembangan populasi.
2. Transisi epidemiologi terjadi akibat perubahan demografi seperti usia
harapan hidup dan penyakit degenerative pada usia tertentu. transisi
epidemiologi juga terjadi akibat perubahan faktor risiko seperti
perubahan prevalensi, pola penularan penyakit, serta penggunaan
obat-obatan modern seperti vaksin untuk eliminasi penyakit tertentu.
3. Transisi Nutrisi, ditandai dengan perubahan pola diet akibat
perdagangan bebas pergeseran dalam pola aktivitas fisik.
4. Transisi Demokratis, yang bergerak dari model representasional
kemodel partisipatif. model demokratis partisipatif berdampak pada
penggunaan media sosial untuk penyebarluasan informasi dan
pengetahuan kesehatan masyarakat (Chen, 2016).
5. Transisi Energi, ditandai dengan peningkatan pemanfaatan energi
yang berdampak terhadap lingkungan seperti polusi udara di dalam
dan luar ruangan.

33
2.5.3 RESILIENSI SISTEM KESEHATAN
Sistem kesehatan memerlukan kemampuan untuk bertahan dalam
situasi apapun. Krisis kesehatan sangat dipengaruhi oleh urbanisasi,
globalisasi dan perubahan iklim.
Resiliensi sistem kesehatan adalah kapasitas aktor, Lembaga dan
kesehatan masyarakat unutk secara efektif mempersiapkan dan menghadapi
krisis, fungsi-fungsi ketika krisis melanda, memperoleh pembelajaran
selama krisis, serta melakukan reorganisasi jika dibutuhkan.
Resiliensi sering dikaitkan dengan respons terhadap krisis yang terjadi
sehingga sistem harus memiliki kemampuan beradaptasi dan responsive.
Resilien sistem kesehatan memiliki lima elemen utama, yaitu:
a. Sadar (aware), berfokus pada mendekteksi ancaman kesehatan sebelum
terjadi.
b. Berbeda (diverse), resiliensi dapat memberikan layanan yang berbeda
dengan cakupan universal.
c. Pengaturan mandiri (self regulation) bertujuan untuk mencegah
gangguan kesehatan berubah menjadi bencana kesehatan.
d. Terpadu (integrated) bertujuan mengatur sumber daya eksternal.
resiliensi sistem kesehatan memungkinkan keterpaduan melalui berbagi
informasi, komunikasi terarah, dan koordinasi melibatkan banyak aktor.
e. Adaptif (adaptive), yaitu kemampuan untuk Kembali ke kondisi
sebelumnya pascakrisis dengan kondisi sistem yang semakin kuat dari
sebelumnya. adaptabilitas tidak hanya terwujud dalam Krisis, tetapi
juga memungkinkan kapasitas sistem kesehatan untuk ebradaptais di
waktu normal (Kruk et al., 2015; Witter dan Hunter, 2017)

2.6 EKUITI DALAM LAYANAN KESEHATAN


Ekuiti adalah kedudukan yang ideal, adil, dan tidak parsial (Sen, 1999).
Ekuiti dalam kesehatan berarti setiap orang memiliki kesempatan yang adil
untuk memperoleh kesehatan yang sebaik-baiknya dan tidak dirugikan dalam
memperoleh pelayanan kesehatan.

34
Keadilan (ekuiti) dalam Pelayanan Kesehatan memiliki dua dimensi,
yaitu: keadilan horizontal (horizontal equity) dam keadilan vertikal (vertical
equity).
a. Keadilan Horizontal
Adalah menekankan pada prinsip perlakuan yang sama terhadap kondisi
yang sama. Mooney dan van Doorslaer et al menafsirkannya sebagai
perlakuan yang sama terhadap kebutuhan yang sama.
Ada empat macam definisi operasional keadilan horizontal, yaitu:
1. Sumberdaya/ input/ pengeluaran yang sama untuk kebutuhan yang
sama, yaitu merujuk kepada kesamaan dalam penyediaan
sumberdaya pelayanan kesehatan, termasuk diantaranya; provider,
program, pelayanan, dan intervensi kesehatan.
2. Penggunaan (utilization) atau penerimaan (receipt) yang sama
untuk kebutuhan yang sama, yaitu memastikan bahwa proses
penyampaian pelayanan kesehatan telah berlangsung untuk
memenuhi kebutuhan yang sama.
3. Akses/ kesempatan yang sama untuk kebutuhan yang sama, yaitu
kesempatan yang terbuka bagi semua orang untuk mendapatkan
pelayanan kesehatan (dan asuransi kesehatan).
4. Kesamaan tingkat kesehatan, ini merupakan kriteria keadilan
horizontal yang paling lemah, karena masing-masing orang
memiliki faktor genetik yang berbeda yang dapat mempengaruhi
tingkat kesehatannya.
b. Keadilan Vertikal
Adalah menekankan pada prinsip perlakuan yang berbeda untuk
keadaan yang berbeda. Ada dua kriteria keadilan vertikal, yaitu:
1. Perlakuan tidak sama untuk kebutuhan berbeda, sebagai contoh,
pasien dating ke rumah sakit dengan gagal ginjal akut mendapat
perlakuan yang berbeda (misalnya, pelayanan yang lebih segera atau
CITO) daripada pasien dengan keluhan batuk pilek.

35
2. Pembiayaan kesehatan progresif berdasarkan kemampuan membayar
(ability to pay) memiliki dua dimensi keadilan, yaitu; pembiayaan
berdasarkan kemampuan membayar sebagai contoh apabila sistem
pelayanan kesehatan dibiayai dengan pajak pendapatan maka warga
yang berpendapatan tinggi membayar lebih besar daripada warga
berpendapatan rendah (keadilan vertical); kedua, didalam satu
kelompok masyarakat yang memiliki kemampuan keuangan yang
sama (dan kebuthan yang sama), perlu dipastikan pembayatan yang
juga sama (keadilan horizontal).

2.6.1. Ekuiti Dalam Perubahan Iklim

Mengupayakan ekuiti (keadilan) untuk mempromosikan


ketahanan (resilience) terhadap perubahan iklim dan peningkatan
kesehatan global dengan cara menyertakan pembangunan berkelanjutan
yang menekankan determinan kesehatan, seperti akses ke air dan udara
bersih ketahanan pangan, sistem kesehatan yang kuat dan mudah
diakses, dan pengurangan ketimpangan sosial dan ekonomi
Yang terkena dampak paling berat dari perubahan iklim adalah
orang-orang paling miskin di negara-negara termiskin meskipun
kontribusi mereka sangat kecil terhadap emisi gas rumah kaca.
Khususnya penduduk miskin kota, orang tua dan anak-anak, masyarakat
tradisional, petani, dan penduduk yang tinggal di pesisir (IPCC, 2014).

2.6.2 Ekuiti dalam Vaksinasi Covid 19


Dalam konteks distribusi vaksin global, keadilan berarti
menyadari setiap negara memiliki sumber daya yang berbeda-beda
sehingga membutuhkan bantuan dalam derajat yang berbeda pula. Ada
negara yang memiliki kemampuan mendapatkan vaksin lebih awal dan
sebaliknya, ada negara yang alami kesulitan mendapatkan vaksin pada
tahap awal sehingga memerlukan bantuan. Di sisi lain, kesetaraan
artinya memberikan bantuan dalam jumlah yang sama tanpa
memandang sumber daya yang sudah dimiliki.

36
Sejak awal, WHO telah memprediksi munculnya kesenjangan
ketersediaan vaksin antar negara. Semua negara berlomba
mengamankan dosis vaksin Covid-19 sebanyak-banyaknya. Per 23
Maret 2021, Amerika Serikat, China, dan India menjadi tiga negara
teratas dalam pemberian vaksin dan masing-masing telah
menyuntikkan 128 juta, 82 juta, dan 50 juta dosis vaksin ketika di saat
bersamaan, banyak negara belum menyuntikkan satu dosis vaksin pun.
Ini mendorong WHO membentuk COVAX Facility untuk
memastikan vaccine equity di tingkat global tercapai.

Di sisi lain, vaccine equity bukan hanya harus diterapkan pada


tingkat global, namun juga pada tingkat nasional masing-masing
negara. WHO membentuk COVAX Facility untuk memastikan vaccine
equity di tingkat global tercapai. SAGE WHO
juga merekomendasikan prioritas kelompok yang harus mendapatkan
vaksin pada setiap tahapan vaksinasi. Pada tahap pertama, ketika
vaksin yang tersedia kurang dari 10 persen populasi negara, kelompok
yang harus diprioritaskan adalah tenaga kesehatan garda terdepan dan
lansia. Tahap kedua, ketika suplai vaksin berada antara 11-20 persen
total populasi, vaksin diberikan kepada orang dengan komorbid,
masyarakat dengan risiko transmisi lebih tinggi, tenaga kesehatan yang
terlibat proses imunisasi, dan guru. Tahap ketiga, saat stok vaksin
berada antara 21-50 persen, lantas petugas esensial lain dan masyarakat
umum melaksanakan vaksinasi.

37
BAB III
KESIMPULAN

1. Isu kesehatan global menjadi perhatian dunia internasional, melintasi batas


negara sehingga diperlukan kesepakatan antar untuk mengatasinya.
2. Perkembangan isu dalam konteks global yang kompleks menuntut negara
menyusun strategi dan kebijakan yang kreatif dan inovatif dalam menghadapi
tantangan kesehatan global.
3. Ekuiti dalam kesehatan berarti setiap orang memiliki kesempatan yang adil
untuk memperoleh kesehatan yang sebaik-baiknya dan tidak dirugikan dalam
memperoleh pelayanan kesehatan.
4. Ekuiti dalam perspektif global berarti menyadari bahwa masing-masing negara
memiliki sumber daya yang berbeda, sehingga dibutuhkan suatu kebijakan/
pengaturan untuk isu-isu strategis yang sedang berkembang.

38
DAFTAR PUSTAKA

Laksono et al. 2018. Kesehatan untuk Semua: Strategi Diplomasi Kesehatan


Global Indonesia. Jakarta : Badan Pengkajian dan Pengembangan
Kebijakan Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia.
Mahendradata, Yodi, dkk. 2019. Keseahatan Global. Yogayakarta: Gadjah Mada
University Press
Permatasari, Turendah Novi, Thinni Nurul Rochmah. 2013. Analisis Vertical
Equity Pada Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan. Jurnal Administrasi
Kesehatan Indonesia Vol 1 (1).
http://journal.unair.ac.id/downloadfull/JAKI4822-
f70a89bef4fullabstract.pdf
Laksono, Herry, dkk. 2018. Kesehatan untuk Semua: Strategi Diplomasi
Kesehatan Global Indonesia. Jakarta: Badan Pengkajian dan
Pengembangan Kebijakan Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia
Nufranza et al. 2020. Merekam Pandemi Covid dan Memahami kerja Keras
Pengawal APBN. Jakarta: Kemenkeu RI

39

Anda mungkin juga menyukai