Dosen Pengampu :
Disusun Oleh :
Erfina Rokhmah (212520102054)
Segala Puji dan Syukur kami panjatkan kehadirat Allah S.W.T karena dengan
limpahan Rahmat-Nya Tim Penyusun dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat
waktu.
Makalah ini kami susun dalam rangka memenuhi tugas mata kuliah Kesehatan
Lingkungan dan Kesehatan Kerja Program Pasca Sarjana Ilmu Kesehatan
Masyarakat Universitas Jember. Makalah ini menjelaskan dan membahas tentang
Pemanasan Global yang berdampak pada kejadian banjir di Jakarta sehingga terjadi
peningkatan kejadian penyakit leptospira di RSUD di Jakarta. Besar harapan kami
makalah ini dapat menjadi referensi untuk lebih memahami tentang mata kuliah
Kesehatan Lingkungan dan Kesehatan Kerja.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih belum sempurna. Oleh karena itu
kami menerima saran dan kritikan yang membangun dari semua pihak untuk
kesempurnaan makalah ini.
Demikian kata pengantar dari makalah ini. Terimakasih kepada semua pihak
yang terlibat dalam pembuatan makalah ini. Semoga Allah merihoi setiap langkah
kita. Amin.
Tim Penyusun
i
DAFTAR ISI
Contents
MAKALAH KESEHATAN GLOBAL PERKEMBANGAN ISU-ISU UTAMA DALAM KONTEKS GLOBAL
DAN............................................................................................................................................1
PROGRAM PASCA SARJANA ILMU KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS JEMBER...............1
KATA PENGANTAR......................................................................................................................1
DAFTAR ISI..................................................................................................................................2
1.1 LATAR BELAKANG...............................................................................................1
1.2 RUMUSAN MASALAH.........................................................................................2
1.3 TUJUAN MASALAH..............................................................................................2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA.........................................................................................................3
2.1 PENGERTIAN GLOBALISAS..................................................................................3
2.2 KESEHATAN GLOBAL...........................................................................................4
2.3 PERKEMBANGAN KESEHATAN GLOBAL..............................................................5
2.4 ISU-ISU DALAM KONTEKS GLOBAL DAN EKUITI................................................12
2.4.1 PERDAGANGAN DAN KESEHATAN GLOBAL......................................................12
2.4.2 PERUBAHAN IKLIM DAN KESEHATAN GLOBAL..................................................13
2.4.3 DENGUE............................................................................................................15
2.4.4 MALARIA...........................................................................................................16
2.4.6 KESEHATAN PEREMPUAN.................................................................................22
2.4.7 HIV/AIDS...........................................................................................................28
2.4.8 VAKSIN..............................................................................................................29
2.5 MASA DEPAN KESEHATAN GLOBAL..................................................................31
2.5.1 Prioritas Pembangunan Kesehatan Global........................................................31
2.5.2 Transisi Kesehatan Global.................................................................................32
2.5.3 RESILIENSI SISTEM KESEHATAN........................................................................33
ii
2.6 EKUITI DALAM LAYANAN KESEHATAN..............................................................33
BAB III KESIMPULAN.................................................................................................................37
DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................................................38
iii
BAB 1 PENDAHULUAN
1
masyarakat sipil maupun sektor swasta untuk berkontribusi dalam penyelesaian
berbagai isu, termasuk kesehatan. Dalam perkembangannya, ini mengubah tata
kelola kesehatan global menjadi lebih berjejaring dan melibatkan berbagai aktor,
tidak lagi didominasi oleh pemerintah dan organisasi internasional.
2
masa ini penduduk lebih banyak dan padat serta perpindahannya lebih cepat dan
masif. Hal inilah yang melatarbelakangi pentingnya pembahasan tentang isu-isu
dalam konteks global dan ekuisisi untuk mengatasi permasalahan kesehatan
global yang bersifat kompleks.
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
4
berbagai aspek kehidupan pada masyarakat dunia sehingga batas wilayah menjadi
kabur di setiap negara-negara.
5
Target Mencakup Program Mencakup program Sebagian besar
individu atau pencegahan dalam pencegahan dalam difokuskan pada
populasi Populasi dan Populasi dan Program
perawatan klinis perawatan klinis pencegahan
individu. individu. Pada populasi.
Akses Tujuan utama adalah Tujuan utama Tujuan utama
kesehatan keadilan akses adalah untuk adalah keadilan
Kesehatan bagi membantu negara kesehatan dalam
semua negara dan lain. atu negara atau
masyarakat. komunitas.
Rentang Riset kesehatan Riset kesehatan Riset kesehatan
disiplin global mencakup internasional hanya public
ilmu multidisiplin ilmu, mencakup beberapa mengedepankan
tidak hanya ilmu disiplin pendekatan
kesehatan ilmu. multidisiplin
namun lebih
fokus pada ilmu
kesehatan dan
ilmu sosial.
6
b. Berdirinya Organisasi Kesehatan Liga Bangsa-Bangsa (1920-1940)
Organisasi Kesehatan Liga Bangsa-Bangsa (League of Nations Health
Organization) didirikan di Paris pada tahun 1908. Dengan dasar pemikiran
bahwa penyediaan kesehatan dan kesejahteraan yang adil dapat mengurangi
konflik social internal dan membantu mencegah perang. Organisasi ini
bertugas mengumpulkan dan mendistribusikan informasi dari berbagai
departemen kesehatan di seluruh dunia. pada perkembangannya, organisasi
ini mengalami permasalahan terkait penganggaran yang buruk, dan
munculnya persaingan dari negara lain serta krisis yang dihadapi pasca
Perang Dunia Kedua (Brown et al., 2006).
c. Berdirinya CDC (1946)
Organisasi ini dibentuk pada tanggal 1 Juli 1946 dalam upaya
pengendalian malaria ke seluruh dunia. Dalam perkembangannya, CDC
memperluas ruang lingkup kerjanya terhadap penyakit menular termasuk
memberikan bantuan praktis kepada departemen kesehatan negara bagian.
d. Terbentuknya Badan Kesehatan Dunia (WHO)
Organisasi ini diinisiasi saat pelaksanaan konferensi internasional tahun
1945. Dan resmi terbentuk who pada tanggal 7 april 1948 dengan
diselenggarakannya General Assembly. Sehingga tanggal tersebut diperingati
menjadi hari kesehatan dunia. Dalam pertemuan majelis kesehatan pertama
disepakati bahwa WHO memiliki peran menentukan arah dan koordinasi
urusan pekerjaan kesehatan intenasional; fungsi normatif; dan kerjasama
teknis dan penelitian (Clift, 2013).
Sejak awal pembentukannya, WHO membagi wilayah kerjanya menjadi
beberpa wilayah, seperti Amerika, Asia Tenggara, Eropa, Mediterania Timur,
Pasifik Barat, dan Afrika.
1) Eradikasi Malaria
Merupakan program pertama WHO yang bersifat global yang
diluncurkan pada tahun 1955 dan berhasil mengeradikasi malaria dari
Eropa, Amerika Utara, Karibia, dan Sebagian Asia dan Amerika Selatan
Tengah.
7
2) Eradikasi Smallpox
Eradikasi smallpox diajukan pertama kali oleh Uni Soviet pada
tahun 1966 dikarenakan angka pesakitan yang cukup tinggi. Pada tahun
1971 smallpox sudah dieliminasi dari Amerika Selatan, di Asia (1975) dan
di Afrika (1977) (Brown et al.,2006). Upaya eradikasi ini salah satunya
dengan vaksin. Pada tahun 2979 WHO menghentikan rekomendasi vaksin
terhadap smallpox kecuali pada kelompok khusus, seperti peneliti
smallpox dan virus terkait. Hingga saat ini, smallpox menjadi satu-satunya
penyakit yang dieradikasi.
e. Deklarasi Alma Ata (1978)
Pada konferensi Alma Ata yg diselenggarakan di Kazakhstan (US)
pada tahun 1978 para ahli kesehatan dunia bersepakat untuk Menyusun
strategi baru bagi kesehatan dunia yang dikneal dengan “Health dor All in the
Year 2000” dengan pelayanan kesehatan primer sebagai strategi utama.
Deklarasi Alma Ata juga menyebutkan bahwa kesehatan untuk semua
pada tahun 2000 dapat dicapai melalui Pelayanan Kesehatan Dasar yang
mencakup 8 hal, yaitu:
1. Pendidikan Kesehatan (health education)
2. Peningkatan penyediaan makanan dan gizi (promotion of food supplies
and proper nutrition)
3. penyediaan air bersih dan sanitasi dasar (adequate supply of safe water
and basic sanitation)
4. Pelayanan Kesehatan Ibu dan anak, termasuk keluarga berencana
(maternal and child care, including family planning)
5. Imunisasi (Immunization against the major infectious diseases)
6. Pencegahan dan pemberantasan penyakit (prevention and control of
locally endemic diseases)
7. Pengobatan penaykit-penyakit umum (appropriate treatment of
common diseases and injuries)
8. Penyediaan obat esensial (Provision Essential Drugs).
8
Kebijakan ini berdampak terhadap Indonesia dengan terbentuknya
Puskesmas (Pusat Kesehatan Masyarakat). Namun tujuan Konferensi Alma
Ata tidak tercapai pada tahun 2000 (WHO, 2008).
f. Konferensi Bellagio
Sebuah konferensi tandingan Alma Ata pada tahun 1979 yang
didukung oleh Bank Dunia, USAID, UNICEF, Rockefeller, dan Ford
Foundation. Dalam konferensi ini diajukan program kesehatan yang lebih
hemat dan lebih selektif dibanding program WHO. Hasil dari konferensi ini
berfokus pada kesehatan anak yang dikenal dengan GOBI-FFF yang meliputi
growth monitoring (G), oral rehydration tehrapy (O), breastfeeding (B),
immunization (I), female education (F), family spacing (F), suplemen
makanan (food supplements) (F). Dampak program GOBI-FFF ini di
Indonesia adalah terbentuknya Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu).
Kondisi kesehatan global yang mengalami perubahan besar sejak
tahun 1980 membuat kesehatan menjadi tema sentral dalam agenda
Internasional.
g. Era MDGs
Millenium Development Goals (MDGS) atau Tujuan Pembangunan
Millenium disepakati oleh negara-negara PBB pada tahun 2001 yang
berfokus pada pengentasan kemiskinan dengan mempersyaratkan teratasinya
masalah kesehatan. hal ini tercermin dalam banyaknya sasaan-sasaran dalam
MDGs yang terkait kesehatan, antara lain kematian ibu, kematian anak, dan
penyakit menular.
Pada tahun 2005 World Health Assembly menghasilkan resolusi yang
mendorong negara-negara angora untuk memberlakukan jaminan kesehatan
semesta (Universal Health Coverage), termasuk Indonesia. Indonesia resmi
menyelenggarakan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) sejak 1 Januari 2014.
9
Ada delapan tujuan MDGs yaitu:
Tabel 2. Tujuan dan target MDGs
No Tujuan Target
1 Menanggulangi Kemiskinan 1. Menurunkan proporsi penduduk yang
dan Kelaparan tingkat pendapatannya dibawah $ 1 PPP
per hari menjadi setengah antara 1990-
2015.
2. Menurunkan proporsi penduduk yang
menderita kelaparan menjadi
setengahnya antara tahun 1990-2015
2 Pendidikan Dasar untuk 3. Memastikan pada 2015 semua anak-anak
semua dimanapun laki-laki maupun perempuan,
dapat menyelesaikan pendidikan dasar.
3 Mendorong Kesetaraan 4. Menghilangkan ketimpangan gender di
Gender dan Pemberdayaan tingkat pendidikan dasar dan lanjutan
Perempuan pada 2005 dan disemua jenjang
pendidikan tidak lebih dari tahun 2015
4 Menurunkan Angka kematian 5. Menurunkan angka kematian balita
anak sebesar dua pertiganya, antara 1990 dan
2015
5 Meningkatkan Kesehatan Ibu 6. Menurunkan angka kematian ibu sebesar
tiga perempatnya antara 1990- 2015
6 Memerangi HIV/AIDS, 7. Mengendalikan penyebaran HIV/AIDS
Malaria, dan Penyakit dan mulai menurunkannya jumlah kasus
Menular Lainnya baru pada 2015
8. Mengendalikan penyakit malaria dan
mulai menurunnya jumlah kasus malaria
dan penyakit lainnya pada 2015.
7 Memastikan Keberlanjutan 9. Memadukan prinsip-prinsip
Lingkungan Hidup pembangunan berkelanjutan dengan
10
kebijakan dan program nasional serta
mengembalikan sumber daya lingkungan
yang hilang.
10. Penurunan sebesar separuh, proporsi
penduduk tanpa akses terhadap sumber
air minum yang aman dan berkelanjutan
serta fasilitas sanitasi dasar pada 2015.
11. Mencapai perbaikan yang berarti dalam
kehidupan penduduk miskin di
permukiman kumuh pada tahun 2020
8 Membangun Kemitraan 12. Melakukan pembangunan lebih lanjut
Global untuk Pembangunan system keuangan dan perdagangan yang
terbuka, berbasis peraturan, dapat di
prediksi, dan tidak diskriminatif.
13. Penanggulangan masalah pinjaman luar
negeri melalui upaya nasional maupun
internasional dalam rangka pengelolaan
pinjaman luar negeri yang
berkesinambungan dalam jangka
Panjang.
14. Bekerjasama dengan negara-negara
berkembang dalam mengembangkan dan
menerapkan strategi untuk menciptakan
lapangan kerja yang layak dan produktif
bagi penduduk usia muda.
15. Bekerja sama dengan sektor swasta
dalam memanfaatkan teknologi baru,
terutama teknologi informasi dan
komunikasi
11
h. Era SDGs
PBB menyelenggarakan Konferensi tentang pembangunan
berkelanjuta (Sustainable Develompent Goals) pada tahun 2012 di Rio de
Jenairo. konferensi ini bertujaun untuk menggalakkan sebuah proses untuk
mengembangkan seperangkat Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs)
baru yang akan meneruskan momentum yang dihasilkan oleh MDG sebagai
kerangka kerja pembangunan global setelah 2015.
Perbedaan MDGs dan SDGs dapat diamati dari beberapa aspek berikut:
Tabel 3. Perbedaan antara MDGs dan SDGs
No MDGs SDGs
1 Penyusunan oleh sekelompok ahli Melalui proses konsultasi yang
Panjang melibatkan seluruh
stakeholder dalam pertemuan tatap
muka survei online dan survei secara
langsung.
2 Ada 8 tujuan, 21 target, dan 63 ada 17 tujuan dengan 169 target
indikator yang akan dicapai pada tahun 2030
3 Fokus pada negara-negara Semua negara diharapkan
berkembang dengan pendanaan dari berpartisipasi untuk mencapai SDGs
negara kaya
4 Penekanan program pada anak, Penekanan program pada
kematian ibu dan penyakit menular. pengembangan manusia, hak asasi
manusia, dan kesetaraan serta
kesejahteraan hidup dan kesehatan,
termasuk penyakit tidak menular.
5 Tidak ada visi membangun kemitraan Mencakup visi membangun
kemitraan yang dinamis dan
sistematis dengan sektor swasta
untuk mencapai pembangunan
berkelanjutan.
12
6 Tidak mengakomodasi peran Memperhatikan hak masyarakat sipil
organisasi masyarakat sipil (civil dengan keterlibatan yang signifikan
society organization/ CSO) dari para aktor masyarakat sipil
(Kumar et al., 2006)
13
3. Meningkatkan pertukaran informasi kesehatan, meningkatkan fasilitas
perawatan medis, dan meningkatkan investasi di sektor kesehatan yang
kemudian dapat diintegrasikan untuk penguatan sistem kesehatan
nasional suatu negara.
14
8) Malnutrisi, termasuk peningkatan ketergantungan pada bahan
pangan yang diimpor
9) Tekanan mental.
b. Prinsip Ekuiti dalam Perubahan Iklim
Yang terkena dampak paling berat dari perubahan iklim adalah
orang-orang paling miskin di negara-negara termiskin meskipun
kontribusi mereka sangat kecil terhadap emisi gas rumah kaca.
Khususnya penduduk miskin kota, orang tua dan anak-anak, masyarakat
tradisional, petani, dan penduduk yang tinggal di pesisir (IPCC, 2014).
Akibatnya, di pedesaan, perempuan semakin menjadi kepala rumah
tangga dan memiliki beban ganda reproduksi social dan pekerjaan.
Orang yang tinggal di pegunungan dan daerah terpencil, penghuni
pemukiman kumuh di kota besar dan sekitarnya, penduduk kepulauan,
dan nelayan akan sangat terpengaruh (WHO, 2015).
Mengupayakan ekuiti (keadilan) untuk mempromosikan
ketahanan (resilience) terhadap perubahan iklim dan peningkatan
kesehatan global dengan cara menyertakan pembangunan berkelanjutan
yang menekankan determinan kesehatan, seperti akses ke air dan udara
bersih ketahanan pangan, sistem kesehatan yang kuat dan mudah
diakses, dan pengurangan ketimpangan sosial dan ekonomi.
Secara umum, ada bebebrapa langkah untuk mengatasi
perubahan iklim global, yaitu:
1) Strategi Adaptasi Dan Mitigasi
Upaya adaptasi dengan dampak perubahan iklim pada
kesehatan dapat dikategorikan sebagai Tindakan incremental,
transisional, dan transformasional (O’Brien et al., 2012).
Kebijakan adaptasi yang bisa dilakukan untuk mengurangi
penyakit menular akibat perubahan iklim, yaitu: investasi kesehatan
masyarakat sebagai faktor penentu kesehatan (seperti Pendidikan,
pelayanan kesehatan, upaya pencegahan kesehatan, dan
infrastruktur berperan utama dalam ketahanan), pendekatan one-
15
bath (melibatkan kolaborasi lintas disiplin dan wilayah geografis
untuk melindungi kesehatan manusia, hewan dan lingkungan),
peningkatan surveilans penyakit dan pengendalian dengan cara
memperkuat kapasitas untuk memantau dan merespons wabah
penyakit.
Adapun upaya mitigasi dengan cara: mengurangi emisi
polutan yang merusak kesehatan, meningkatkan akses ke layanan
kesehatan reproduksi, mengurangi konsumsi daging (terutama dari
ruminansia) dan mengganti diet sehat rendah karbon, meningkatkan
transportasi aktif, khususnya di daerah perkotaan, termasuk
menggunakan sepeda, meningkatkan ruang hijau perkotaan.
2) Peningatan kapasitas SDM kesehatan dengan mengadakan
pelatihan terkait hubungan dan dampak dari perubahan iklim pada
kesehatan serta untuk meningkatkan sektor kesehatan.
2.4.3 DENGUE
Adalah infeksi oleh virus dengue (DENV). Dengan Vektor utamanya
adalah nyamuk Ae. Aegypti.
Virus dengue ditularkan ke manusia melalui gigitan nyamuk. Empat
hari setelah gigitan, seseorang akan mengalami viremia (peningkatan virus
dengue dalam darah). Sebanyak 25% kasus infeksi dengue memberikan
gejala klinis, yang jika tidak ditangani dengan adekuat akan menyebabkan
kematian karena timbulnya perdarahan dan kebocoran plasma.
a. Strategi Pengendalian:
1) Manajemen Kasus
a. Meningkatkan manajemen dan diagnosis kasus untuk mencegah
kematian akibat dengue,
b. Meningkatkan kapasitas untuk memfasilitasi pengurangan beban
penyakit melalui peningkatan akses dan triase untuk mencegah
kematian akibat dengue di daerah endemik; mengelola kejadian
wabah; penguatan kapasitas dan memastikan jaminan kualitas
16
layanan baik sektor swasta maupun sektor publik,
mengembangkan materi dan pelatihan, termasuk untuk program
dengue (WHO, 2012).
2) Surveillance dan Persiapan Wabah (Outbreak)
Yaitu melakukan peningkatan pengawasan untuk meningkatan
pelaporan, pencegaham. Dan pengendalian demam berdarah.
3) Pengendalian Vektor
Beberapa metode pengendalian vektor dapat dilakukan dengan
cara: manajemen lingkungan (melakukan modifikasi lingkungan
seperti mengurangi habitat vektor, pemasangan pasokan air pipa
untuk mengurangi penggunaan bak penampung), secara kimiawi,
yaitu dengan mengendalikan populasi menggunakan larvisida atau
adulticides, secara biologi melakukan pengendalian nyamuk dengan
memanfaatkan predator nyamuk seperti capung, kura-kura air kecil
dan larva kumbang.
4) Vaksin.
Vaksin dengue yang sudah dikembangkan ialah vaksin chimeri
vax yang menggunakan strain 17D virus Yellow Fever yang telah
dilemahkan.
5) Eliminasi
Kontrol biologis penularan nyamuk dengan serangga
endosimbion Wolbachia berhasil diimplementasikan untuk
membatasi transmisi demam berdarah dan termasuk nyamuk Ae.
Aegypti sebagai suatu inisiatif global yang dikenal sebagai Program
Nyamuk Dunia (O’Neill, 2018)
2.4.4 MALARIA
Penyakit yang disebabkan karena gigitan nyamuk Anopheles spp yang
mengandung parasite Plasmodium spp ini sebenarnya sudah ada sejak abad
ke 17. Akan tetapi hingga saat ini dunia belum mampu mengeradikasi
17
keberadaannya. Mayoritas kematian (95%) berasal dari India, Indonesia dan
Myanmar.
Tantangan eliminasi malaria, yaitu:
1. Negara dengan beban malaria tersbesar, yaitu ada 111 negara
yang berkontribusi sekitar 70% perkiraan kasus kesakitan dan
kematian akibat malaria.
2. Pendanaan, yaitu 24 dari 41 negara dengan beban malaria tinggi
mengandalkan pendanaan eksternal untuk program malaria.
3. Resistensi Obat
4. Resistensi Insektisida, yaitu 80 endemis malaria melaporkan
resistensi pada satu kelas insektisida pada satu vector malaria
(WHO, 2018a).
Adapun prinsip pengendalian malaria menurut WHO adalah dengan
menggunakan terapi kombinasi artemisin, deteksi dini penderita malaria
dengan pemeriksaan mikroskopis atau uji diagnostik cepat secara massal,
pembagian kelambu berinsektisida, fumigasi dalam rumah dan pengobatan
berselang untuk pencegahan pada ibu hamil.
Beberapa faktor penghambat eliminasi malaria ditampilkan dengan
tabel di bawah ini:
Tabel 4. Hambatan Pengendalian Malaria
Perilaku dan karakteristik individu a. Kepatuhan rumah tangga pada regimen
pengobatan malaria
b. Pemahaman yang kurang mengenai
penyebab malaria dan maksud dari
pengobatan malaria
c. Keterbatasan sumber daya dan
kemiskinan
Sistem Kesehatan a. Akses pelayanan kesehatan
b. Ketersediaan obat dan sarana
pendukung oengendalian malaria
lainnya
18
c. Keterbatasan pembiaayan kegiatan
pengendalian malaria
d. Kapasitas institusi pengampu sistem
kesehatan yang masih perlu
ditingkatkan
e. Keterbatasan fasilitas laboratorium dan
sarana pendukung
f. Riset-riset malaria belum menjadi
prioritas program
Struktur sosial a. Hambatan struktural yang tidak sejalan
dengan program pengendalian malaria
masih sering terjadi
b. Disparitas gender
c. Inequity terstruktur di masyarakat
dalam mengakses layanan kesehatan
Proses kebijakan pemerintah a. Proses kebijakan yang terfragmentasi
b. Pajak pada sarana pendukung
pengendalian malaria
Kondisi lingkungan a. Toksisitas dan kontaminasi pestisida
b. Resistensi obat anti malaria
c. Siklus musiman malaria
Sumber: Paul et al.,2015
19
WHO juga menetapkan empat tujuan utama, yaitu:
1. Menurunkan angka kematian malaria global menjadi 40% pada tahun
2020, 75% pada tahun 2025, 90% pada tahun 2030 dibanding tahun
2015.
2. Menurunkan insidensi malarian global menjadi 40% pada tahun 2020,
75% pada tahun 2025, dan 90% pada tahun 2030, dibanding tahun
2015.
3. Pencapaian status eliminasi pada setidkanya 10 negara pada tahun
2020, 20 negara pada tahun 2025, dan 35 negara pada tahun 2030
dibanding tahun 2015
4. Mencegah munculnya Kembali pada negara-negara yang sudah
dinyatakan bebas malaria (WHO, 2017)
20
2. Onchocerciasis (river blindess), disebabkan oleh cacing nematoda
(Onchocerca volvulus) dengan vector lalat hitam dan dapat
menyebabkan penyakit kulit dankata yang parah termasuk
kebutaan.
3. Schistosomiasi (bilharzia), infeksi oleh cacing darah
(schistosomes), yang menyebabkan anemia, stunting dan
berkurangnya kemampuan belajar pada anak. (WHO, 2018)
4. Soil-transmittes helminths (hookworms, ascariasis, trichuriasis),
adalah infeksi yang ditularkan oleh cacing melalui tanah. seperti
cacing gelang, cacing cambuk, dan cacing tambang. lebih dari 267
juta anak usia prasekolah dan lebih dari 568 juta anak usia sekolah
tertular oleh parasit ini dan membutuhkan perawatan serta
intervensi pencegahan (WHO, 2018f; CDC, 2017)
5. Trakoma (Trakhoma) disebabkan oleh bakteri Chlamydia
trachomatis yang menginfeksi mata dan menyebabkan kebutaan.
6. Guenia worm disease/ dracunculiasis
7. Leprosy
8. Demam Dengue
9. Leshmaniasis, disebabkan oleg protozoa (Leishmania spp) yang
ditularkan oleh lalat betina (Phlebotomus dan Lutzomyia spp).
menyerang kulit dan mukokutan sehingga dapat meninggalkan luka
seumur hidup dan cacat serius.
10.Penyakit chagas
11.Human African trypanosomiasis
12.Buruli ulcer disebabkan oleh Mycobacterium ulcerans yang dapat
menyebabkan kerusakan kulit dan jaringan lunak yang ditandai
dengan bisul besar pada kaki atau lengan.
13.Misetoma
21
kemiskinan yang berdampak pada kesehatan. selain itu juga
memberikan beban penyakit berupa kematian, kecacatan, serta
kehilangan pekerjaan dan produktivitas secara sosial dan ekonomi.
b. Strategi Pengendalian, yaitu:
1. Pemberian obat massal
2. Manajemen kasus dengan tujuan untuk deteksi dini dan pengobatan
segera. dengan cara penemuan kasus aktif dan pengembanganjalur
rujukan bagi penderita yang bertujuan unntuk mempercepat
penaganan kasus dan perawatan, menegakkan diagnosis dan tes
laboratorium (Mitja et al.,2017)
3. Pengendalian vektor, ada kendala terkait resistensi terhadap
insektisida serta kesulitan memhami hubungan vector-penyakit-
mannusia, pendanaan yang tidak memadai, dukungan politik yang
rendah, serta cakupan yang buruk.
4. Peningkatan sanitasi kebersihan
c. Upaya Eliminasi oleh Global
Beberapa upaya eliminasi oleh global diantaranya:
1) Global Alliance to Eliminate Lymphatic Filariasis
Dilakukan pada tahun 2000 dengan tujuan menghentikan
penyebaran dan penularan dan untuk mengurangi tingkat keparahan
penyakit pada penderita.
2) Onchocerciasis elimination program for the America
3) Program ini bertujaun untuk mengurangi kebutaan dan mengatasi
transmisi di negara Amerika, Brasil, Kolombia, Ekuador, Guatemala,
Meksiko dan Venezuela.
4) Schistosoma Control Initiative
5) International Trachoma Initiative
6) Mectizan Donation Programme for Fighting River Blindness
7) Drugs for Neglected Diseases Initiative
8) Carter Center
22
Didalam SDGs terdapat tujuan-tujuan yang ingin dicapai erat
kaitannya dengan uoaya eliminasi NTDs yaitu mengakhiri kemiskinan,
mencapai ketahanan (angan, meningkatkan gizi, dsb).
23
6. Norma masyarakat bahwa status laki-laki lebih tinggi daripada
perempuan.
7. Rendahnya akses perempuan untuk berkarir.
Kekerasan seksual menyebabkan masalah kesehatan fisik,
mental, seksual, dan reproduksi serius.
24
5. Kesehatan Mental.
Perempuan lebih rentan untuk mengalami kecemasan, depresi
dan keluhan somatik dibanding pada pria.
Kesehatan mental pada perempuan berdampak pada kesehatan
diri serta pertumbuhan dan perkembangan anak-anak mereka. sekitar
20% perempuan di negara berkembang mengalami depresi klinis
setelah melahirkan.
7. Kanker
Merupakan masalah kesehatan perempuan paling serius.
Kejadian kanker yang paling banyak dialami oleh perempuan adalah
kanker payudara dan leher rahim. Tingkat kelangsungan hidup yang
rendah di negara-negara miskin disebabkan karena kurangnya
program deteksi dini yang mengakibatkan tingginya proporsi
perempuan yang menderita kanker stadium lanjut, serta kurangnya
kemampuan diagnosis dan dukungan fasilitas pengobatan yang
memadai (WHO, 2018e).
25
setiap siklus perkembangan mulai sejak lahir, remaja, hingga
dewasa.
Berikut beberapa alasan pentingnya investasi pada kesehatan
perempuan, yaitu:
1. Setiap pengambilan keputusan terhadap kesehatan reproduksi,
pendidikan dan pekerjaan sangat mempengaruhi status
kesehatan perempuan.
2. Kesehatan ibu dapat mempengaruhi kesehatan bayi,
pertumbuhan dan perkembangan, juga pendidikan dan
kesejahteraan anak.
3. Kematian atau sakit yang diderita berdampak pada beban
ekonomi keluarga.
4. Kesehatan ibu mempengaruhi produktibitas ekonomi keluarga.
5. Intervensi kesehatan ibu sangat menghemat biaya (Onarheim et
al., 2016)
26
c) The International Conference on Population and Development
(1994)
Konferensi ini bertujuan untuk menentukan reframing dan
pengembangan kesehaatn reproduksi untuk pemenuhann hak-
hak laki-laki dan perempuan.
d) Millenium Development Goals (MDGs)
MDGs memposisikan kesehatan ibu sebagai salah satu
tujuan pembangunan melalui upaya peningkatan kesehatan dan
mengurangi kematian ibu menjadi 75% di tahun 2015.
e) The Partnership for Maternal, Newborn and Child Health
Adalah Kemitraan untuk kesehatan Ibu, Bayi Baru Lahir
dan Anak dengan komitmen penuh untuk semua target pada
tahun 2030, yaitu: mengurangi kematian ibu secara global
hingga ≤70 per 100.000 kelahiran hidup (SDGs3.1); mengurangi
kematian bayi baru lahir di setiap negara hingga ≤ 12 per 1000
kelahiran hidup (SDGs 3.2); mengurnagi tingkat kematian balita
di setiap negara hingga ≤25 per 1000 kelahiran hidup (SDGs
3.2); mencapai akses universal untuk kesehatan reproduksi
danhak-hak reproduksi (SDGs 3.7/5.6); memastikan 75%
permintaan untuk keluarga berencana terpenuhi dengan metode
kontrasepsi modern. (WHO, 2015)
27
3) Menghapuskan segala bentuk praktik berbahaya terhadap
perempuan seperti pernikahan dini, pernikagan secara paksa, dan
sunat Wanita.
4) mengakui dan menghargai perawatan dan kerja domestic tak
berbayar dengan cara penyediaan layanan public, infrastruktur
public, serta kebijakan perlindungan social dan promosi tanggung
jawab Bersama di dalam rumah tangga dan keluarga sesuai dengan
kebijakan nasional.
5) Menjamin partisipasi penuh dan efektif serta peluang yang sama
dalam kepemimpinan di seluruh tingkatan pengambilan keputusan
dalam kehidupan politik, ekonomi, dan publik.
6) Menjamin akses universal terhadap kesehatan seksual dan hak
reproduksi sebagaimana disepakati dalam Programme of Action of
the International Conference on Population and Development and
the Beijing Platform for Action serta dokumen-dokumen yang
dihasilkan dalam konferensi.
7) Melaksanakan reformasi untuk memberikan hak yang sama bagi
perempuan atas sumber daya ekonomi, akses pada kepemilikan dan
kontrol atas lahan dan bentuk properti lainnya, layanan keuangan,
warisan, dan sumber daya alam sesuai dengan hukum nasional.
8) Meningkatkan penggunaan teknologi pendukung, khususnya
teknologi informasi dan komunikasi, untuk mendorong
pemberdayaan perempuan.
9) Mengadopsi dan memperkuat kebijakan yang efektif dan legislasi
yang dapat dilaksankaan untuk mendorong kesetaraan gender dan
pemberdayaan seluruh perempuan dan anak perempuan di segala
tingkatan (UNDP, 2016).
28
2.4.7 HIV/AIDS
Dalam perkembangannya, selain berdampak pada kesehatan individu,
HIV/AIDS juga berdampak terhadap kehidupan keluarga, komunitas, serta
pertumbuhan ekonomi suatu negara.
Populasi yang berisiko terhadap terjadinya HIV/AIDS antara lain;
pasangan homoseksual, pekerja seks komersial, transgender, dan pengguna
narkoba suntik.
Dunia menaruh perhatian secara khusus terhadap eliminasi HIV/AIDS
dengan cara kampanye multisector yang berfokus pada dukungan advokasi,
pelaksanaan, dan penyebaran informasi melalui media massa, media sosial,
media elektronik.
Program kemitraan juga dilakukan oleh WHO dengan berkolaborasi
dengan banyak negara untuk mencapai sasaran dan target global.
Pada Tahun 2020, UNAIDS telah menetapkan target pengendalian
HIV/AIDS sebagai berikut: Kematian akibat HIV, Pemeriksaan dan
Perawatan, Pencegahan, dan Diskriminasi.
Ada beberapa kendala dalam program pencegahan HIV/AIDS, yaitu:
tantangan pencegahan dengan cara pemberian profilaksis prapajanan (PrPP),
merevitalisasi pendekatan yang telah lama yang sudah terbukti; tantangan
perawatan, dengan menyesuaikan program pengobatan untuk menjangkau
orang-orang yang mungkin enggan untuk melakukan pemeriksaan HIV
sehingga penyebaran HIV dapat ditekan dan segera mendapatkan pelayanan
yang komprehensif; keberlanjutan pendanaan, dengan menetapkan
mekanisme pembiayaan yang efektif sehingga setiap individu dapat
mengakses layanan yang dibutuhkan tanpa mengalami permasalahan
keuangan, melakukan integrasi layanan HIV dengan sistem kesehatan yang
lebih luas, dan memanfaatkan Sebagian besar platform sistem kesehatan,
seperti informasi strategis, sumber daya manusia, serta manajemen
pengadaan dan persediaan layanan dan pengobatan. (WHO, 2016).
29
2.4.8 VAKSIN
Sejak dunia mengenalkan Expanded Programme on Immunization
(EPI) pada tahun 1974, tekah terjadi peningkatan anak-anak yang
mendapatkan lima vaksin dasar dari 15% menajdi hamper 90% dan
smallpox menjadi penyakit pertama pada tahun 1979 yang sukses
tereradikasi.
a. Tantangan Pengembangan dan Implementasi Vaksin
Beberapa tantangan pengembangan adalah adanya anggapan
vaksin yang kurang bermanfaat, tidak penting, dan membuat tidak
nyaman. Serta beberapa tuduhan kepada pemberi dan penyedia vasin,
kontroversi halal-haram, dsb.
b. Tantangan Implementasi Program Imunisasi dan Pengenalan Vaksin
Baru.
Layanan kesehatan primer sebagai garda terdepan implementasi
program imunisasi ialah mempunyai tantangan yang dikategorikan
WHO dalam six building blocks, yaitu:
1) Ketersediaan fasilitas pemberian pelayanan yang mendukung
program imunisasi
2) Ketersediaan fasilitas pemberian pelayanan yang mendukung
program imunisasi
3) Sistem informasi vaksin yang adekuat mencakup data individu,
fasilitas kesehatan, cakupan populasi, dan surevilans.
4) Jaminan akses terhadap vaksin yang berkualitas, mencakup cara
penyimpanan dan pemberian vaksin.
5) Ketersediaan pendanaan yang berkelanjutan
6) Rumusan kebijakan terhadap tata Kelola program imunisasi, misal
dengan ketersediaan petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknis EPI
(WHO, 2010).
Keberhasilan program imunisasi sangat bergantung pada dukungan
berbagai pemangku kepentingan, mulai dari pemangku kebijakan dan
30
sistem kesehatan di tiap negara, industri vaksin, fasilitas pelayanan dan
tenaga kesehatan, dan masyarakat.
31
Dampak sosial dan ekonomi semakin intensif sehingga mendorong
banyak negara dengan kenaikan kasus masih tinggi ikut dalam tren relaksasi
dan reopening. Konsekuensinya penyebaran pandemi semakin meluas dan
beralih ke negara berkembang menjadi episenter baru pandemi.
32
mencegah, memantau, mendeteksi, dan menanggapi keadaan darurat
kesehatan.
c. Kesehatan ibu, anak dan remaja menjadi prioritas organisasi kesehatan
dunia dengan pertimbangan mengamankan kesehatan, martabat dan
hak-hak perempuan, anak-anak, dan remaja untuk mencapai tujuan
pembengunan berkelanjutan.
d. Perubahan iklim dan lingkunagn yang berdampak pada kesehatan.
e. Transformasi WHO, yang bertujuan membangun WHO menjadi
Lembaga yang lebih efektif, transparan, dan akuntabel yang
membutuhkan keseimbangan antara reformasi dan stabilitas organisasi.
33
2.5.3 RESILIENSI SISTEM KESEHATAN
Sistem kesehatan memerlukan kemampuan untuk bertahan dalam
situasi apapun. Krisis kesehatan sangat dipengaruhi oleh urbanisasi,
globalisasi dan perubahan iklim.
Resiliensi sistem kesehatan adalah kapasitas aktor, Lembaga dan
kesehatan masyarakat unutk secara efektif mempersiapkan dan menghadapi
krisis, fungsi-fungsi ketika krisis melanda, memperoleh pembelajaran
selama krisis, serta melakukan reorganisasi jika dibutuhkan.
Resiliensi sering dikaitkan dengan respons terhadap krisis yang terjadi
sehingga sistem harus memiliki kemampuan beradaptasi dan responsive.
Resilien sistem kesehatan memiliki lima elemen utama, yaitu:
a. Sadar (aware), berfokus pada mendekteksi ancaman kesehatan sebelum
terjadi.
b. Berbeda (diverse), resiliensi dapat memberikan layanan yang berbeda
dengan cakupan universal.
c. Pengaturan mandiri (self regulation) bertujuan untuk mencegah
gangguan kesehatan berubah menjadi bencana kesehatan.
d. Terpadu (integrated) bertujuan mengatur sumber daya eksternal.
resiliensi sistem kesehatan memungkinkan keterpaduan melalui berbagi
informasi, komunikasi terarah, dan koordinasi melibatkan banyak aktor.
e. Adaptif (adaptive), yaitu kemampuan untuk Kembali ke kondisi
sebelumnya pascakrisis dengan kondisi sistem yang semakin kuat dari
sebelumnya. adaptabilitas tidak hanya terwujud dalam Krisis, tetapi
juga memungkinkan kapasitas sistem kesehatan untuk ebradaptais di
waktu normal (Kruk et al., 2015; Witter dan Hunter, 2017)
34
Keadilan (ekuiti) dalam Pelayanan Kesehatan memiliki dua dimensi,
yaitu: keadilan horizontal (horizontal equity) dam keadilan vertikal (vertical
equity).
a. Keadilan Horizontal
Adalah menekankan pada prinsip perlakuan yang sama terhadap kondisi
yang sama. Mooney dan van Doorslaer et al menafsirkannya sebagai
perlakuan yang sama terhadap kebutuhan yang sama.
Ada empat macam definisi operasional keadilan horizontal, yaitu:
1. Sumberdaya/ input/ pengeluaran yang sama untuk kebutuhan yang
sama, yaitu merujuk kepada kesamaan dalam penyediaan
sumberdaya pelayanan kesehatan, termasuk diantaranya; provider,
program, pelayanan, dan intervensi kesehatan.
2. Penggunaan (utilization) atau penerimaan (receipt) yang sama
untuk kebutuhan yang sama, yaitu memastikan bahwa proses
penyampaian pelayanan kesehatan telah berlangsung untuk
memenuhi kebutuhan yang sama.
3. Akses/ kesempatan yang sama untuk kebutuhan yang sama, yaitu
kesempatan yang terbuka bagi semua orang untuk mendapatkan
pelayanan kesehatan (dan asuransi kesehatan).
4. Kesamaan tingkat kesehatan, ini merupakan kriteria keadilan
horizontal yang paling lemah, karena masing-masing orang
memiliki faktor genetik yang berbeda yang dapat mempengaruhi
tingkat kesehatannya.
b. Keadilan Vertikal
Adalah menekankan pada prinsip perlakuan yang berbeda untuk
keadaan yang berbeda. Ada dua kriteria keadilan vertikal, yaitu:
1. Perlakuan tidak sama untuk kebutuhan berbeda, sebagai contoh,
pasien dating ke rumah sakit dengan gagal ginjal akut mendapat
perlakuan yang berbeda (misalnya, pelayanan yang lebih segera atau
CITO) daripada pasien dengan keluhan batuk pilek.
35
2. Pembiayaan kesehatan progresif berdasarkan kemampuan membayar
(ability to pay) memiliki dua dimensi keadilan, yaitu; pembiayaan
berdasarkan kemampuan membayar sebagai contoh apabila sistem
pelayanan kesehatan dibiayai dengan pajak pendapatan maka warga
yang berpendapatan tinggi membayar lebih besar daripada warga
berpendapatan rendah (keadilan vertical); kedua, didalam satu
kelompok masyarakat yang memiliki kemampuan keuangan yang
sama (dan kebuthan yang sama), perlu dipastikan pembayatan yang
juga sama (keadilan horizontal).
36
Sejak awal, WHO telah memprediksi munculnya kesenjangan
ketersediaan vaksin antar negara. Semua negara berlomba
mengamankan dosis vaksin Covid-19 sebanyak-banyaknya. Per 23
Maret 2021, Amerika Serikat, China, dan India menjadi tiga negara
teratas dalam pemberian vaksin dan masing-masing telah
menyuntikkan 128 juta, 82 juta, dan 50 juta dosis vaksin ketika di saat
bersamaan, banyak negara belum menyuntikkan satu dosis vaksin pun.
Ini mendorong WHO membentuk COVAX Facility untuk
memastikan vaccine equity di tingkat global tercapai.
37
BAB III
KESIMPULAN
38
DAFTAR PUSTAKA
39