Anda di halaman 1dari 10

Karyamantha Surbakti.

Penelitian aspek megalitik pada batu meja di situs Desa Waeyasel,


Kabupaten Seram bagian barat Provinsi Maluku

PENELITIAN ASPEK MEGALITIK PADA BATU MEJA DI SITUS DESA


WAEYASEL, KABUPATEN SERAM BAGIAN BARAT PROVINSI MALUKU
Research On Megalithic Aspect of Batu Meja In Waeyasel Village Site,
West Seram Regency Moluccas Province

Karyamantha Surbakti
Balai Arkeologi Maluku. Jl. Namalatu-Latuhalat Kec. Nusaniwe Kodya Ambon 97118
manthatorong@gmail.com

Abstrak
Batu meja dalam khasanah arkeologi dikenal sebagai tinggalan dengan ciri yang
mengarah sebagai media pemujaan ataupun altar persembahan. Batu ini hingga sekarang
masih terletak insitu di Desa Waeyasel. Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai upaya
dalam melihat tinggalan batu meja yang penggunaannya masih menunjukkan tradisi
megalitik yaitu pemujaan roh leluhur. Penelitian ini menggunakan tiga cara dalam
pengumpulan data yaitu, survei, observasi dan wawancara. Hasil dari penelitian ini adalah
pengunaan beberapa sajian di batu meja seperti rokok, makanan dan uang logam dijadikan
media sesembahan untuk ritual tertentu oleh masyarakat hingga dewasa ini. Kesimpulan
penelitian adalah adanya faktor keselarasan penduduk dengan roh leluhur menyebabkan
ritual ini masih terus berlangsung dalam masyarakat setempat.

Kata kunci: Megalitik; Batu Meja; Penyembahan Leluhur

Abstract. Batu meja in the repertoire known as the archaeological remains of the
traits that lead as a medium of worship or the sacrificial altar. This feature, now still lies in
situ in the Waeyasel village. The purpose of this study is to look at the remains of a batu
meja that still use shows the megalithic tradition that is worship ancestral spirits. This study
used three ways in which data collection, surveys, observation and interviews. Results of
this study is the use of several offerings at batu meja such as cigarettes, food and coins used
as offerings or a particular ritual by the comunal until today. Conclusion of the study is the
factor of harmony beetwen local community with the ancestral spirits have cause this kind
of ritual is still ongoing among the local community.

Keywords: Megalithic; Batu Meja; Ancestor Worship

1. Pendahuluan tersebut yang menurut informasi perolehan


Penelitian ini dilakukan di Desa dari masyarakat masih difungsikan sebagai
Waeyasel, sebuah desa yang berada di media untuk penyembahan leluhur dan
daerah administratif Kabupaten Seram pemberian sesajian tertentu di waktu yang
Bagian Barat. Terdapat sebuah tinggalan tertentu pula. Batu meja tersebut teronggok
batu meja yang berada di dataran tinggi begitu saja dan terkadang diselimuti semak
dengan akses minimal dan lintas yang curam belukar dan tumbuhan merambat, namun
sehingga medan menuju ke tempat tersebut dengan sendirinya akan bersih kembali
tergolong cukup sulit. Penelitian ini untuk setelah ada beberapa orang yang
melihat beberapa aspek megalitik yang memberikan sesajian kesana. Banyak batu
masih bisa diamati pada benda batu meja meja di Maluku belum diteliti secara

Naskah diterima 25/05/2016; Revisi diterima 25/11/2016; Disetujui 29/11/2016 87


Siddhayatra Vol. 21 (2) November 2016: 87-96

eksploratif guna memperoleh data yang menyelesaikan berbagai persoalan negeri,


holistik mengenai pemaknaannya kini. simbol integrasi yang menempatkan dolmen
Menurut Wagner dan Van der Hoop, dalam fungsinya sebagai medium
megalitik dimaknai dengan arti sebagai batu mengangkat sumpah persaudaraan sejati
-batu yang disusun maupun yang dikerjakan berbagai kelompok masyarakat Maluku di
dan digunakan sebagai sarana aktivitas berbagai negeri (Handoko 2015, 378).
manusia yang berkaitan dengan penguburan, Salah satu tradisi masa prasejarah yang
pemujaan atauyang berkaitan dengan bertahan adalah kebudayaan yang
aktivitas profan. Tekanan perhatiannya lebih menghasilkan bangunan yang terbuat dari
kepada morfologi dan teknologi. Contoh batu besar (megalitik) (Soekmono 1973, 72).
dari megalitik yang digunakan sebagai Batu-batu ini biasanya tidak dikerjakan
bagian dari aktivitas penguburan halus, namun hanya diratakan secara kasar
ditunjukkan oleh kernada batu (sarkofagus) saja untuk mendapat bentuk yang
atau meja batu (dolmen), contoh lain dari diperlukan. Kepercayaan manusia di masa
megalitik yang digunakan sebagai bagian prasejarah mulai muncul pada masa berburu
dari aktifitas pemujaan adalah arca, temu dan mengumpulkan makanan tingkat lanjut
gelang batu, atau punden berundak. Adapun serta wujud perkembangan kepercayaan
bentuk-bentuk yang berhubungan dengan mencapai puncak pada bercocok tanam
kegiatan profan dapat ditampilkan dalam akhir dengan tradisi megalitiknya. Pada
bentuk silindris batu yang sebagian peneliti masa itu selain telah dikenal kepercayaan
menafsirkan fungsinya sebagai umpak batu juga dikenal konsep pemujaan, konsep
(Prasetyo 2008, 48). kelahiran kembali, dan konsep kesuburan.
Batu meja merupakan istilah lokal di Perihal di atas bukan berarti hanya
Maluku untuk menyebut dolmen. Dolmen berpatok pada tinggalan yang memiliki
atau batu meja yang dikenal hampir di ukuran fisik nyata yang besar. Objek batu
seluruh pelosok Maluku, adalah simbol yang lebih kecil pun dapat dimasukkan ke
budaya orang Maluku yang sangat dalam klasifikasi benda megalit sejauh bila
menghormati adat dan tradisi yang batu itu jelas diperuntukkan tujuan sakral
diwariskan secara turun temurun dari leluhur tertentu, yakni pemujaan terhadap roh nenek
mereka. Dolmen bagi orang Maluku moyang ataupun roh leluhur. Bahkan
merupakan simbol kultus nenek moyang beberapa suku di Indonesia ditemukan suatu
yang hingga kini masih difungsikan. Masa tradisi pemujaan roh leluhur tanpa
sekarang ada beberapa tanda dimana dolmen menggunakan monumen sama sekali, namun
difungsikan sebagai media ritual pelantikan hanya menggunakan pemenggalan kepala
bapa raja, meja perundingan, simbol kerbau, penanaman kepala kerbau, serta
komunal yang menyatu dengan baileo melarung ke laut. Hal tersebut dapat
(rumah adat), yakni sebuah tempat yang dijelaskan bahwa gagasan megalitik telah
berfungsi sebagai tempat musyawarah untuk merasuk dalam segala langkah dan hidup

88
Karyamantha Surbakti. Penelitian aspek megalitik pada batu meja di situs Desa Waeyasel,
Kabupaten Seram bagian barat Provinsi Maluku

manusia pendukungnya (Soejono 1996, 194- maupun sebuah pijakan dalam interpretasi.
195). Maka beberapa literatur yang penulis
Penjelasan di atas menunjukkan, jika gunakan untuk hal dimaksud di atas
perlakuan dari komunal masyarakat diantaranya:
memperlihatkan sebuah aktivitas Buku Sejarah Nasional Indonesia Jilid I
penggunaan batu meja sebagai media tahun 1996 merupakan buku pegangan
ataupun altar, dapat dikategorikan pokok dalam memahami tinggalan dan
mengandung tradisi megalitik didalamnya artefak yang ada di Indonesia. Penjelasan
sejauh itu berhubungan dengan doa dan R.P. Soejono mengenai pembabakan sejarah
harapan kepada leluhur. Masih dan penggambaran kehidupan prasejarah di
menggunakan informasi perolehan dari Indonesia sangat diperlukan untuk
masyarakat setempat melalui wawancara, memahami konteks batu meja sebagai
waktu untuk ritual ke batu meja bisa tinggalan yang digunakan sebagai media
dikatakan tidak menentu, dan semua dalam ritual tertentu yang berkaitan dengan
tergantung dari tetua adat yang menjadi juru pemujaan roh leluhur. Gagasan dan tindakan
kunci desa dan beberapa orang dalam manusia dengan budaya bendawi merupakan
masyarakat yang memang memiliki sebuah hubungan yang refleksif serta selalu
kepentingan sesuatu hal untuk berniat ada kaitan timbal balik yang aktif di
memberikan sesajian ke batu meja. Tetua dalamnya.
adat dianggap sebagai persona yang penting Buku Pernak Pernik Megalitik Nusantara
di dalam desa dan juga dianggap sebagai terbitan tahun 2015 merupakan buku yang
orang yang sangat paham pun cakap dalam berisi kumpulan artikel yang membahas
adat pemberian sesaji ke batu meja tersebut. tentang penelitian megalitik dan tradisi
Berdasarkan latar belakang tersebut, megalitik yang masih living monument di
maka pokok permasalahan untuk penelitian Indonesia, yang dihelat oleh semua Balai
ini disusun sebagai berikut: Arkeologi seluruh Indonesia dan Pusat
Arkeologi Nasional sebagai pengampu
1. Indikasi apa yang dapat dilihat bahwa proyek pembuatan buku tersebut. Penjelasan
batu meja di Desa Waeyasel menunjuk- yang ada di dalam buku ini sangat beragam
kan tradisi megalitik? dan informatif karena beberapa suku di
2. Faktor apa saja yang menjadikan batu Indonesia memiliki keterikatan dengan
meja masih digunakan sebagai media leluhur ataupun nenek moyang mereka yang
ritual tertentu oleh masyarakat dituangkan dalam sebuah replika batu dan
setempat? kemudian itu melebur serta menjadi media
ataupun sarana penghubung baik itu
Tinjauan pustaka ataupun literatur komunikasi ataupun dunia kosmis mereka.
pendukung sebuah tulisan dibutuhkan untuk Buku Religi Pada Masyarakat Prasejarah
keperluan pendukungan kerangka berpikir di Indonesia tahun 2004 merupakan buku

89
Siddhayatra Vol. 21 (2) November 2016: 87-96

terakhir yang penulis gunakan sebagai berstruktur (pertanyaan terbuka) guna


referensi untuk memahami tinggalan batu mendapatkan keleluasaan dalam mengarah-
meja yang ada di Maluku dan melihat kan pertanyaan kepada informan dan
beberapa tinggalan serupa yang ada di melacak informan lainnya berdasarkan
daerah lain di tanah air sebagai data informasi dari informan yang sudah ada
pembanding guna menambah bobot (snow ball sampling).
penulisan ini. Penelitian ini memiliki dua tujuan, yaitu
Data verbal dalam penelitian budaya tujuan umum dan tujuan khusus. Tujuan
yang menggunakan model kualitatif umum arkeologi sebagai sebuah disiplin
biasanya mengejar fenomena dalam suatu ilmu tidak terlepas dari pemahaman tentang
budaya tertentu. Alasan utama pemakaian kebudayaan masa lalu yang didasarkan pada
penelitian kualitatif budaya, antara lain data tiga tujuan yaitu rekonstruksi sejarah
yang diperoleh dari lapangan biasanya tidak budaya, rekonstruksi cara-cara hidup, dan
berstruktur dan relatif banyak, sehingga penggambaran proses budaya (Binford
memungkinkan peneliti untuk lebih menata, 1972, 104). Merujuk pada tiga tujuan
mengkritisi dan mengklasifikasikan yang tersebut maka penelitian ini dititikberatkan
lebih menarik melalui penelitian kualitatif pada tujuan arkeologi yang ketiga.
(Endraswara 2006, 82). Secara umum, penelitian ini bertujuan
Metode pengumpulan data dalam untuk memahami aspek megalitik apa saja
penelitian ini menggunakan cara berupa yang terkandung dalam pengunaan tinggalan
survei permukaan dan pengamatan langsung batu meja tersebut dan berusaha melihat
di lapangan (observasi). Untuk informasi proses budaya yang berkenaan batu meja
tambahan digunakan wawancara tidak sebagai media ritual tertentu.

Gambar 1. Lokasi penelitian dalam lingkar an mer ah (Sumber : Ar cView 10.1, tanpa skala)

90
Karyamantha Surbakti. Penelitian aspek megalitik pada batu meja di situs Desa Waeyasel,
Kabupaten Seram bagian barat Provinsi Maluku

Tujuan khusus dari penelitian ini antara ketinggian ±183 m dpl. Desa ini merupakan
lain: (a) melihat gambaran indikasi apa saja daerah yang termasuk Kecamatan Leihitu
yang menunjukkan sebuah identitas penanda Barat, Kabupaten Seram Bagian Barat
dari batu meja di Desa Waeyasel yang (gambar 1).
berfungsi sebagai benda yang digunakan dan Untuk mencapai lokasi situs tersebut, tim
tergolong tradisi megalitik; (b) mengetahui diharuskan melewati perkebunan penduduk
faktor apa saja yang menjadikan batu meja dengan vegetasi yang beragam di sekitar
masih digunakan sebagai media ritual lokasi. Jenis tanaman yang dibudidayakan
tertentu oleh komunal masyarakat setempat. oleh masyarakat antara lain; untuk tanaman
Manfaat dari penelitian ini antara lain: (a) lunak berupa pisang, ketela pohon, jagung
secara teoretis, hasil penelitian ini dapat sedangkan untuk tanaman keras berupa;
membantu sumbang pemikiran ilmiah bagi kelapa dan cengkeh.
ilmu pengetahuan bidang arkeologi, Desa Waeyasel termasuk ke dalam jenis
khususnya tentang tinggalan batu meja yang desa komunal yang dimana masyarakatnya
notabene merupakan sebuah bukti fisik dari tergolong masyarakat pesisir/pantai.
sejarah pada masa lalu yang bertalian erat Penduduknya kebanyakan memanfaatkan
dengan pemujaan roh leluhur; kemudian (b) sumberdaya aquatik dalam pemenuhan
secara praktis, bagi pemerintah daerah, kebutuhan harian seperti bermata
dapat menjadi masukan dalam mengambil pencaharian nelayan ataupun jasa
kebijakan yang berkaitan dengan perlindung penyeberangan orang dengan menggunakan
-an kepurbakalaan di Provinsi Maluku. perahu. Jasa penyeberangan biasanya
meliputi jazirah sebelah utara Pulau Ambon
2. Pembahasan semisal Hitu, Hila dan Morela menggunakan
Lokasi situs Desa Waeyasel berada di perahu bertenaga mesin (speed boat). Pada
Pulau Seram pada koordinat geografis S03 lokasi tersebut tampak bangunan batu meja
30’21.2” dan E12754’35.8” serta memiliki yang sudah dalam keadaan rebah bagian

Gambar 2. Batu meja dengan bagian atas hampir r ebah (Sumber : dok. Balar Ambon 2012)

91
Siddhayatra Vol. 21 (2) November 2016: 87-96

atasnya, namun kaki-kaki yang sekilas memohon sesuatudengan media batu meja
tampak seperti menhir yang menopang tersebut.
masih berdiri tegak sebanyak 4 buah Religi dapat menjadi sarana bagi manusia
(gambar 2). untuk mengangkat diri dari kehidupan
Kaki penopang batu meja yang masih duniawi dan mencapai kemandirian
tergolong tegak berdimensi panjang 84 cm spiritual, meski sementara. Konsep
dan berbahan dasar andesit. Tampak adanya kemandirian spritual yang lebih ditekankan
aus dan beberapa bintik jamur yang ada di meliputi hubungan manusia dengan arwah
penampang batu meja, yang dimana hal ini leluhur dan nenek moyang (Prasetyo 2004,
cukup dapat dimaklumi dikarenakan batu 97). Konsepsi penyembahan pada roh nenek
meja sangat terpapar di tempat terbuka dari moyang merupakan suatu bentuk awal dari
hujan dan terik matahari. Di bawah batu agama mula-mula peradaban leluhur. Hal ini
meja terdapat fragmen sebuah gerabah berkaitan dengan adanya dorongan yang
besar yang kemungkinan bagian leher. Pada berasal dari diri manusia yang merasakan
fragmen gerabah tersebut tampak sisa hakikat dari suatu kekuatan supranatural
sesajian berisi rokok yang ditinggalkan di yang ada dalam dirinya ataupun di luar
tempat tersebut. dirinya. Penyembahan pada roh nenek
Pembersihan terhadap tanaman merambat moyang juga merupakan suatu bentuk
di lokasi batu meja tersebut dilakukan guna pengkeramatan atau semacam dewa-fetis
keperluan pengambilan gambar piktorial yang telah melekat dan selalu dapat
menggunakan kamera. Selagi pengambilan dikaitkan dengan fenomena alam ataupun
foto dan deskripsi lokasi, kemudian keadaan di alam sekitar (Pritchard 1984, 26).
beberapa pertanyaan terbuka ditanyakan Tim penelitian juga meminta untuk bapak
kepada salah seorang tetua adat yang tetua adat agar berkenan menunjukkan
berkenan menemani tim penelitian hingga bagaimana tata cara yang biasa dilakukan
ke lokasi batu meja. masyarakat setempat menggunakan batu
Berdasarkan informasi dari tetua adat, meja sebagai media berkomunikasi dengan
bahwa tempat tersebut merupakan tempat leluhur dan juga sebagai pamitan/permisi
yang sakral bagi masyarakat di Desa dalam rangka penelitian (gambar 3).
Waeyasel. Tempat dimana terdapat batu Biasanya selain meminta akan kemakmuran
meja tersebut, merupakan semacam tempat desa, juga kesehatan agar dijauhkan segala
dimana frekwensi dunia arwah leluhur wabah penyakit dari desa mereka.Tak pelak
menyatu dengan dunia manusia dalam dari informasi setempat juga dikatakan ada
komunitas desa menjadi selaras. Leluhur beberapa oknum personal yang hendak
dianggap dapat melihat generasi penerus melaju di pemilihan pilkada, harus
mereka di tempat batu meja tersebut. melakukan ritual di batu meja terlebih
Mereka menganggap roh leluhur dapat dahulu.
ditemui di tempat tersebut dengan cara Adapun tahapan yang harus dilakukan

92
Karyamantha Surbakti. Penelitian aspek megalitik pada batu meja di situs Desa Waeyasel,
Kabupaten Seram bagian barat Provinsi Maluku

Gambar 3. Foto tetua adat sedang mempersiapkan sesajen di bawah batu meja (Sumber: dok: Balar
Ambon 2012)

terlebih dahulu adalah menyiapkan daun tertentu. Di tiap-tiap dukuh terdapat


yang lebar untuk menutup gerabah yang ada beberapa tempat tinggal yang dibangun
di bawah batu meja, kemudian dibaca secara tidak beraturan. Pola-pola
mantra dan doa dalam hati sehingga perkampungan atau tempat tinggal di masa
komunikasi menjadi membatin. Setelah doa itu umumnya ditentukan oleh beberapa
dipanjatkan, lalu pemberian beberapa batang faktor fisik seperti topografi, iklim dan
rokok diletakkan diatas daun lebar tadi potensi pertanian (Soejono 1996, 196-197).
bersamaan dengan beberapa mata uang koin Penjelasan diatas memberikan gambaran
lima ratusan dan seribuan. Penambahan ciri-ciri yang menunjukkan adanya
beberapa elemen makanan seperti tipat keberlanjutan tradisi megalitik yang tampak
(ketupat) menjadi pelengkap sesajian di dari aktivitas di batu meja tersebut. Akses
bawah batu meja. Tetua adat berdoa minimal ke lokasi dan jauh dari permukiman
menggunakan basa tanah ataupun bahasa penduduk menjadikan kesan sakral batu
daerah yang dikenal di seantero Pulau meja tersebut kian terasa. Perlakuan
Seram. masyarakat sekitar terhadap batu meja itu
Pada waktu tradisi megalitik berkembang sendiri yang terkadang dimana mereka
dengan pesat yaitu di masa perundagian, membawa hasil panen/kebun ke lokasi batu
diduga telah terbentuk masyarakat meja, menjadikan itu sebuah rutinitas
megalitik. Pada waktu itu penduduk sudah hingga ke tahap keharusan dan kepatuhan
tinggal menetap di desa-desa kecil semacam menambah kesan ‘magis’ dari aktivitas itu.
perdukuhan atau perkampungan, hidup Permukiman menetap muncul ketika
bertani dan mengembangbiakkan binatang, masa tradisi bercocok tanam berkembang.
baik untuk keperluan hidup sehari-hari Masyarakat pada masa itu untuk memenuhi
maupun untuk keperluan upacara-upacara kebutuhannya, sudah tidak lagi hidup secara

93
Siddhayatra Vol. 21 (2) November 2016: 87-96

mengembara, tetapi bermukim menetap di bercorak animistis. Konsep leluhur, konsep


suatu tempat secara mengelompok. Mereka kepercayaan pada nenek moyang merupakan
memilih lokasi sesuai dengan lingkungan yang utama dalam pemahaman religi di
alam yang memenuhi kebutuhannya dan Maluku. Selain substansi yang ada pada
bahkan kebutuhan spritual mereka setiap upacara seperti, janji, ikatan, sumpah,
(Herkovits 1952, 3-8). hukum dan lain-lain. Bukan hanya
Wilayah Maluku umumnya dianggap disaksikan oleh mereka-mereka yang hadir
jauh dari pengaruh budaya Hindu, pada upacara tetapi juga oleh roh-roh leluhur
kemungkinan pengaruh budaya dan religi mereka.
yang dianut sekarang ini, lebih dekat Batu meja yang ditemukan di beberapa
dipengaruhi oleh budaya prasejarah dan situs di Maluku dan khususnya di Desa
protosejarah. Dalam banyak kasus, ditemui Waeyasel dapat dimaknai berfungsi sebagai
adanya petunjuk diantara aspek-aspek religi medium ritus untuk berhubungan dengan
Islam, bahkan Kristen mempertahankan arwah leluhur atau tempat nenek moyang
aspek-aspek tradisi megalitik yang lebih bersemayam. Hal ini mengindikasikan
kuno dan tersebar luas di dunia Austronesia masyarakat Maluku sejak ribuan tahun lalu
dan mungkin berpengaruh terhadap sudah mengenal religi dan sudah
munculnya praktik keagamaan yang masih memahamami kontak batin antara manusia
mempertahankan praktek religi masa dan dunia di luar manusia, meskipun dewasa
megalitik (Handoko dan Salhuteru 2015, ini mereka juga telah menganut agama
397-398). sekuler yang ada. Batu meja merupakan data
Salah satu aspek yang mempengaruhi artefaktual yang membuktikan bahwa batu
atau melatarbelakangi fenomena komunitas tersebut merupakan piranti pemujaan dengan
etnis Maluku yang mengkonversi agama adanya aktivitas adat yang bersifat sakral
baik Islam, bahkan pula Kristen namun pada dan magis.
kenyataannya bercampur baur dengan
praktik kepercayaan animisme yang 3. Penutup
berkembang pada masa megalitik. Inti religi Paparan di atas merupakan sebuah hasil
masyarakat Maluku sebenarnya berdasarkan observasi dan surveilangsung di lapangan
pada dua hal; pertama Tuhan dan kedua tete ketika penelitian tahun anggaran 2012.
nene moyang (leluhur). Demikian, terlihat Berdasarkan uraian sebelumnya, dapat
dalam setiap upacara adat yang dilakukan, ditarik beberapa kesimpulan dari hasil
pertama didahului dengan doa, baru penelitian yang dilakukan. Kesimpulan yang
kemudian dilakukan secara adat yang dianut. diperoleh adalah sebagai berikut:
Sebelum masuknya agama-agama besar Fungsi batu meja dahulu digunakan untuk
seperti Islam dan Kristen, masyarakat daerah pemenuhan kebutuhan spritual masyarakat
Kepulauan Maluku dan Kodya Ambon dahulu yang bermukim. Batu meja
hidup dalam kepercayaan tradisional yang kemungkinan sebagai altar saji untuk

94
Karyamantha Surbakti. Penelitian aspek megalitik pada batu meja di situs Desa Waeyasel,
Kabupaten Seram bagian barat Provinsi Maluku

sesajen ataupun sesembahan. Masyarakat mengakibatkan tingkat keausan yang sangat


pendukung kebudayaan saat sekarang, tinggi pada batuan alamnya.
memberi perlakuan khusus batu meja
tersebut dalam sebuah aktivitas tertentu. Ucapan Terima Kasih
Hasil penelitian di Desa Waeyasel ini Pada bagian ini saya menyempatkan
dapat dijabarkan dengan formulasi mengucapkan terima kasih kepada Marlyn
kesimpulan berikut yaitu bahwa aspek Salhuteru, S.S sebagai Ketua Tim Penelitian
megalitik yang terdapat di batu meja adalah di Desa Waeyasel tahun 2012. Penelitian ini
batu meja sendiri merupakan penamaan merupakan sebuah penelitian eksploratif dan
lokal di Maluku untuk penyebutan dolmen, dikembangkan di lapangan untuk melihat
kemudian sebuah aktivitas berkomunikasi sejauh mana potensi arkeologis yang ada di
dengan arwah leluhur/nenek moyang desa petuanan tersebut. Adapun anggota
melalui tetua adat merupakan ciri khusus penelitian yang turut serta dalam Tim Desa
kognitif masa megalitik dalam pembabakan Waeyasel 2012 adalah Andrew Huwae,
sejarah yang kini memasuki fase living Monica Latuary, Ketut Udiyasa, dan
monument. Indikasi kuat dan identitas Dommy Titarsole.
penanda bahwa batu meja di Desa Waeyasel
menunjukkan tradisi megalitik adalah batu Daftar Pustaka
tersebut merupakan media yang digunakan Binford, Lewis R. 1972.A n A rchaeological
untuk berkomunikasi dengan leluhur dan Prespective. New York, San Fransisco:
masih dilakukan hingga dewasa ini. Faktor London Seminar Press.
yang menjadikan batu meja masih Endraswara, Suwardi. 2006. Metode, Teori,
digunakan sebagai ritual tertentu oleh Teknik Penelitian Kebudayaan.Sleman:
komunal masyarakat setempat karena Pustaka Widyatama.
adanya hubungan yang membatin antara Handoko, W. 2015. “ Budaya Megalitik Di
masyarakat dan roh leluhur yang dipercaya Kepulauan Lease, Maluku: Antara Tradisi
bersemayam pada batu meja tersebut. dan Budaya Integrasi” Hal. 377 Dalam
Penelitian ini masih bersifat studi awal Pernak Pernik Megalitik Nusantara.
dan masih sangat eksploratif,maka banyak Yogyakarta: Galang Press.
hal yang bisa dikembangkan untuk Handoko, W & Salhuteru, M. 2015.
penelitian masa mendatang. Pada bagian “Kearifan Budaya Dan Keberlanjutan
saran dalam penulisan ini diharapkan Religi Megalitik Pulau Seram Provinsi
pemerintah setempat maupun pihak terkait Maluku Hal. 397 Dalam Pernak Pernik
dapat memberikan proteksi awal dari Megalitik Nusantara. Yogyakarta:
tinggalan batu meja yang ada di Situs Galang Press.
Waeyasel. Tinggalan batu meja di situs Herkovits, Mcville J, 1952. ”Anthropology
tersebut berada di tempat terbuka tanpa and Economics”. The Economic Life of
adanya kanopi pelindung sehingga dapat Primitive Peoples. New York. Knopf.

95
Siddhayatra Vol. 21 (2) November 2016: 87-96

Prasetyo, B. 2004. Religi Pada Masyarakat


Prasejarah di Indonesia.Jakarta: Dinas
Kebudayaan dan Pariwisata.
Prasetyo, B. 2008. Penempatan Benda-
Benda Megalitik Di Kawasan Lembah
Iyang-Ijen Kabupaten Bondowoso Dan
Jember Provinsi Jawa Timur, Disertasi.
Jakarta: Program Pascasarjana UI.
Pritchard, Evans, E.E. 1984. Teori-teori
Tentang Agama Primitif. Yogyakarta:
PLP2M.
Soejono, R.P. 1996. “Jaman Prasejarah di
Indonesia”. Sejarah Nasional Indonesia I.
Jakarta: Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan. Balai Pustaka.
Soekmono, R. 1973. Pengantar Sejarah
Kebudayaan Indonesia 1. Yogyakarta:
Kanisius.

96

Anda mungkin juga menyukai