Anda di halaman 1dari 10

KEHIDUPAN MASA PROTOSEJARAH DI SITUS MOSANDUREI,

NABIRE
(Protohistory Life in the Mosandurei Site, Nabire)

Hari Suroto
Balai Arkeologi Jayapura, Jalan Isele, Kampung Waena, Jayapura 99358
Telepon (0967) 572467, Faksimile (0967) 572467, hariprimitiveart@gmail.com

INFO ARTIKEL Abstract

Histori artikel: The survey results Mosandurei ground level at the site shows potential archaeological remains
are diverse, but it can not be interpreted broadly associated with human use of the site by
Diterima1 April 2015
supporters. So we need systematic research with excavation. This paper aims to determine the
Direvisi 27 April 2015 pattern of human use of the site by supporters; knowing the character of human culture supporter
Disetujui 4 Mei 2015 Mosandurei site and to know the culture process Mosandurei sites. This paper aims to determine
human life ever Mosandurei activity on the site in the past. Data collection is done in several ways,
namely literature, surveying the ground, excavation. Data analysis was performed with artefaktual
Keywords: analysis, contextual analysis, and stratigraphic analysis. The survey and excavation at ground level
Mosandurei site managed to find shells of mollusks, bone fragments, teeth, fragments of pottery,
archaeology remains,
fragments of Chinese ceramics, European ceramics fragments, fragments of European bottles,
Mosandurei sites, beads, and stone tools. Based on the analysis of the data it is concluded that the site Mosandurei a
protohistory settlement prehistoric dwelling sites that continued until past history.

Kata kunci: Abstrak


tinggalan arkeologi,
Situs Mosandurei, Hasil survei permukaan tanah di situs Mosandurei menunjukkan potensi tinggalan arkeologi yang
beragam, namun hal ini belum dapat menginterpretasikan secara luas terkait dengan pemanfaatan
hunian protosejarah
situs oleh manusia pendukungnya. Oleh karena itu, penelitian yang sistematis dengan ekskavasi
perlu dilakukan. Tulisan ini bertujuan untuk mengetahui kehidupan manusia yang pernah beraktivitas
di situs Mosandurei pada masa lampau. Kajian tulisan ini dilakukan dengan pengumpulan data
dan analisis data. Pengumpulan data dilakukan dengan beberapa cara, yaitu studi pustaka,
survei permukaan tanah, ekskavasi. Analisis data dilakukan dengan analisis artefaktual, analisis
kontekstual, dan analisis stratigrafis. Hasil survei permukaan tanah dan ekskavasi di situs
Mosandurei berhasil menemukan cangkang moluska, fragmen tulang, gigi, fragmen gerabah,
fragmen keramik Cina, fragmen keramik Eropa, fragmen botol Eropa, manik-manik, dan alat batu.
Berdasarkan analisis data maka diinterpretasikan bahwa situs Mosandurei merupakan situs hunian
prasejarah yang berlanjut hingga masa sejarah.

PENDAHULUAN manik-manik, fragmen gerabah, fragmen


tulang manusia, fragmen besi dan calon
Nabire terletak di kawasan Teluk
alat batu (Fairyo dan Tolla, 2011: 18).
Cenderawasih. Nabire terdiri atas
daratan dan perairan dengan gugusan Keletakan Nabire sangat strategis
pulau-pulau kecil (http://nabirekab. berada di pertengahan pesisir utara
go.id). Wilayah Nabire memiliki potensi Papua. Perairan Nabire memiliki moluska
tinggalan arkeologi yang tinggi. Eksplorasi yang beragam, dan dimanfaatkan oleh
arkeologi tahun 2011 di Napan, Nabire penduduk setempat sebagai sumber
oleh Balai Arkeologi Jayapura berhasil pangan maupun diperdagangkan.
menemukan situs Mosandurei dengan Menurut Muller (2008:74) cangkang
temuan sisa sampah kerang, fragmen kerang cowries yang dimanfaatkan
keramik Cina, fragmen keramik Eropa, sebagai alat tukar di kawasan Danau
Paniai sebagian berasal dari wilayah

Kehidupan Masa Protosejarah di Situs Mosandurei-Nabire, Hari Suroto 13


pesisir Teluk Cenderawasih. Diperkirakan mudah (pantai, sungai, lerengan); c.
jalur perdagangan kerang cowries tersedianya sumber makanan baik
ini mula-mula masuk melalui Nabire berupa flora dan fauna serta faktor-
terus ke wilayah Danau Paniai. Selain faktor yang memberi kemudahan di
itu, berdasarkan letak strategisnya, dalam cara-cara perolehannya (tempat
pulau-pulau di Teluk Cenderawasih untuk minum binatang, batas-batas
diasumsikan menjadi tempat-tempat topografik, pola vegetasi); d. faktor-
utama dari jaringan perdagangan jarak faktor yang memberi elemen tambahan
jauh. Hal ini didasari oleh keramik akan binatang laut atau binatang air
yang berasal dari luar dijadikan sebagai (dekat pantai, danau, sungai, mata air).
mas kawin di Biak, Numfor, dan Yapen. Salah satu bentuk perilaku ekonomi
Namun demikian, asumsi ini masih yang paling awal dalam kebudayaan
perlu dibuktikan dengan penggalian adalah pertukaran (exchange). Dari
arkeologis. segi proses, pertukaran adalah
Banyaknya temuan gerabah di situs penyebaran benda secara keruangan,
prasejarah, dapat memberi gambaran dari individu ke individu lain, dan dari
bahwa gerabah merupakan salah satu satu kelompok ke kelompok lain (Earle,
jenis barang atau benda yang sangat 1982: 45). Studi pertukaran mencoba
diperlukan dalam kehidupan masa untuk selalu dapat memahami proses
prasejarah. Berdasarkan hal itu, maka yang berlangsung dalam pemindahan
manusia masa lampau berupaya mencari barang dari satu tangan ke tangan lain
jalan agar kebutuhan akan gerabah dan dari satu kelompok manusia ke
dapat terpenuhi. Upaya memenuhi kelompok manusia yang lain.
kebutuhan dengan dua cara, pertama Selama ini interpretasi terhadap
adalah upaya menciptakan sendiri, bagi artefak keramik yang ditemukan di suatu
komunitas yang berdiam di wilayah yang situs selalu mengarah kepada kontak
menyediakan bahan, sedangkan cara antara orang asing dan lokal. Asumsi
kedua adalah melakukan hubungan lainnya, bahwa keramik tersebut dibawa
antar komunitas, yakni bila daerahnya oleh pedagang Cina itu sendiri ke situs.
tidak memiliki bahan pembuatan Padahal, berdasarkan data kesejarahan
gerabah (Atmosudiro, 1995:123). belum tentu keramik tersebut dibawa
Butzer (1964:337) menyatakan langsung oleh pedagang Cina ke situs
bahwa kondisi lingkungan dapat (Nayati, 1995:97).
dianggap sebagai salah satu faktor Arkeologi berupaya untuk
penentu dalam pemilihan lokasi situs. menjembatani kesenjangan dalam
Beberapa variabel yang berhubungan memahami proses yang muncul diantara
dengan kondisi lingkungan tersebut perilaku manusia dan budaya bendawi.
antara lain: a. tersedianya kebutuhan Schiffer (1976: 69) menguraikan proses
akan air, adanya tempat berteduh, panjang suatu artefak dari konteks
dan kondisi tanah yang tidak terlalu sistemnya ke konteks arkeologi. Proses
lembab; b. tersedianya fasilitas-fasilitas tersebut menuntut arkeolog berhati-
yang diperlukan untuk bergerak lebih hati dalam menafsirkan archaeological

14 Jurnal Arkeologi Papua, Volume 7, No.1, Juni 2015: 13-22


records, sehubungan rekonstruksi sebagai bahan dalam merekonstruksi
sistem budaya. kehidupan manusia yang pernah
Secara umum, situs-situs arkeologi beraktivitas di situs Mosandurei pada
dapat diklasifikasi menjadi dua tipe, masa lampau.
yaitu stratified sites dan surface sites.
Stratified sites adalah situs-situs yang METODE
secara geologik berada dalam konteks Penelitian ini dilakukan dengan
langsung, sedang surface sites adalah pengumpulan data dan analisis data.
situs-situs yang berada di atas permukaan Pengumpulan data dilakukan dengan
tanah, tanpa konteks geologik. Kedua beberapa cara, yaitu:
tipe situs ini dapat diklasifikasi dalam
a. Studi pustaka berupa penelusuran
berbagai cara. Berdasarkan fungsi dan
data baik itu sumber dari internet
jenis aktivitasnya, situs-situs arkeologi
maupun literatur yang berkaitan
dapat dibedakan menjadi: situs hunian,
dengan situs sebagai bahan acuan
situs perdagangan, situs penambangan, dalam pembuatan desain dan strategi
situs penguburan, situs seremonial dan pelaksanaan penelitian yang nantinya
situs perbengkelan (Sharer & Ashmore, dapat menjadi panduan dalam
1979: 68-100). kegiatan penelitian.
Hasil penelitian tahun 2011, b. Survei di situs dengan cara
menunjukkan temuan permukaan mengamati permukaan tanah dari
tanah di situs Mosandurei lebih jarak dekat, dilakukan juga survei
beragam, terutama terdapat deposit permukaan di lingkungan sekitar
sampah kerang dalam jumlah banyak. situs untuk mendapatkan data
Berdasarkan hal tersebut, Tim Penelitian arkeologi dalam konteks dengan
merekomendasikan untuk melakukan lingkungan sekitarnya, dan untuk
ekskavasi di situs Mosandurei (Fairyo mengetahui hubungan antardata
dan Tolla, 2011: 29). arkeologi (Redaksi, 2008:22). Survei
Penelitian arkeologi tahun 2011 ini digunakan dalam penentuan batas
situs, persebaran temuan permukaan,
di situs Mosandurei, lebih ditekankan
pengambilan contoh (sampling)
untuk mengetahui potensi arkeologi
temuan permukaan, dan menetapkan
yang ada di permukaan tanah, namun
keletakan kotak yang akan digali.
hal ini belum dapat menginterpretasikan
c. Ekskavasi adalah salah satu teknik
secara luas terkait dengan kehidupan
pengumpulan data melalui penggalian
manusia pendukungnya pada masa
tanah yang sistematik untuk
lampau. menemukan suatu atau himpunan
Untuk itu perlu dilakukan penelitian tinggalan arkeologi dalam situasi in-
yang sistematis dengan ekskavasi. Jika situ. Dengan ekskavasi diharapkan
dikaitkan dengan tujuan ilmu arkeologi akan diperoleh keterangan
mengandung pemahaman yang mengenai bentuk temuan, hubungan
berlandaskan kepada tiga paradigma antartemuan, hubungan stratigrafis,
kebudayaan (Binford, 1972: 78), data hubungan kronologis, tingkah laku
arkeologi yang diperoleh, dipergunakan manusia pendukungnya serta

Kehidupan Masa Protosejarah di Situs Mosandurei-Nabire, Hari Suroto 15


aktivitas, alam dan manusia setelah PEMBAHASAN
temuan terdepositkan (Redaksi,
Situs Mosandurei secara administratif
2008:311). Ekskavasi yang dilakukan
berada di Kampung Mosan, Distrik
ini menggunakan sistem kotak (box
Napan, Kabupaten Nabire. Secara
system), yaitu pembuatan kotak
galian yang bentuk dasarnya segi geografis situs Mosandurei terletak pada
empat, dengan luas yang dipatok 03º 04’ 10.1” LS dan 135º 45’ 08.6” BT.
dan digali seluas 1 X 1 meter. Luas situs mencapai 250 x 500 meter.
Ekskavasi menggunakan teknik spit, Secara topografi situs Mosandurei
yaitu menggali tanah secara arbitrer terletak di atas bukit Mosandurei,
(arbitrary level) dengan interval berorientasi barat – timur. Bentang
ketebalan 10 cm. lahan sekitar situs terdiri atas hutan
dengan beraneka vegetasi flora dan
Analisis data dilakukan dengan berbagai jenis fauna di sebelah utara.
analisis artefaktual, yaitu mengamati Sebelah timur situs terdapat jurang
ciri-ciri fisik artefak dari aspek bentuk, yang berbatasan dengan situs Koan.
ukuran, warna, teknologi dan gaya. Sebelah selatan situs terdapat hutan
Selain itu juga dilakukan analisis sagu dan Sungai Lagari, sebelah barat
kontekstual (contextual analysis), yaitu berbatasan dengan hutan. Permukaan
mencari korelasi data artefak dengan situs ditumbuhi oleh semak belukar dan
temuan serta, dalam satu matriks pepohonan.
(association), baik artefak maupun
Survei permukaan tanah dan
ekofak.
ekskavasi di Situs Mosandurei berhasil
Pengamatan juga dilakukan pada menemukan artefak yaitu fragmen
keletakan data arkeologi (provenience), gerabah, fragmen keramik Cina, fragmen
persebaran temuan dalam ruang keramik Eropa, fragmen botol Eropa,
(distribution) dan lapisan tanah manik-manik, dan alat batu. Selain itu
(stratification). juga ditemukan ekofak berupa cangkang
moluska, fragmen tulang, gigi, dan arang.
- Ragam jenis gerabah dan fungsinya
Fungsi gerabah ditentukan oleh
bentuk dan konteksnya. Oleh sebab itu
analisis gerabah dalam penelitian ini
diarahkan pada upaya mengenali kembali
bentuk-bentuk gerabah yang ditemukan.
Hal ini dilakukan mengingat sebagian
besar gerabah yang ditemukan dalam
Peta Distrik Napan bentuk pecahan. Selain itu analisis juga
(sumber: googlemap.com)
diarahkan pada upaya mengenali aspek
kontekstualnya.

16 Jurnal Arkeologi Papua, Volume 7, No.1, Juni 2015: 13-22


Pengamatan terhadap pecahan dan merebus kerang. Dinding periuk
gerabah bagian tepian dan dasar, yang tipis, mempercepat dalam proses
diketahui bentuk utuh wadah yaitu periuk, pemanasan makanan.
tempayan dan forna. Bentuk badan periuk Forna merupakan tungku untuk
bulat, badan melebar di bagian bawah memanggang tepung sagu. Forna ini
menyempit di bagian atasnya, bagian terdiri dari enam atau delapan bilik untuk
dasar membulat, dan cekung. Forna menaruh tepung sagu. Teknik pembuatan
terdiri dua bentuk, forna persegi panjang forna yaitu teknik pijit dan lempeng.
dan forna setengah bulat. Analisis teknik Bahan pembuat forna yaitu tanah liat
pembuatan gerabah dilakukan dengan campur pasir kuarsa kasar.
mengamati jejak pembentuk dinding Temuan fragmen gerabah forna
bagian luar atau bagian dalam. mengindikasikan bahwa telah ada
Gerabah jenis periuk dibuat dengan aktivitas pengolahan bahan pangan
teknik pijit. Jejak teknik pembuatan periuk yang lebih variatif yaitu memanggang
terlihat pada permukaan luar maupun tepung sagu atau sagu bakar. Untuk
yang tidak rata serta jejak jari tangan membuat sagu bakar, sagu mentah
(fingermark). Irisan gerabah periuk warna yang masih basah dipecah-pecah,
merah atau coklat yang tidak merata lalu dijemur di panas matahari, dibuat
mengindikasikan tingkat pembakaran tepung lalu diayak. Forna diletakkan
pada tahap reduksi. Gerabah periuk di atas bara sabut kelapa. Kemudian
juga dibakar di tempat terbuka. Periuk forna yang sudah merah membara
ini dibuat dari tanah liat yang dicampur diangkat dengan capitan bambu, dan
dengan pasir kuarsa halus. diletakkan di atas tanah. Tepung sagu
Pembuatan gerabah jenis tempayan dituangkan ke dalam lempengan forna,
menggunakan teknik tatap pelandas. satu demi satu. Sagu lempeng matang
Jejak teknik pembuatan terlihat pada tidak dengan cara dipanggang di atas
permukaan bagian dalam gerabah, api, tetapi kematangannya tercipta lewat
berupa cekungan yang cukup besar proses transfer panas melalui tanah liat
dan pada permukaan luar berupa bekas sebagai mediumnya.
pemukul. Pengamatan pada irisan
fragmen tempayan berwarna hitam
yang tidak merata, mengindikasikan
tingkat pembakaran pada tahap reduksi.
Pembakaran di tempat terbuka (open
fire). Tempayan dibuat dari tanah liat yang
dicampur dengan pasir kuarsa kasar.
Tempayan digunakan untuk
menyimpan air dan menyimpan pati sagu.
Dinding tempayan yang tebal, memiliki
daya tahan yang kuat sebagai media
penyimpan. Periuk digunakan untuk Gambar 1. Fragmen forna setengah bulat
(dokumentasi Balai Arkeologi Jayapura)
merebus air, merebus umbi-umbian,

Kehidupan Masa Protosejarah di Situs Mosandurei-Nabire, Hari Suroto 17


yang ditemukan di situs Mosandurei
berupa wadah terbuka, yaitu piring dan
mangkuk.
Berdasarkan analisis bentuk
terhadap artefak keramik Cina, Vietnam
dan Eropa, diketahui berbentuk piring
dan mangkuk, yang berfungsi sebagai
peralatan makan. Data etnoarkeologi
menyebutkan bahwa piring keramik
Cina hingga saat ini menjadi mas kawin
bagi suku-suku asli Teluk Cenderawasih.
Gambar 2. Fragmen forna persegi panjang
(dokumentasi Balai Arkeologi Jayapura)
Kemungkinan artefak keramik ini
diperoleh dari Tidore.
Artefak forna menunjukkan bahwa
sagu merupakan makanan pokok yang
mudah diperoleh dari hutan di dekat
situs. Selain itu juga menggambarkan
bahwa menokok sagu merupakan salah
satu profesi manusia pendukung situs
Mosandurei. Pengamatan terhadap
jenis tanah di sekitar situs Mosandurei
memungkinkan sebagai bahan pembuat
gerabah, asumsi ini didukung oleh
keberadaan artefak batu tatap.
Artefak gerabah ditemukan di Gambar 3. Fragmen piring Eropa abad 19-20 hasil survei
permukaan (dokumentasi Balai Arkeologi Jayapura)
permukaan tanah dan spit satu hingga
spit 7 di kotak B3S3. Sementara pada - Artefak berbahan kaca
kotak B2S3 ditemukan pada spit 1 Analisis morfologi artefak kaca
hingga 4, spit 6 hingga 8. Berdasarkan situs Mosandurei diketahui wadah dan
hal ini, mengindikasikan bahwa gerabah perhiasan.Artefak kaca yang dikategorikan
sudah dipergunakan sejak penghunian sebagai wadah yaitu botol, sedangkan
awal situs. artefak kaca yang dikategorikan sebagai
- Keramik perhiasan yaitu manik-manik. Analisis
Analisis keramik untuk mengenali morfologi botol yang ditemukan, diketahui
jaman, dinasti, dan abad dengan leher dengan bentuk bundar, bahu landai,
mengamati bahan, warna bahan, warna badan dengan bentuk dasar bulat, kaki
glasir, hiasan, dan teknik hias. Pecahan dengan bentuk datar. Warna botol hijau,
bagian tepian dan dasar merupakan menunjukkan teknik pewarnaan kaca
atribut yang kuat untuk mengidentifikasi dibuat dengan cara menambahkan
jenis keramik. Secara umum, keramik oksidasi krom.

18 Jurnal Arkeologi Papua, Volume 7, No.1, Juni 2015: 13-22


Botol Eropa berfungsi untuk tengahnya. Manik-manik dirangkai
menyimpan anggur selama pelayaran. satu persatu pada seutas benang,
Berdasarkan catatan sejarah, sejak dipakai sebagai perhiasan kalung atau
abad ke-17, kapal Eropa mulai berlayar gelang. Temuan artefak manik-manik
di perairan Nabire. di permukaan tanah, spit 1 dan 2 kotak
Pelaut Belanda, Jan Willem Schouten B2S3, spit 3 kotak B3S3 menunjukkan
dan Jaques le Meire pada tahun 1616 bahwa manusia pendukung situs
melakukan pelayaran di pantai utara Mosandurei telah mengenal perhiasan
Papua (Budjang, 1963: 116). Jacob Wey tubuh. Berdasarkan pengamatan terhadap
Land melakukan pelayaran ke Teluk temuan sekonteks dan dalam lapisan
Cenderawasih tahun 1705 dengan kapal tanah yang sama yaitu fragmen keramik,
Geelvink, Kraanvogel dan Nova Guinea. dan fragmen botol, mengindikasikan
Pelayaran ini dilanjutkan oleh A. B. bahwa keberadaan ketiga artefak tersebut
Meyer pada tahun 1873 (Sujatni, 1963: dalam waktu (zaman) yang sama.
139). Keberadaan artefak botol di situs Selain itu pengamatan terhadap
Mosandurei menunjukkan telah terjadi lingkungan sekitar situs, tidak ditemukan
kontak dengan pelaut Eropa. bahan bahan baku pembuat manik-
Temuan fragmen botol hanya di manik. Hal ini mengindikasikan bahwa
permukaan tanah, spit 1 kotak B3S3, manik-manik berasal dari luar situs.
spit 1 kotak B3S2. Fragmen keramik Manik-manik pada waktu itu diduga
ditemukan di permukaan tanah, spit 1 juga berfungsi sebagai alat tukar, alat
kotak B3S3, spit 1 dan spit 2 kotak pelengkap bersifat aksesoris, dan
B3S2. Artefak ini tidak ditemukan di spit mas kawin. Secara etnoarkeologi
selanjutnya. Hal ini menunjukkan bahwa terlihat pada suku Sentani yang masih
di akhir penghunian situs telah terjadi mempergunakan manik-manik sebagai
penambahan variasi jenis wadah yang mas kawin dan pembayaran adat.
digunakan. Perdagangan adalah proses interaksi
antara individu atau kelompok sosial yang
satu dengan lainnya untuk memperoleh
komoditas. Berdasarkan catatan sejarah
(Muller, 2008: 86-89) menunjukkan
bahwa pada masa Kesultanan Tidore,
pelaut dari Teluk Cenderawasih berlayar
hingga Tidore. Para pelaut ini membawa
kulit kayu masohi, mutiara, kulit penyu,
Gambar 4. Fragmen botol burung cenderawasih, dan kopra.
(dokumentasi Balai Arkeologi Jayapura)
Sekembali dari Tidore, mereka membawa
Analisis morfologi pada manik- alat-alat dari besi, manik-manik, keramik
manik situs Mosandurei berbentuk bulat, Cina, gerabah dan kain.
kubus, tabung, terdapat lubang di bagian

Kehidupan Masa Protosejarah di Situs Mosandurei-Nabire, Hari Suroto 19


ini merupakan makanan favorit, selain
itu diperkirakan sangat mudah dalam
mendapatkannya. Cangkang moluska
utuh ataupun pecahan, diindikasikan
sebagai sampah bekas sisa makanan
manusia pendukung situs Mosandurei.
Moluska yang dikonsumsi diperoleh dari
hutan bakau dan muara sungai Lagari.
Kondisi cangkang utuh, dengan
Gambar 5. Manik-manik
warna yang tidak berubah masih sesuai
(dokumentasi Balai Arkeologi Jayapura) dengan aslinya mengindikasikan
- Alat batu
bahwa moluska tidak diproses sebelum
dikonsumsi (dikonsumsi mentah) atau
Analisis artefak batu yang ditemukan
direbus. Moluska famili veneridae dan
adalah alat penggerus, bentuk silinder
archidae dikonsumsi langsung dengan
yang terdiri atas bagian keliling permukaan
cara membuka bagian pinggir dari sisi
dan bagian ujung. Alat ini berfungsi untuk
panjang moluska (width) untuk kemudian
penghalus atau pelumat. Berasal dari
diambil isi dagingnya. Sedangkan famili
jenis batu basal.
tridacnidae dibuka dengan merusak
setengah dari bagian cangkang moluska
atau dengan merusak bagian badan
moluska di sekitar bagian varik (alur-alur
vertikal pada badan) sehingga badan
moluska berlubang. Moluska famili
stromboidae, dengan cara merusak
setengah dari bagian cangkang moluska,
untuk mengeluarkan isinya. Moluska
yang dikonsumsi diperoleh dari hutan
bakau dan muara sungai.
Gambar 6. Artefak batu (dokumentasi Balai Arkeologi Jayapura) Berdasarkan ekofak tulang,
menunjukkan bahwa mereka juga
- Ekofak melakukan perburuan binatang, yang
Ekofak yang ditemukan yaitu diperoleh dari hutan di sekitar situs.
cangkang moluska dalam berbagai jenis, Temuan arang merupakan bukti aktivitas
fragmen tulang binatang, arang dan aktivitas pembakaran atau memasak
fragmen gigi. Terdapat jenis moluska yang dilakukan oleh manusia penghuni
tertentu yang dominan ditemukan maka situs Mosandurei.
dapat diasumsikan bahwa moluska jenis

20 Jurnal Arkeologi Papua, Volume 7, No.1, Juni 2015: 13-22


PENUTUP sumber makanan dan sumber air. Hunian
di atas bukit memiliki nilai strategis dalam
Berdasarkan analisis data maka
memantau aktivitas pelayaran di pesisir
diinterpretasikan bahwa situs Mosandurei
Teluk Cenderawasih dan memantau
merupakan situs hunian prasejarah yang
wilayah dari serangan musuh. Berdasarkan
berlanjut hingga masa sejarah. Situs ini
temuan manik-manik, fragmen gerabah,
terletak di atas Bukit Mosandurei. Kondisi
fragmen keramik Cina, fragmen keramik
permukaan tanah di puncak bukit yang
Eropa serta keletakan geografis situs yang
relatif datar, sehingga dapat dimanfaatkan
strategis, penduduk Napan pada masa
sebagai hunian. Keletakan situs yang dekat
lalu telah menjalin kontak perdagangan
dengan hutan sagu, sungai, dan teluk,
dengan luar Papua.
sangat memudahkan dalam pencarian

Kehidupan Masa Protosejarah di Situs Mosandurei-Nabire, Hari Suroto 21


DAFTAR PUSTAKA

Atmosudiro, Sumijati. 1995. “Gerabah dan Kajian Kawasan: Studi Kasus Kompleks
Kebudayaan Buni Jawa Barat” dalam Berkala Arkeologi Tahun XV-Edisi
Khusus-1995. Balai Arkeologi Yogyakarta. Hlm. 123-132.
Binford, Lewis R. 1972. Archaeological Perspective. New York: Seminar Press.
Budjang, Anis. 1963. “Orang Biak Numfor” dalam Koentjaraningrat dan Harsja W.
Bachtiar (Ed.), Penduduk Irian Barat. Jakarta: Penerbitan Universitas. Hlm.
113-135.
Butzer, K. W. 1964. Environment and Archaeology. London: Methuen.
Earle, Timothy K. 1982. Prehistoric Economics and the Archaeology of Exchange.
New York: Academic Press.
Fairyo, Klementin dan Marlin Tolla. 2011. “Penelitian Arkeologi di Distrik Napan,
Kabupaten Nabire, Provinsi Papua”. Laporan Penelitian Arkeologi. Balai
Arkeologi Jayapura.
Muller, Kal. 2008. Mengenal Papua. Daisy World Books.
Nayati, Widya. 1995. “Kegiatan Perdagangan: Suatu Penjelasan Berdasarkan
Teori Simbolis”, dalam Berkala Arkeologi Tahun XV-Edisi Khusus-1995. Balai
Arkeologi Yogyakarta. Hlm.96-104.
Redaksi, Dewan 2008. Metode Penelitian Arkeologi. Jakarta: Pusat Penelitian dan
Pengembangan Arkeologi Nasional.
Sharer, Robert J. dan Wendy Ashmore. 1979. Fundamentals of Archaeology.
California: The Benjamin/ Cummings Publishing Company, Inc.
Shiffer, Michael B. 1976. Behavioral Archaeology. New York: Academic Press.
Sujatni. 1963. “Orang Waropen” dalam Koentjaraningrat dan Harsja W. Bachtiar (Ed.),
Penduduk Irian Barat. Jakarta: Penerbitan Universitas. Hlm. 136-158.

INTERNET

http://nabirekab.go.id diakses 19 Januari 2015.

22 Jurnal Arkeologi Papua, Volume 7, No.1, Juni 2015: 13-22

Anda mungkin juga menyukai