Anda di halaman 1dari 14

PERADABAN DI DAERAH MAMASA:

KAJIAN BUDAYA AUSTRONESIA DI SITUS DAMBU DAN MATTI

The Beginning Civilization In The Mamasa Area:


the Austronesian Culture Study in Sites of Dambu And Matti

Hasanuddin
Balai Arkeologi Sulawesi Selatan
Jl. Pajjaiyang No. 13 Sudiang Raya Makassar, Indonesia
hasanuddin1962@kemdikbud.go.id

Naskah diterima: 20/08/2018; direvisi: 20/09-22/11/2018; disetujui: 30/11/2018


Publikasi ejurnal: 21/12/2018

Abstract
Archaeological research in Mamasa District, West Sulawesi, aims to capture artifact data that can
describe human civilization in the area. One problem that has never been answered, is when did
civilization begin in the Mamasa area. In this study, a survey and excavation method was used on the
sites mentioned by the local community as the initial settlement location in Mamasa such as the Dambu
Site and the Matti Site. Interview method used to obtain information about the historical setting of these
sites. The results of surveys and excavations carried out at the Dambu and Matti sites found stone flake
artifacts and Austronesian-style pottery fragments, as evidence of the early forms of civilization in the
area. In their oral culture, mentioning a number of toponyms as the oldest settlements in the area, and
it is evident that Dambu and Matti are old settlements. The similarity of cultural features in the form of
pottery found in the West Sulawesi region also shows migration flows that are thought to originate from
the Karama River (Mamuju).
Keyword:. Austronesian, civilization, settlement, Dambu, Matti.

Abstrak
Penelitian arkeologi di Kabupaten Mamasa, Sulawesi Barat, bertujuan untuk menjaring data artefaktual
yang dapat menggambarkan mengenai peradaban manusia di daerah tersebut. Salah satu masalah yang
belum pernah dijawab, adalah sejak kapan mulai peradaban di daerah Mamasa. Dalam penelitian ini
digunakan metode survei, dan ekskavasi pada situs-situs yang yang disebutkan oleh masyarakat
setempat sebagai lokasi permukiman awal di Mamasa seperti Situs Dambu dan Situs Matti. Metode
wawancara juga digunakan untuk memperoleh informasi tentang latar sejarah kedua situs tersebut. Hasil
survei dan ekskavasi yang telah dilakukan di situs Dambu dan Matti ditemukan artefak batu serpih dan
fragmen tembikar berciri Austronesia, sebagai bukti bentuk peradaban awal di daerah tersebut. Tradisi
tutur mereka, menyebutkan beberapa toponim sebagai perkampungan tertua di daerah tersebut, dan
terbukti bahwa Dambu dan Matti merupakan perkampungan tua. Kesamaan ciri budaya berupa temuan
tembikar di kawasan Sulawesi Barat juga menunjukkan arus migrasi yang diduga berasal dari aliran
Sungai Karama (Mamuju).
Kata Kunci: Austronesia, peradaban, permukiman, Dambu Matti.

PENDAHULUAN Selama ini wilayah Sulawesi


Kabupaten Mamasa dengan ibukota dipersepsikan sebagai pintu masuknya
Mamasa merupakan satu dari lima penyebaran manusia dari rumpun pengguna
kabupaten di Provinsi Sulawesi Barat, bahasa Austronesia yang berlangsung
berbatasan dengan Kabupaten Mamuju di sekitar 3500 SM (Duli & Nur, 2016;
sebelah utara, Kabupaten Majene di sebelah Simanjuntak, 2008). Wilayah yang
barat, Provinsi Sulawesi Selatan di sebelah dimaksud adalah sepanjang aliran Sungai
timur, dan Kabupaten Polewali Mandar di Karama di Kalumpang, Kabupaten Mamuju,
sebelah Selatan. Provinsi Sulawesi Barat. Penelitian yang

Jurnal Walennae, Vol. 16, No. 2, November 2018: Hal. 105-118 | 105
dilakukan akhir-akhir ini oleh Balai Selama ini pertanggalan absolut
Arkeologi Sulawesi Selatan, menunjukkan belum pernah dilakukan dengan uji karbon
tingkat peradaban manusia yang (C14) terhadap situs-situs yang potensial di
menghasilkan peralatan berupa kapak, Mamasa. Satu-satunya pertanggalan yang
pahat, tembikar (polos, berhias, dan pernah dilakukan adalah penelitian oleh
berselip) yang berasosiasi dengan temuan Akin Duli pada tahun 2011, yang mengambil
alat-alat batu dalam konteks lapisan tanah sampel wadah penguburan kayu (lokal:
atau stratigrafi. tedong-tedong), namun menunjukkan angka
Beberapa situs yang telah tahun yang belum terlalu tua. Hasil
dieksplorasi di sepanjang tepian Sungai pertanggalan wadah penguburan kayu
Karama di Mamuju antara lain Minanga dengan sampel serpihan dari wadah
Sipakko, Kamansi (Simanjuntak, 2008), penguburan kayu menghasilkan
Palemba, Sikendeng, Pantaraan (Anggraeni, pertanggalan 730±50 BP (sekitar 1200 M)
2012; Anggraeni, Simanjuntak, Bellwood, dan berlangsung terus hingga sekitar tahun
& Piper, 2014) menunjukkan masa hunian 1970-an. Namun hasil pertanggalan tersebut
dari Neolitik Akhir hingga Masa Logam. menjadi petunjuk awal mengenai peradaban
Hasil penelitian Simanjuntak di Minanga manusia Mamasa yang terkait dengan sistem
Sipakko menunjukkan masa okupasi penguburan (Duli, 2011, p. 147). Data yang
berkisar 3500-3000 BP dengan temuan diperoleh oleh Akin Duli (2011), dapat
tembikar slip merah, artefak batu, kerang, dianggap sebagai masa awal peradaban
dan artefak obsidian (Simanjuntak, 2008). manusia di Mamasa, karena sampel yang
Di situs Kamansi diperoleh temuan berupa digunakan adalah wadah kubur dari kayu
tembikar berslip merah, liontin batu hijau, yang merupakan tradisi berlanjut hingga
kapak/pahat batu, fragmen gelang, palu batu beberapa dekade.
(hammer stones), batu asah, dan beberapa Survei yang telah dilakukan oleh
artefak kerang. Di situs Pantaraan 1 Balai Arkeologi Sulawesi Selatan
menunjukkan hasil pertanggalan berawal (Hasanuddin, 2009) telah diperoleh data
dari Neolitik Akhir – Awal Logam sekitar yang menunjukkan aktivitas ritus dan tradisi
2700 BP dan di situs Sakkara (Bonehau) yang dijalankan menyerupai daerah Toraja.
dengan hasil pertanggalan 2000 BP (Fakhri, Hasil survei juga menunjukkan adanya
Suryatman, Hakim, & Sardi, 2015). distribusi situs secara makro, dan juga
Penelitian budaya kubur erong pada etnik pembuktian arkeologi mengenai
Toraja, telah dilakukan di Enrekang (Duli, permukiman tradisional. Temuan dua
2013), Mamasa (Duli, 2014) dan Tana artefak batu berupa serpih di Situs Dambu
Toraja (Duli, 2015). dapat memberi petunjuk mengenai
Kenyataan ini menunjukkan bahwa kedudukannya sebagai wilayah yang patut
beberapa ahli arkeologi senantiasa diperhitungkan dalam kajian awal peradaban
memusatkan perhatian pada wilayah manusia di Mamasa, Sulawesi Barat. Selain
Mamuju, terutama di sepanjang aliran itu, ditemukan pula sejumlah pemakaman
Sungai Karama. Namun demikian, masih tempayan di situs Rambu Saratu. Dari
terdapat wilayah lain yang belum dikaji temuan-temuan tersebut, sehingga Balai
secara intensif yang juga berada dalam Arkeologi Sulawesi Selatan (Hasanuddin,
wilayah Sulawesi Barat, yaitu Kabupaten 2010) melakukan testpit di situs Rambu
Mamasa. Secara geografi, Kabupaten Saratu dan menemukan sejumlah
Mamasa memiliki bentang lahan berupa pemakaman tempayan dengan bekal kubur
pegunungan dan hingga kini sebagian berupa manik-manik.
masyarakatnya masih menjalankan tradisi Dari kegiatan penelitian tersebut
yang diwarisi dari leluhur mereka. diperoleh gambaran mengenai potensi

106 | Peradaban di Daerah Mamasa: Kajian Budaya Austronesia di Situs Dambu ……..Hasanuddin
beberapa situs hunian yang tersebar di Untuk mencapai pemahaman
Mamasa, patut diperhitungkan sebagai salah mengenai awal peradaban manusia di
satu situs yang memiliki diversitas temuan Mamasa, maka penelitian dilakukan dengan
dan masa okupasi yang panjang. Namun metode survei di situs Dambu dan Matti.
demikian bukanlah maksud tulisan ini Penelusuran kedua toponim tua tersebut
melakukan analisis radiokarbon, namun dari didasarkan oleh informasi dari seorang
gambaran awal dengan indikasi temuan informan bernama Demmaroa (58 tahun).
artefak batu memberi petunjuk mengenai Survei dilakukan pada setiap situs untuk
adanya indikasi kehidupan prasejarah. memperoleh temuan-temuan yang memiliki
Hasil penelitian sebelumnya indikasi kuat sebagai artefak prasejarah
memberi gambaran bahwa Kabupaten seperti artefak batu. Selain itu, dilakukan
Mamasa merupakan wilayah yang memiliki identifikasi temuan-temuan lain yang terkait
bukti mengenai proses persebaran budaya dengan artefak berciri hasil budaya yang
yang dibawa oleh para penutur bahasa dibawa oleh imigran Austronesia seperti
Austronesia di Sulawesi Selatan dan Barat. tembikar dan tradisi ataupun kepercayaan
Dengan berbagai pandangan tersebut di atas, leluhur yang masih dilaksanakan. Melalui
maka tulisan ini akan mengkaji peradaban metode ini diharapkan dapat menghasilkan
awal manusia di Kabupaten Mamasa dengan variabel data yang dapat menandai awal
berbagai bukti arkeologi. Permasalahan peradaban manusia di Mamasa. Selain itu,
yang dikemukakan dalam tulisan ini adalah akan dilakukan penelusuran beberapa
bagaimana indikasi arkeologis dan lokasi toponim tua yang diyakini berdasarkan
permukiman tua di Mamasa. Dari petunjuk masyarakat sebagai situs
permasalahan itu, selanjutnya diajukan dua permukiman tua. Selama ini telah diperoleh
pertanyaan yang akan ditelusuri ciri-ciri informasi tutur mengenai beberapa toponim
artefaknya: (i) bagaimana ciri arkeologis tua yaitu situs Dambu, Matti, dan Paku.
mengenai bentuk peradaban manusia di Ekskavasi berupa testpit dilakukan
Kabupaten Mamasa?; (ii) bagaimana untuk mengetahui lapisan budaya dan jenis-
gambaran kebudayaan di Kabupaten jenis artefak yang terdepositkan. Ekskavasi
Mamasa dan persamaannya dengan budaya ini merupakan ekskavasi pilihan (selective
Toraja? Jawaban dari kedua poin excavation) dengan memilih tempat-tempat
permasalahan tersebut diharapkan dapat tertentu di situs yang memiliki indikasi
memberi gambaran tentang pola persebaran kehidupan dari masa yang paling tua di
budaya serta kesamaan ciri budaya di Kabupaten Mamasa. Fokus ekskavasi
Sulawesi Barat dan sekitarnya. dilakukan di situs Dambu dengan beberapa
pertimbangan, yaitu: (i) situs Dambu
METODE PENELITIAN merupakan salah satu lokasi yang
Sesuai dengan permasalahan di atas, direkomendasikan oleh informan bernama
tujuan khusus penelitian ini adalah Demmaroa yang merupakan salah satu situs
mendeskripsikan secara ilmiah sekaligus permukiman tua di Mamasa; (ii) selama ini
mencari dan memahami variabel yang saling masyarakat di Dambu telah menemukan dua
berkaitan pada beberapa situs untuk artefak batu dengan jenis serpih dan
menjelaskan awal peradaban Mamasa. beberapa fragmen tembikar.
Dengan penggunaan metode penelitian Kegiatan ekskavasi dilakukan
kualitatif, dilakukan deskripsi awal secara dengan membuka kotak berukuran 150 x
mendetail terhadap situs yang ditemukan. 100 cm yang ditempatkan di halaman rumah
Strategi penelitian yang dilakukan meliputi penduduk. Pendalaman dilakukan dengan
pengumpulan data, analisis data dan teknik spit dengan ukuran kedalaman setiap
penarikan kesimpulan. spit adalah 10 cm, kecuali spit 1 yang

Jurnal Walennae, Vol. 16, No. 2, November 2018: Hal. 105-118 | 107
mencapai kedalaman 30 cm oleh karena Lanskap situs Dambu adalah
kondisi permukaan tanah tidak rata. Temuan perbukitan dengan permukaan yang
artefaktual yang diperoleh selama ekskavasi, bergelombang sedang hingga kuat, sehingga
selanjutnya dilakukan identifikasi bentuk permukaan tanah cenderung miring dan
dan bahan. Klasifikasi dilakukan untuk curam. Lingkungan sekitar situs adalah
menemukan tipologi artefak. Selanjutnya gugusan pegunungan Mambulillin dan
setiap artefak dianalisis secara kontekstual Gandadewata serta lembah-lembah sempit
untuk mengetahui fungsi dan kedudukannya yang sekarang dipakai sebagai lahan
dalam penggambaran kronologi relatif yang persawahan penduduk. Di sebelah barat situs
didasarkan pada atribut teknologi dan bahan. mengalir Sungai Manta dan di sebelah utara
Hasil analisis digunakan untuk melahirkan mengalir Sungai Sariayo yang kemungkinan
suatu proposisi yang selanjutnya dielaborasi menjadi sumber air manusia ketika situs
dengan data literatur untuk menghasilkan Dambu dimukimi di masa lalu.
suatu kesimpulan. Berdasarkan tradisi tutur masyarakat
Mamasa, khususnya yang menetap di daerah
HASIL DAN PEMBAHASAN Balla mengatakan situs Dambu adalah
1. Indikasi Arkeologis Peradaban Awal pemukiman awal leluhur mereka sebelum
di Mamasa berpindah ke daerah Matti dan Paku.
Mengingat kondisi permukaan situs yang
a. Survei Situs Dambu sebagian besar masih tertutup rumput,
Situs Dambu terletak di Desa Balla sehingga sangat sulit menemukan artefak di
Barat, Kecamatan Balla, Kabupaten permukaan. Temuan arkeologi yang
Mamasa dengan koordinat 02° 59' 44,8" dikumpulkan terbatas pada permukaan tanah
Lintang Selatan dan 119° 18' 37,7" Bujur yang sudah digarap untuk menanam sayuran
Timur dengan elevasi 1225 meter di atas atau ubi.
permukaan laut. Jarak dari kota Mamasa Kisah yang diutarakan oleh informan
sekitar 12 km. Sumber tutur menyebutkan kami bahwa Dambu merupakan suatu
adanya permukiman tua di Mamasa yaitu perkampungan tua yang dihuni sebelum
Dambu, Matti dan Paku. Survei yang datangnya kelompok masyarakat keturunan
dilakukan di situs Dambu yaitu adanya dua Pongkapadang. Wilayah yang berada di atas
artefak batu berupa serpih yang ditemukan lereng gunung dengan ketinggian 1225 m di
oleh penduduk bernama Paulus (61 tahun). atas permukaan laut itu, mulai dihuni

Gambar 1. Artefak batu temuan survei di Situs Gambar 2. Batu yang digunakan untuk
Dambu menghaluskan biji-bijian atau batu “ulek” temuan
(Sumber: Dokumentasi Balar Sul-Sel, Tahun 2013). survei di Situs Dambu
(Sumber: Dokumentasi Balar Sul-Sel, Tahun 2013).

108 | Peradaban di Daerah Mamasa: Kajian Budaya Austronesia di Situs Dambu ……..Hasanuddin
Austronesia di daerah Kalumpang, Mamuju.
Eksistensi artefak serpih di Mamasa ini
adalah bukti kuat tentang persebaran
teknologi alat batu yang kemungkinan
diperkenalkan oleh pemukim Austronesia
yang berasal dari sepanjang aliran Sungai
Karama. Hal ini diperkuat pula oleh temuan
fragmen gerabah yang ditemukan
berasosiasi dengan alat serpih tersebut.
Teknologi gerabah untuk sementara
berdasarkan analisis para ahli arkeologi
disebut sebagai teknologi yang
diperkenalkan oleh bangsa Austronesia.
Berdasarkan jenis-jenis artefak yang
ditemukan dari hasil survei dan koleksi
penduduk, maka cerita tutur yang
berkembang di Kalumpang-Mamuju dan
Gambar 3. Fragmen tembikar bagian penutup Mamasa (Sulawesi Barat) tentang arus
temuan survei di Situs Dambu
migrasi leluhur mereka dari sekitar wilayah
(Sumber: Dokumentasi Balar Sul-Sel, Tahun
“pitu ulunna salu”. Kemungkinan besar
2013).
kembali sejak tahun 1980an yang leluhur yang dimaksud dalam cerita tutur di
sebelumnya telah ditinggalkan oleh atas adalah migrasi bangsa Austronesia yang
komunitasnya. Tidak ada yang tahu persis bergerak dari sepanjang aliran sungai
sejak kapan perkampungan itu dihuni dan Karama (sebagai pemukiman awalnya)
ditinggalkan, namun yang jelas bahwa menuju beberapa daerah di sekitarnya. Hal
indikasi arkeologis yang mencuat di itu dikuatkan oleh adanya persamaan dari
permukaan memberikan banyak informasi sisi temuan arkeologisnya. Walaupun data
yang sudah hampir dipastikan memiliki arkeologis yang ditemukan di wilayah
karakter permukiman tua di Mamasa. Mamasa masih sangat kurang, namun
Dikatakan demikian karena survei yang setidaknya sudah memberi bukti sebaran
dilakukan telah ditemukan artefak batu bangsa Austronesia sampai di daerah
berupa serpih yang jelas memiliki bekas Mamasa. Selajutnya dari varian temuan
pemakaian. Hal ini ditunjukkan dari ciri arkeologi situs Dambu memberi petunjuk
teknologi alat serpih, yaitu memiliki kerucut bahwa situs tersebut dimukimi secara
pukul (bulbus) pada bagian ventral alat, berkesinambungan dari masa yang lebih tua
dataran pukul (straiking plat form) pada (prasejarah) hingga masa sejarah.
bagian proximal, bidang pangkasan pada Unsur lain yang dapat diamati
bagian punggung alat (dorsal) yang sebagai indikasi permukiman adalah faktor
dilakukan secara melandai ke arah kiri dan geografis Dambu yang dekat dengan sumber
kanan sehingga membentuk dua sisi tajaman air yaitu terdapatnya aliran sungai Sariayo di
yang tipis. Pada sisi tajaman alat tampak sebelah timur situs. Disamping faktor
adanya retus dan perimping halus akibat geografis permukiman juga ditentukan oleh
pemakaian yang cukup intensif. faktor ideologis. Dalam aturan atau
Teknologi artefak batu jenis serpih, kepercayaan masyarakat yang disebut Aluk
walaupun sudah ada dari masa yang lebih tua Mappurondo yang mengatur banyak hal
(paleolitik) akan tetapi teknologi semacam menyangkut kehidupan manusia termasuk
itu masih berlanjut hingga masa kemudian, letak penguburan yang harus diletakkan di
seperti yang ditemukan pada situs-situs sebelah selatan dari rumah (Mamasa =

Jurnal Walennae, Vol. 16, No. 2, November 2018: Hal. 105-118 | 109
banua) sebagaimana hal demikian juga 02° 58' 29,2" Lintang Selatan dan 119° 18'
terlihat di Rambu Saratu dan Orobu. 02,7" Bujur Timur dengan elevasi 1348
meter di atas permukaan laut. Situs ini
b. Survei Situs Matti merupakan bekas perkampungan tua selain
Situs Ma’ti terletak di Desa Pidara, Dambu dan Paku dan terletak sekitar 300
Kecamatan Balla dengan titik koordinat S meter sebelah selatan Sungai (Salu) Sariayo.

Gambar 4. Permukaan Situs Matti


(Sumber: Dokumentasi Balar Sul-Sel, Tahun 2013)

Gambar 5. Peta situs-situs yang disurvei yaitu situs Dambu dan Ma’ti
(Sumber: Dokumentasi Balar Sul-Sel, Tahun 2013).

110 | Peradaban di Daerah Mamasa: Kajian Budaya Austronesia di Situs Dambu ……..Hasanuddin
Untuk menuju ke situs ini harus berjalan puncak ditumbuhi oleh rumput dan pohon
kaki dari kampung Pidara melalui pematang pinang, mangga, bambu. Sudah lama situs
irigasi sekitar 2 km. Situs ini membujur dari ini tidak dihuni lagi dan menurut salah
Tenggara ke Barat Daya dan untuk seorang penduduk lokal bernama
mencapainya harus mendaki setelah Dessilomba (58 tahun, komunikasi peribadi
melewati pematang irigasi. pada 10 Juni 2013) bahwa lokasi ini tidak
Situs ini merupakan dataran landai dihuni sejak tahun 1962. Alasan mereka
bergelombang lemah dengan kondisi meninggalkan lokasi ini bersifat praktis
permukaan yang berteras-teras. Bagian yaitu mencari lahan yang lebih datar.

Gambar 6. Stratigrafi tanah kotak TP 1 Situs Dambu


(Sumber: Dokumentasi Balar Sul-Sel, Tahun 2013).

Gambar 7. Permukaan Kotak TP 1 Situs Dambu


(Sumber: Dokumentasi Balar Sul-Sel, Tahun 2013).

Jurnal Walennae, Vol. 16, No. 2, November 2018: Hal. 105-118 | 111
Indikasi arkeologi yang ditemukan (Paulus, 61 tahun, komunikasi peribadi pada
yaitu fragmen tembikar. Di situs ini terdapat 12 Juni 2013) bahwa di lokasi itu dia pernah
titik yang digali untuk mengetahui sampel menemukan serpih pada saat meratakan
lapisan budaya dan di dalamnya ditemukan tanah untuk pembangunan rumah miliknya.
fragmen tembikar dan arang. Indikasi Kotak ekskavasi terletak 8 meter
mengenai permukiman tua di Ma’ti juga sebelah barat dari rumah penduduk yang
diperoleh dari informasi penduduk lokal bernama Paulus (Gambar 6, 7 dan 8). Kotak
(Dessilomba, 58 tahun, komunikasi pribadi berukuran 100 x 200 cm digali dengan
pada 10 Juni 2013) bahwa mereka sering teknik spit dengan interval 10 cm setiap
menemukan serpih-serpih artefak batu spitnya (pengecualian spit 1 yang memiliki
ketika mereka mengembala kerbau di situs lapisan humus).
ini. Kini situs tersebut tidak dihuni lagi dan
dijadikan sebagai lahan persawahan yang 2. Indikasi Peradaban Awal
sekarang merupakan lahan milik Bongga Pada masa kehidupan yang lebih
Melen. awal ditandai dengan kehadiran beberapa
peninggalan artefak batu berupa serpih
c. Data Ekskavasi dengan teknik pengerjaan dan karakteristik
Ekskavasi di situs Dambu bertujuan yang sama dengan daerah lain terutama di
untuk mengetahui lapisan budaya dan Sulawesi Selatan. Permukiman tertua
temuan-temuan dalam konteks stratigrafi. dengan corak budaya seperti itu ditemukan
Hal ini didasarkan informasi penduduk di situs Dambu yang secara historiografi
diklaim sebagai perkampungan tua
disamping Matti dan Paku. Temuan
tembikar yang memiliki tekstur kasar
berpasir menunjukkan tingkat pembuatan
dengan menggunakan teknologi yang
sederhana. Meskipun belum dilakukan
analisis mendalam (XRD, XRF, SEM)
terhadap temuan tembikar, namun dari
bentuk fragmen yang memiliki jelaga (warna
hitam pada bagian luar) dan tanpa jelaga,
menunjukkan penggunaannya untuk
pemenuhan kebutuhan rumah tangga, yaitu
memasak dan menyimpan makanan.
Tembikar senantiasa dihubungkan
dengan dimulainya tradisi bercocok tanam
dan domestikasi hewan hewan serta
merupakan ciri khas Austronesia, pertama
kali muncul di Sulawesi Selatan kira-kira
3000 tahun Sebelum Masehi (Bellwood,
2007). Ada perkiraan bahwa jauh sebelum
dihuni orang Cina, Taiwan merupakan titik
persebaran seluruh rumpun Austronesia
(Pelras, 2006, pp. 25–26). Tradisi pemakaian
Gambar 8. Kondisi kotak dan stratigrafi tanah tembikar dalam kehidupan sehari-hari
pada spit 8 (90 – 100 cm) sangat menguntungkan, karena memiliki
(Sumber: Dokumentasi Balar Sul-Sel, Tahun beraneka ragam fungsi, disamping
2013).
digunakan untuk keperluan dapur, juga

112 | Peradaban di Daerah Mamasa: Kajian Budaya Austronesia di Situs Dambu ……..Hasanuddin
Gambar 9. Fragmen tembikar hasil temuan testpit Gambar 10. Salah satu artefak batu bahan batuan
di Situs Dambu gamping hasil temuan testpit di situs Dambu
(Sumber: Dokumentasi Balar Sul-Sel, Tahun 2013). (Sumber: Dokumentasi Balar Sul-Sel, Tahun 2013).

terkadang pada daerah tertentu digunakan tengah alat 2,3 cm, dan ketebalan 0,9 cm.
sebagai wadah penguburan, seperti temuan Bahan baku yang digunakan adalah bahan
tempayan di Situs Rambu Saratu batuan gamping. Pemangkasan tajaman
(Hasanuddin, 2010). dilakukan pada bagian dorsal. Terdapat
Pada bagian awal telah disebutkan jejak-jejak penyerpihan pada bagian pangkal
bahwa salah satu jenis temuan penting di sisi dorsal yang bertujuan untuk membentuk
situs Dambu adalah artefak batu serpih. tajaman di kedua sisinya. Puncak gigir masih
Secara teknologis memperlihatkan teknik tampak sehingga menyebabkan bentuk
pemangkasan yang dilakukan, seperti penampang tajaman yang
adanya dataran pukul (striking platform), menebal/meninggi ke arah sumbu alat.
kerucut pukul (bulbus), dan sisi tajaman. Selain itu juga terlihat adanya retus pada
Temuan dua artefak batu serpih (temuan kedua sisi tajaman yang diakibatkan dari
ekskavasi) dan satu temuan survei. Serpih I penyerpihan.
berukuran panjang 3,8 cm, lebar bagian

7
6
5
Jumlah

4
3
2
1
0
1 2 3 4 5 6 7 8 9
Spit

Tembikar Artefak Batu

Gambar 11. Grafik Perbandingan Fragmen tembikar dan Artefak Batu


(Sumber: Dokumentasi Balar Sul-Sel, Tahun 2013).

Jurnal Walennae, Vol. 16, No. 2, November 2018: Hal. 105-118 | 113
Serpih II berbentuk segitiga pencerahan akan arus migrasi penduduk
merupakan jenis serut, berukuran panjang yang besar kemungkinan berasal dari aliran
1,9 cm, lebar bagian pangkal 1,3 cm, dan Sungai Karama (Mamuju) dan kemudian
ketebalan 0,4 cm. Dari ciri-cirinya, serpih ini tersebar di beberapa daerah termasuk di
sebenarnya adalah limbah (tatal/debitage) Mamasa. Rumpun budaya Austronesia yang
karena tidak memiliki dataran pukul dan ciri-cirinya banyak ditemukan di Mamasa
bulbus sebagai ciri utamanya, sehingga tidak memberikan bukti bahwa arus migrasi
dapat dibedakan antara sisi dorsal dan manusia berasal dari satu rumpun dengan
ventralnya. Tampaknya tajaman yang membawa corak budaya yang sama.
terbentuk merupakan hasil penyerpihan Kesamaan budaya yang dimiliki Mamasa
secara frontal bukan tajaman yang dengan daerah lainnya (terutama Toraja dan
dipersiapkan secara khusus (lihat gambar Mamuju) cukup memberi bukti akan pola
10). persebaran itu.
Tabel dan grafik di atas Ciri-ciri budaya yang dimiliki
menunjukkan bahwa pelaksanaan ekskavasi Mamasa menunjukkan banyak persamaan
kotak TP.1 Situs Dambu memiliki frekuensi dengan Toraja. Hal itu dapat merujuk pada
temuan yang sangat minim. Hal itu mungkin hubungan yang jelas antara kedua daerah
disebabkan oleh penggunaan lahan yang kini tersebut. Selama ini sebagian masyarakat
digunakan untuk pemukiman penduduk. menganggap arus persebaran justru dari
Dalam aktivitas kesehariannya, penduduk Sa’dan (Toraja) yang kemudian menyebar
senantiasa mencangkul untuk meratakan hingga ke Mamasa. Terlebih lagi ada dua
tanah halaman rumahnya dan juga di sisi lain opini yang berkembang mengenai asal-usul
mereka gunakan untuk perkebunan. masyarakat Mamasa yaitu; pertama, mereka
Aktivitas tersebut mempengaruhi jenis dan menganggap berasal dari Toraja melalui
jumlah artefak yang kemungkinan Tabulahan, dan kedua; awalnya dari
terendapkan. Beberapa artefak batu dan Mamasa yang kemudian menyebar ke
fragmen tembikar yang ditemukan oleh Toraja.
penduduk pada saat meratakan tanah untuk Pendapat para sarjana sebelumnya,
halaman rumah, membuktikan bahwa situs bahwa permukiman awal masyarakat Toraja
Dambu cukup memberi bukti akan adalah di kawasan Enrekang, yaitu di Rura,
kehidupan masa lalu yang secara komparasi Bambapuang (Buijs, 2009; Duli, 2003;
memiliki persamaan dengan situs-situs Nooy-Palm, 1979; Pakan, 1986; Said, 2004;
prasejarah di Sulawesi Selatan. Hasil Sandarupa, 2000; Tangdilintin, 1980)
ekskavasi juga diperoleh data yang secara Penduduk Mamasa atau Toraja
kuantitas sangat minim, namun secara Mamasa berasal dari kelompok yang
kualitas temuan tembikar yang masih kasar memisahkan diri dari pusat populasi etnik
dan artefak batu serpih cukup memberi Toraja yang awalnya bermukim di lembah
gambaran mengenai adanya komunitas Sungai Sa’dang (Buijs, 2009, p. 9).
pengguna artefak batu untuk kebutuhannya. Beberapa ahli seperti Nooy-Palm (1979) dan
Tangdilintin (1980) memprediksi bahwa
3. Persentuhan Budaya penduduk Mamasa telah berpindah dari
Teknik survei dan ekskavasi yang Tana Toraja sejak abad ke-10 M, ketika
diakumulasikan dengan data yang kelompok arruan mulai menyebar ke
bersumber dari tradisi tutur membuktikan kawasan Mamasa (Nooy-Palm, 1979, pp. 6–
bahwa Mamasa memegang peranan yang 9; Tangdilintin, 1980, p. 25). Buijs (2009:
penting bagi pengembangan ilmu arkeologi 15) berpendapat bahwa penduduk Mamasa
pada khususnya dan kebudayaan pada berasal dari Tana Toraja sekitar 600 tahun
umumnya. Beberapa sumber memberi yang lampau, yang dipimpin oleh Pongka

114 | Peradaban di Daerah Mamasa: Kajian Budaya Austronesia di Situs Dambu ……..Hasanuddin
Padang yang merupakan salah seorang anak ide. Dikatakan demikian karena ketiga
yang lahir dari leluhur Tomanurung di Tana wilayah (Mamasa, Toraja, dan Enrekang)
Toraja (Buijs, 2009, p. 25). Menurut tradisi memiliki persamaan yang disebabkan oleh
lisan masyarakat Mamasa seperti yang adanya hubungan-hubungan antara
dikutip oleh Buijs (2009), bahwa orang komunitas masa lalu pada ketiga daerah
Mamasa berasal dari Tana Toraja melalui tersebut. Hubungan itu dibangun oleh
tiga jalur yaitu, jalur pertama dari lembah komunitas yang ada untuk keperluan
Sungai Sa’dang melalui Bongga Karadeng, perdagangan, hubungan kekerabatan dan
Buakayu, Simbuang (Tana Toraja) hingga hubungan-hubungan sosial yang lain. Dalam
ke Missawa dan Sumarorong (Mamasa). mitologi mereka, menunjukkan bahwa ada
Jalur kedua dari lembah Sungai Sa’dang hubungan kekerabatan dan asal-usul di
melalui Riwang (Tana Toraja) dan Sungai antara kumonitas-komunitas yang ada di
Masuppu’ sampai ke Pana’ dan Nosu ketiga wilayah tersebut (Duli, 2012).
(Mamasa). Jalur ketiga dari lembah Sungai Secara geografi ketiga kawasan
Sa’dang melalui Ulu Salu, Bittuang (Tana tersebut (Mamasa, Tana Toraja, dan
Toraja) ke Sungai Masuppu’ dan Tabang Enrekang) dihubungkan oleh sungai, lembah
(Mamasa) terus ke lembah Sungai Mamasa dan deretan pegunungan yang memanjang
(Paladan, Orobua, Mamasa, Osango, Balla’ dari utara (Tana Toraja) ke selatan
Kalua’ dan Balla). (Enrekang) dan ke arah barat (Mamasa).
Menurut Akin Duli (2013) bahwa Sungai-sungai yang ada memudahkan
pada masa perkembangan Erong yang terjadinya hubungan penduduk antara ketiga
pertama di kawasan Tana Toraja sekitar daerah pada masa lampau. Bentuk topografi
tahun 800 M hingga 1200 M, sudah ada seperti itu menyebabkan perkampungan
kelompok orang Toraja yang sampai ke penduduk terpisah dan terisolir yangd
Mamasa, terutama para arruan (Duli, 2013). isebabkan oleh bukit, pegunungan dan aliran
Namun pada masa itu, belum terbentuk suatu sungai (Hasanuddin, 2003, pp. 35–56).
komunitas yang besar, sedangkan sekitar Selain itu, kemungkinan pada masa sekitar
tahun 1300 M, mereka telah berkembang abad ke-13 M hingga abad ke-14 M,
dan membentuk suatu komunitas besar yang kawasan Enrekang menjadi pusat dari
dipimpin oleh ketua adat. Pada saat dia perkembangan budaya Toraja. Hal ini sesuai
meninggal, mayatnya dikuburkan ke dalam mitologi bahwa Gunung Bambapuang di
Erong bentuk kerbau yang berukuran besar. kawasan Enrekang, diyakini sebagai pusat
Pada tahun 1300 M, kelompok adat sudah kosmos yang mempunyai pengaruh besar
dipimpin oleh keturunan Tomanurung. bagi pembentukan ideologi orang Toraja
Secara turun-temurun menjadi pimpinan (Duli, 2012).
tertinggi di dalam suatu komunitas, sebagai
putra dewa dari langit. Lagenda PENUTUP
Pongkapadang di Mamasa, menjadi Penelitian yang telah dilakukan di
pimpinan keturunan Tomanurung pertama Mamasa berupa survei dan testpit di situs
yang menyatukan dan memimpin suatu Dambu diperoleh temuan serpih dan
kesatuan adat yang besar di kawasan tembikar kasar yang mengindikasikan
Mamasa, sebelum terjadi kekacauan yang sebagai permukiman tua. Teknik survei yang
berkepanjangan karena peperangan di antara diakumulasikan dengan data yang
kelompok adat yang dipimpin oleh para bersumber dari tradisi tutur membuktikan
arruan. bahwa Dambu dan Matti memiliki ciri
Budaya dan tradisi yang ditemui permukiman tua. Meskipun hal itu belum
dewasa ini di Mamasa kemungkinan dilakukan analisis radiokarbon, namun dari
diakibatkan oleh penyebaran-penyebaran hasil seurvei pada kedua situs (Dambu dan

Jurnal Walennae, Vol. 16, No. 2, November 2018: Hal. 105-118 | 115
Matti) telah menyajikan data yang sementara Ke depan sangat dibutuhkan kajian
dapat dikelompokkan sebagai permukiman yang lebih mendalam seperti ekskavasi di
tua yang dapat disejajarkan dengan situs-situs lain yang sezaman dengan kedua
permukiman lain di Sulawesi Selatan, situs tersebut. Hal itu penting dilakukan
seperti Enrekang. untuk merekam himpunan temuan yang
Temuan artefak batu serpih dapat terdepositkan dalam tanah dalam lapisan
menjadi rujukan untuk meletakkan situs stratigrafi. Sangat disadari bahwa hasil
Dambu sebagai situs masa prasejarah berciri penelitian yang disajikan dalam tulisan ini
Neolitik yang berkembang di Mamuju masih dalam bentuk deskriptif yang berarti
sekitar 3500 BP. Beberapa sumber memberi masih dibutuhkan interpretasi dari temuan-
pencerahan akan arus migrasi penduduk temuan data yang kemungkinan masih dapat
yang besar kemungkinan berasal dari aliran ditelusuri dan disertai dengan kajian
Sungai Karama (Mamuju) dan kemudian komparatif di kemudian hari. Terpenting
tersebar di beberapa daerah termasuk di dari kesemua ini adalah perlu dilakukan
Mamasa. Rumpun budaya Austronesia yang analisis radiokarbon untuk mengetahui umur
ciri-cirinya banyak ditemukan di Mamasa situs secara absolut.
memberikan bukti bahwa arus migrasi Mamasa dengan Toraja memiliki
manusia berasal dari satu rumpun dengan persamaan budaya yang jika ditelusuri lebih
membawa corak budaya yang sama. jauh memiliki akar budaya yang sama, yaitu
Kesamaan budaya yang dimiliki Mamasa dari rumpun budaya Austronesia. Bentuk
dengan daerah lainnya (terutama Toraja dan persamaan itu terutama ditunjukkan oleh
Mamuju) cukup memberi bukti akan pola aspek ideologi dan sistem permukiman yang
persebaran budaya dan ideologi. mengelompok berdasarkan kesatuan adat.
Peradaban yang lebih awal ditandai Secara geografis, wilayah permukiman
dengan kehadiran beberapa peninggalan masyarakat Mamasa pada umumnya terletak
artefak batu serpih dengan teknik pengerjaan di daerah pegunungan. Sebagaimana halnya
dan karakteristik yang sama dengan daerah di Toraja, pola permukiman di Mamasa juga
lain terutama di Sulawesi Selatan. Namun mengelompok dalam satu ikatan
selama ini, sebagian masyarakat yang kekerabatan yang dikoordinir oleh ketua-
menganggap arus persebaran justru dari ketua adat atau kepala kampung.
Sa’dan (Toraja) yang kemudian menyebar Masyarakat Mamasa hingga kini
hingga ke Mamasa. Hasil penelitian yang masih memiliki kesadaran akan kekuatan
telah dilakukan selama ini diperoleh data kultural dalam membangun dinamika sosial.
pertanggalan dari wadah penguburan kayu Kearifan dimaknai sebagai nilai-nilai atau
yang disebut erong justru menunjukkan konsep-konsep luhur dalam memandang dan
umur lebih tua di Toraja dibandingkan menjalani kehidupan. Kearifan lokal berasal
dengan Mamasa. dari ajaran-ajaran leluhur dan berasal dari
Prevalensi budaya berupa temuan kesenian maupun ritual yang masih dijalani
artefak batu yang diperoleh di Situs Dambu warga masyarakat. Salah satu bentuk
Mamasa, disejajarkan dengan ciri teknologi kearifan lokal yang patut kita kembangkan
prasejarah masa Neolitik. Ekspektasi kita ke adalah tumbuhnya semangat solidaritas dan
depan masih memerlukan sejumlah data kerjasama. Mentransformasi kearifan lokal
pendukung, seperti perluasan wilayah survei untuk menjawab permasalahan-
dan analisis radiokarbon pada situs yang permasalahan aktual dalam masyarakat juga
potensial, sehingga kepastian awal tidak kalah pentingnya untuk ditingkatkan di
peradaban manusia di Mamasa dapat masa mendatang.
dijelaskan.

116 | Peradaban di Daerah Mamasa: Kajian Budaya Austronesia di Situs Dambu ……..Hasanuddin
Ucapan Terima Kasih telah membantu dalam proses penelitian di
Terima kasih kepada Suryatman, S.S. yang Mamasa. Ucapan terima kasih dan
telah membantu menganalisis artefak batu penghargaan kepada informan kami,
serpih dan saudara Lukman Hakim atau Demmaroa, Dessilomba, dan Paulus atas
Ikbal yang telah membuat gambar maupun segala informasi berharga yang diberikan.
peta. Terima kasih pula disampaikan kepada
seluruh anggota tim dan tenaga lokal yang

DAFTAR PUSTAKA

Anggraeni. (2012). The Austronesian migration hypothesis as seen from prehistoric settlements
on the Karama River, Mamuju Sulawesi. The Australian National University.

Anggraeni, Simanjuntak, T., Bellwood, P., & Piper, P. (2014). Neolithic foundations in the
Karama valley , West Sulawesi , Indonesia. Antiquity, 88, 740–756.

Bellwood, P. (2007). Prehistory of the Indo-Malaysian Archipelago. Sydney: ANU E Press.

Buijs, K. (2009). Kuasa Berkat Dari Belantara dan Langit, Struktur dan Transformasi Agama
Orang Toraja di Mamasa Sulawesi Barat. Makassar: Ininnawa.

Duli, A. (2003). Peninggalan Megalitik di Situs Sillanan, Kabupaten Tana Toraja, Provinsi
Sulawesi Selatan, Suatu Rekonstruksi Pemukiman Masyarakat Megalitik Masa
Lalu dan Masa Kini. In A. Duli & Hasanuddin (Eds.), Toraja dulu dan kini. Pustaka
Refleksi.

Duli, A. (2011). Kajian Bentuk-bentuk Penguburan Kayu di Mamasa, Sulawesi Barat.


Walennae, 12(1), 147–158.

Duli, A. (2012). Budaya Keranda Erong di Tana Toraja, Sulawesi, Indonesia. Universit Sains
Malaysia.

Duli, A. (2013). The Mandu Coffin: A Boat Symbol of Ancestral Spirits Among the Enrekang
People of South Sulawesi. Review of Indonesian and Malaysian Affairs, 47(1).

Duli, A. (2014). Shape and Chronology of Wooden Coffins in Mamasa, West Sulawesi,
Indonesia. Tawarikh, International Journal for Historical Studies, 5(2), 177–186.

Duli, A. (2015). Typology and Chronology of Erong Woodenn Coffins in Tana Toraja, South
Celebes. Time and Mind, The Journal of Archaeology, Consciousness and Culture,
8(1), 3–10.

Duli, A., & Nur, M. (2016). Prasejarah Sulawesi. Makassar: FIB Press.

Fakhri, Suryatman, Hakim, B., & Sardi, R. (2015). Exploration of prehistoric sites in the
Karama Wtershed, West Sulawesi, Indonesia: from Early Occupation until the
metal age. Journal of Indo-Pasific Archeology, 39, 18–24.

Jurnal Walennae, Vol. 16, No. 2, November 2018: Hal. 105-118 | 117
Hasanuddin. (2003). Pola Permukiman Masyarakat Toraja. In A. Duli & Hasanuddin (Eds.),
Toraja dulu dan kini. Makassar: Refleksi Pustaka.

Hasanuddin. (2009). Laporan Penelitian Arkeologi di Kabupaten Mamasa, Sulawesi Barat.


Makassar.

Hasanuddin. (2010). Laporan Penelitian Arkeologi di Situs Rambu Saratu, Kabupaten


Mamasa, Sulawesi Barat. Makassar.

Nooy-Palm, H. (1979). The Sa’dan Toraja, A Study of Their Social Life and Religion.
Organisation, Syimbols and Beliefs, 1.

Pakan. (1986). Bibliografi Bernotasi Folklor Toraja. Berita Antropologi, 42.

Pelras, C. (2006). Manusia Bugis. Jakarta: Nalar.

Said, A. A. (2004). Toraja, Simbolisme Unsur Visual Rumah Tradisional. Yogyakarta: Ombak.

Sandarupa. (2000). Life and Death in Tana Toraja. Ujung Pandang: PT. Torindo.

Simanjuntak, T. (2008). Austronesian in Sulawesi. In T. Simanjuntak (Ed.), Austronesian in


Sulawesi. Center for Prehistoric and Austronesian Studies.

Tangdilintin. (1980). Toraja dan Kebudayaannya (Cetakan IV). Tana Toraja: Yayasan
Lepongan Bulan.

118 | Peradaban di Daerah Mamasa: Kajian Budaya Austronesia di Situs Dambu ……..Hasanuddin

Anda mungkin juga menyukai