Anda di halaman 1dari 6

Gerabah (Tempayan kubur)

(laporan hasil kunjungan museum nasional)

( Di susun untuk memenuhi tugas mata kuliah sejarah indonesia sampai abad ke-16)

oleh: saripatul mukaromah

1. Bab I (Pendahuluan)
1.1. Latar belakang
Peninggalan gerabah merupakan objek study yang sangat penting untuk
menunjang tujuan arkeologi yang berusaha mengungkapkan kehidupan masyarakat
masa lampau. Mengingat gerabah merupakan salah satu bukti hasil karya dan cipta
manusia yang dapat mengarah pada berbagai aspek kehidupan yakni aspek adat
istiadat sosial, magis religius, dan lainnya. Gerabah merupakan bukti terdekat dengan
manusia di dalam segala aktivitasnya selama hidup bahkan sampai waktu mati. Pada
penelitian gerabah sering berasosiasi dengan temuan-temuan lainnya sehingga dapat
di ketahui fungsinya pada situs tersebut. Misalnya pada situs kubur di melolo,
gerabah yang berbentuk tempayan sering di temukan sebagai wadah kerangka
manusia sehingga mudah di ketahui fungsinya yaitu sebagai tempat penguburan. Dan
terkadang gerabah dalam bentuk lain di temukan sebagai bekal kubur. Beberapa
gerabah yang berhasil di temukan dan di identifikasi tersimpan di museum nasional,
seperti tempayan kubur dari melolo (sumba). Tempayan kubur dari sumba memiliki
sejarah yang menarik. Maka dari itu penulis berusaha mengungkap sedikit mengenai
“tempayan kubur dari sumba” yang ada di museum nasional.
1.2. Rumusan masalah
Apa fungsi tempayan kubur serta bagaimana sejarah di temukannya?
1.3. Tujuan penelitian
 Untuk mengetahui sejarah gerabah
 Untuk mengetahui beberapa janis gerabah yang di temukan di indonesia yang
terdapat di museum nasional
 Untuk mengetahui tempayan kubur dari melolo (sumba) beserta fungsinya
1.4. Tempat dan waktu penelitian
 Tempat: museum nasional
 Waktu: 21 Maret 2017

2. Bab II (Pembahasan)
2.1. Sejarah Gerabah

Pengamatan terhadap gerabah telah di lakukan sejak tahun 1913 saat berdirinya
oudheidkundige dienst. Pada masa penjajahan belanda telah di lakukan ekskavasi di
beberapa situs yang mengandung gerabah oleh beberapa tokoh di antaranya van stein
callenfels, mellems, onviee dan van heekeren. Hasil identifikasi tersebut
menyimpulkan bahwa “situs-situs yang mengandung gerabah di perkirakan berada di

1
tempat-tempat penguburan atau tampat pemukiman. Hal itu dapat di ketehui karena
pada saat itu di temukan bukti otentik yang berupa tempayan untuk

wadah kubur, bakal kubur dan sebagainya 1. Gerabah telah di kenal pada masa
prasejarah (neolitik) atau pada masa bercocok tanam. Pada masa tersebut peranan
gerabah sangatlah penting baik untuk keperluan yang bersifat magis religius, misalnya
untuk upacara keagamaan, maupun untuk keperluan sehari-hari. Jadi tidaklah
mengherankan bila gerabah di indonesia yang mengalami perkembangan dalam kurun
waktu yang cukup panjang dari masa prasejarah sampai sekarang mempunyai corak
dan bentuk yang beragam2. Di samping itu Pembuatan gerabah jelas membutuhkan
api sebagai faktor yang utama, meskipun barangkali panas matahari dapat juga di
pakai untuk fungsi yang sama. Karena itu dapat di pastikan bahwa munculnya
gerabah merupakan efek lain dari penemuan dan domestikasi api. Dengan demikian,
tafsiran bahwa gerabah mula pertama di kenal pada masa neolithik dapat di terima
sebab penemuan dan domestikasi api baru di kenal pada akhir masa paleolitik atau
awal masa neolitik.

Bekas-bekas yang menunjukan adanya gerabah/tembikar (periuk belanga)


yang pertama di temukan di lapisan teratas di bukit-bukit kerang di sumatra. Hanya
yang di temukan saat itu adalah pecahan-pecahan kecil yang tidak mungkin kita
ketahui bentuk asli seluruhnya, Namun pecahan tembikar tersebut terlihat sudah di
hiasi gambar-gambar yang di peroleh dengan menekankan sesuatu benda kepada
tanahnya sewaktu belum kering betul (sebelum di keringkan di panas matahari atau di
bakar).

Dari hasil penyelidikan pecahan-pecahan tembikar di berbagai tempat dapat di


ketahui bahwa cara membuat barang-barang tembikar itu belum memakai pelarikan
(roda landasan). Setelah bentuk yang di kehendaki di peroleh dengan tangan, maka
bendanya di haluskan dari luar dan dalam dengan sebuah batu yang licin. Kemudian
luarnya di pukul-pukul dengan papan. Jika papan itu di beri hiasan berupa ukiran atau
garis-garis , maka gambar-gambar itu tertera pada tanah yang masih basah. Dengan
demikian dapat di ketahui bahwa cap yang di pergunakan adalah tali, anyaman
bambu, kerang atau tekstil (cap tekstil inilah yang memberi petunjuk akan di kenalnya
kepandaian menenun). Di bukit-bukit pasir di pantai selatan jawa antara yogya dan
pacitan terdapat banyak pecahan-pecahan periuk belanga yang mempunyai cap tekstil
yang sama halusnya dengan kain-kain sumba sekarang. maka nyatalah bahwa tenunan
neolithikum memang sudah tinggi juga tingkatnya3.

Gerabah yang memiliki nilai guna yang sangat tinggi tidak dapat dengan
mudah di gantikan dengan alat yang terbuat dari logam. Alat-alat yang terbuat dari
logam hanya menggeser kedudukan alat-alat yang terbuat dari batu. Misalnya
1
PPAN, Pertemuan Ilmiah Arkeologi IV (Jakarta: Depdikbud, 1986), hlm.211.
2
PPAN, Pertemuan Ilmiah Arkeologi IV (Jakarta: Depdikbud, 1986), hlm.217-218.
3
Dr.R.Soekmono, pengantar sejarah kebudayaan indonesia 1 (yogyakarta: Penerbit kanisius, 1973), hlm.56-57.

2
bermacam-macam kapak perunggu. Maka dari itu gerabah masih di butuhkan hingga
sekarang dan keterampilan membuat gerabah masih terjaga.

2.2. Gerabah Yang Di Temukan Di Indonesia

Gerabah merupakan perkakas yang terbuat dari tanah liat yang di bakar.
Gerabah juga merupakan kebudayaan yang universal (menyeluruh), artinya gerabah di
temukan di mana-mana, hampir di seluruh wilayah indonesia. Beberapa temuan
tersebut saat ini tersimpan di museum nasional jakarta atau lebih di kenal dengan
museum gajah.

Museum gajah di dirikan oleh pemerintah belanda pada tanggal 24 april 1778
yang dulunya bernama bataviaasch genootschap van kunsten en wetenschappen (GB).
Seiring dengan bertambahnya jumlah koleksi, GB mengalami beberapa kali
perpindahan tempat. saat ini museum nasional tepat berada di JL. Merdeka barat No
12 Jakarta pusat. Museum tersebut menyimpan sekitar 141.000 benda-benda bernilai
sejarah yang terdiri dari koleksi prasejarah, arkeologi, numismatik dan heraldik,
keramik, etnografi, sejarah dan geografi. Saat ini museum nasional memiliki dua
gedung yaitu gedung A yang di gunakan untuk memarerkan koleksi museum dan
ruang penyimpanan koleksi. Sedangkan gedung B di gunakan sebagai ruang pameran
(lantai 1-4), kantor, konferensi, dan lain-lain. Saat kunjungan kemarin pada tanggal 21
maret 2017 gedung A sedang di renovasi jadi saya dan teman-teman hanya melihat
beberapa koleksi gerabah yang ada di gedung B. Berikut contoh koleksi gerabah di
museum nasional yang ada di gedung B

padasan paksinagaliman (Padasan singabarong)

periuk tempayan kubur

3
Gerabah-gerabah tersebut memiliki bentuk, fungsi dan sejarah yang berbeda-
beda. Seperti padasan yang memiliki corak yang sangat unik yang merupakan hasil
akulturasi antara agama hindu dan islam. Padasan tersebut di gunakan untuk
berwudhu umat islam yang di temukan di ci rebon, jawa barat. di perkirakan padasan
tersebut telah ada sejak abad ke-19. Berbeda halnya dengan tempayan kubur yang
berasal dari sumba. Tempayan tersebut juga memiliki sejarah yang tak kalah menarik.
Berikut ulasannya

2.3. Tempayan kubur melolo (sumba)

tempayan
kubur tulang belulang

Melolo terletak di desa lembukori, kecamatan rindi umalulu, kabupaten sumba


timur, Nusa tenggara timur. Nama melolo di ambil dari kata umalulu yang berarti
rumah panjang. Melolo terletak kira-kira 63 KM di sebelah tenggara waingapu dan
kira-kira 200 M dari garis pantai4. Di Melolo (Sumba) banyak di temukan periuk
belanga yang ternyata berisi tulang belulang manusia. Terang bahwa dalam hal ini ada
soal penguburan yang serupa dengan apa yang masih juga terdapat pada berbagai
bangsa sekarang, ialah bahwa mula-mula mayat itu di tanam dan kemudian setelah
beberapa waktu tulang-tulangnya di kumpulkan untuk di tanam kedua kalinya dengan
di sertai upacara5. Penguburan yang kedua kali itu di sebut penguburan sekunder yang
di lakukan sebagai tanda penghormatan. Hal tersebut menunjukan bahwa masyarakat
sumba pada saat itu telah menyadari adanya kehidupan setelah kematian. Masyarakat
sumba juga berpendapat bahwa seorang raja atau bangsawan dapat memberikan
kemuliaan kepada pengikutnya di alam baka seperti halnya di dunia. Berdasarkan
pandangan tersebut, maka rakyat rela berkorban mengiringi kepergian raja melalui
ritual korban.

Pada beberapa gerabah yang di temukan di Melolo ini terdapat hiasan pada
kendi yang berupa deretan tumpul sekeliling pundak, lingkaran–lingkaran kecil, dan
pola belah ketupat. Selain hiasan tersebut, yang menarik ialah pola hias dalam garis
besarnya menyerupai bentuk orang dengan lengan terpotong, dada yang bidang dan
tidak berkaki. Mata berupa tonjolan-tonjolan bulat, hidung lebar, raut mukanya
menjorong ke depan, dan bagian kepalanya meruncing. Di tengah-tengah dadanya
terdapat hiasan berupa pola orang yang di stilir dalam sebuah segi empat yang di
4
Tim nasional penulisan sejarah indonesia, sejarah nasional indonesia 1 (balai pustaka), hlm.401.
5
Dr.R.Soekmono, pengantar sejarah kebudayaan indonesia 1 (yogyakarta: Penerbit kanisius, 1973), hlm.57.

4
bentuk dari deretan titik-titik. Pada kendi yang berhiasan muka orang ini terdapat
cerat, sedangkan mulut terdapat pada puncak kendi. Bagian paling atas dari leher
kendi di hias dengan pola-pola lingkaran, belah ketupat dan garis sejajar dengan titik-
titik dalam suatu komposisi yang membentuk muka orang yang di stilir. Yang tampak
sebagian hiasan itu tentu mengandung suatu makna yang erat hubungannya dengan
adat penguburan6.

Tempayan-tempayan yang di temukan di Melolo pada umumnya telah rusak.


Isinya tulang belulang yang tidak lengkap dan biasanya berisi satu tengkorak.
Penemuan yang serba tidak lengkap itu jelas menunjukan penguburan sekunder.
Selain itu, terdapat pula bekal kubur yang terdiri atas manik-manik yang di buat dari
batu dan kerang, gelang dan cincin dari kerang, semacam mata kalung dari kerang
yang berbentuk seperti kepala babi, dan jumlah beliung persegi. Benda-benda
perunggu sama sekali tidak di temukan. Dari hasil temuan tersebut heekeren
memperkirakan usia tempayan tersebut di mulai dari masa bercocok tanam karena
bekal kubur tersebut adalah jenis perhiasan yang umum pada masa bercocok tanam.

Apabila di lihat dari corak gerabahnya, kubur tempayan melolo itu jelas
menunjukan perkembangan gerabah pada masa perundagian. Konsepsi religius yang
tampak pada tradisi penguburan di melolo ini sulit di tempatkan pada tingkat masa
bercocok tanam. Meskipun beberapa bekal kubur dapat memberi petunjuk ke arah itu.
Beliung persegi yang di temukan dalam tempayan-tempayan itu dapat saja di buat
setelah masa perkembangan tradisi beliung persegi berlaku. Tidak adanya temuan-
temuan serta benda logam mungkin saja di sebabkan sulitnya mendapatkan bahan
atau unsur-unsur logam tersebut di sana7.

3. Bab III (penutup)


3.1. kesimpulan

Gerabah merupakan alat yang terbuat dari tanah liat yang di gunakan untuk
kepentingan hidup sehari-hari. Gerabah dapat di temukan hampir di seluruh wilayah
indonesia yang mana gerabah-gerabah tersebut memiliki fungsi, sejarah dan ciri khas
masing-masing pada setiap daerahnya. Gerabah tidak dapat lepas peranannya sebagai
kebutuhan hidup sehari-hari dari zaman prasejarah sampai saat ini. Gerabah juga
menjadi bukti sejarah bagi bangsa indonesia di berbagai daerah. Maka dari itu
keterampilan membuat gerabah terpelihara sampai saat ini.

Daftar pustaka

6
Tim nasional penulisan sejarah indonesia, sejarah nasional indonesia 1 (balai pustaka), hlm.401.

7
Tim nasional penulisan sejarah indonesia, sejarah nasional indonesia 1 (balai pustaka), hlm.405.

5
- DR.R.Soekmono. 1973. pengantar sejarah kebudayaan indonesia I. Yogyakarta:
penerbit kanisius
- Depdikbud PPAN. 1986. Pertemuan ilmiah arkeologi IV. Jakarta: PT diota cipta
indah.
- Tim nasional penulisan sejarah indonesia. Sejarah nasional indonesia.balai
pustaka
- Ikatan ahli arkeologi indonesia.2000. Rona arkeologi.
- Jurnalarkeologi.kemdikbud.go.id
- Yessiamalia.blogspot.com
- https://www.museumnasional.or.id/

Anda mungkin juga menyukai