Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH SEJARAH

Kali ini kami berusaha berbagi pengetahuan dan ilmu. meski saya masih duduk dibangku Madrasah
Aliyah tapi saya berusaha untuk berbagi pada para pembaca. saya akan memberikan info dan contoh
tugas- tugas yang mungkin bisa bermanfaat untuk para pembaca sekalian, seperti makalah
biologi berikut ini.
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Mempelajari kehidupan manusia tidak terlepas dari manusia itu sendiri. Bagaimana muncul dan
terjadinya kehidupan manusia dan kebudayaan yang beranekaragam yang memiliki keunikan dan
kekhasan sendiri sendiri.
Bangsa indonesia hidup berabad lamanya di indonesia dengan penuh kebersamaan dalam keragaman.
Secara turun temurun nenek moyang menumbuhkembangkan beragam nilai dan kearifan sehingga
membentuk karakter suku bangsa. Nilai dan keraifan itu penting untuk dipelajari, ditumbuh
kembangkan, dan diwariskan dari generasi ke generasi.
Peninggalan purbakala yang maasih ada dan tersebar di belahan bumi Indonesia merupakan
representasi kehidupan masyarakat prasejarah Indonesia. Salah satu peninggalan purbakala yang
menyita perhatian masyarakat adalah situs Sangiran. Secara stratigrafis situs Sangiran merupakan
situs manusia purba terlengkap di asia. Sangiran juga merupakan pusat studi evolusi di dunia.
Sangiran ibarat Laboratorium alam yang menyimpan rekaman kehidupan masa lalu yang tersimpan
jutaan tahun yang lalu. Iformasi lebih lanjut mengenai situs Sangiran serta kehidupan prasejarah dapat
anda baca dalam pembahasan bab makalah ini.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana jejak mnusia purba pada masa lampau di Sangiran?
C. Tujuan masalah
1. Untuk mengetahui tabir jejak manusia purba pada masa lampau di Sangiran.
D. Batasan Masalah
Agar pembahasan tidak terlalu luas pada masalah dalam hal ini penulis membatasi masalah hanya
pada ruang lingkup tabir jejak masa lampau di Sangiran.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Membukan Tabir Jejak Masa Lampau Sangiran
Sangiran terletak di kawasan berbukit kabupaten Sragen Jawa Tengah. Pada awalnya sangiran
merupakan lautan dangkal, karena adanya dorongan tekanan endogen ( dari dalam bumi ) terjadi
pengangkatan dan pelipatan pada permukaan laut sangiran. Proses terbentuknya situs sangiran ini erat
kaitannya dengan aktivitas gunung lawu tua yang menyebabkan tanah longsor dan membentuk kubah
tanah di sekitar sungai, cemara pun ikut longsor. Akibat dari hal tersebut terbentuklah lapisan tanah
yang berbeda dari lapisan tanah, jika tanah diiris dengan pola vertikal, maka akan terlihat lapisan
lapisan tanah yang menunjukkan formasi formasi yang berisi fosil fosil dari kurun waktu
tertentu.sebagai berikut:
1. Formasi Kali Beng.
Pada lapisan paling bawah terdapat lempung biru yang dinamakan formasi kali beng. Formasi kali
beng ini berusia 2,4 juta tahun dan menunjukkan pada waktu itu. Lapisan ini adalah dasar lautan pada
masa pliosen. Bukti sebagai dasar lautan adalah ditemukan hewan hewan bercangkang yang telah
menfosil.
2. Formasi Pucangan.
Terjadi akibat adanya endapan lahar vulkanik gunung lawu purba yang ditandai lempung hitam.
Pada lapisan ini terjadi perubahan yang awalnya sebagai lingkungan laut berubah menjadi rawa
rawa. Banyak ditemukan hewan hewan penghuni lapisan ini antara lain kuda nil, budaya muara,
fosil tengkorak Pithecanthropus Erectus kemudian ditemukan juga fosil tengkorak Meganthropus

Paleojavanicus terjadi pada kala pleistosenbawah berumur sekitar 700.000-1.800.000 tahun yang lalu.
3. Formasi Kabuh.
Terjadi pada kala plestosen tengah berumur sekitar 125.000-sampai 700.000 tahun yang lalu.
Pada formasi ini ditemukan alat-alat dari batu yang menandakan bahwa Pithecantropus pada saat itu
sudah mengenal alat-alat perburuan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.
4. Formasi Notopuro
Terjadi dikala plastosen atas berumur 10.000-125.000 tahun yang lalu. Dari formasi formasi di
sangiran dan ditemukan fosil fosil seolah pita pita kaset yang menyimpan rekaman kehidupan
masa lalu.
Pada tanggal 15 maret 1977 sangiran dijadikan jagar budaya oleh pemrintah dan diperkuat lagi
sebagai warisan dunia oleh UNESO pada 5 desember 1996.
Di sangiran kita banyak menemukan fosil-fosil, tidak hanya fosil bagian tubuh manusia tetapi juga
ada sisa-sisa perkakas sederhana pendukung kehidupan zaman dahulu. Dalam kompleks ini kita
mendapatkan bukti bahwa manusia purba yang hidup di Sangiran sekitar 2 juta tahun lalu. Secara
stratigrafis situs Sangiran merupakan situs manusia purba terlengkap di Asia. Kita dapat menyaksikan
perkembangan kehidupan manusia purba secara berurutan tanpa terputus sejak 2 tahun lalu. Mulai
dari zaman pliosen akhir hingga akhir pleistosen tengah.
Diawali oleh Eugene Dubois antropolog Prandis tahun 1891 antropolog Prancis manemukan fosil
Pithecantropus Erectus manusia purba tertua dara Jawa kemudian pada tahun 1930 dan 1931 di desa
Ngandong. Trinil-Mojokerto di temukan juga fosil-fosil manusai purba yang berasal dari zaman
pleistosen. Pemenuan-penemuan ini mengungkap sejarah manusia purba yang hidup berabad-abad
tahun lalu.
Masyarakat modern mulai mengenal Sangiran saat Heinrich Ralph Von Koeningswald dan Gustaf
antrophologi dari Jerman meneliti di area tersebut pada tahun 1934. Maka Sangiran telah menorehkan
tinta emas sebagai salah satu pusat study evolusi di dunia. Saat itu Von Koeningswald menemukan
paling tidak 5 fosil manusia purba yang berbeda jenisnnya. Fosil-fosil ini menggaris bawahi
keyakinan bahwa manusia berevolusi dari kera menjadi manusia modern seperti bentuk saat ini.
Sejak saat itu, para peneliti baik dari Indonesia atau asingterus bekerja di Sangiran. Koeningswald
bukanlah orang pertama yang mencoba menguak misteri manusia purba di tanah jawa. Pada tahun
1936 Koeningswald berhasil menemukan fosil rahang atas manusia dan selanjutnya ia memberi nama
fosil Megantropus paleojavanicus. Tahun 1973 ia menemukan manusia purba yang dicari oleh Eugene
do bois yaitu Pithecantropus Erectus.
B. Koleksi Koleksi Museum Sangiran
Koleksi sangiran yang berada di museum sangiran saat ini semua berasal dari sekitar situs Sangiran
koleksi koleksi tersebut berupa fosil manusia, fosil hewan, fosil tumbuhan, batu batuan,
sedimentani, dan juga peralatan dapur yang dulu pernah dibuat dan digunakan oleh manusia purba
yang pernah bermukim di Sangiran.
1. Fosil kayu
a. Fosil kayu yang terdiri dari:
Temuan dari dukuh jambu desa Dayu Kecamatan Gondongrejo Kabupaten Karanganyar.
Di temukan pada tahun 1995 pada lapisan tanah lempung
Warna abu abu
Formasi pucangan
b. Fosil batang pohon
Temuan dari desa Krikilan Kecamatan Kali Jambe Kabupaten Sragen.
Fosil ini ditemukan pada tahun 1977 pada lapisan tanah lempung
Warna abu abu dari endapan
Formasi pucangan
2. Tulang Hasta (Ulna) Stegodon Trigonocephalus
Ditemukan di kawasan Cagar Sangiran
Pada tanggal 23 November 1975 ditanah lapisan lempung
Warna abu abu
Formasi kabuh bawah
3. Tulang Paha
Ditemukan di desa Ngabung, Kecamatan Kali Jambe Kbupaten Sragen

Pada tanggal 4 Februari 1989 pada lapisan tanah lempung


Warna abu abu
Formasi pucangan atas
4. Tengkorak Kerbau
Ditemukan oleh Tardi
Pada tanggal 20 November 1992 di Dukuh Tanjung, desa Dayu Kecamatan Gondongrejo
Kabupaten Karanganyar pada lapisan tanah
Warna coklet kekuningan kuningan yang bercampur pasirs
Berdasarkan penanggalan geologi berumur 700.000 500.000 tahun
5. Gigi Elephas Namadicus
Ditemukan di situs Cagar Budaya Sangiran
Pada tanggl 12 Desember 1975, pada lapisan tanah pasir tercampur krikil yang berwarna coklat
Formasi kabuh
6. Fragmen Gajah Purba
Hidup didaerah Cagar Budaya Sangiran
Jenisnya adalah Mastodon, Stegodon, Elephas
7. Tulang Rusuk (Casta) Stegodon Trigonocephalus
Ditemukan oleh Supardi
Tanggal 3 Desember 199, di dukuh Bukuran, desa Bukuran Kecamatan Kali Jambe Kabupaten
Sragen pada lapisan lempung
Warna abu abu dari endapan pucangan atas
8. Ruas Tulang Belakang (Vertebrae)
Ditemukan di situs Cagar Budaya Sangiran
Pada tanggal 15 Desember 1975
Dilapisan tanah pasir
Warna abu abu
Formasi kabuh bawah
9. Tulang Jari
Ditemukan di situs Sangiran
Pada tanggal 28 Oktober 1975
Pada lapisan tanah pasir kasar
Warna coklat kekuning kuningan
Formasi kabuh
10. Rahang Atas (Elephas Namadicus)
Rahang ini dilengkapi sebagian gading
Ditemukan oleh atmo
Didukuh Ngerjo, Kecamatan Plupuh Kabupaten Sragen
Pada tanggal 27 April 1980
Pada lapisan Grenzbank
Antara formasi pucangan dan kabuh
11. Tulang Kaki Depan bagian Atas (Humerus)
Bagian fosil ditemukan oleh Warsito
Desa krikilan Kecamatan Kali Jambe Kabupaten Sragen
Pada tanggal 2 Desember 1998
Pada lapisan tanah lempung
Warna abu abu
Dari pucangan atas kala pleistosen bawah
12. Tulang Kerring
Ditemukan oleh Warsito
Didukuh budak desa Ngebung Kecamatan Kali Jambe Kabupaten Sragen
Pada tanggal 4 Januari 1993
Lapisan tanah lempung
Warna abu abu
13. Fosil Mulusca

Klas Palecypoda
Klas Gastropoda
14. Binatang Air
1. Tengkorak buaya (crocodilus Sp)
Ditemukan pada tanggal 17 desember 1994oleh Sunardi
Di dukuh Blimbing, desa Ngebung Kecamatan Kali Jambe Kabupaten Sragen
Formasi pucangan
2. Kura kura (Chlonia Sp)
Ditemukan pada tanggal 1 februari 1990 Oleh Haripurnomo
Dukuh Pablengan desa Krikilan Kecamatan Kali Jambe Kabupaten Sragen
Formsi pucangan
3. Ruas Tulang Belakang Ikan
Ditemukan pada tanggal 20 november 1975 oleh Suwarno
Di desa Bukuran Kecamatan Kali Jambe Kabupaten Sragen.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Sangiran terbentuklah lapisan tanah yang berbeda dari lapisan tanah, jika tanah diiris dengan pola
vertikal, maka akan terlihat lapisan lapisan tanah yang menunjukkan formasi formasi yang berisi
fosil fosil dari kurun waktu tertentu.sebagai berikut:Formasi Kali Beng, Formasi Pucangan, Formasi
Kabuh, Formasi Notopuro.
Diawali oleh Eugene Dubois antropolog Prancis tahun 1891 antropolog Prancis manemukan fosil
Pithecantropus Erectus manusia purba tertua dari Jawa kemudian pada tahun 1930 dan 1931 di desa
Ngandong. Trinil-Mojokerto di temukan juga fosil-fosil manusai purba yang berasal dari zaman
pleistosen.
Pada tahun 1936 Koeningswald berhasil menemukan fosil rahang atas manusia dan selanjutnya ia
memberi nama fosil Megantropus paleojavanicus. Tahun 1973 ia menemukan manusia purba yang
dicari oleh Eugene do bois yaitu Pithecantropus Erectus.
B. SARAN
Semoga makalah ini dapat memberi manfaat serta bisa menambah wawasan bagi para pembacanya.
Demikian makalah ini kami buat, apabila ada kesalahan baik dari segi tata tulis maupun bahasa kami
mohon saran dan kritik yang senantiasa bersifat membangun demi perbaikan makalah selanjutnya.

KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat ALLAH SWT yang senantiasa memberikan
rahmat dan hidayah-NYA sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah yang
berjudulJenis-Jenis Manusia Purba di Trinil dan Sangiran makalah ini berisikan tentang
jenis-jenis manusia purba yang telah ditemukan di Sangiran dan Trinil dengan disertai
penemu dari manusia tersebut.
Dalam penulisan makalah ini , penulis menyadari masih banyak kekurangan dan jauh
dari kesempurnaan . untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat
membangun dan mendidik untuk perbaikan makalah kami selanjutnya. Walaupun demikian
penulis tetap berharap makalah ini dapat bermanfaat bagi semua yang membacanya , Terima
Kasih.

Kendal, 19 September 2013


Penyusun

Tasya
Evandriani

1.
2.
3.
1.

Jenis Jenis Manusia Purba yang ditemukan di Indonesia terbagi menjadi tiga jenis, yaitu :
Meganthropus.
Pithecanthropus
Homo
Ciri-ciri manusia purba yang ditemukan di Indonesia.
Meganthropus
Jenis manusia purba ini terutama berdasarkan penelitian von Koenigswald di Sangiran tahun 1936 dan
1941 yang menemukan fosil rahang manusia yang berukuran besar. Dari hasil rekonstruksi ini
kemudian para ahli menamakan jenis manusia ini dengan sebutan Meganthropus paleojavanicus,
artinya manusia raksasa dari Jawa. Jenis manusia purba ini memiliki ciri rahang yang kuat dan
badannya tegap. Diperkirakan makanan jenis manusia ini adalah tumbuhtumbuhan. Masa hidupnya
diperkirakan pada zaman Pleistosen Awal.salah satu jenis meganthropus yaitu :Meganthropus
Paleojavanicus

Ciri Meganthropus

Hidup antara 2 1 juta tahun yang lalu.

Memiliki perawakan yang teagap.

Memiliki tulang pipi yang tegap.

Hidup dengan cara mengumpulkan makanan.

Memiliki tulang pipi yang tebal.

Rahangnya kuat.

Tidak memiliki dagu dan tubuhnya kekar.

Memiliki tonjolan belakang yang tajam.

Memiliki tulang kening yang menonjol.

Ciri- ciri Meganthropus Paleojavanicus


Memiliki tulang pipi yang tebal
Memiliki otot kunyah yang kuat
Memiliki tonjolan kening yang mencolok
Memiliki tonjolan belakang yang tajam
Tidak memiliki dagu
Memiliki perawakan yang tegap
Memakan jenis tumbuhan

2. Pithecanthropus
Jenis manusia ini didasarkan pada penelitian Eugene Dubois tahun 1890 di dekat Trinil,
sebuah desa di pinggiran Bengawan Solo, di wilayah Ngawi. Setelah direkonstruksi terbentuk
kerangka manusia, tetapi masih terlihat tanda- tanda kera. Oleh karena itu jenis ini
dinamakan Pithecanthropus erectus, artinya manusia kera yang berjalan tegak. Jenis ini juga
ditemukan di Mojokerto, sehingga disebut Pithecanthropus mojokertensis. Jenis manusia
purba yang juga terkenal sebagai rumpun Homo erectus ini paling banyak ditemukan di
Indonesia. Diperkirakan jenis manusia purba ini hidup dan berkembang sekitar zaman
Pleistosen Tengah salah satu jenisnya yaituPithecantropus Erectus

Pithecantropus Erectus
Artinya: manusia kera yang berjalan tegak. Ditemukan oleh Eugene Dubois di Trinil pada
tahun 1891. Fosil yang ditemukan berupa tulang rahang bagian atas tengkorak, geraham dan
tulang kaki. Fosil ini ditemukan pada masa kala Pleistosen tengah.

Ciri-ciri Pithecanthropus
Hidup antara 2 s/d 1 juta tahun yang lalu.

Hidup berkelompok.

Hidungnya lebar dengantulang pipi yang kuat dan menonjol.

Hidup dengan mengumplkan makanan dan berburu.

Makannya daging dan tumbuhan.

Tidak berdagu.

Perawakannya tegak dan memilik perlekatan otot tengkuk yang besar dan kuat.

Tulang belakang menonjol dan tajam.

Keningnya menonjol.
Ciri- ciri Pithecantropus Erectus.

Tinggi badan sekitar 165 180 cm


Volume otak berkisar antara 750 1350 cc
Bentuk tubuh & anggota badan tegap, tetapi tidak setegap meganthropus
Alat pengunyah dan alat tengkuk sangat kuat
Bentuk graham besar dengan rahang yang sangat kuat
Bentuk tonjolan kening tebal melintang di dahi dari sisi ke sisi
Bentuk hidung tebal
Bagian belakang kepala tampak menonjol menyerupai wanita berkonde
Muka menonjol ke depan, dahi miring ke belakang

3. Homo
Fosil jenis Homo ini pertama diteliti oleh von Reitschoten di Wajak. Penelitian dilanjutkan
oleh Eugene Dubois bersama kawan-kawan dan menyimpulkan sebagai jenis Homo:

Homo sapiens

Homo sapiens artinya manusia sempurna baik dari segi fisik, volume otak maupun postur
badannya yang secara umum tidak jauh berbeda dengan manusia modern. Kadang- kadang Homo
sapiens juga diartikan dengan manusia bijak karena telah lebih maju dalam berfikir dan menyiasati
tantangan alam. Bagaimanakah mereka muncul ke bumi pertama kali dan kemudian menyebar dengan
cepat ke berbagai penjuru dunia hingga saat ini? Para ahli paleoanthropologi dapat melukiskan
perbedaan morfologis antara Homo sapiens dengan pendahulunya, Homo erectus. Rangka Homo
sapiens kurang kekar posturnya dibandingkan Homo erectus. Salah satu alasannya karena tulang
belulangnya tidak setebal dan sekompak Homo erectus.
Ciri-ciri homo sapiens.

Volume otak antara 1000-1200 cc

Tinggi badan antara 130-210 cm

Otak tengkum mengalami penyusutan

Tulang rahangnya sudah terlalu kuat

Keningnya tidak menonjol kedepan

Berdiri tegak dan berjalan tegak

Dagu dan tulang rahangnya biasanya kuat.

Homo Soloensis
Salah satu jenis homo yaitu Fosil Homo soloensis ditemukan di Ngandong, Blora, di
Sangiran dan Sambung Macan, Sragen, oleh Ter Haar, Oppenoorth, dan Von Koenigswald
pada tahun 19311933 dari lapisan Pleistosen Atas. Homo Soloensis diperkirakan hidup
sekitar 900.000 sampai 300.000 tahun yang lalu. Volume otaknya mencapai 1300 cc.
Menurut Von Koenigswald makhluk ini lebih tinggi tingkatannya dibandingkan
dengan Pithecanthropus Erectus. Diperkirakan makhluk ini merupakan evolusi dan
Pithecanthropus Mojokertensis. Oleh sebagian ahli, Homo Soloensis digolongkan dengan
Homo Neanderthalensis yang merupakan manusia purba jenis Homo Sapiens dari Asia,
Eropa, dan Afrika berasal dari lapisan Pleistosen Atas.
Ciri-ciri Homo.

Hidup antara 25.000 s/d 40.000 tahun yang lalu.

Muka dan hidung lebar.

Dahi masih menonjol.

Tarap kehidupanya lebih maju di banding manusia sebelumnya .

Bermuka lebar.

Berat badan antara 30-150 kg.

Alatnya masih dari batu dan tulang.

Mulutnay masih menonjol.


Ciri- ciri Homo Soloensis.

Volume otaknya antara 1000 1200 cc


Tinggi badan antara 130 210 cm
Otot tengkuk mengalami penyusutan
Muka tidak menonjol ke depan
Berdiri tegak dan berjalan lebih sempurna

Jenis- jenis fosil manusia purba yang ditemukan :


1. Meganthropus Paleojavanicus, yang ditemukan di Sangiran.

2. Pithecanthropus Erectus(Homo Erectus) yang ditemukan di Trinil.


3. Pithecantropus Robustus, yang ditemukan di Trinil.
4. Pithecantropus Mojokertensis, yang ditemukan di Perning.
5. Homo javanesis, yang ditemukan di sambung macan
6. Homo Solensis, yang ditemukan di Ngandong, Solo.
7. Homo Sapiens Wajakensis, yang ditemukan di tulung agung.

DAFTAR PUSTAKA
taufik Abdullah dan A.B Lapian ed 2012. Indonesia Dalam Arus Sejarah jilid 1. Jakarta : PT
ichtiar Baru Van Hoeve.
Direktorat Geografi Sejarah. Atlas Prasejarah. Jakarta: Kementrian kebudayaan dan
pariwisata. 2009.
http://share.pdfonline.com/1d582840c2274053a38215b67b231b23/RPP%20ke-3.htm
http://solo.yogyes.com/id/see-and-do/museum-and-monument/museum-sangiran/photo-gallery/8/
http://www.wego.co.id/berita/museum-sangiran/

SARAN
Dalam kesempatan ini, kami sangat mengharapkan saran kritik atas kekurangan
maupun kesalahan baik dari segi bahasa maupun bahasanya maupun pembahasanya. Maka
dari itu penulis mengrapkan sekali kritik dan saran dari teman-teman maupun para pembaca
dalam penulisan makalah ini, agar kami dapat membuat makalah yang lebi baik lagi.
Penulis mengucapkan terimakasih kepada teman-teman dan semua sumber yang telah
memberi informasiuntuk membatu pepbuatan makalah ini.
PENUTUP
Demikianlah makalah yang dapat kami buat. Apabila kurang sempurna dalam
pembuatan makalah ini kami mohon maaf sebesar-besarnya. Manusia tidak luput dari
kesalahan. Sekian dan terima kasih......
JJJJ
KESIMPULAN
Jadi dari makalah di atas kami dapat menyimpulkan bahwa jenis-jenis manusia purba
di Indonesia terbagi membagi tiga, yaitu meghatropus, pithecantropus, dan homo. Setiap jenis
maanusia memiliki ciri-ciri yang berda-beda .
Dalam sejarah dijelaskan bahwa sangiran dan trinil dapat dikatakan sebagai
laboratoriumnusia purba di Indonesia. Karena disana banyak ditemukan penemuan-penemuan
manusia purba. Dengan berbagai ukuran dan bentuk.
Itu semua merupakan rangkaian sejarah manusia yang berlangsung kontinuitas
berdasarkan kronologinya, dan tidak secaraba-tiba berubah begitu saja, namun ada tahapantahapan tertentu yang dijalani.
A. Latar Belakang
Pembangunan Waduk Kedung Ombo merupakan bagian dari Proyek Pengembangan Wilayah Sungai
Jratunseluna yang akan mencakup tiga kresidenan. Yaitu karesidenan Semarang, karesidenan
Surakarta dan sembilan kabupaten, yaitu Kabupaten Semarang, Demak, Kudus, Pati, Blora,
Grobogan, Jepara, Boyolali, dan Sragen.
Pembangunan Waduk Kedung Ombo sudah dimulai sejak tahun 1981 bahkan survei sudah dilakukan
sejak tahun 1976. Waduk Kedung Ombo merupakan proyek besar pemerintah sama dengan proyekproyek pembangunan waduk di daerah lainnya. Dalam pembangunan waduk Kedung Ombo ini tanah

yang harus dibebaskan seluas 6,125 Ha. Tanah ini mencakup sepuluh desa di Kabupaten Boyolali
diantaranya Wonoharjo, Lemahireng, Watugede, Nglanji, Genengsari, Kemusu, Ngrakum, Sarimulyo,
Bawu, dan Klewor dan Kabupaten Sragen desa antara lain Lorog, Gilirejo, Soka, Boyolayar, dan
Ngargomulyo.
Pembangunan Waduk Kedung Ombo yang rencananya akan selesai tahun 1988 ternyata baru selesai
tahun 1995.[1] Banyak permasalahan yang timbul akibat dibangunnya waduk ini. Pembebasan tanah
yang tidak kunjung selesai, relokasi penduduk yang tidak berjalan semstinya serta ketidak puasan
warga akibat kecilnya uang pembebasan tanah. Hal ini tentu berpengaruh terhadap jalannya
pembangunan Waduk Kedung Ombo.
Dengan meilihat permasalahan di atas, ada kejanggalan-kejanggalan yang terjadi dalam proses
pembebasan lahan untuk pembangunan waduk Kedung Ombo. hal-hal yang menyebabkan mundurnya
target penyelesaian pembangunan Waduk Kedung Ombo itu lah yang akan menjadi fokus dalam
penulisan ini.
B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah yang akan dikaji dalam makalah ini adalah apa yang menyebabkan
penduduk Kedung Ombo membangkang terhadap keputusan pemerintah terkait uang ganti rugi
pembebasan tanah. Di dukung dengan research question:
1.
Bagaimana jalannya pembangunan Waduk Kedung Ombo?
2.
Mengapa penduduk Kedung Ombo bersikukuh tidak mau menerima ganti rugi pembebasan
tanah?
3. Apa usaha pemerintah agar penduduk mau di relokasi?
C. Tujuan Penulisan
Tujuan dari penulisan ini adalah :
1.
Mengetahui bagaimana jalannya pembangunan Waduk Kedung Ombo
2.
Mengetahui konflik yang terjadi karena pemabngunan Waduk Kedung Ombo dan cara-cara
pemerintah menyelesaikannya
3.
Mengetahui usaha-usaha yang dilakukan oleh penduduk Kedung Ombo dalam mempertahankan
tanah milik mereka.
D. Manfaat Penulisan
Manfaat dari penulisan ini adalah :
1.
Dapat memberikan gambaran mengenai jalannya pembangunan Waduk Kedung Ombo
2.
Dapat memberikan gambaran mengenai konflik yang terjadi karena pembangunan Waduk
Kedung Ombo
E. Metode Penulisan
Metode yang digunakan dalam penulisan ini adalah metode sejarah yang terdiri dari heuristik, kritik
sumber, interpretasi, dan yang terakhir adalah historiografi.
F. Sistematika Penulisan
Sistematika dalam penulisna ini adalah, dibagian awal akan berrisi mengenai alasan pemerintah
menjadikan Kedung Ombo sebagai wilayah pembangunan Waduk, kemudian akan berisi mengenai
jalannya pembangunan Waduk Kedung Ombo dan konflik yang terjadi antara penduduk dengan
pemerintah akibat penyelesaian uang pembebasan tanah. Di bagian selanjutnya akan dibahas tentang
bagaimana upaya penduduk Kedung Ombo mempertahankan tanah mereka. Bagian yang terakhir
berisi tentang peran serta LSM dan masyarakat dalam penyelesaian konflik yang terjadi di Kedung
Ombo.
A. Letak Geografis
Pembangunan Waduk Kedung Ombo merupakan bagian integral dari Proyek Jratunseluna yang
merupakan singkatan dari lima sungai besar di Jawa Tengah, yaitu Jragung, Tuntang, Serang, Lusi,
dan Juwana yang mencakup wilayah tiga karesidenan yaitu Semarang, Pati, dan Surakarta. Lokasi

Waduk Kedung Ombo berada tepat pada pertemuan tiga kabupaten, yaitu Kabupaten Boyolali,
Sragen, dan Gerobogan. Letaknya 90 km sebelah tenggara Kota Semarang, Jawa Tengah. Sebelah
utara Waduk Kedung Ombo merupakan dataran rendah dengan ketinggian antara 50-94 meter di atas
permukaan laut. Sedangkan sebelah selatan merupakan dataran tinggi dengan ketinggian antara 94292 meter di atas permukaan laut.
Waduk Kedung Ombo membendung arus Sungai Serang yang tepat berada di Desa Rambat dan Desa
Kalabancar Kabupaten Grobogan, dengan wilayah genangan pada garis ketinggian air 92,5 meter
yang menyangkut kawasan 22 desa dalam wilayah Kabupaten Boyolali, yaitu kecamatan Kemusu
meliputi 9 desa dan Kabupaten Sragen, yaitu Kecamatan Miri dan Kecamatan Sumber Lawang
masing-masing 6 desa dan 5 desa, serta Kabupaten Grobogan, yaitu Kecamatan Geyer meliputi 2
desa. Waduk Kedung Ombo terletak pada dua aliran Sungai Serang yang mengalir ke arah timur laut
dan Sungai Uter yang mengalir dari Selatan ke arah utara.
Luas genangan Waduk Kedung Ombo apabila ketinggian air mencapai elevasi 95,0 meter mencapau
seluas 6,125 Ha. Luas tanah ini merupakan areal tanah yang harus dibebaskan. Untuk wilayah
Kabupaten Boyolali tanah yang harus dibebaskan seluas 3.182 Ha yang meliputi sepuluh desa
diantaranya Wonoharjo, Lemahireng, Watugede, Nglanji, Genengsari, Kemusu, Ngrakum, Sarimulyo,
Bawu, dan Klewor. Sedang untuk Kabupaten Sragen desa yang tergenang antara lain Lorog, Gilirejo,
Soka, Boyolayar, dan Ngargomulyo.
Untuk daerah genangan Waduk Kedung Ombo yang berada di Wilayah Kbupaten Boyolali memiliki
tanah yang relatif lebih subur dibandingkan dengan daerah lainnya, karena wilayah tersebut lebih
dekat dengan Gunung Merapi yang mencakup tiga wilayah, yaitu Kabupaten Magelang, Kabupaten
Boyolali,dan Kabupaten Sleman.
Bangunan Waduk Kedung Ombo berbentuk seperti tapal kuda yang terdiri dari tubuh bendungan
utama sepanjang 1,6 Km, bangunan pelimpah, bangunan penyadap, dan pembangkit tenaga listrik
serta terowongan pengelak. Waduk Kedung Ombo mempunyai daya tampung air sebesar 635 juta
meter kubik dengan luas permukaan waduk sekitar 47 Km2. Ketinggian permukaan air minimal 64,5
meter dan maksimal 90 meter serta ketinggian normal 73,5 meter. Air waduk akan meluap apabila
permukaan air mencapai elevasi 95 meter.
B. Pelaksanaan Pembangunan Waduk
Pembangunan Waduk Kedung Ombo merupakan bagian dari Proyek Pengembangan Wilayah Sungai
Jratunseluna yang akan mencakup tiga kresidenan. Yaitu karesidenan Semarang, karesidenan
Surakarta dan sembilan kabupaten, yaitu Kabupaten Semarang, Demak, Kudus, Pati, Blora,
Grobogan, Jepara, Boyolali, dan Sragen. Melalui proyek pengembangan ini pemerintah Indonesia
berniat untuk meningkatkan usaha pengamanan dan pengendalian banjir. Proyek Jratunseluna juga
diharapkan dapat memenuhi kebutuhan air dan listrik untuk daerah-daerah perindustrian dan
pemukiman.
Dengan rencana pembangunan Waduk Kedung Ombo ini pemerintah berharap akan dapat berfungsi
sebagai sarana pengembangan perikanan dan pariwisata serta mampu menyediakan tenaga listrik
sebesar 22,5 Megawatt. Hal ini juga diharapkan dapat meningkatkan pendapatan petani dan taraf
hidup masyarakat setempat. Waduk Kedung Ombo diperkirakan dapat mengairi persawahan Glapan
Sedadi seluas 37.500 Ha sehingga akan ada sekitar 7.500 Ha sawah baru di Grobogan selatan dan
10.000 di lembah Juana.
Dengan sekitar 6.000 Ha sawah yang akan terairi, secara teknis keunutngan dapat dihitung. Apabila
rata-rata produksi beras di Jawa Tengah sebesar 4,7 ton gabah per hektar, maka dalam setahun dengan
dua kali masa panen, akan didapat keuntungan uang lebih dari Rp.105 miliyar.[2] Sedangkan dengan
22,5 Megawatt akan ada sekitar 59 ribu rumah yang teraliri listrik dengan daya 450 watt setiap
rumahnya. Waduk Kedung Ombo diperkirakan dapat bertahan selama 150 tahun.
Pembangunan waduk dimulai pada tahun 1981, namun survei, investigasi, dan studi kelayakan telah
dilakukan oleh Proyek Perancangan Pengembangan Sumber-Sumber Air (P3SA) bersama dengan
konsultan Belanda, NEDECO, sejak 1969 hingga 1976. Pembuatan desain waduk dilakukan oleh
Proyek Jratunseluna bersama SMEC (Snowy Mountain Engineering Corporation) dari Australia yang
juga merangkap sebagai kontraktor pada tahun 1976 hingga 1978.
Pembangunan bangunan penunjang dan prasarana telah dimulai sejak 1981. Dimulai dengan
pembuatan jalan masuk ke lokasi bendungan dari Monggot ke Kedung Ombo, kemudian kantor
lapangan untuk investigasi dan pelaksanaan, gedung laboratorium untuk penyimpanan sampel geologi

dan bengkel lapangan, perumahan karyawan, jalan penghubung untuk sarana angkutan material dari
Juwangi ke Kedung Ombo. Pembangunan sarana penunjang ini hingga tahun 1985.
Pembangunan tubuh bangunan beserta bangunan pelimpah, rumah tangga listrik, pipa pesat, menara
pengambilan dilakukan pada September 1984 dan diperkirakan selesai April 1989. Pelaksanaan
pembangunan dilakukan oleh PT Brantas Abipraya dan kontraktor dari Jepang yang ditunjuk oleh
Bank Dunia, Hazama Gumi. PT Barata dan Marushima mendapatkan pekerjaan penyedia an besi pipa
pesat. Sedangkan pengerjaan water control plant ditangani oleh Kubota, Marushima, dan PT Barata.
Pelaksanaan pembanguna pembangkit tenaga listrik dipegang oelh PLN (Perusahaan Listrik Negara).
Sumber pendanaan pembangunan Waduk Kedung Ombo berasal dari Anggaran Pendapatan Belanja
Negara (APBN), pinjaman luar negeri dari Bank Dunia dan Bank Exim Jepang. Pembangunan waduk
ini sebagian besar dari Bank Dunia sebanyak 156 Juta USD[3] atau 74% dari total biaya
pembangunan waduk. Jumlah keseluruhan biaya pembangunan Waduk Kedung Ombo jauh lebih
besar dari anggaran resmi, yaitu sebesar Rp. 280 Milyar.[4]
Tabel 1.1 Proporsi Sumber Dana Pembiyaan Pembangunan Waduk Kedung Ombo
Tahun Anggaran
Dana (Rp.1000)
APBN
(Rp)
EXIM
(Rp)
Bank Dunia (Rp)
Total
1985/1986
15.932.000
5.600.000
21.532.000
1986/1987
7.332.000
7.147.335
14.479.335
1987/1988
270.000
14.747.896
17.936.250
32.954.146
1988/1989
182.748
7.710.779
6.738.258
14.631.785
Total
23.716.748
22.458.675
37.421.843
83.597.266
Sumber : Departemen PU, Dirjen Pengairan, Proyek Pengembangan Wilayah Sungai Jratunseluna,
Proyek Oembangunan Waduk Kedung Ombo, Januari 1988[5]
Munculnya Konflik
Proyek pembangunan Waduk Kedung Ombo yang dibiayai oleh Bank Dunia ini tidak semulus yang
diperkirakan. Pada tahun 1985 mulai terlihat adanya bibit-bibit permasalahan. Masyarakat Kedung
Ombo menolak tawaran ganti rugi pembebasan tanah yang dianggap terlalu rendah. Mereka menolak
kedatangan Tim Pendata dan Tim Pembebasan Tanah.
Pemerintah melakukan berbagai cara agar masyarakat mau menerima besarnya uang ganti rugi dan
bersedia direlokasi ke tempat yang sudah disediakan oleh pemerintah. Bagi masyarakat Kedung
Ombo, pemerintah menyediakan Desa Muko-muko di Bengkulu. Pemerintah melakukan pendataan

secara sepihak. Masyarakat pemilik tanah tidak diikutkan untuk bermusyawarah mengenai besarnya
uang ganti rugi tanah yang ditawarkan pemerintah.
Dalam pertemuan-pertemuan yang diadakan di beberapa Balai Desa dalam rangka memberikan
penjelasan kepada penduduk mengenai rencana pembangunan Waduk Kedung Ombo, penduduk
diminta untuk mengisi daftar hadir. Banyak yang menggunakan cap jempol bagi penduduk yang tidak
dapat menulis dan membaca. Kemudian daftar hadir tersebut dilampirkan dalam sebuah surat yang
menyatakan bahwa penduduk bersedia menerima ganti rugi dan bersedia unutk direlokasi. Padahal,
dalam pertemuan itu tidak disinggung sama sekali mengenai besarnya uang ganti rugi. Pemerintah
juga menakut-nakuti penduduk Kedung Ombo. Bagi pemilik tanah yang tidak mau menerima
besarnya uang ganti rugi akan dikenakan hukuman selama enam bulan penjara.
Masalah mengenai besarnya uang ganti rugi tanah ini tidak ada kejelasan yang pasti dari pemerintah.
Berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 15 tahun 1975 tentang Tata Cara Pembebasan
Tanah Untuk Kepentingan Proyek Pemerintah besarnya uang ganti rugi dilakukan dengan
musyawarah dengan mengikuti harga dasar. Namun, besarnya harga dasar jauh lebih rendah
dibandingkan harga pasar. Penduduk pemilik tanah merasa bahwa tanah mereka memiliki harga yang
lebih tinggi dibandingkan harga yang diajukan oleh pemerintah.
Pada Agustus 1985 muncul Surat Keputusan Gubernur Daerah Tingkat I Jateng yang dijadikan
pedoman penetapan besar ganti rugi tanah, bangunan, tanaman, dan lain sebagainya dalam
pelaksanaan pembebasan tanah di tiga Kabupaten Dati II termasuk Kedung Ombo. Dalam waktu yang
bersamaan, keputusan-keputusan mengenai besarnya uang ganti rugi tersebar dalam bentuk fotokopi
di daerah yang terkena proyek Pembangunan Waduk Kedung Ombo.
Menteri Dalam Negeri Soepardjo Rustam dalam rapat kerja anggota Komisi II DPR RI tanggal 25
November menyebutkan bahwa besarnya uang ganti rugi bagi pembebasan tanah yang terkena proyek
pembangunan waduk sebesar Rp3.000,- per meter persegi.[6] Namun akhirnya mengenai besarnya
uang ganti rugi tanah ini, pemerintah hanya mengacu pada SK Gubernur Kepala Daerah Tingkat I
Jawa Tengah tertanggal 2 Mei 1985 No. 593/135/1987 yang menetapkan besarnya uang ganti rugi
tanah sebesar Rp.700,- per meter persegi.[7]
Bagi penduduk yang tidak menghadiri pertemuan-pertemuan yang diadakan oleh pemerintah dicap
sebagai antek-antek PKI. Hal ini mengacu pada pidato Presiden tentang basis PKI di Gunung
Kemusu. Sehingga mereka mau tidak mau harus menandatangi atau cap jempol surat-surat kesediaan
bertransmigrasi agar predikat antek-antek PKI hilang. Penduduk yang merasa ketakutan ada sebagian
yang lari ke hutan. Namun, ada pula penduduk yang masih bersikeras enggan menerima tawaran
pemerintah.
Tindakan pemerintah yang memaksa, menekan, serta memanipulasi data ini membuat Panduduk
Kedung Ombo menjadi antipati terhadap aparat militer dan pemerintah Indonesia. Mereka tidak
percaya lagi kepada aparat militer dan pemerintah. Mereka yang masih bertahan di area pembangunan
Waduk Kedung Ombo menolak menghadiri pertemuan yang diadakan oleh pemerintah. Mereka matimatian mempertahankan tanah milik mereka. Setiap kali petugas Tim Pembebasan Tanah datang ke
rumah penduduk, tidak dilayani bahkan diusir dari rumah mereka.
Bagi penduduk yang masih terus menolak relokasi, KTP baru mereka dibubuhi cap eks PKI.[8]
Predikat eks PKI ini begitu menakutkan bagi penduduk, karenanya mereka tidak dapat mencari
pekerjaan, hilangnya hak-hak sebagai warga negara dan terkucilnya dari pergaulan masyarakat. Hal
ini menyebabkan larinya 25 penduduk Desa Kemusu Ke hutan. Akibat adanya kejadian tersebut,
akhirnya banyak masyarakat yang simpati terhadap korban pembangunan Waduk Kedung Ombo ini.
LSM-LSM mulai berdatangan mengadakan pendampingan kepada penduduk. Beberapa tokoh
masyarakat Kedung Ombo pergi ke Kota meminta bantuan ke beberapa lembaga seperti LBH
Yogyakarta, YLBHI Jakarta, BKPH MKGR Golkar, GPS dan lainnya. Mereka dibiayai oleh
masyarakat yang secara sukarela mengumpulkan uang. Beberapa aktivis LSM yang dianggap menjadi
sebab terjadinya pembangkangan mendapat panggilan dari aparat militer yang menganggap bahwa
mereka melawan pemerintah. Secara beangsur-angsur mereka mundur dari Kedung Ombo.
Permasalahn Kedung Ombo semakin ramai ketika terbongkar kasus manipulasi uang ganti rugi oleh
aparat desa. Orang-orang yang memiliki hubungan kerabat yang cukup dekat dengan pamong desa
mendapatkan ganti rugi yang lebih besar meski tanah mereka memiliki luas yang sama.[9] Selain itu,
aparat desa juga seringkali mengubah nama pemilik tanah yang sudah mendapatkan ganti rugi

sehingga mereka mendapatkan ganti rugi dua kali lipat. Hal ini menyebabkan Tim Pembebasan Tanah
menarik kembali uang ganti rugi karena kesalahan teknis.
Hingga tahun 1988 penduduk masih bersikukuh untuk menolak menerima uang ganti rugi dan
direlokasi. Untuk itu Menteri PU, Radinal Mochtar, memberikan instruksi agar pembebasan tanah
dapat diselesaikan tanpa menghambat pembangunan demi kredibilitas bangsa.[10] Pernyataan menteri
PU tersebut mendapat tanggapan dari Gubernur Jateng HM Ismail dan Panglaksusda Jateng DIY
Mayjen TNI Setiyana.[11]
Target penyelesaian pembebasan tanah penduduk tersebut berkaitan dengan dana pinjaman dari Bank
Exim Jepang yang akan membekukan dana pinjamannya apabila tidak dapat menyelesaikan
pembangunan waduk pada akhir Maret 1988. Pihak pelaksana pembangunan pun melakukan hal yang
sama. Penduduk diberi kesempatan untuk mengambil ganti rugi hingga akhir Maret 1988.[12]
Meski masih banyak ketidakberesan dan masalah, namun pemerintah Kabupaten Boyolali
menganggap masalah ini sudah tuntas. Pada bulan November 1988, pihak Proyek Pembangunan
Waduk Kedung Ombo mengeluarkan pemberitahuan nomor 1348/UM/KDO/XI/88[13] yang
menghimbau agar penduduk yang berada diareal batas patok kuning dan kuning strip merah agar
segera meninggalkan lokasi paling lambat November 1988. Hal ini dimaksudkan karena akan
diresmikan penggenangan pada tanggal 12 Januari 1988.
Komisi A DPRD Tingkat I Jateng melakukan kunjungan kerja ke lokasi proyek pada tanggal 14
Desember 1988. Mereka menemukan 941 KK yang masih bertahan di area pembangunan Waduk
Kedung Ombo.[14] Mereka kemudian menginstruksikan agar didirikan pos-pos terpadu dan barakbarak penampungan. Hal tersebut ditanggapi oleh Makodim Botolali yang membentuk Satuan Tugas
Pengamanan 0724.
Hari peresmian penggenangan diundur dua hari menjadi 14 Januari 1989. Penduduk di daerah
genangan bersorak gembira. Mereka menganggap bahwa peresmian penggenangan akan dilakukan
setelah masalah ganti rugi selesai. Tapi harapan itu sia-sia. Menteri PU Radinal Mochtar, didampingi
Gubernur Jateng HM Ismail, Ketua DPRD Jateng Ir. Soekohardjo, Ketua Komis V DPR RI, dan tiga
bupati yang daerahnya terkena proyek meresmikan penggenangan pada pukul 09.55 tanggal 14
Januari 1989.[15]
Dalam waktu seminggu setelah penutupan pintu Waduk, ketinggian air mencapai elevasi 57,20 meter.
Genangan air telah menenggelamkan Sejumlah Desa di Kelurahan Wonoharjo seperti Dukuh Kedung
Uter, Kedung Lele, Jetis dan Ceremai. Akhirnya penduduk beramai-ramai pindah mencari tempat
yang lebih tinggi. [16] Penduduk bekerja bakti menyelamatkan harta dan barang-barang mereka.
Dengan cara bergotong royong kaum lelaki membongkari rumah-rumah mereka yang kemudian
dibangun kembali menjadi rumah darurat di tanah yang lebih tinggi. Mereka juga membuat rakit-rakit
untuk transportasi dari daratan yang satu ke daratan yang lainnya.
Ketika elevasi air mencapai 76, 23 meter, penduduk yang masih berada di genangan sekitar 17.86 KK.
[17] Mereka bergeser ke dataran yang lebih tinggi, banyak rumah yang tenggelam, banyak pula anak
usia sekolah yang tidak dapat bersekolah[18] karena gedung-gedung sekolah banyak yang tenggelam.
Kesulitan lain yang dihadapi adalah kurangnya air bersih untuk makan dan minum. Untuk memenuhi
kebutuhan sehari-hari mereka, mereka harus berjalan berpuluh-puluh kilometer menuju Pasar Legi,
Solo. Ketika melewati Pos Penjagaan, petugas sengaja berlama-lama memeriksa dan membongkar isi
bawaan.
Sebagian besar penduduk masih bertahan di daerah genangan. Hingga 23 Maret 1989, dari 5.269 KK
yang berada di lokasi genangan Waduk Kedung Ombo ada sekitar 27% penduduk yang masih
bertahan di elevasi 81 meter hingga 95 meter. Dapat dilihat di Tabel 1.2 dan Tabel 1.3.
Tabel 1.2 Jumlah KK dan Arah Perpindahan Penduduk sampai dengan 23 Maret 1989
Kecamatan
Jumlah KK yang harus pindah
Jumlah KK yang pindah ke luar wilayah genangan
Ke sekitar waduk
Transmigrasi
Ke wilayah lain
Ke Kayen
Jumlah
KK

%
Kec. Kemusu

1. Wonoharjo
185
144
14
27
185
100,00
2. Nglanji
717
180
76
232
6
494
68,90
3. Kemusu
621
244
9
19
272
43,80
4. Genengsari
606
224
71
71
13
379
62,54
5. Ngrakum
482
51
11
28
12
102
21,16
6. Watugede
27
21
-

21
77,78
7. Klewor
218
62
2
12
76
34,86
8. Bawu
124
33
10
8
51
41,13
9. Sarimulyo
26
24
24
92,31
sub total
3006
983
193
397
31
1604
53,36
Kec. Miri
1516
1234
57
220
1511
99,67
Kec. Sumberlawang
619
410
102
107
619
100,00
Kec. Geyer
127
66
48
13

127
100,00
Total Wilayah
5268
2693
400
737
31
3861
73,29
Sumber : LPU UKSW, Laporan Perkembangan Resettlement Penduduk Waduk Kedung Ombo[19]
Bagi penduduk yang melakukan penggeseran tempat tinggal, mereka nerusaha sedekat mungkin
dengan daerah tempat tinggal mereka. Sehingga di daerah sekitar sabuk hijau bermunculan
pemukiman-pemukiman baru.
Tabel 1.3 Jumlah KK yang Tidak Bersedia Menerima Ganti Rugi Uang sampai dengan 23 Maret
1989
Kecamatan/Desa
Jumlah KK harus keluar wilayah genangan
Jumlah KK yang belum keluar yang dari wilayah genangan
Jumlah
%
yang belum bersedia menerima ganti rugi
jumlah
%
Kec. Kemusu

1. Wonoharjo
185
0
0,00
0
0,00
2. Nglanji
717
223
31,10
149
20,78
3. Kemusu
621
349
56,20
147
23,67
4. Genengsari
606
227
37,46
48

7,92
5. Ngrakum
482
380
78,84
252
52,28
6. Watugede
27
6
22,22
0
0,00
7. Klewor
218
142
65,14
49
22,48
8. Bawu
124
73
58,87
24
19,35
9. Sarimulyo
26
2
7,69
0
0,00
Subtotal
3006
1402
46,64
669
22,26
Kecamatan lain diwilayah Kab. Sragen dan Grobogan
2262
5
0,22
0
0,00
total
5268
1407
26,71
669
12,70
Sumber : LPU UKSW. Laporan Perkembangan Resettlement Penduduk Waduk Kedung Ombo[20]
Di Kecamatan Kemusu dimana terdapat sebagian besar penduduk Kedung Ombo masih terdapat 669
KK dari 5.268 KK yang masih belum mau menerima ganti rugi. Sedangkan di kecamatan lainnya
sudah bersedia menerima ganti rugi.
Tidak berapa lama setelah peresmian penggenangan dan diberlakukannya Kedung Ombo sebagai
wilayah yang tertutup, banyak berbagai kelompok yang ingin mendampingi dan membantu penduduk

Kedung Ombo. Kelompok-kelompok ini yaitu Mahasiswa yang tergabung dalam KSKPKO
(Kelompok Solidaritas Korban Pembangunan Kedung Ombo), kelompok Romo YM. Mangunwijaya,
dan kelompok LSM.
Aksi solidaritas KSKPKO dilakukan di tiga kota, Jakarta, Semarang, dan di Desa Gedung Cumpleng
pada tanggal 6 Februari 1989.[21] Sealin itu, mereka mengirimkan surat pernyataan kepada Ketua
DPR/MPR Kharis Suhud yang ditembuskan kepada Presiden, Menko Polkam, Mendagri, Mentri PU,
Lembaga kemahasiswaan diseluruh Indonesia, dan media massa. Aksi mereka ini berhasil menyita
perhatian publik. Berita mengenai Kedung Ombo menjadi headline-headline berbagai surat kabar
lokal dan nasional.
Di Jakarta, sebagian mahasiswa berdemo di depan kantor Depdagri dan berkeinginan menemui
Menteri Rudini, namun Menteri Rudini tidak ada di tempat. Sehingga perwakilan mahasiswa diterima
oleh Sekjen Depdagri, Nugroho. Di Semarang, mereka diterima oleh Wakil Ketua DPRD Kol. Artileri
Mardjuki. Dan mahasiswa yang berasal dari Salatiga, Jogja , dan Semarang mendatangi Desa Kedung
Cemplung yang sudah tergenang sebatas dada.[22]
Keterlibatan Romo YB Mangunwijaya bermula ketika beberapa penduduk Kedung Ombo mendatangi
Mangkunegaran. Mangkunegaran yang iba melihat keadaan penduduk Kedung Ombo menghubungi
Romo Mangan. Ajakan itu disambut baik oelh Romo Mangun, dengan persyaratan hanya akan
menolong anak-anak saja yang diperkirakan berjumlah sekitar 3500 orang. [23]
Niat baik Romo Mangun diartikan sebagai manuver politik yang ingin dijalankan olehnya. Namun,
Romo Mangun tidak memepedulikan issu tersebut dan membantahnya. [24] Ajakan Romo Mangun ini
mendapat tanggapan yang positif dari masyarakat. Banyak yang membantu melalui kelompok Romo
Mangun ini. Bahkan di Pos Yayasan Palamarta Indonesia di Mangkunegaran Solo terkumpul tujuh ton
beras, satu ton gula pasir, dan 12 pak pakaian.[25]
Namun, niat baik Romo Mangun harus berhadapan dengan birokrasi pemerintah. Gubernur Jateng
HM Ismail tidak mengijinkan Romo Mangun Cs pergi ke Kedung Ombo.[26] Berita penolakan ini
mencuat di media massa. Kemudian di bantu oleh mahhasiswa secara sembunyi-sembunyi
menyalurkan bantuan tersebut ke daerah genangan. Masalah Kedung Ombo semakin menjadi masalah
besar akibat penolakan kelompok Romo Mangun membantu anak-anak Kedung Ombo.
LSM yang bergerak dibidang hukum seperti YLBHI, GPS dan LBH terus mencoba mendampingi
penduduk Kedung Ombo. Peranan LSM yang paling menonjol adalah dari INGI. Sebuah kelompok
LSM yang merupakan forum komunikasi LSM di Indonesia dan LSM luar negeri. Dalam
konferensinya yang ke V di Niewport Belgia tanggal 24-26 April 1989 mengangkat kasus Kedung
Ombo sebagai salah satu agenda pembahasan. Sehingga praktis, masalah Kedung Ombo menjadi
masalah internasional. Dalam konferensi tersebut dihasilkan sebuah Aide Memoire yang berisi lima
belas rekomendasi untuk IGGI dan Bank Dunia. Surat INGI ke Bank Dunia berhasil membuat Bank
Dunia menekan pemerintah untuk menyelesaikan permasalahn ganti rugi tanah dengan sebaikbaiknya.
Media massa memiliki andil yang cukup besar dalam mengangkat kasus Kedung Ombo ke
permukaan. Media massa juga memuat pernyataan-pernyataan para tokoh masyarakat sehubungan
dengan Kasus Kedung Ombo. Namun, peranan media massa menjadi terbatas ketika ada larangan
resmi untuk memuat pemberitaan mengenai Kedung Ombo. Wartawan juga tidak bebas untuk keluar
masuk daerah genangan.
C. Penyelesaian Konflik
Pemberitaan media massa yang cukup gencar tentang pembangunan Waduk Kedung Ombo telah
mencoreng wajah pemerintah Indonesia, baik di mata rakyatnya sendiri atau di mata dunia
internasional. Apalagi setelah niat bakti sosial Romo YB Mangunwijaya yang ditolak oleh Guberner
Jateng memperoleh simpati nasional.
Pemerintah pada awalnya bersikap kaku dan keras serta berpegang teguh pada aturan ganti rugi dan
alternatif bertransmigrasi yang telah ditetapkan. Presiden Suharto sendiri telah menyatakan sikap
untuk melarang orang-orang yang berniat untuk membantu penduduk yang masih bertahan di daerah
genangan Waduk Kedung Ombo.
Namun dengan munculnya tekanan dari berbagai pihak, membuat para pejabat baik ditingkat pusat
maupun daerah mencoba mencari informasi secara langsung ke daerah genangan. Pemerintah juga
terpaksa membuat kebijakan lain seperti melipatduakan tanah penduduk yang telah pindah ke Kayen.
Gubernur Jateng HM Ismmail kemudian terpaksa tawar menawar dengan Kelompok Delapan untuk

menenpati tanah-tanah yang berada di kawasan Perhutani kepada penduduk yang masih bertahan di
daerah genangan.[27]
Dikabulkannya sebagian tuntutan rakyat Kedung Ombo dianggap sebagai sebuah prestasi dan
kemenangan dari perjuangan rakyat kecil. Hal tersebut dikarenakan berhasilnya upaya-upaya yang
dilakukan berbagai pihak untuk mengangkat permasalahan Kedung Ombo ke permukaan akhirnya
memaksa pemerintah untuk tidak memaksa seluruh penduduk Kedung Ombo bertransmigrasi ke luar
Jawa.
Dengan diberikannya tanah Perhutani kepada sebagian penduduk, pemerintah telah melegitimasi
alasan telah terselesainya permasalahan di Kedung Ombo. Setelah tidak ada lagi permasalahan ganti
rugi tanah, penduduk Kedung Ombo mengadakan syukuran di daerah genangan waduk pada 28 April
1989.[28] Perpindahan ke Kedung Lele dilakukan segera setelah terjadinya kesepakatan. Masingmasing KK mendapatkan tanah seluas 1000 m2 dari tanah perhutani bagi 600 KK.[29] Meski
permasalahn Kedung Ombo sudah tuntas, masih ada 164 KK yang masih bertahan di daerah
genangan yang masih membutuhkan penyelesaian. Tidak ada penjelasan mengenai jalan keluar bagi
164 KK yang masih bertahan di daerah genangan.[30]
Penyelesaian pembebasan tanah ini telah selesai pada tahun 2002. Penduduk Kedung Ombo
menyerehkan permasalahan ini kepada LBH Semarang. Dengan bantuan LBH Semarang, pada tahun
2002 akhirnya masalah ganti rudi tanah di Kedung Ombo terselesaikan dengan dikeluarkannya SK
Menhut No. 174/Menhut/VII tahun 2002 yang berisi relokasi warga Kedung Ombo oleh PT Perhutani
ke tanah Perhutani.
DAFTAR PUSTAKA
Buku dan Artikel
Karmono, S.H. Pelasanaan Pemberian Ganti Rugi Dalam Rangka Pengadaan Tanah Untuk Proyek
Pembangunan Waduk Kedung Ombo Di Wilayah Kabupaten Boyolali (Tesis). UNDIP. 13 Desember
2005
Hatta, H. Mohammad. Ganti Rugi Pembebasan Tanah Untuk Kepentingan Proyek Pemerintah (Studi
Kasus Proyek Irigasi Kedung Ombo Jawa Tengah). Tesis UNDIP. 2002
Stanley, Adi Prasetya. Seputar Kedung Ombo. ELSAM : Jakarta. 1994
Dokumen
Document of The World Bank. LN. 2543 IND. Report No. 5436a IND. Staff Appraisal Report
Kedung Ombo Multipurpose Dam and Irrigation Project. 24 April 1985
Document of The World Bank. LN. 2543 IND. Report No. P-4043-IND. Report and Recomendation
of The President of The International Bank for Reconstruction and Development to The Executive
Directors on A Proposed Loan in an Amount Equivalent to US$156 Million to The Republic Of
Indonesia for The Kedung Ombo Multipurpose Dam and Irrigation Project. 24 April 1985
Document of The World Bank. Report No. 14636. Project Completion Report Indonesia Kedung
Ombo Multipurpose Dam and Irrigation Project (LOAN 2543-IND). 19 Juni 1995
Kronologi Waduk Kedung Ombo. LBH Semarang
Berita Acara Pengadilan. Pengadilan Negeri Semarang 20 Desember 1990 No.
117/Pdt/G/1990/PN.Semarang
Koran
Kedaulatan Rakyat, 1987 - Februari 1990
Kompas, 1987 - 1989
Suara Merdeka, 1986 - Februari 1990
Solo Pos, 2002

Anda mungkin juga menyukai