Anda di halaman 1dari 9

(Seni Ukir Purba dari Karst Maros)

1. Leang Bulu Bettue, Maros, Sulawesi Selatan, menyimpan banyak peninggalan purbakala, antara lain
dua temuan seni ukir kecil bergambar anoa dan matahari dengan perkiraan antara 14.000-26.000
tahun lalu.
2. Kedua temuan fragmen figuratif di Goa Bulu Bettue ini adalah yang pertama dari zaman pleistosen
di seluruh Asia Tenggara dan Australia.
3. Ukiran figuratif dari fragmen dan lukisan goa yang menampilkan anoa ini, juga membuktikan kisah
spesies di ambang kepunahan. Di goa lain menemukan gambar seperti babi rusa, juga fauna
endemik Sulawesi langka dan dilindungi.
4. Budianto Hakim, arkeolog Balai Arkeologi Makassar mengatakan, temuan fragmen dengan ukiran
figuratif ini, bukti manusia yang hidup masa itu sudah memiliki perangkat sosial yang mulai
kompleks.

Pada 2017 dan 2018, beberapa arkeolog melakukan penggalian di Leang Bulu Bettue, Maros,
Sulawesi Selatan di kawasan yang membentang pegunungan karst sekitar 44.000 hektar. Tempat
gemuruh aliran air raksasa dari bawah tanah. Juga kawasan penuh misteri ilmu pengetahuan, dianggap
sebagai kotak pandora dalam merunut asal usul manusia di Sulawesi.

Di Leang Bulu Bettue, tak jauh dari jalan utama desa menuju Kompleks Taman Pra Sejarah Leang-
leang, goa ini menghadap ke laut. Para arkeolog terkesima menemukan dua fragmen ukir yang
mengagumkan. Bermula pada 2017, temuan pertama berupa batu kecil berukuran kecil dari telapak
tangan dengan ukiran figuratif berbentuk binatang anoa. Pada 2018, ada temuan fragmen batu dengan
ukiran figuratif mirip matahari.

Fragmen itu tersingkap pada kedalaman 90-110 cm dari permukaan. Oleh para peneliti disebut
lapisan 4A. Keduanya ditemukan pada kotak ekskavasi berbeda, namun dalam lapisan sama. Lapisan ini
kemudian memperoleh penanggalan antara 14.000-26.000 tahun lalu.

Saat dua fragmen itu diterbangkan ke Universitas Griffith di Brisbane, Australia, seorang peneliti
seni dekoratif prasejarah kemudian gunakan metode pencahayan dengan teknologi mutakhir dalam
laboratorium, menemukan figur yang muncul anoa yang menyamping. Memperlihatkan tanduk,
moncong, dan pipi. Hasil temuan itu membuat semua peneliti bernapas lega.

Temuan satu lagi, berbentuk matahari. Awalnya ragu, karena usia temuan di lapisan tua, dianggap
sebagai artefak yang menyusup. Ketika para arkeolog meneliti setiap lapisan tanah dengan seksama,
mereka menemukan kesimpulan, fragmen itu dari lapisan sama gambar anoa.

(Penggalian di Goa Bulu Betue, Maros. Foto: dokumentasi Universitas Griffiht, Australia)
(Lukisan figur babirusa di Leang Pettae, Maros)
(Fosil pecahan gigi dari gajah yang sudah punah, digali dari Leang Burung 2)

Peneliti beruntung memiliki metode pengukuran usia yang belum ada di era Glover, tapi usia
dari lapisan yang paling bawah masih sulit untuk diketahui.

Usaha terbaik kami menunjukkan bahwa tanah liat Glover di bagian atas berusia lebih dari
35.000 tahun, sedangkan lempung coklat sekitar 50.000 tahun—dan kami masih belum mencapai titik
dasar.

Penduduk awal menggunakan peralatan seperti yang dibuat 200.000 tahun lalu di Sulawesi,
sehingga artefak yang paling dalam mungkin berhubungan dengan kultur pembuat alat yang paling tua
di pulau ini.
Bori Kalimbuang terletak di Desa Sesean, Toraja Utara. Di sini Anda akan menikmati koleksi
menhir yang berdiri dengan rapi dan menawan untuk dilihat. Meski jaraknya tidak terlalu jauh dari pusat
ibu kota Toraja Utara, tempat ini terbilang tidak terlalu ramai untuk dikunjungi wisatawan.

Bori Kalimbuang adalah tempat Menhir kuno. Ada sekitar 102 menhir yang berdiri kokoh dengan
megah. Semua ukuran komposisi dan penempatan yang berbeda ini terlihat sangat indah dan indah. Ada
24 batu ukuran besar, 24 batu ukuran sedang dan 54 lainnya berukuran kecil.

Setiap menhir di tempat ini memiliki nilai yang sama meskipun ukurannya berbeda-beda.
Perbedaan dari masing-masing menhir terjadi karena keadaan pada saat pembuatan atau pengambilan
batu bangunan. Adanya proseso Megalit (tanda utama keberadaan tradisi megalitik, tradisi yang muncul
di beberapa tempat di bumi) atau Batu Simbuang ini hanya dilaksanakan pada saat ada tokoh
masyarakat yang meninggal dan upacara dilaksanakan di tingkat Rapasan Sapurandanan (kerbau yang
disembelih minimal 24 ekor jantan).

Situs megalit ini merupakan satu dari sembilan situs yang telah digolongkan sebagai objek wisata
warisan budaya dunia UNESCO di Toraja Utara. Pembangunan Tongkonan Rante Kalimbuang dilakukan
dengan lima komponen utama yaitu Tongkonan Tokeran Gandang, Tongkonan Lumika, Tongkonan Lolok
Batu, Tongkonan Ne 'Lame dan Tongkonan dari kayu.
Di wilayah Kabupaten Barru, kebanyakan menhir yang ditemukan difungsikan sebagai batu
nisan, ketinggian menhir nisan di Barru juga berbeda-beda, semakin tinggi sebuah menhir pada makam,
maka semakin tinggi pula status sosial orang yang dimakamkan pada makam tersebut. Biasanya menhir
di Barru banyak ditemukan pada pemakaman-pemakaman tua, salah satunya yang cukup terkenal yaitu
situs Kompleks Makam Megalitik Sumpang Ralla, Tanete Riaja.

(Menhir yang difungsikan sebagai tempat menambatkan bendera Kerajaan Tanete di Kompleks Makam
Petta Pallase-lase’e di Bungi, Tanete Rilau)

(Menhir yang difungsikan sebagai nisan pada situs Makam Megalitik Sumpang Ralla, Tanete Riaja)
(Menhir berukir berfungsi sebagai nisan di Kompleks Makam Raja-raja Nepo, Mallusetasi)
Dolmen adalah meja batu tempat meletakkan sesaji yang dipersembahkan kepada roh nenek
moyang. Biasanya dolmen terdapat di tempat-tempat yang dikeramatkan seperti sungai, di bawah
pohon, mulut gua, dan sebagainya.

(Dolmen yang ditemukan di Pange, Kec. Pujananting, Kab. Barru)

Lumpang batu merupakan batu yang memiliki lubang. Lumpang batu berfungsi sebagai alat
untuk menumbuk padi, kopi, ramuan, ataupun bahan olahan lainnya. Alu adalah alat penumbuknya
yang terbuat dari kayu atau batu dengan bentuk yang agak panjang dan lonjong.
Sisa tembok yang merupakan bekas benteng ini menjadi ikon bagi Sanrobone. Kemudian
terdapat juga rumah adat Baruga, menurut keterangan Warga setempat rumah adat tersebut digunakan
menyambut tamu penting. Benteng Sanrobone ini memang terlihat kokoh, namun ternyata robohnya
juga ketika meriam Belanda menjadikannya sasaran. Dimana keruntuhan benteng ini terjadi ketika
Kerajaan Gowa kalah dari VOC di tahun 1667.

Benteng Sanrobone runtuh bersamaan dengan benteng Opu serta bebrapa benteng lainnya.
Perataan benteng ini dilakukan oleh Cornelis Speelman yang merupakan Jenderal pasukan VOC di
perang Makassar. Terdapat 14 benteng yang menjadi bagian dari kerajaan Gowa dan Tallo. Dan benteng
yang masih utuh adalah Benteng Pannyua. Dan kompleks benteng ini semakin hancur berkat masa
pemberontakan DI/TII.

Dimana pada tahun 1956, kerajaan dibakar oleh pemberontak. Semuanya dipicu karena Raja
Sanrobone yang ke 23 yaitu Mallombasi Daeng Kilo, lebih memihak pada NKRI. Akibat peristiwa
tersebut, semua catatan sejarah juga barang kerajaan ludes tak tersisa. Menyisakan tungku besar yang
dibuat dari batu bata dan juga tingan pemancing untuk upacara. Hanya itu saja yang tersisa, mungkin
anda bisa membayangkan sekilas kejadian masa itu.

Anda mungkin juga menyukai