Anda di halaman 1dari 142

JIJ,

INDONESIA
D!TERB!TKAN OLEH !K/\TANAHL!ARKEOLOG! INDONESIA (!AA!)
JURNALARKEOLOGI INDONESIA

Diterbitkan oleh Ikatan Ahli Arkeologi Indonesia


(IAAI)

Nomor 1, Juli 1992


Nomor 2, Maret 1996
Nomor 3, September 2005
Nomor 4, Juni 2008

@ Ikatan Ahli Arkeologi Indonesia

ISSN 0854-1434
PENGANTAR

Jurnal Arkeologi Indonesia Nomor 4 terbit dalam ketergesaan . Makalah-


makalah yang sernula diharapkan merupakan merupakan karya para arkeolog
dari kedelapan komda tidak dapat tercapai . Hanya sate komda yang
memberikan respon, yaitu Komda Jabar dan Banten, ketika Pengurus Pusat
IAAI menayangkan surat permintaan makalah untuk diterbitkan di dalam
jurnal MI .
Mendekati "dead line" dalam proses pencetakan, redaksi menghubungi
para anggota IAAI untuk berpartisipasi dalam mengisi penerhitan jurnal ini .
Sambil bernafas lega, akhirnya terkumpulah makalah-makalah dari para
arkeolog penyelamat itu . Redaksi sangat berterirna kasih kepada mereka .
Keragaman topik yang diketengahkan di dalam Jurnal Arkeologi Indo-
nesia Nomor 4 ini dapat dipandang sebagai kerayaan perhatian para arkeolog
Indonesia . Meskipun tampak para pemakalah itu didominasi oleh para
arkeolog dari Komda DKI, tidak ada maksud dari redaksi untuk bersikap
tidak adil kepada anggota lain . Pengalarnan yang dapat dipetik dari sini adalah
bahwa sebagian dari kita masih bersikap "acuh tak acute" dalam berorganisasi .
Apa pun kondisinya, semoga pembahasan berbagai topik di dalam jurnal
in[ dapat memberikan sumbangan untuk para anggota . Selamat membaca .

Jakarta, Juni 2008


Redaksi

Vi
DAFTAR ISI

Kata Pengantar
Daftar Isi
Drs . Lutfi Yondri, M . Hum .
Bate Kendan dan Manusia Prasejarah di Tepian Danau 1
Bandung Purba
KarinaArifin
Analisis Scanning Electron Microscope untuk Menentukan 14
hempat Asal Bahan Tembikar : Sites-sites di Hulu Sungai
Birang sebagai Contoh Kasus
Irmawati M . Johan dan Ninie Susanti Y
Makanan & Penampilan dan Strategi Politik pada 27
Masyarakat Jawa Kuno
Sugeng Riyanto
Pengelolaan Informasi di Taman Wisata Candi Prambanan 36
Kajian Tentang Keterkaitannya dengan Peningkatan
Apresiasi Masyarakat terhadap Benda Cagar Budaya
Bagyo Prasetyo
Kompleks Megalitik Grujugan, Bondowoso, Jawa Timur : 54
Persebaran dan Wilayah Pemintakatan
Dedah R . Sri Handari
Pentingnya Pemasaran Dalarn Meningkatkan Pelayanan 65
Publik Museum
W. Djuwita Ramelan
Penanganan Benda Cagar Budaya dalam Perspektif Hukum 72
Nusi Lisabilla E .
Penerapan Kaidah Sad Angga Pada Arca Prajnaparamita 94
Koleksi Museum Nasional
Retno Raswaty
Taman Arkeologi Onrust : Museum Situs Berkonsep New 100
Museology ?

Vii
Jurnal : lrkeo/ogi Indonesia, Nomor d Juni 2008

Kata kunci : alat hatu, batu kendan, ohsidain, prasejarah, manusia,


danau bandung purha

Pendahulan
Kendan, entali sejak kapan nama itu ada dalam lintas sejarah dan budaya
di Jawa Barat, khususnya bagi masyarakat yang mendiami kawasan Danau
Bandung Purba, tidak ada pertanggalannya yang pasti . Nama fill begitu popu-
lar ketika kita menyibak kembali masa klasik Sunda . Pada masa itu pernah
berlangsung satu institusi kerajaan yang bernama Kerajaan Kendan . Konon
wilayah fill dahulunya merupakan daerah yang diberikan oleh Sri Maharaja
Suryawarman kepada Resi Guru Manikmaya dengan segala kelengkapannya .
DI wilayah itulah Sang Resi kemudIan diangkat sebagai pemegang kekuasaan
"ratu" dan merupakan bagian dari wilayah kekuasaan Tarumanagara . Akan
tetapi dalam kaitannya dengan budaya prasejarah yang pernah berlangsung
di kawasan tepian Danau Bandung Purba, nama itu tidak pernah dilupakan
oleh para ahli (peneliti) karena mayoritas peralatan batu yang dipakai oleh
manusia pada masa itu terbuat dari balian batu obsidian yang oleh masyarakat
setempat disebut sebagai Batu Kendan .
Batu kendan (obsidian) berdasarkan proses terbentuknya termasuk
dalam kelompok batuan beku Iuar (extrusive igneuos rock), yaitu batuan
yang terjadi karena pembekuan magma yang terjadi karena proses pendingan
yang sangat cepat dari magma yang keluar kepermukaan bumf . Batu Kendan
termasuk dalam kelompok batuan rhvolite yaitu batuan beku yang bersifat
asam dengan kandungan silika lebih dari 66%, kandungan kuarsa minimal
10% . dan juga kandungan orthoclase (photasium feldspar) yang minimal
berjumlah seperdelapan dari total feldspar. Kelompok batuan rh. vohie fill
merupakan batuan aliran dari granityang berteksturaphaniticyaitu memiliki
hutiran mineral yang sangat halus dan kenampakan mineral yang sejajar
sate dengan yang lainnya (Soetoto, 1986 : 28-37) .
Batu Kendan secara petrografi memiliki ciri pecahannyamemperlihatkan
gelombang yang melengkung di permukaan atau bersifat concodial, memiliki
warna cerah dan berkilap kaca (vitreous luster), pada umumnya merupakan
batuan masif, dan bertekstur gelas (galssy) . Pada obsiadian yang berwarna
hitam terdapat kandungan magnetite (Fe 2 0) dan mineral lain berwarna hitam .
Sementara itu pada batuan batu Kendan berwarna kuning, merah, dan coklat
terdapat kandungan magnetite dan hematit (FeO
;) berwarna merah (Pearl,
Batu Kendan chin Manusia Priseliarah th 7epian Danau Bandun,' Purba

1980 : 67) . Adanya kandungan silika yang besar itu menyebabkan batu Kendan
itu mempunyai sifat keras yang memudahkan penyerpihan dan dapat
menghasilkan sudut pecahan yang tajam (Oakley, 1968 :28-29) . Sifat-sifat
batuan batu Kendan yang demikianlah yang tampaknya menjadikan batuan
tersebut menjadi pilihan dan dianggap sangat balk untuk dijadikan peralatan
hidup manusia di masa lalu .
Artefak batu kendan di di tepian Danau Bandung Purba, antara lain
pernah diteliti oleh A .C . de Jong dan G.H .R . von Koenigswald (1930 -
1935) . J . Krebs (1932-1933), Stein Callenfels (1934), van der Hoop (1938),
Erdbrink (1942), W . Rothpleti dan W. Mohler (1942-1945), von Heine Geldern
(1945),J . Bandi (1951), van Heekeren (1972), dan tim dari Pusat Penelitian
Arkeolo`gi Nasional (1978) yang melakukan penelitian di daerah Cililin dengan
temuan berupa alat-alat serpih berbahan batu kendan dan beberapa alat
serpih yang terbuat dari bahan lain seperti batukuarsa . batLiapi, clan
batugamping . Lokasi-lokasi temuan artefak batu kendan pada penelitian
tersebut antara lain Padalarang, Dago, Lembang, Cicalengka, Banjaran,
Sorcang, dan Cililin (Heekeren, 1972, Pantjawati 1988) . Sementara itu, dari
hasil penelitian yang telah dilakukan terakhir, telah diperoleh beberapa lokasi-
lokasi temuan barn yang sebelumnya belum terlacak, seperti Gua Pawon,
kawasan perbukitan kawasan Ujung Berung, Cinunuk, dan Cileunyi (Yondri,
2003, 2004, Laili, 2005) . Distribusi persebaran temuan alat-alat obsidian
tersebut ditepian Danau Bandung Purba, dapat digambarkan sebagai berikut :

I t''.Te GA4'll •F
a ncsi TF .V*;!1. !

Denah Perseborin lokasi temuan alas obsidian di tepian Datum Banding Purba

3
Jurnal Jrkeologi Indonesia, Nomor 4 Juni 2008

Kelompok Manusia Tertua Pemakai Batu Kendan


Hampir beberapa dekade larnanya, pengetahuan tentang manusia
pendukung budaya batu Kendan yang ditemukan di tepian Danau Bandung
Purba tidak dapat terungkap . Melihat data tentang persebaran sites
pengandung artefak bate Kendan, keletakannya di tepian Danau Bandung
Purba barn dapat diperkirakan tentang bentuk pemukiman dari kehidupan
manusia pendukung budaya batu Kendan . Sebaran sites umumnya
menempati daerah terbuka di lereng-lereng perbukitan dengan ketinggian
rata-rata sekitar 723 m diatas permukaan laut . Bentuk hunian terbuka Ml
senada dengan pendapat yang dikemukakan oleh R .P Soejono yang
manyatakan bahwa kecuali bertempat tinggal di gua-gua, ada juga kelompok
manusia yang bertempat t1nggaI di tepi pantai (Soejono, 1984 : 125) .
Mungkin yang dimaksud dl tepi pantai di sini tidak terbatas pada lokasi-
lokasi yang bersisian dengan laut, dalam hal i111 juga termasuk daerah-daerah
yang dekat dengan lokasi sumber air seperti danau dan sungai . Hidup mereka
pada scat itu masih sepenuhnya tergantung kepada alarna lingkungannya .
Mereka hidup berburu binatang di dalam hutan, menangkap ikan, mencari
kerang clan siput, dan mengumpulkan makanan dari alam di sekitarnya,
misalnya umbi-umbian seperti keladi . Kecenderungan mere lih hidup di gua-
gua atau di gua-gua payung pada masa itu diperkirakan dilakukan secar
tidak tetap, demikian pula dengan cara hidup di tempat-tempat terbuka di
pinggir-pinggir pantai . Tempat-tempat tersebut mereka tempat selarna di
daerah sekitarnya terdapat sumber-sumber hidup yangmencukupi kebutuhan
mereka . Tempat tersebut kemudian akan ditinggalkan dan mereka akan
berpindah ke tempat yang barn, apabila ditempat yang pertarna tadi tidak
memungkinkan karena bahan-bahan makanan sudah makin berkurang
(Soejono, 1984 :156) .
Berdasarkan penafsiran pola kehidupan masyarakat pada tingkat budaya
yang dernikian, maka sebaran sites pengandung artefak bate Kendan di tepian
Danau Bandung Purba dapat mencerminkan tetang dinamika penghidupan
yang terjadi pada era tersebut . Kawasan pengandung artefak bate Kendan
di tepian Danau Bandung Purba diantaranya ada yang memiliki frekuensi
temuan yang cukup padat, ada pula dengan frekuensi temuan yang tidak
padat . Hal ini mungkin juga terkait dengan lamanya intensitas penghunian di
kawasan tersebut di masa lalu .

4
Beau Ke ndan dan Manusia Prasejarah di Tepian Danau Bandung Purba

Bentuk nuka dan kelebaran perbandingan kepala manusia Pawon (R .III) yang mengacu
pada ras Mongoloid (Dok. Lutfi Yondri, 2005)

Data tentang manusia tertua sebagai pendukung budaya batu Kendan


di tepian Danau Bandung Purba baru terungkap dari hasil penggalian
arkeologis yang dilakukan di Gua Pawon dengan ditemukannya 4 rangka
manusia dalam kotak penggalian yang sama dengan temuan artefak batu
Kendan . Perkiraan tentang jenis ras manusia manusia tersebut, Bass dalam
tulisannya "Human Osteology, A Laboratory and Field Manual" (1989)
menyebutkan bahwa bagian kepala (skull) merupakan satu-satunya area
dari rangka yang akurat . Perkiraan ras yang berdasarkan amatan bagian
kepala atau tengkorak tersebut dihasilkan dari pengamatan tulang muka yang
dilakukan melalui dua pendekatan, yaitu berdasarkan variasi struktur tulang
secara morfologis dan anatomis, serta pengukuran anthropomorfik (Bass,
1989 : 83-85) . Dalam amatan morfologis dapat dilihat bentuk muka yang datar
(flat face atau orthognathous) dengan pemunduran tulang zygomatik, seperti
yang umum dimiliki oleh ras Kaukasoid, prognatisme pada ras Negroid,
dan pola gigitan edge to edge pada ras Mongoloid .
Berdasarkan pengamatan terhadap bagian kepala masing-masing individu
yang ditemukan di Gua Pawon, menunjukan bentuk tengkorak yang
cenderung membulat atau brachycephal. Ciri lain yang inengarah pada ras
adalah bagian mulut yang menonjol sedikit, bersama dengan gigi inuka dengan
pola tautan gigi edge to edge, serta gigi serf sebagian besar berbentuk sekop

5
Jurnal Arkeologi Indonesia, Nomor 4 Juni 2008

(shovel sharped incisor) seperti yang umumnya dimiIiki oleh manusia dari
ras Mongoloid . Ciri lain dari ras ini adalah variasi tinggi badan tidak selebar
pada ras Austromelanesid, dan rata-rata lebih kecil . Bentuk tengkorak bundar
atau sedang, dengan isi tengkorak rata-rata lebih besar . Dahi lebih membulat
dan rongga mata tinggi dan persegi, muka lebar dan datar (brachiocephaly)
(dalam arah muka-belakang) dengan hidung yang sedang atau lebar ; akar
hidung dangkal . Hanya bagian mulut yang menonjol sedikit, bersama dengan
gigi niuka . Reduksi alat pengunyah relatif berlanjut ; tempat pelekatan otot-
otot lain mulai kurang nyata . Ciri lain adalah rahang atas berbentuk persegi
(square jaws), tulang pipi (cheek bone) menonjol dan lebar, hidung lebar,
akar hidung dangkal dan sebagian besar gigi serf berbentuk sekop ( .shovel
sharped incisor) (Beals dan Hoijer, 1965 :209-211 ; Soejono, 1984 :131-132) .
Manusia ras mongoloid tersebut diperkirakan telah hidup dan berkembang
di kawasan Nusantara sejak sekitar 10 .000 tahun yang lalu, di samping
manusia dari ras yang lain yaitu ras Australomelanesoid (Snell dan T . Jacob
dalam Boedhi Sampurno dan Koeshardjono, 1983 :1) . Di bagian barat Indo-
nesia, berkembang populasi yang merupakan campuran ras
Australomelanesoid-Mongoloid dengan unsur Mongoloid yang menonjol,
sedangkan di bagian timur Indonesia yang menonjol adalah unsur
Australomelanesoid .
Rangka-rangka manusia yang ditemukan di Gua Pawon, berdasarkan
hasil analisis pertanggalan carbon (C 14 )memiliki pertanggalan antara 5660
+ 170 BP hingga 9525 + 200 BP. Bila angka p-ertanggalan tersebut
dikorelasikan dengan keberlangsungan penggunaan Batu Kendan oleh
manusia yang pernah hidup di Gua Pawon tersebut, dapat disimpulkan bahwa
bate-bate Kendan tersebut telah dipergunakan sejak ribuan tahun yang lalu
atau sejak masa prasejarah, jauh sebelurn adanya Kerajaan Kendan yang
diratui oleh Resi Guru Manikmaya .

Berbagai Peralatan dari Batu Kendan


Apa kegunaan dan bagaimana kaitan antara bate Kendan dalam
kehidupan manusia prasejarah Bandung Purba?, ini merupakan satu
pertanyaan yang umum dipertanyakan oleh para ahli prasejarah . Bila batu
Kendan itu hanya terserak begitu saja tanpa memiliki korelasi dengan budaya,
mungkin bate tidak akan menjadi perhatian dari para ahli, dan mungkin sampai
sekarang tidak akan ada yang membicarakannya . Karena Batu Kendan

6
Batu Kendan dan Manusia Prasejarah di Tepian Danau Bandung Purba

yang banyak ditemukan di tepian kawasan Danau Bandung Purba tidak


hanya berupa bongkahan, tetapi juga berupa serpih, dan banyak diantaranya
merniliki ciri sebagai alat batu, maka muncullah berbagai perdebatan dan
pembahasan dari para ahli . Beberapa peneliti yang pernah membahasa Batu
Kendan (obsidian) tersebut seperti A .C . de Jong dan G .H .R . von
Koenigswald (1930- 1935), J . Krebs (1932-1933), Stein Callenfels (1934),
van der Hoop (1938), Erdbrink (1942), W . Rothpletz dan W. Mohler (1942-
1945), von Heine Geldern (1945), J . Bandi (1951), van Heekeren (1972),
Pantjawati (1988), Lutfi Yondri (2006, 2007), dan lain sebagainya .
,9anJ ,9 Mot-,

Beberapa bentuk artefak batu Kendan basil analisis Bandi, 1950

(Sumber: Heekeren, 1972)

Khususnya penelitian yang pernah dilakukan oleh Bandi (1950) . Dia


menyatakan bahwa kumpulan koleksi artefak batu Kendan yang berasal
dari tepian Danau Bandung Purba tidak menunjukkan keseragaman .
Sebagian besar batu Kendan tersebut berupa serpih dan sisa pembuatan
(waste products) . Temuan yang benar-benar meupakan bilah sangat jarang,
beberapa diantara batu Kendan tersebut telah dikerjakan dengan baik dan
serpih beretus sebanyak 291 dengan mata tajaman sebagai akibat dari
pemakaian, dan 159 dengan tajaman marginal . Juga terdapat 239 tipe alat

7
Jurnal Arke ologi Indonesia, Nomor 4 Juni 2008

seperti mata panah berukuran kecil, serut samping, serut inti, alat tusuk, dan
pisau-pisau berpunggung . Koleksi artefak batu Kendan yang dikerjakan oleh
Bandi berjumlah 889 serpih, beberapa diantaranya sudah terbagi berdasarkan
fungsinya, terdiri dari 49 mata panah, 46 alat serut berpunggung, 25 alat
serut inti, 62 alat serut, 21 alat tusuk, 11 alat pelobang, 5 pisau, 10 bentuk
khusus, 159 serpih beretus, dan 9 serut inti berpunggung (Heekeren, 1972) .
Sementara itu, berdasarkan hasil penelitian Pancawati (1988) terhadap
artefak-artefak batu Kendan Danau Bandung Purba yang tersimpan di Mu-
seum Nasional, Jakarta . Pengamatan terhadap beberapa variabel yang terkait
dengan fungsi yang meliputi variabel berat, letak tajaman, bentuk, tingkat
kerusakan tajaman, serta pola perimping atau catu pakai, Pantjawati
mengelompokkan fungsi alat-alat batu Kendan Danau Bandung Purba ke
dalam tujuh kelompok, diantara adalah alat yang dipakai untuk aktivitas
menyerut atau memotong dengan besaran sudut tajaman antara 46 sampai
55 derajat, untuk pembuatan alat menggali dari kayu (digging stick) dengan
besaran sudut tajaman alat antara 35 sampai 40 derajat, alat untuk menggaruk,
pisau, alit tusuk, pelobang, dan alat yang hersifat multi fungsi .

Beberapa bentuk alat serut dan lancipan berbahan batu obsidian yang dipakai oleh
manusia Pawon (Dok. Lutfi Yondri, 2006)

Berkaitan dengan fungsi alat-alat berbahan batu Kendan yang ditemukan


di kawasan tepian Danau Bandung Purba yang telah dianalisis oleh Pantjawati
tersebut, beberapa jenis alat yang sama juga ditemukan di Gua Pawon .

8
Batu Kendan dan Manusia Prascjarah di Tepian Danau Bandung Purba

Artafak-artefak batu Kendan ayang ditemukan di gua tersebut selain


berasosiasi dengan (ragmen gerabah disamping fragmen tulang binatang
dan sisa-sisa moluska pada kedalaman antara 0 hingga 60 cm clan perniukaan
tanah, juga ditemukan pada kedalaman antara 60 hingga 180 cm dari
permukaan tanah dengan asosiasi temuan berupa alat tulang, sisa perhiasan
dari gigi ikan dan binatang, fragnien tulang binatang, rangka manusia .
Walaupun kegiatan ekskavasi di Gua Pawon belum selesai dilakukan, temuan
bate Kendan yang ditenuikan telah dapat mernperlihatkan dua periode budaya
pengguna artefak batu Kendan yaitu era mesolitik dan era neolitik yang
ditandai oleh temuan serta berupa fragmen gerabah .
Walaupun ternuan batu Kcndan di Gua pawon umumnya lebih banyak
berukuran kecil dan lebih cenderung pada sisa pcmbuatan (debris) . dengan
ditemukannya beberapa artefak batu Kendan yang berasosiasi dengan sisa-
sisa makanan berupa fragmen tulang binatang, alat-alat tulang berupa lancipan
tunggal clan lancipan ganda berbagai ukuran, sisa perhiasan dari gigi binatang,
dapat disinipulkan bahwa alat-alat batu Kendan di Gua Pawon tersebut selain
digunakan untuk keperluan untuk pengolahan bahan makanan, juga digunakan
sebagai alat dalam membuat clan meruncingkan peralatan yang terbuat dari
bahan tulang dan tanduk . serta dalam membuat perhiasan yang terbuat dari
gigi hcwan vertebrata clan ikan (Hiu) . Tidak salah kalau alat-alat bate
berbahan Batu Kendan yang ditemukan di Gua Pawon tersebut terdiri clan
berbagai jenis sepcrti alat serut dengan variasi serut cekung, serut camping,
strut ujung, dan strut bcrgerigi : pisau, dan alat gurdi (bor) .
Perolehan bahan untuk membuat alat bate berbahan batu kendan otch
manusia prasejarah yang hidup di tepian Danau Bandung Purba, baik yang
mclangsungkan hidup di dalam gua maupun dalam bentuk human terbLika .
bcrdasarkan hasil kajian terakhir yang dilakukan melalui analisis Spektrometcr
di Universitas Ilmu Pengetahuan Malaysia, Penang clan electron micro-
probe di Universitas Malaya, Kuala Lumpur terhadap beberapa sampe! yang
diambil dari beber apa situs yang ada di tepian Danau Bandung Purba seperti
Gua Pawon, Bukit Karsamanik . dan Dago dengan sampel yang diambil clan
Gunung Kendan (Nagreg), Kampung Rejeng (Garut), diperoleh kesamaan
unsur yang dapat memberikan gambaran tentang keterkaitan antara artefak
dan somber bahan . Dalam hal ini di kawasan tepian Bandung Purba di masa
lalu selain berasal dari Kendan juga digunakan batu yang sama yang berasal
dari Kampung Rejeng (Garut) (Tjia, dkk : 2007) .

9
Jurnal Arkeologi Indonesia, Nomor 4 Juni 2008

Penutup
Alat-alat batu yang terbuat dari batu Kendan yang telah ditemukan
selama ini di kawasan tepian Danau Bandung Purba dengan wilayah
persebaran yang cukup padat pada ketinggian 723 in diatas permukaan taut,
sampai sekarang masih merupakan satu topik yang sangat menarik untuk
dibahas dalarn kajian arkeologi . Seiring dengan ditemukannya artefak batu
Kendan di Gua Pawon sebagai bagian dari tepian Danau Bandung Purba di
masa prasejarah, dimana artefak-artefak batu Kendan yang ditemukan di
antaranya ada yang berasosiasi dengan pecahan gerabah sebagai salah satu
penanda dari budaya neolitik, dan berasosiasi dengan temuan alat tulang,
serpih dari bauan batuan lainnya sabagai bagian adri ciri budaya mesolitik,
maka dapat disimpulkan bahwa artefak batu Kendan yang pernah berfungsi
sebagai alat batu yang paling dominan dan sebagai alat utama bagi
masyarakat prasejarah di tepian Danau Bandung Purba di masa lalu . Dari
konteks ternuannya, tampaknya alat batu berbahan Batu Kendan tersebut
tidak hanya dipakai dalam periode budaya neolitik, akan tepai jauh sebelumnya
yaitu pada era mesolitik .
Berkaitan dengan lokasi temuan artefak batu Kendan yang ditemukan
di dua lokasi yang berbeda yaitu di dalam gua dan di lokasi terbuka, juga
dapat ditarik satu gambaran tentang pola kehidupan masyarakat pendukung
budaya batu Kendan tersebut, yaitu selain tinggal dalarn bentuk hunian terbuka
di herbagai tempat yang cukup strategis untuk rnelangsungkan kehidupan
yang dekat dengan sumber air, berada di lahan yang subur seperti kawasan
Dago Pakar, juga hidup dalam bentuk hunian tertutup dengan mernanfaatkan
gua sebagai tempat hunian, seperti yang ditemukan di Gua Pawon .
Munculnya penamaan Batu Kendan di masa yang kemudian, mungkin
disebabkan karena masyarakat melihat kesamaan antara serpih dan
hongkahan hatu obsidian yang banyak ditemukan di lahan garapan masyarakat
yang berada di kawasan tepian Danau Bandung Purba sarna dengan batu
yang terdapat di kawasan Kendan (Nagreg) . Sehinga bila ada yang
menemukan batu yang demikian, maka akan langsung menyebutnya sebagai
Batu Kendan .
Berkaitan dengan Kerajaan Kendan dan alat-alat batu (serpih) yang
terbuat dari Batu Kendan yang sama-sarna berada di sekitar tepian Danau
Bandung Purba, perlu penulis sampaikan bahwa keduanya berada pada masa
budaya yang berbeda . Kerajaan Kendan berada pada masa klasik Sunda,

ID
Batu Kendan dun tIanusia Prasejarah di 7epian Danau Bunching Purba

sementara keberadaan alat-alat serpih yang terbuat dari bahan Batu Kendan
ada dalam lintas budaya yang ribuan tahun sebelumnya . Yang menjadi
pertanyaan selanjutnya adalah "kenapa justru Kendan yang dipilih oleh

Manikmaya untuk dijadikan sebagai lokasi keratuan (pusat pemerintahan),


apakah daerah itu sudah ramai sejak prasejarah, dan terns berlanjut hingga
kedatangan Manikmaya? . Tentunya hal ini perlu diteliti lebih lanjut .

DAFTAR PUSTAKA
Anggraeni, Nies dkk .
1986 "Survei di Daerah Cililin, Bandung", dalam BPA No . 36 : Laporan Penelitian
Arkeologi dan Geologi di Jawa Barat . Jakarta : Depdikbud
Bandi, H .G.
1951 "Die Obsidian industrie der umgebung von Bandung in west Java"'
Sudseestudien, Basset .
Bass, William M
1989 Human Osteology, A Laboratory and Field Manual . Michael K . Trimble
(ed .) Columbia : Missouri Archaeological Society
Callenfels, P.V van Stein
1934 "Korte Gids voor de Prehistorische Verzameling" . Jaarboek KBG : 93 .
Chia, Stephen, Lufti Yondri, dan Truman Simantunjak
2005 The Origins Of The Obsidian Artifacts From Gua Pawon , Bandung-Indo-
nesia (Belum diterbitkan)
Dam, M . A C . Suparan, P. dan Hidayat, S .
1986 Reconnaisance Survey in The Bandung Basin : Openjiile Report, Geologi-
cal Research and Development Center . Directorate General of Mines and
Energy, Bandung
Dam, M .A .C, Suparan, P.
1992 Geology of the Bandung Basin Deposits : Geological Research and De-
velopment Center . Directorate General of Minesand Energy, Bandung &
Earth Sciences Department, Free University, Amsterdam
Heine Geldern, Robert von
1945 "Prehistoric Research in the Netherlands Indies", dalam Honig, Pieter dan
Frans Verdoorn (ed .), Sience and Scientist in the Nederlands Indies . New
York .
I-leekeren, HR . Van
1972 The Stone Age of Indonesia . Rev. 2nd. The Hague-Martinus Nijhoff
Hoop, A .N .J . Th .a h . Van der
1940 "A Prehistoric Site Near the Lake Kerinchi (Sumatra)", PCPFE : 200-204 .
Singapore

11
Jurnal Arkeologi Indonesia, Nomor 4 Juni 2008

Koenigswald, GAR von


1935 " Das Neolithicum der Umgebung von Bandung", TBG, 75 (3) : 394-419 .
Laili, Nurul
2006 'Jejak Pendukung Budaya Obsidian di Sekitar Danau Bandung " . Dalarn Edi
Sedyawati (ed .) Arkeologi Dari Lapangan ke Pernursalaluur : 18-29 .
Bandung : Ikatan Ahli Arkeologi Indonesia .
Pantjawati
1988 Alat-Alat Obsidian : Media Adaptasi Manusia Terhadap Lingkungan di
Sekitar Danau Bandung . Skripsi . Fakultas Sastra Universitas Gadjah Mada,
Yogyakarta .
Rotpletz, W
1952 Alto siedlangsplat,e helm Bandung (Java) and die Entdeekung .
BronzezeitlicherGussformen : Sudsec Studien, Basel 1951 : 125
Simanjuntak, Harry Truman
2(X)1 "Prasejarah Indonesia Dalam Konteks Asia Tenggara di Sekitar Holosen
Awal Data Baru dalam Penclitian Dasa Warsa Terakhir" . Dalam Edi Sedyawati
dan Susanto Zuhdi (pony .) Arung Samec/ruPersembahan Mempcringati
Sembilan Windu A .B . Lapian : 661-682 . Depok : Pusat Penelitian
Kemasyarakatan dan Budaya - Lembaga Penclitian Universitas Indonesia .
Soejono, R .P.
1981 "Tinjauan tentang Pengkerangkaan Prasejarah di Indonesia", Aspek-Asps k
Arkeologi Indonesia, No .5 . Jakarta : Pusat Penelitian Arkeologi Nasional .
1984 "Jaman Prasejarah di Indonesia", Sejarah Nusionallndonesia L Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan . Jakarta : PN . Balai Pustaka .
Soetoto
1986 "Geologi Sebagian Daerah Aliran Kali Grindulu, Kabupaten Pacitan, Jawa
Timor Berdasarkan Interpretasi Citra Landsat dan Foto Udara'", TesisI .
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam . Jakarta : Universitas In-
donesia
Sudjatmiko
2(X)4 "Somber Alat-Alat Batu Prasejarah dari Situa Gua Pawon" . Dalam Budi
Brahmantyo dan T. Bachtiar (pony .) Arnanat Gua Pan°on : 97-104 . Bandung :
Kelompok Riset Cekungan Bandung .
Yondri, Lutti
2(X)3 Laporan Kegiatan Ekskavasi di Situs Gua Pawon, Desa Gunung Masigit
Kabupaten Bandung, Jawa Barat . Bandung : Balai Arkeologi Bandung
(tidak diterbitkan) .
2(Xk4a Laporan Kegiatan Ekskavasi di Situs Gua Pawon, Dcsa Gunung Masigit
Kahupatcn Bandung-Jawa Barat . Bandung : Kerja lama Balai Arkeologi Bandung

12
Bata Kendan dan Manusia Prasejarah di 7epian Danau Bandung Purba
dan Balai Pengelolaan Kepurbakalaan, Sejarah dan Nilai Tradisional - .lava
Barat (Tidak diterbitkan) .
2004b Laporan Hasil Penelitian Prasejarah Gua-Gua Prasejarah Kawasan Bukit
Gamping Lembar Cianjur, di Kecarnatan Ciranjang dan Sekitarnya, Provinsi
Jawa Barat . Bandung : Balai Arkeologi Bandung (Tidak diterbitkan)
2005 "Kubur Prasejarah Temuan dari Gua Pawon, Desa Gunung Masigit,
KAbupaten Bandung, Provinsi Jawa Barat : Sumbangan Data BAgi
Kehidupan Prasejarah di SekitarTepian Danau Bandung Purba" . Tesis. Pro-
gram Pascasarjana Arkeologi . Jakarta : Fakultas Ilmu Budaya Universitas
Indonesia .

13
.hu- nal .-Irkeologi Indonesia, Nomor 4 Juni 2008

ANALISIS SCANNING ELECTRON


MICROSCOPE UNTUK MENENTUKAN
TEMPATASAL BAHAN TEMBIKAR : SITUS-
SITUS DI HULU SUNGAI BIRANG SEBAGAI
CONTOH KASUS'

O1eh : Karina Arifin

Pendahuluan
Penelitian prasejarah di Pulau Kalimantan masih sangat terbatas . Sejauh
]III sites prasejarah yang pernah dilaporkan, apa lagi yangtelah diteliti sedikit
sekali jumlahnya . Namun demikian, pulau ini mempunyai potensi luau biasa
bagi penelitian prasejarah . Flat ini mengingat di Sarawak dan Sabah banyak
ditemukan sites-sites prasejarah, terutama di gua-gua batugamping .
Di Kabupaten Berau, Kalimantan Timer, tepatnya di daerah halo
Sungai Birang, terdapat kawasan batugamping yang kaya dengan gua-gua
sarang hurung dan ceruk-ceruk yang masih dihuni o1ch orang Punan Basap,
masyarakat semi pemhuru dan peramu . Tiga di antaranya, yaitu Kimanis,
Luhang Payau, dan Liang Gobel telah dickskavasi pada tahun 1998 . Kimanis
dan Liang Gobel merupakan ceruk, sedangkan Lubang Payau gua . Kimanis
merupakan sebuah ceruk yang luas dengan deposit arkeologi yang mencapai
kedalaman tiga meter, sedangkan Liang Gobel merupakan ceruk kecil dengan

l'ulisan ini merupakan hagian dari disertasi penulisyang herjudul Early I luman Occupa-
tion of the Fast Kalimantan Raintorest (The Upper Birang River Region . Berau) . 2004 .
Penulis mengucapkan terima kasih pada Dr . Glenn Summerhayes dari Archaeology and
Natural History Department, Research School of Pacific and Asian Studies, ANtI yang
telah melakukan analisis statistik terhadap hasil analisis SEM .
Analisis Scanning Electron Microscope Untuk Menentukan Tempat Asal Bahan 7embikar

deposit arkeologi yang dangkal yang terletak di atas tebing, sekitar 5 meter
tingginya dari jalan setapak yang menghubungkan base camp pencari sarang
burung di tepi Sungai Birang dengan Lubang Payau dan Kimanis .
Ekskavasi di ketiga situs ini antara lain menghasilkan artefak-artefak
batu (mencakup serpih dan batu inti), tulang (spatula dan lancipan), tembikar,
tulang-tulang binatang, dan kerang taut, darat dan air tawar, arang, dan damar .
Dalam makalah ini khusus akan dibicarakan mengenai peninggalan
tembikar, khususnya anal isis yang menggunakan karakterisasi kimiawi dan
Electron Microprobe untuk mengetahui asal-usul bahan tembikar yang
ditemi_tkan di sites ini .
Hasil ekskavasi memtnjukkan bahwa ketiga sites di daerah halo
Sungai Birang ini dihuni oleh komunitas pemburu peramu yang sudah
memanfaatkan wilayah ini sejak akhir Pleistosen sampai dengan Holosen
akhir . Pada lapisan atas deposit di ketiga sites in] ditemukan pecahan-pccahan
tembikar yang menunjukkan bahwa pada suatu saat penghuni sites-sites III]
mulaj memakai tembikar . Tampaknya ketika penghuni sites-sites ini mulai
menggunakan tembikar yang diperoleh dari tetangga mereka, yaitu para
petani, mereka masih hidup sebagai pemburu dan peramu . Dengan demikian,
tembikar-tembikar tersebut tentunya berasal dari tempat lain dan sangat
mungkin diperoleh berdasarkan kegjatan barter .
Salah sate cara untuk menilai pola-pola produksi, pertukaran, dan
konsumsi tembikar adalah dengan melakukan analisis Scanning Electron
Microscope (SEM) . Analisis karakterisasj kimiawi jni dapat dilakukan dengan
menggunakan sebuah electron microprobe pada niatriks keramik' dan inklusi
mineral' (Summerhaves 200 :37) .
Metode ini dianggap sangat dapat diandalkan, karena microprobe'
dapat membcdakan antara inklusi non plastis (mineral pasir, dsb .) dan matriks
tanah Iiat (Summerhayes 1996 :83 :2000 :37) . Kemampuan untuk membedakan
kedua komponen ini sangatlah penting, karena somber tanah Hat yang sama
bisa menggunakan inklusi mineral yang berbeda, dan sebaliknya .

' Matriks keramik adalah tanah hat yang menjadi bahan dasar pembuatan tembikar .
Inklu si mineral adalah mineral-mineral yang terdapat pada temper yang dicampurkan pada
tanah fiat untuk pembuatan tembikar .
Sebuah alat untuk analisis mikro yang bekerja dengan menimbulkan radiasi pada bagian yang
sangat kecil dari suatu hahan sehingga komposisi bahan dapat diketahui dari spektrum
penyinarannya (Merriam-Webster 2003) .

15
lurnal Arkeologi bulonesia . Nomor 4 Juni 2008

Metode-metode konvensional, seperti Neutron Activation Analysis,


X-Ray Fluorescence Spectrometry, atau PIXE-PIGME, menganalisis sampel
tembikar yang telah dihancurkan, menghasilkan suatu profit kimia yang
mengandung baik komponen-komponen mineral maupun matriks tanah liat
yang tercampur. Oleh karena itu, suatu karakterisasi kimiwawi tembikar
dengan menggunakan sampel yang dihancurkan dapat menghasilkan
kesimpulan yang salah dengan menyatakan bahwa tembikar yang
bersangkutan dibuat dari dua cumber bahan baku yang berbeda .

Sampel
Untuk mendapatkan sampel yang representatif bagi analisis electron mi-
croprobe terhadap matriks tanah liat dan inklusi mineral, maka pertama-tama
pecahan-pecahan tembikar dianalisis di bawah mikroskop dengan pembesaran
rendah (x 18) dan, berdasarkan atas sifat inklusi yang diamati, pecahan tembikar
ini dibedakan ke dalam beberapa kelompok untuk dianalisis .
Dalam analisis ini, kebanyakan sampel diambil dari pecahan bibir, karena
penggunaan bagian ini mengurangi kemungkinan pengambilan sampel wadah
yang sama beberapa kali . Di samping itu, diambil pula sampel dari bagian
badan, terutama yang berhias . Sampel yang dianalisis berjumlah 27, yang terdiri
atas 19 dari 76 bagian bibir dan 8 dari 725 bagian badan yang ditemukan di
ketiga situs ini . Dari 27 sampel in], sepuluh berasal dari Kimanis, 14 dari
Lubang Payau dan tiga dari Liang Gobel . Sampel ini diheri kode dengan
menggunakan dua huruf, huruf pertama menunjukkan situs tempat ditemukan
sampel tersebut (K = Kimanis, P = Lubang Payau, clan G = Liang Gobel),
sedangkan huruf kedua menunjukkan urutan sampel (A, B, C dst .) .

t nin .
/ Sampc l KD (paraikel kitarsa) dari Kimemi .s nu•mpnmai kancdmpmi partikel
kuarsa sang ra-kup ban yak. (a) aclala/i parlikel kuarsa .

16
Annlisis Scanning Electron Microscope Uiituk Menentukcm TempatAsal Bahan Tembikar

Foto 2 . Sampel P./ (halus) dari Lubang Payau niemperlihatkan matriks yang hcrtekstur
halus dengan sedikit inklusi .

Faso 3 . Sampel PK (nmteri arianik) yang berasal dari Kimanis memiliki temper sang
men,gandung ,gahah .

Setelah diamati di bawah mikroskop dengan pembesaran rendah,


sampel yang diambil dapat dibedakan ke dalam tiga kelompok bahan .
Kelompok pertarna ditandai dengan banyaknya inklusi, terutama partikel-
pertikel kuarsa, dan oleh karena itu diberi label 'partikel kuarsa' .

17
,1111 -nal .-1 rkeologi Indonesia, Nonror -I Juni 2008

NO KODE NO . REG . JENIS BAHAN BAGIAN TEMBIKAR


1 KA KMS1C416198 Partikel kuarsa Bibir
2 KB KMSIC419198 Partikel kuarsa Bibir
3 KF KMSIC418198 Halus Bibir
4 KC 151KMSIC814198 Partikel kuarsa Bibir
5 KD 24iKMS!C815198 Partikel kuarsa Bibir
6 KH 321KMS1C815198 Halus Badan berhias
7 KI 28/KMS/C817198 Halus Badan berhias
8 KJ 78!KMSIC819198 Maleri organik Badan polos
9 KE KMSITPI3!98 Partikel kuarsa Bibir
10 KG KMSITP,2l98 Halus B bir
11 PA LPY/C313198 Partikel kuarsa Bibir
12 PB LPY/C314198 Partikel kuarsa Badan berhias
13 PC LPYIC315198 Partikel kuarsa Bibir
14 PD LPYiC3I6l98 Partikel kuarsa Bibir
15 PE LPY!C3B198 Partikel kuarsa Badan berhias
16 PK LPYIC311l98 Maten organik Bibir
17 PL LPY/C3I3198 Materi organik Bibir
18 PM LPY!C3/5198 Materi organik Bibir
19 PF LPYiD5 2!98 Partikel kuarsa Bibir
20 PG L PYiD5!4!98 Partikel kuarsa Badan berhias
21 PH LPYiD514198 Partikel kuarsa Bibir
22 P1 LPY!D515198 Partikel kuarsa Badan berhias
23 Pi 35!LPY!D514198 Halus Bibir
24 PN LPYiD5i5198 Materi organik Bibir
25 GA 1/LGBITP/S/98 Partikel kuarsa Bibir
26 GB 2/LGB/TPl2l98 Halos Bibir
27 GC 2!LGBITPIS!98 Materi organik Badan berhias

Namun demikian, partikel-partikel kuarsa sebenarnya cukup bervariasi,


misalnya ada yang berbentuk bulat atau lonjong dan kepadatannya juga
bervariasi . Kelompok kedua terdiri atas tanah liat bertekstur halos dengan
heherapa atau tanpa inklusi, dan diberi label 'halos' . Kelompok ketiga
mempunyai bahan yang terdiri atas materi organik (termasuk (,abah), dan
diheri label 'materi organik' .

Penyiapan Sampel
Sampel yang sudah dipilih kemudian disiapkan menjadi pelet . Proses
pembuatan pelet ini sebagai berikut .
I . Pecahan temhikar yang dipilih menjadi sampel dipotong tegak Iurus
terhadap permukaan dengan menggunakan gergaji intan .
2 . Tiga sampai lima sampel diletakkan berdampingan di dalam sehuah
cetakan plastik, masing-masing sampel diberi label dan kemudian disiram
dengan campuran 80% resin epoksi clan 20% pengeras .

18
Analisis Scanning Electron Microscope Untuk Menentukan Tempat Asal Bahan Tenibikar

3 . Cetakan kemudian diletakkan dalarn oven dengan suhu 30% selama dua
malam untuk memperkeras resin menjadi pelet .
4 . Permukaan pelet kemudian diamplas di bawah kucuran air untuk
memunculkan irisan pecahan tembikar . Pelet ini diamplas dengan
menggunakan amplas yang berbeda, mulai dari yang kasar sampai yang
halus, dan kemudian dilapisi kembali dengan resin epoksi . Proses ini diulang
kembali sampai epoksi tidak dapat lagi diserap oleh pori-pori tembikar.
5 . Pelet-pelet ini kemudian dibersihkan, diupam dan dilapisi karbon . Hal ini
dilakukan di Departemen Geologi, ANU . Sampel harus diupam untuk
menghasilkan permukaan yang rata dan halus, dan pelapisan karbon
dilakukan untuk mengantar arus Probe ke tanah (Summerhayes 2000 :38) .

Analisis Electron Microprobe


Analisis Electron Microprobe dilakukan di Electron Microscope
Unit, Research School of Biological Science, ANU . Alat yang digunakan
adalah JEOL 6400 (SEM 1990) yang dilengkapi dengan sebuah Oxford ISIS
EDXA (energy dispersive X-ray analysis system) dengan ATW window
dan Robinson backscatterdetector . Untuk pengambilan fotografi, digunakan
Cambridge Instrument S360 SEM . Alat ini dilengkapi dengan sebuah solid
stale backscatter detector dan 20kv accelerating voltage yang
menghasilkan gambar yang lebih balk dari pada JEOL 6400 .
Analisis SEM hekerja berdasarkan prinsip bahwa setiap atom
mengeluarkan panjang gelombang sinar X dan energi yang khas yang dapat
mengindentifikasi unsur-unsur yang ada serta beratnya (Summerhayes
1996 :83) .
Setiap pelet diletakkan di dalarn ruang vakum sampel dan diobservasi
dengan menggunakan sebuah tabung sinar katode atau monitor . Titik yang
akan dianalisis dipilih dengan menggeserkan gagang spesimen .
Untuk setiap sampel dipilih lima titik dari bahan tembikar untuk analisis
kimiawi matriks tanah liat, dan tujuh sampai 15 titik untuk analisis kimiawi
inklusi mineral . Setiap titik dipilih dengan menggunakan mekanisme kontrol
presisi aksis X dan Y untuk menentukan titik yang akan dianalisis di bawah
sinar. Titik ini kemudian diperbesar sampai 6 .000 kali .
Sembilan unsur umum (Na, Mg, Al, Si, K, Ca, Ti, Mn, dan Fe) diperoleh
dari setiap titik yang disampel . Unsur-unsur ini dianggap sebagai unsur yang
paling bergunakarena ` jumlahnya bervariasi untuk tipe tanah liat yang berbeda

19
Jurnal Arkeologi Indonesia, Nomor 4 Juni 2008

tetapi konstan di dalam satu deposit tanah liat" (Prag et al . 1974 :167, dikutip
dari Summerhayes 1996 :88) .

Analisis Statistik
Anal isis statistik hasil yang diperoleh dari analisis SEM dilakukan
oleh Glenn Summerhayes dari Archaeology and Natural History Depart-
ment, Research School of Pacific and Asian Studies, ANU . Tujuan utama
analisis statistik adalah untuk mengelompokkan komposisi elemen tembikar
berdasarkan unit referensi komposisi pasta kimia (Chemical Paste
Compositional Reference Units/CPCRU), suatu konsep yang dikembangkan
oleh Bishop dan Rands (Summerhayes 200 :39) . Summerhayes menggunakan
Principal Component Analysis (PCA) menggunakan MVARCH dan analisis
pengelompokan hirarkis menggunakan Group Average Method
(Summerhayes 2000 :39) . Summerhayes menjelaskan bahwa :
A rotated PCA is used initially (Chatfield and Collins 1980 :229) to iden-
tify major clusters and group structure . Object scores from the PCA are
then used for subsequent hierarchical clustering analysis . Groupings are
defined here subjectively and not by some cut off similarity measure .
They should be compact, and for simplistic purposes only, groups dis-
played by PCA will be compared with the dendrograms produced using
the Group Average technique to assess if such groupings are universal or
a product of the technique . The Group Average technique is selected
after proving the best in discriminating between ceramic chemical group-
ings (Summerhayes 2000 :39) .

Lebih lanjut, Summerhayes mengemukakan bahwa :


The major aim of PCA is to reduce the number of attributes to a few
dimensions so that firstly, the data can be plotted and clusters can be
identified visually, and secondly, an element's contribution to the hierar-
chical clustering methods outlined below can be assessed (Summerhayes
2000 :39) .
Pengelompokan hirarkis membutuhkan suatu kuantifikasi kesamaan
komposisi antara sampel, dan jarak Euclidean digunakan untuk teknik
pengelompokan hirarkis Group Average (Summerhayes 2000 :40) .

20
Analisis Scanning Electron Microscope Untuk Menentukan Tempat Asal Bahan Tembikar

Hasil Analisis Statistik


Pada dasarnya ada dua kelompok utama yang dapat dibedakan
dari analisis ini (kelompok 1 dan 2), dengan kelompok 2 dapat dibagi lagi ke
dalarn tiga

18 18
16 16
14 14

12 12
10 10
8 6

6
4
2

0
040 ~.v L H rir p o
a a aY a Y Y 0 a s A
. Y Y Y Y d h Y U' U' a s h o as Y Y

1 2a 2c 2b

Gambar 1 . Diagram kedua puluh lujuh pecahan Tembikar Kimanis, Luhang Payau dan
Liang Gohel. (Summerhaves 2000) .

kelompok yang lebih kecil (2a, 2b, dan 2c) (Gambar 1) . Perbedaan antara
kedua kelompok Hit sangat jelas . Pengamatan makroskopis terhadap bahwn
dart kedua kelompok ini juga memperlihatkan perbedaan yang jelas .
Adanya dua kelompok ini menunjukkan bahwa pecahan-pecahan
tembikar yang ditemukan di situs-situs di hulu Sungai Birang dibuat dari dua
surnber tanah hat dan dicampur dengan inklusi dari beberapa somber yang
berbeda . Adanya tiga subkelompok dari Kelompok 2 memperlihatkan kegiatan
pencampuran tanah Hat dengan inklusi yang berbeda . Ketiga kelompok ini
dibuat dart somber tanah hat yang sama, tetapi dicampur dengan beberapa
inklusi yang berbeda (disebut 2a, 2b, dan 2c), termasuk materi organik yang
berupa gabah yang tidak ditemukan pada Kelompok 1 .
Gambar 2 memperlihatkan Kelompok 1 terpisah dart Kelompok 2a dan
2b (berdasarkan pada proporsi Mg dan Ca), dengan Kelompok I tersebar
di sebelah kanan dan kelompok 2a dan 2b di sebelah kiri .

a .
2 a 0 2 3

21
Jurnal Arkeologi Indonesia . Nomor 4 Juni 2008

Gam bar 2- Pengeplotan CPCRU mineral-mineral tanah fiat sampel tembikar dari
kimanis . Lubang Payau dan Liang Gobel . Dua sampel yang terpisah pada sisi kiri
dendrogram (segitiga) merupakan Kelompok 2c.

Kelompok 2a dan 2b meski mengelompok di sebelah kiri namun keduanya


menunjukkan pengelompokan tersendiri dengan Kelompok 2a di bagian bawah
dan Kelompok 2b di bagian atas . Pada Gambar 2 terlihat dua sampel dart
Kelompok 2b yang terpisah dari yang lain di bagian kiri, keduanya adalah
Kelompok 2c, yang merupakan sub-unit dart Kelompok 2b .
Kedua pecahan tembikar dari Kelompok 2c ini berasal dart Liang Gobel .
Situs ini dianggap sebagai situs yang paling akhir dihuni dart ketiga sites di
hula Sungai Birang . Situs ini sangat kecil dan agak sulit dicapai dan memiliki
ciri tembikar yang sama sekali berbeda dart tembikar yang ada di Kimanis
dan Lubang Payau . Perkiraan umur yang tidak begitu tua bagi pecahan
tembikar dart Liang Gobel terlihat dari ukurannya yang lebih besar dan tidak
terlalu aus dibandingkan dengan tembikar dart Kimanis dan Lubang Payau .
Posisi pecahan tembikar Liang Gobel di dalam Kelompok 2
memperlihatkan asalnya dari sumber tanah fiat yang sama dengan Kelompok
2a dan 2b, tetapi inklusinya berbeda . Sate di antaranya (GC) menggunakan
materi organik dan yang lainnya mempunyai sedikit inklusi (GB) .
Dengan demikian, dart analisis ini tampak bahwa perbedaan inklusi dapat
dengan jelas terlihat dart satu kelompok yang men ggunakan satu sumber
tanah hat . Misalnya, sampel-sampel KA, PB, PD, dan PC dart Kelompok
2b sernuanya mempunyai inklusi partikel-partikel kuarsa . Namun demikian,
KA memiliki partikel-partikel kuarsa yang padat, kasar dan tidak rata yang
berasal dart sumber mineral kuarsa yang ditumbuk, yang terlihat jelas pada
pengamatan makroskopik . Pecahan tembikar seperti ini jarang ditemukan .
PB dan PD keduanya mirip satu sama lain, dengan sedikit partikel-partikel
kuarsa, ukurannya lebih kecil dan lebih bulat dart KA . PC_juga mempunyai
sedikit partikel kuarsa, tetapi lebih halus dan lebih bulat dari temper yang lain
dan tampaknya berasal dart pasir sungai .
Pecahan tembikar dari Kelompok I dan 2b hanya ditemukan di Kimanis
dan Lubang Payau . Namun demikian, Kelompok 2a ditemukan di semua
situs .
Berdasarkan hal ini dapat diperkirakan bahwa pecahan tembikar dari

22
Analisis Scanning Electron Microscope Untuk Menentukan TempatAsal Bahan Temhikar

karena sama sekali tidak ditemukan di Liang Gobel yang dianggap lebih
muda dari Kimanis atau Lubang Payau . Meskipun tembikar Kelompok 2b
juga tidak diternukan di Liang Gobel, tembikar dari sumber tanah hat yang
sama tetapi dari kelompok yang berbeda (2a dan 2c) diternukan di sini .
Namun demikian, interpretasi lain dapat dikemukakan, yaitu bahwa
penghuni Liang Gobel tidak memakai tembikar yang dibuat dari sumber tanah
liat Kelompok 1, karena mereka tidak mempunyai hubungan dengan
komunitas yang membuatnya . Namun demikian keberadaan dua sumber
tanah lliat yang lain tidaklah hares mencerminkan dua komunitas budaya
yang berbeda . Mereka dapat raja dibuat oleh beberapa komunitas yang
bertetangga, yang mengeksploitasi dua sumber tanah liat berbeda dan
menambahkan inklusi yang juga berbeda .
Dengan dernikian, dapat disimpulkan bahwa penghuni Sites-situs di
daerah hulu Sungai Birang yang merupakan pemburu dan peramu pada masa
itu berkomunikasi dengan beberapa komunitas petani, antara lain untuk
melakukan hubungan barter tembikar dan kemungkinan besar,juga be nda-
benda lain .
Mengingat analisis ini hanya dilakukan pada pecahan tembikar yang
ditemukan di Kimanis, Lubang Payau dan Liang Gohel, dan tidak pada
sumber-sumber tanah liat yang ada di sekitar sites ini, maka belum dapat
diketahui tempat asal tembikar yang ditemukan di ketiga sites tersebut secara
tepat . ~Oleh karena itu, kajian etnografi terhadap suku-suku Dayak yang
membuat tembikar di wilayah Berau dan sekitarnya dan pengambilan sampel
dari sumber tanah liat yang digunakan mereka untuk membuat tembikar
kcrnungkinail besar dapat menjelaskan dari mana ternpat asal pecahan
tembikar dari ketiga SituS tersebut . Apakah dari kelompok-kelompok
masyarakat yang tinggalnya tidak jauh dari ketiga situs tersebut atau dari
tempat yang jauh . Pengetahuan ini tentunya dapat memberikan gambaran
mengenai luasnya wilayah jelajah atau hubungan yang dilakukan oleh
penghuni Kimanis, Lubang Payau, dan Liang Gobel pada masa lalu .

Biblio ;grafi
Arifin, K. 2004 . Ear/v Human Occupation of the East Kalimantan Rainforest (The
Upper Birang River Region, Berau) . Thesis Ph .D . Department of Anthro-
pology and Archaeology, The Australian National University .

23
Jur- nal .1rkeologi Indonesia, Nornor 4 Juni 2008

pology and Archaeology, The Australian National University .


Sununerhayes, G. R . 1996 . Interaction in Pacific Prehisioty : an Approach Based on
the Production, Distribution and Use of Potterv . Thesis Ph .D . School of
Archaeology, Faculty of Humanities, La Trobe University .
1997 . Losing your temper : the effect of mineral inclusions on pottery
analyses . Archaeology in Oceania 32 . Pp . 108-117 .
---- 2000 . Lapita Interaction . Terra Austral is no . 15 . Canberra : Centre
ofArchaeologvANU .
Tanpa Mama . 2003 . Alerrimn-J ebster s II' Collegiate Dictiunari . Versi 3 .

isis kinria manriks tcml"ikar dari Sitesritu,c iii hula .Ni,i~ui Bo"In ,

24
Analisis Scanning Electron Microscope Untnk Menentukan Teniput Asal Buhun Te,nbikur

KODE UNSUR-UNSUR KIMIA


NO . KELOMPOK
SAMPEL Na20 MgO A1203 Si02 K20 CaO Ti02 MnO Fe203

1 1 Pi 0 51 29 29 94 50 e2 0 59 3 14 0 73 0 09 13 10

2 1 PH 0 .58 0 .72 27 80 55 34 0 70 3 0 0 48 0 06 11 19

3 PG 0 52 2 .31 28 52 54 90 0 94 2 95 0 55 0 06 9 32

4 1 KE 0 82 2 70 23 69 53 23 2 27 2 09 0 77 0 63 13 81

5 1 PI 1 65 1 26 20 57 58 61 1 97 2 64 1 14 0 09 9 84

6 1 KD 2 39 1 64 23 36 58 50 1 55 3 56 0 88 0 37 8 07

7 1 KB 2 00 2 22 27 02 54 85 1 43 2 32 0 85 0 04 9 26

8 2a GA 0 69 2 48 14 49 65 03 2 98 1 48 0 74 0 02 7 11

9 2a PF 0 69 1 88 18 88 65 66 2 71 1 08 0 74 0 07 8 29

10 2a PN 0 64 2 12 20 83 62 51 3 49 1 53 0 67 0 01 8 21

11 2a PA 0 77 2 11 20 87 62 82 3 21 1 27 0 72 0 09 8 13

12 2a KI 1 03 1 97 20 05 64 81 3 29 1 63 0 63 0 06 6 53

13 2a KH 0 81 1 97 20 09 6 67 3 10 1 55 06 0 10 7 10

2a KJ 0 77 2 20 19 02 64 73 3 14 74 1 00 0 05 7 35

15 2a KG 0 84 2 48 20 20 62 53 4 13 1 38 0 88 0 07 7 50

16 2a PE 0 63 1 67 20 45 62 64 2 59 2 78 1 30 -0 05 7 98

17 2a PM 0 68 1 47 24 49 59 26 2 54 38 1 02 0 03 9 33

18 2a KC 0 63 1 70 21 82 61 31 1 21 2 44 0 89 0 01 10 00

19 2b PL 0 64 12 27 60 55 10 4 03 1 66 0 94 0 04 6 87

20 2b PC 0 59 2 56 25 01 58 17 2 53 1 88 0 47 -0 03 8 81

21 2b PK 0 59 2 54 27 65 53 60 3 37 1 87 0 72 0 05 9 61

22 2b PD 0 95 2 62 25 13 56 46 3 80 1 49 0 55 00 8 97

23 2b PB 0 99 2 06 26 13 56 43 3 38 2 31 0 63 0 05 8 01

24 2b KF 0 79 2 21 24 81 58 66 4 59 1 26 0 36 0 01 7 33

25 2b KA 0 83 85 31 91 56 78 3 65 0 84 0 51 0 00 3 45

26 2c GC 0 73 7 59 26 51 51 06 4 05 0 63 0 53 0 7 8 74

27 2c GB 0 65 6 37 18 85 64 40 1 12 0 94 0 61 0 03 7 02

25
.a N'

Mate
+
-

o

WIN , feWspr:

Quantz
Lmmte
ACNE, :
Wite

:"m -

e
• ~~~~~
"===
Iron oxide !

Volcnic glass

~ ' -
z
,
Alakanan & Penampilan dan Strategi Politik pada A9asyarakat Jawa Kuno

Makanan & Penampilan dan Strategi Politik


pada Masyarakat Jawa Kuno

Irmawati M .Johan & Ninie Susanti .Y.


Departemen Arkeologi FIB-UI

Pendahuluan
Menurut Pierre Bourdieu, pada dasarnya dalam semua masyarakat ada
yang menguasai dan dikuasai dan dominasi in] sangat ditentukan oleh situasi,
sumberdaya dan strategi pelaku(Haryatmoko 2003 :1 1) .Hubungan-111bungan
kekuasaan di dalam masyarakat digambarkan atas kepemilikan modal-mo-
dal dan komposisi modal tersebut, jadi bukan sebagai sebuah piramida tetapi
sebagai sebuah ruang yang memiliki beberapa dirnensi atas dasar prinsip
diferensiasi dan distribusi (Haratmoko 2003 :11 ) . Adapun modal dapat
dibeda .kan atas modal budaya, ekonomi, sosial dan simbolik tetapi modal
ekonomi dan modal budaya yang lebih menentukan kriteria diferensiasi
dalam masyarakat yang disebutnya sebagai struktur modal (Haryatmoko
2003 :12) . Dengan demikian, dalam kelas sosial posisi pelaku sangat
tergantung pada jumlah besar dan struktur modal yang dimilikinya
(Haryatmoko 2003 :12 ; Bourdieu 2002 :208) .
Kelas sosial dibedakan pada besarnya keseluruhan modal sebagai
keseluruhan sumber daya dan kekuasaan yang dapat digunakan . Kelas
dominan biasanya membedakan pola perilakunya dari kelas-kelas sosial
lainnya salah satunya melalui tiga struktur konsumsi, yaitu :makanan, budaya
dan penampilan . Upaya pembedaan diri ini menurut Bourdieu adalah
merupakan bagian dari strategi kekuasaan yang tujuannya adalah untuk
mempertahankan kekuasaan (Haryatmoko 2003 :1 3,Bourdieu 2002 :184) .
Ketika berbicara tentang selera menurut Bourdieu adalah suatu disposisi
untuk membedakan dan mengapresiasi dengan demikian selera itu tidaklah
netral tidak terlepas dari prinsip konstruksi dan evaluasi dunia social . Selera
dengan demikian bukanlah bakat alam . Selera adalah semacam orientasi

27
Jurnal Arkeologi Indonesia, Nomor 4 Juni 2008

sosial yang mengarahkan seseorang dalam posisi tertentu sesuai dengan


kedudukannya (Haryatmoko 2003 : 13,20) .
Walaupun model penelitian Bourdieu adalah pada masyarakat modern
namun model inipun dapat dicobakan pada masyarakat tradisional tentu
dengan berbagai keterbatasan . Tulisan ini bertujuan untuk melihat konsep
Distinction pada masyarakat Jawa Kuno .

Konsep Kekuasaan Jawa


Di dalam kehidupan bernegara, aspek politik dirasakan berpengaruh lebih
penting daripada aspek lainnya dalam kehidupan masyarakat, karena sifatnya
yang mencakup seluruh kehidupan bermasyarakat . Keputusan-keputusan
maupun ketentuan yang diambil dalam rangka kepentingan politik memberikan
pengaruh langsung dan menyeluruh dalam sendi kehidupan masyarakat .
Struktur politik tradisional Jawa, selalu merupakan keterkaitan antara
kekuasaan tradisional, karisma, wewenang dan legitimasi . Anderson
herpendapat bahwa konsep kekuasaan tradisional Jawa berbeda dengan
konsep-konsep yang berkembang di barat sejak abad pertengahan, dan secara
logis menvebabkan perbedaan mencolok pada pandangan terhadap cara kerja
politik dan se jarah(Anderson,1990) .
Konsep kekuasaan barat(Eropa) yang berkembang sejak abad
pertengahan menganggap bahwa kekuasaan adalah abstrak, dalam arti
terbatas is tidak ada . Kalimat tersebut adalah abstraksi, rumusan pola
interaksi sosial tertentu yang teramati , jadi dapat- dipahami keberadaan
kekuasaan dalam berbagai macam keadaan, dimana tampak sejumlah orang
patch, rela atau tidak rela pada kehendak orang lain . Sedangkan kekuasaan
dalam tradisi Jawa adalah konkrit . Kekuasaan adalah sesuatu yang nyata
dan ada, tidak tergantung pada pihak yang mungkin menggunakannya .
Kekuasaan adalah tenaga yang tidak tampak, misterius dan hersifat ilahiah
yang menghidupi alam semesta (Anderson 1990) .
Konsep kekuasaan barat juga bcranggapan bahwa sumber-sumber
kekuasaan hersifat heterogen . Kekuasaan dapat dianggap sebagai akibat
dari atau diturunkan dari pola-pola perilaku tertentu dan hubungan-hubungan
sosial tertentu . Konsep kekuasaan Jawa menganggap kekuasaan itu homogen,
kekuasaan itu sama jenisnya dan sama sumbernya . Kekuasaan di tangan
satu individu/kelompok adalah identik dengan kekuasaan yang ada di tangan
individu atau kelompok manapun (Anderson 1990) .

28
Makanan & Penampilan dan Strategi Politik pada Masyarakat lawn Kuno

DI dalam konsep barat, kekuasaan secara inheren tidak membatasi diri


artinya karena semata merupakan suatu abstraksi yang memaparkan
hubungan tertentu antar manusia, kekuasaan pada dasarnya tidak terbatas .
Sedangkan konsep kekuasaan Jawa menganggap bahwa jumlah kekuasaan
dalam a .lam sernesta selalu tetap, karena kekuasaan sernata-mata ada, bukan
merupakan produk dari organisasi, senjata, kekayaan dan apapun Iainnya
(Anderson 1986 ; 48-52) .
Apabila dikaitkan dengan pemahaman bahwa kekuasaan itu konkrit,
adalah suatu daya yang tak bisa diraba, penuh misteri dan bersifat ke Tuhanan
yang menghidupkan alam semesta, maka sumber kuasa itu dapat berasal
dari diri seseorang itu sendiri dan dapat juga menyerap kekuasaan dari luar
dan memusatkan dalam dirinya . Untuk mencapai tujuan itu, dapat dilakukan
dengan melakukan tapa, meditasi, yoga atau puja yang terus menerus,
mempersembah kan sajen ini semua dimaksudkan untuk memusatkan pada
hakekat ash . Sebagai contoh, suryakanta, pemusatan cahaya yang luar biasa
menciptakan curahan panas yang luar biasa (Anderson 1986,59) .
Para penguasa pada masa Jawa Kuno telah melakukan ritual tersebut,
sebagaimana tersirat dari isi prasasti-prasastinya . Pernusatan kekuasaan
dilakukan dengan tapa, mengurnpulkan barang-barang yang dianggap
mempunyai kekuatan magis, yaitu yang mengandung kekuasaan, misalnya
keris pusaka, tombak, alat-alat musik . Penyebutan benda-benda tersebut
seringkali dijumpai dalam prasasti sebagai benda-benda sajen, selain itu
adapula.dijumpai kebiasaan raja memiliki manusiayang mempunyai kelainan
fisik atau kelebihan yang dibawa sejak lahir, yang dianggap mengandung
kekuasaan, misalnya orang kerdil, ras negrito (hitam), albino, bongkok, ahli
nujurn, pelawak dan sebagainya(Tejowasono 2003,22-23) . Sebagai contoh
dari isi prasasti-prasasti dan naskah yang dikeluarkan oleh raja Airlangga,
raja mempunyai hak kepemilikan atas dayaK, huhjman, nambi, jhgi, pujut
(prasasti Baru 952 CEaka) .
Selain itu prasasti Pucangan berbahasa Sanskerta 959 CEaka dan kakawin
Arjunawiwaha juga menyebutkan bahwa raja terus menerus melakukan doa,
semedi dan puja pada saat dia berada di pengasingan di dalam hutan . Hal ini
barangkali mempunyai tujuan melakukan persiapan batin dan mengumpulkan
kekuasaan untuk mempersiapkan diri menduduki tahta . Jadi kekuasaan
ditentu- kan oleh seberapa besar kekuasaan dapat diserap dan dipusatkan
dalam diri seseorang .

29
Jurnal Arkeologi Indonesia, Nomor 4 Juni 2008

Pemahaman mengenai kekuasaan Jawa in[ telah diawali sejak masa


Jawa Kuno (abad ke-8-15 M) dan berlanjut pada masa pengaruh Islam
dengan mengalami berbagai penambahan maupun pengurangan yang pada
intinya tidak berubah .

Kekuasaan Jawa dari sudut pandang Pierre Bourdieu


Di dalam pemahaman Bordieu, bahwa dalam semaa masyarakat ada
pihak yang menguasai dan dikuasai, namun dominasi ini sangat bergantung
pada situasi, sumberdaya dan strategi pelaku . la mengusulkan suatu visi
pemetaan hubungan-hubungan kekuasaan dalam masyarakat dengan
mendasarkan pada logika posisi dan kepemilikan sumberdaya, jadi bukan
sebagai piramidatetapi sebagai sebuah ruangyang memiliki beberapa dimensi
atas dasar prinsip diferensiasi dan distribusi atau dengan kata lain, suatu
lingkup pembedaan atas dasar kepemilikan modal-modal dan komposisi
modal-modal tersebut (Haryatmoko,2003,11) . Modal yang dimaksud disini
merupakan hubungan sosial suatu energi sosial yang hanya ada dan
membuahkan hasil-hasil dalam arena perjuangan dimana is memproduksi
dan mereproduksi . Konsep `modal' (dari ilmu ekonomi) dipakai oleh Bordieu
karena beberapa cirinya yang mampu menjelaskan hubungan kekuasaan
(Haryatmoko,2003 :11) .
Awal terbentuknya kerajaan di Jawa masa lalu, dimulai dengan
bergabungnya beberapa keluarga m em ben tuk sebuah wanua (desa). Orang-

orang yang mempunyai keahlian seperti mengatur irigasi, mengatur waktu


perburuan, dan mengatur lumbung/perekonomian desa, dan sebagainya dipilih
untuk menjadi koordinator bagi seluruh masyarakat desa, mereka disebut
mai agam kon (memegang perintah). Mereka ini berada pada derajat sosial
yang setara namun setingkat lebih tinggi dari rakyat biasa karena mereka
mempunyai modal budaya lebih baik, yaitu keahlian di bidang masing-masing .
Perluasan lahan sawah yang kadang-kadang melintasi desa-desa lain di
sekitarnya dapat menimbulkan persengketaan antara rakyat desa itu, demikian
pula munculnya kebutuhan melakukan upacara keagamaan secara bersama-
sama menyebabkan adanya kebutuhan untuk mengangkat seseorang yang
mempunyai kemampuan untuk menyelesaikan permasalahan yang terjadi
antara desa tersebut . Maka wanua-wanua tersebut bergabung dalam satuan
cakupan wewenang yang di sebut watak. Watak dikepalai oleh seorang
Rakai yang dipilih, is menempati kelas sosial lebih tinggi karena memiliki

30
llakanan & Penainpilan dan Strategi Politik pada Mas%'arakat .lawn liana

modal ekonomi dan budaya yang'lebih besar pula sehingga otomatis memiliki
kekuasaan lebili besar pula dari pada para rama (pejabat desa) .
Para Rakai itu akan saling bersaing karena keinginan untuk Iebih berkuasa
dari lainnya . Karena itu ketika pengaruh Hindu mulai dikenal di Jawa, maka
para Rakai yang saling bersaing main Iebih berkuasa itu melakukan penaklukan
satu dengan _yang lain . Rakal yang unggul segera mengadopsi agama dan
kebudayaan Hindu, yaitu mengangkat dirinya dan melegitimasi sebagai raja
(Penjelmaan dewadi dunia) . Pararakai lainnya mengakui kekuasaan simbolik
dengan pengakuan, kesediaan dan keterlibatan yang didominasi oleh raja .
Prinsip-prinsip simbolis diketahui dan diterima balk oleh yang menguasai
maupun yang dikuasai . Sebagai contoh dari masa Jawa Kuno ; ketika kerajaan
mengalami kehancuran (pralaya) karena serangan musuh, maka kerajaan-
kerajaan bawahan melepaskan diri dari keterikatan dengan kerajaan induknya .
I--lal ini dialami oleh raja Airlanggayangterusirdari istana ketika kerajaan raja
Dharmavv angsa Tguh (mertuanya) hancur karena diserang oleh haj i Wurawari
pada tahun 936 taka, raja-raja bawahan melepaskan diri . Sehingga hampir
tiga perempat bagian dari masa pemerintahannya, raja Airlangga berjuang
dengan penaklukan-penaklukan atas daerah bawahan untuk menegakan
hegemoni kerajaan .
Raja menempati posisi kelas sosial tertinggi beserta keluarganya dalam
masyarakat Jawa Kuno . Kelas sosial ini dibedakan pada besarnya
keseluruhan modal sebagai keseluruhan sumberdaya dan kekuasaan yang
dapat digunakan . Kelas dominan biasanya membedakan perilakunya dari
kelas-kelas sosial lainnya, salah satunya melalui tiga struktur, konsumsi, budaya
dan penampilan . Menurut Bourdieu, pembedaan diri yang sengaja dilakukan
ini adalah merupakan bagian dari strategi kekuasaan dengan tujuan untuk
mempertahankan kekuasaan (Haryatmoko, 2003,13) .
Dari isi prasasti-prasasti Jawa Kuno (abad ke-10-15 Masehi) tergambar
bahwa modal ekonomi dan modal budaya yang dimiliki oleh kelas dominan
(raja dan keluarga) diwujudkan pula dalam bentuk makanan, budaya dan
penampilan . Ketika seorang raja Jawa Kuno merasa perlu menghadiahkan
sebuah sima (perdikan) sebagai tanda balas jasa kepada seseorang, sekeluarga
atau seluruh penduduk desa, maka mereka itu diberi pula hadiah istimewa
yang berupa macam-macam jenisnya . Hadiah istimewa tersebut bisa berupa
jabatan, hak untuk memakan seperti makanan para raja, hak memakai atribut-
atrnibut tertentu yang menjadi hak raja dan penguasa, misalnya memiliki balai-

31
Jurnal Arkeologi Indonesia, Nornor 4 Juni 2008

balai yang berhias, memakai payung yang bertingkat dan memiliki jenis-jenis
budak seperti yang dimiliki raja dan melakukan kegiatan tertentu di depan
umum, kemudian mengenakan jenis jenis pakaian dan perhiasan tertentu,
memiliki rumah dengan ciri-ciri tertentu .
Pertama kali dikenalnya hak-hak istimewa di dalam prasasti sima adalah
pada masa pemerintahan raja Airlangga (941 Saka-966 Saka) . Prasasti haru
tahun 952 Eaka menyebutkan bahwa raja menganugerahkan status sima
pada desa Baru, selain itu para rama desa Baru juga mendapat hak untuk
memiliki budak ; daraK, hunjrnan, nambi, pujul . Kemudian di dalam prasasti
Kakurugan tahun 945 Eaka (1033 M) menyebutkan bahwa raja telah
menganugerahi sanak keluarga Dyah Kaki Nadu Lnn yang telah menunjukan
kesetiaan pada raja di saat-saat yang sulit yaitu raja harus berperang melawan
kerajaan-kerajaan yang menentangnya . Raja menghadiahkan status sima
pada desa Kakurugan dan ditambahkan hak-hak istimewa bag] sanak keluarga
Dyah Kaki Nadu Lnn berupa yaitu ;
I . anak-anak boleh memakai wida (bedak) nagarasi
2 . boleh memakai kain motif tiang
3 . boleh berkain motif tuwuh watu, hurip anak, tungak niK warvvan,
tutuijuK, pahawwahawwan, maciwa patra, masantya .
4 . boleh memakai kain halus .
5 . boleh memakai tandu tertutup dengan kain halus sebagai tirai yang
berumbai-rumbai .
6 . botch memakai permadani dengan kain halus .
7 . boleh memakai karpet yang tidak hitam, memakai boreh, memakai hiasan
telinga berbentuk bunga teratai terbelah
8 . boleh memhuat dipan bertingkat
9 . boleh menambah bangunan (terbuka) di bagian belakang rumah
10 . boleh memiliki pendopo
11 . berpintu tertutup
12 .diperbolehkan makan segala makanan yang lazim menjadi makanan raja
yaitu,kura-kura, kambing muda yang belum keluar ekornya, anjing yang
dikebiri atau anjing yang tidak berekor, babi hutan aduan, babi yang mati
digantung .
13 . botch memiliki budak negro, menjamah budak dan memukul budak .
14 . boleh mengusir orang yang mengganggu perempuan penduduk lingkungan
istana .

32
Makanan & Penampilan dan Strategi Politik pada Masvarakat Jawa Kuno

15 .boleh menjadi abdi


16 .tidak boleh menyuruh pergi pembantu tanpa ijin kelompok perempuan di
Istana .
17 .boleh mengusir mating yang tertangkap basah
18 .Iuput dari amukan .
19 .boleh menyerang sampai terpotong-potong lembwanusapigwanya naga
dalam satu lubang, tikus sepanjang wuwungan atap, mengencingi pagar .
20l boleh mengusir orang yang berhutang, hingga membayar cicilan hutang-
hutangnya sampai lunas .(Tejowasono, 2003 :88-90) .

Isi prasasti Trp tahun 954 CEaka/1032 M menyebutkan bahwa raja telah
member, anugerah kepada Rakai Pangkaja Dyah Tumambong karena jasanya
kepada raja pada waktu raja harus menyingkir dari Wwatan Mas ke Patakan . la
telah melakukan doa dan puja kepada Bhatari agar supaya raja memperoleh
kemenangan dalam peperangan, is berjanji jika pennohonannya terkabul, is akan
mengajukan permohonan pada raja agar desa Trp dijadikan sinter. Setelah raja
mendapat kemenangan, permohonan tersebut di luluskan dan menambah gelar
keban~gsawanan pada Rakai Pangkaja Dyah Tumambong, yaitu gelar Rakai Halu
(pewaris kedua tahta dan disebut `saksat ari nira yaitu menjadi seperti adiknya)
sehingga namanya menjadi Rakai Halu Dyah Tumambong(Tejowasono,2003,1 17)
Pada masa Kadiri dan Singhasari, diperoleh keterangan tentang hak
istimewa, yaitu bahwa para pemuka di thani (desa) di HantaK dan JariK serta
para samya haji katandan sakapat, diberikan hak untuk mempunyai rumah
bertiang delapan . Ciri lain dari rumah yang menandakan pemiliknya mendapat
hak istimewa adalah rumah dengan bukur(bangunan meninggi) atau waruga
(sejenis bangunan kecil, mungkin serambi yang ditinggikan atau langkan) di
tengah, waruga di bagian belakang, mempunyai salu(balai-balai) yang berpapan
dan berbangku yang dibubut . Demikian pula penggunaan banantn sejenis kain
halus, untuk bagian-bagian tertentu di dalam rumah, seperti tirai dan rurnbai-
rumbai di bagian atas, untuk penutup palunan(bejana) dan untuk palarana
(tempat duduk) adalah merupakan hak istimewa juga .(Sedyawati 1994,297) .
Hak istimewa Iainnya yang berkenaan dengan penampilan misalnya hak
untuk menegakan sepasang payung, hak memasang payung putih sepasang,
boleh mendirikan payung di depan (prasasti Lawadan), boleh mernasang
sepasang payung putih dan sepasang payung kuning (prasasti Hring), boleh
memasang payung di atas dan di sisi rumah (prasasti Panumbangan) . Hak

33
fur/ al . 1a/.lrkeol(Wi Indonesia . Nomor 4 Juni 2008

istimewa yang berkenaan dengan jenis pakaian dan perhiasan adalah diberi
hak untuk mengenakan doclot tinulis dan perhiasan-perhiasan seperti gelang,
sisir, dan ikat pinggang yang terbuat dari emas dan dihias intan (prasasti
firing), scorang tokoh di kidul ni pasar (prasasti Panumbangan) dibolehkan
memakai pakaian yang digambari dengan enias (Sedyawati 1991, 298) . Pada
masa Singhasari, hak istimewa juga berupa ijin menanam tanaman tertentu,
misalnya hak menanam galuguh, kamale yang merambat di rumah, serta
menanam kmban kunr di depan rumah . Masih banyak lagi jenis-jenis hak
istimewa yang belum diketahui artinya .
Selera oleh Bourdieu dibedakan atas tiga zona yaitu legitimate taste,
middle Brow taste, dan popular taste berdasarkan kelas sosial dan pendidikan
(kapital budaya) bahwa dalam masyarakat Jawa Kuno atas dasar somber
prasasti sistem pembedaan selera itu juga terlihat . Kelas dominan ditandai
dengan sejumlah selera yang berkait dengan sesuatu yang langka dan yang
bernilai tinggi dan mahal (Bourdieu 2002 :16 .183) . Namun Bourdieu
menamhahkan bahwa kelas sosial juga dibedakan atas kelas hahitusnya yang
menentukan arah orientasi social, selera, cita-cita, cara berfikir dan etos
(Bourdieu 2002 :372) . Pendapat Bourdieu bahwa modal ekonorni dan mo-
dal budaya lebih penting dibandingkan modal lainnya pada masyarakat mod-
ern . Pada masyarakat Jawa Kuno (tradisonal) modal simbolik
(jabatan,gelar,status tinggi dll), men jadi penting bersama dengan modal
ekonorni dan modal budaya dalam membedakan diri (distinction) .
Konsumsi, Budaya dan penampilan yang tergambar dari isi prasasti-
prasasti Jawa Kuno jelas menandai kelas sosial yang dominan pada masa
itu, jadi budaya yang berlaku masa tersebut adalah budaya kaum dominant
yang didukung dengan modal ekonomi, budaya dan simbolik yang kuat .
Mengingat bahwa prasasti-prasasti masa itu dikeluarkan oleh raja dan
penguasa dapatlah disimpulkan bahwa pemberian hadiah berupa hak istimewa
merupakan strategi politik untuk melanggengkan kekuasaan raja .

Daftar Bacaan :
Anderson, Benedict ROG.
1986 Gagasan Tentang Kekuasaan dalam Kebudayaan Jawa,Dalam : Budia
rdjo,Miriam (peny) Aneka Pemikiran Tentang Kuasa dan Wibawa, Penerbit
Sinar Harapan, Jakarta .
Anderson, Benedict ROG.
1990 Language and Power : Exploring Political Culture on Indonesia, Cornell

34
4!akanan & Penampilan dan Strategi Politik pada ,49asyarakat Jawa Kuno
University Press, Ithaca, New York .
Bourdieu, Pierre
2002 Distinction, A Social Critique of The Judgement of Taste, Translated by
Richard Nice, Harvard University Press, Cambridge, Massachusetts
Bourdicu, Pierre
1990 Language and Symbolic Power, Translated by Gino Raymond and Matthew
Adamson, Polity Press, Malden,MA,02148 USA
Haryatrnoko
2003 Menyingkap Kepalsuan Budaya Penguasa, Dalam : Majalah Basis,Edisi Khusus
Pierre Bourdieu . no 11-12 th .k e 52 November-Desember, Yogyakarta
Moedjanto, G
1987 Konsep Kekuasaan Jawa ; Penerapannya oleh Raja-raja Mataram PT .Gramedia,
Jakarta
Moertono, Soemarsaid
1985 Negara dan Usaha Bina Negara di Jawa Masa Lampau, Yayasan Obor, Jakarta
Ras J .J
2001 Sacral Kingship in Java, Dalam ; Klokke, Marijke J . & Karel R van Kooij(ed) .
Fruits of Inspiration, Studies in Honour of Prof J .G de Casparis,Egbert
Forsten Groningen, The Netherlands .
Soedjatmoko,dkk(ed)
1995 Historiografi Indonesia : Sebuah Pengantar, PT.Gramedia Pustaka Utama,
Jakarta.
Sedyawati, Edi
1990 Arsitektur Indonesia Masa I-lindu-Budha : Tinjauan Fungsi Sosial, Dalam :
Lembaran Sastra, Seri Penerbitan Ilmiah FSU1, Depok .
Sedyawati, Edi
1994 Pengarcaan Ganeoea Masa Kadiri dan SiKhasari ; Suatu Tinjauan Sejarah
Kesenian,Jakarta, Leiden : EFEO-LIPI-Rijks Universiteitte Leiden
hejowasono .N .Susanti
2003 Airlangga, Raja Pembaharu di Jawa pada Abad ke-Il Masehi, Disertasi,
F I B-U 1, Depok .
2003 Kepemimpinan Jawa di Abad ke- I I Masehi, Penelitian dibeayai Pusat Penelitian
FIB-Ul, Depok .
2004 Kehidupan Sosial Masyarakat pada Masa Pemerintahan rajaAirlangga, Makalah
dipresentasikan pada Diskusi Panel Airlangga . Diselenggarakan oleh
Pemerintah Daerah Jombang bekerja sama dengan Asisten Deputi Urusan
Arkeologi Nasional . Jombang .
2005Antara Prasasti dan Naskah : Data Sejarah di dalam Prasasti-prasasti Airlangga
dan Kakawin Arjunawiwaha, Makalah dipresentasikan di dalam Seminar
Internasional Jawa Kuno, Depok .

35
lurnal Jrkeologi Indonesia, rVomor d Juni 2008

PENGELOLAAN INFORMASI
DI TAMAN WISATA CANDI PRAMBANAN
Kajian tentang Keterkaitannya dengan
Peningkatan Apresiasi Masyarakat terhadap
Benda Cagar Budaya
(Sugeng Riyanto - Balai Arkeologi Yogyakarta)

A. PENDAHULUAN
James Deetz (1967 : 8) menggambarkan tiga tingkatan dalam penelitian
arkeologi mulai dari tahap observasi, deskripsi, hingga eksplanasi . Melalui
tiga tahapan ini arkeolog . . . he able to say inanv things about past culture
based on their scanty and imperfect remains (Deetz, 1967 :8) . Akan tetapi
"say many things about past culture " saja ternyata belum cukup dan bukan
akhir dari kegiatan penelitian arkeologi . Tahap pasca penelitian, khususnya
yang berkaitan dengan publikasi sebenarnya sudah lama disadari akan art]
pentingnva . Hal ini bukan sekedar sebagai tanggung jawab profesi, akan
tetapi Iebih penting dari itu adalah tanggung jawab moral amok
mengkomunikasikan hash penelitian arkeologi kepada khalayak (Joukowsky,
1980 : 457) .
DI sisi lain, beberapa ahli telah sepakat bahwa warisan budaya adalah
milik masyarakat leas ; dan sebagai konsekwensinya, semua kegiatan yang
berkaitan dengan warisan budaya, baik berupa penelitian, penyelamatan,
pengelolaan dan pemanfaatannya harus tetap mengutamakan kepentingan
masyarakat leas (Tanudirjo, et.al ., 1993/1994 : 5). Sementara itu, berkaitan
dengan pemanfaatan, Cleere (1989 : 9-10) menjelaskan bahwa manajemen
sumber daya arkeologi memiliki tiga tumpuan pemanfaatan, yaitu : ideologik
yang terkait erat dengan pendidikan (edukasional) antara lain untuk
mewujudkan "cultural identity" ; ekonoinik yaitu keuntungan ekonomik

36
Pengelolaan Informasi di 7aman Wisata Candi Prambanan

misalnya melalui kepariwisataan ; dan akademik, yaltu hasil penelitian yang


dimanfaatkan untuk kegiatan ilmiah lainnya maupun pengembangan ilmu .
Kompleks Candi Prambanan adalah salah satu wujud hasil penelitian
dan kegiatan konservasi arkeologi yang dimanfaatkan sebagai objek Wisata .
Sejak pertama kali dideskripsi oleh C .A . Lons dan diadakan pengukuran
oleh Francois van Boeckholtz pada tahun 1733 (Soejono, 1990 : 353), berbagai
kegiatan arkeologis balk penelitian maupun konservasi hingga scat ini terus
dilakukan . Pada tahun 1980, secara resmi kompleks Candi Prambanan
dijadikan sebagai objek wisata yang dikelola oleh Unit Taman Wisata Candi
Prambanan sebagai bagian dari PT Taman Wisata Candi Borobudur,
Prambanan, Ratu Boko .
Objek di kawasan wisata Candi Prambanan adalah produk budaya masa
lalu dan merupakan simbol yang mengandung rnakna kultural dan nilai luhur .
Melalui Candi Prambanan antara lain dapat dibuktikan bahwa sudah sejak
lama bangsa Indonesia telah memliki peradaban tinggi serta pengetahuna
dan teknologi yang tinggi pula (Haryono, 2003b : 8) . Oleh karena itu, peran
arkeolog dalam hal ini adalah mempresentasikan benda simbolis ini agar
signifiikan dan bermakna balk bagi generasi penciptanya maupun generasi
selanjutnya melalui interprelasi yang disajikan kepada masyarakat
(Poespowardojo, 1993/1994 : 17-18) . Interpretasi yang dikemas secara
informatif dengan muatan yang menarik, mudah diakses, dan mudah
dimengerti pada gilirannya dapat menumbuhkan kesadaran akan sejarah
masa lampau . Dengan memiliki kesadaran in] diharapkan "ketahanan budaya"
bangsa akan dapat dipertebal (Haryono, 2003a : 1 1) .

B . KERANGKA PERSOALAN
Jumlah pengunjung yang sangat besar (tahun 2002 tercatat 899 .463
wisatawan nusantara dan 86 .6 13 wisatawan mancanegara) seharusnya tidak
hanya dilihat sebagai potensi ekonomik saja, tetapijuga untuk kepentingan
ideolo,gik, khususnya untuk wisatawan nusantara (wisnus) . Dengan demikian,
pengunjung yang didominasi oleh wisatawan nusantara ini dapat dijadikan
sebagai sasaran untuk mendidik mereka dalam rangka peningkatan apresiasi
terhadap benda cagar budaya .
Masalahnya adalah, bagaimana tanggapan pengunjung dan stake holders
atas ragam dan bentuk pengemasan informasi yang ada di kawasan wisata
Candi Prambanan ? Pertanyaan ini dengan sendirinya mendorong pertanyaan

37
Jurnal 4rkeologi Indonesia, Nomor d Juni 2008

lain . yaitu substansi dan bentuk pengemasan informasi seperti apa yang
diinginkan dan dibutuhkan oleh pengunjung maupun stakeholders ? Jawaban
atas dua pertanyaan di atas dalarn batasan tertentu dapat digunakan sebagai
salah sate cermin dan bahan dalarn menyusun konsep pengemasan informasi
yang ideal di Candi Prambanan sehingga dapat lebih mengena sasaran dan
pada gilirannya dapat meningkatkan apresiasi masyarakat terhadap benda
cagar budaya .

C . TANGGAPAN PENGUNJUNG DAN STAKEHOLDERS


1 . Tanggapan Pengunj ung
Dalam kaitannya dengan penyampaian informasi hasil penelitian
arkeologi, McGimsey & Davis (1977 : 85-88) mengajukan pendekatan berupa
kategorisasi kemasan dalarn tiga bentuk, yaitu kemasan tolls (written wor(f),
lisan (spoken word), dan visual (visual presentation) . PT Taman sebagai
pengelola tunggal kepariwisataan di kawasan Prambanan sebenarnya sudah
menyediakan berbagai ragam informasi yang meliputi tiga bentuk kemasan
tersebut . Kemasan tulis, misalnya telah disediakan dalam bentuk leaflet dan
buku ; kemasan lisan di sana terdapat pramuwisata yang secara khusus
men jadi partner PT Taman meskipun tidak secara organ 1k clan juga petugas
Pusat Penerangan ; dan dalam kemasan visual PT Taman menyediakan film
pendek serta berbagai papan informasi . PTTaman tidak sendiri, penyediaan
informasi juga didukung oleh BP3 DIY dan Jawa Tengah, serta pengasong
yang menjajakan buku paket murah .
Namun demikian, hasil penelitian menunjukkan bahwa 46 orang dari 90
wisatawan nusantara atau 51,1 % menyatakan tidak memanfaatkan layanan
informasi, dan 44 orang atau 48,9 % menyatakan memanfaatkan layanan
informasi yang ada di Candi Prambanan . Dari 46 orang yang tidak
memanfaatkan layanan informasi, 29 orangatau 63 % merupakan pengunjung
yang sebelumnya pernah ke Candi Prambanan dan 17 orang lainnya atau 37
adalah pengunjung perdana . Untuk wisatawan mancanegara, 2 orang
atau 20 % dari 10 pengunjung menyatakan tidak memanfaatkan layanan
informasi dan 8 orang lainnya atau 80 % menyatakan memanfaatkan layanan
informasi . Artinya, total pengunjung yang memanfaatkan layanan in formasi
berjumlah 52 dari 100 orang atau 52 % .
Secara umum, ketersediaan dan distribusi informasi di Candi Prambanan
cenderung dianggap masih kurang oleh pengunjung . Meskipun demikian

38
Pengelolaan Informasi di Tarnan {Visata Candi Prambanan

sebagian lainnya menyatakan cukup, namun tidak satupun yang menyatakan


sangat cukup, bahkan beberapa di antaranya menyatakan sangat kurang .
Secara substansi, ada kecenderungan bahwa pengunjung menerinma
informasi tidak seperti yang diharapkan, atau paling tidak tidak sepenuhnya
sesuai . 1Kecenderungan substansi yang diharapkan dapat diperoleh meliputi :
I) potensi ilmiah kawasan candi prambanan,
2) riwayat penemuan candi prambanan,
3) riwayat pengelolaan candi prambanan (pemugaran & pelestarian),
4) riwayat dijadikannya Candi Prambanan sebagai Objek Wisata
5) potensi pengembangan kawasan Candi Prambanan
DI sisi lain, dalam kenyataanya, pengunjung justru memperoleh substansi
yang meliputi :
1) latar belakang agama dan masa pendirian Candi Prambanan
2) seni arca
3) reliefcerita
4) riwayat penemuan Candi Prambanan
5) riwayat pengelolaan Candi Prambanan (Pemu(yaran & Pelestarian) .
Dengan demikian, hanya satu aspek yang sesuai, yaitu aspek riwayat
pengelolaan Candi Prambanan (Pemugaran & Pelestarian) .
Dalam hal bentuk dan ragam kemasan, terdapat lima ragam dan bentuk
kemasan informasi yang banyak d iusulkan pengunjung, yaitu :
1) brosur dan leaflet
2) tiket . sebagai media informasi
3) petugas khusus di lapangan
4) papan, dan
5) film atau VCD
Selbenarnya, tiga di antaranya sudah disediakan, yaitu brosur dan leaf-
let, papan, dan film . Akan tetapi, usulan ini mengemuka jutsru karena apa
yang sudah disediakan belum dapat memenuhi kebutuhan dan keinginan,
terutarna dalam hal substansi dan distribusinya .
Dalam kaitannya dengan distribusi dan akses informasi di Candi
Prambanan, pengunjung cenderung memilih agar informasi disediakan dengan
lengkap dan gratis, sedangkan harga tiket tidak dinaikkan atau tetap (57,7
%) . Gejala ini sesuai dengan kecenderungan pengunjung dalarn
memanfaatkan layanan informasi yang cenderung mempertimbangkan aspek
ekonornik, yaitu layanan cuma-cuma atau layanan yang relatif murah .

39
Jurnal :lrkeologi Indonesia, Nomor 4 Juni 2008

Meskipun demikian, 36 % pengunjung Iainnya tampaknya Iebih


memepertimbangkan kesediaan informasi, yaitu dengan memilih hargatiket
tetap dan informasi disediakan secara lengkap sehingga pengunjun(' dapat
memilih Iayanan informasi sesuai kebutuhan dan kemampuan finansial .
Sementara itu hanya 5,7 % pengunjung yang setuju harga tiket dinaikkan
tetapi dengan konsekwensi seluruh pelayanan informasi diberikan cuma-
cuma .

2 . Tanggapan Stakeholders
Secara umum, kecenderungan tanggapan slakeholders atas layanan
informasi di Candi Prambanan meliputi : MUM cukup, sangat Iemah, cukup
untuk sebagian pengunjung, sangat kurang, cukup meskipun pet - Iii
pengembangan, belum memadai, kurang, sangat terbatas, cukup, belum
menvertakan makna kultural, masih berorientasi komersil, sangat parsial,
serta distribusi dan isi belum memadai . Jika tanggapan ini ditempatkan pada
skala penjenjangan dalam kategori, maka diperoleh tanggapan yang berkisar
antara "sangat kurang", "kurang", dan "cukup" . Kategori "sangat kurang"
meliputi tanggapan berupa sangat Iemah, sangat kurang, dan sangat terbatas ;
sedangkan kategori "kurang" meliputi tanggapan berupa belt-1111 lengkap,
makna kultural belum disertakan, berorientasi komersiI, cukup LIMA sebagian
pengunjung, cukup meskipun perlu pengembangan, belum memadai, kurang,
masih kurang, dan belum cukup karena masili parsial ; kategori "cukup"
didasarkan pada tanggapan cukup .
Jika slakeholders eksternal yang berjumlah 14 dianggap sebagai
kuantitas, maka terlihat bahwa slakeholders dalam menanggapi Iayanan
informasi di Candi Prambanan berkecenderungan menganggap masih kurang
atau sangat kurang .
Dari segi substansi, aspek-aspek informasi diinginkan slakeholders
adalah sebagai berikut :
I) pecan moral dan makna kultural termasuk teknologi
2) komprehensifyang meliputi aspek pendidikan, penelitian, dan rekreasi
3) sejarah termasuk Mataram Kuna
4) seluk-beluk pelestarian
5) arsitektur
6) riwayat penemuan Candi Prambanan dan candi di sekitarnya

40
Pengelotac7 Informasi di Taman Wisata Candi Prambanan

7) r1wayat pengelolaan dan dinamika pelestarian termasuk pemugaran dan


perawatan
8) basil penelitian
9) acara dan atraksi
10) jadwal pementasan Ramayana
11) fasilitastaman
12) aturan kunjungan dan anca .man

Stakeholders
mengusulkan berbagai ragam dan kemasan informasi
yang dapat dikembangkan di Prambanan, yaitu :

TULIS LISAN VISUAL


1. leflet 8 . pernand ; . 18 . film
2. booklet 9 . satpam 19 . foto
3. buku panduan 10 . juru kebersihan 20 . web
4. tiket 11 . pel:ugas khusus 21 . puzzle miniatur candi
5. brosur 12 . pedagang 22 . peta
6. buku populer 13 . masyarakat lokal 23 . museum
7. sclcharan 14 . petugas BP3 24 . CD interaktif
15 . kaset 25 . papan
16 . radio 26 . atraksi
17 . ceramah

Item yang dicetak tebal menunjukkan bahwa jenis kemasan tersebut


juga diusulkan atau diharapkan oleh pengunjung . Dengan demikian tampak
adanya kesesuaian antara harapan dan usulan pengunjung atas ragam dan
bentuk kemasan informasi di Prambanan dengan usulan dan harapan yang
dikernukakan oleh stakeholders yang lain .
Pvlengenai kecenderungan harapan akan distribusi dan akses informasi,
usulan stakeholders lebih beragam meskipun secara umum menggambarkan
kecenderungan pada pelayanan informasi gratis dengan penyediaan media
yang lengkap . Beberapa hal menarik dari usulan dan harapan stakeholders
berkenaan dengan distribusi serta la% anan informasi antara lain adalah :
I) informasi awal tentang layanan informasi yang ada
2) layanan informasi termasuk harga tiket atau sisten paket
3) petugas proaktif memberikan informasi
4) layyanan eksternal misalnya mendatangi sekolah, roadshow, pengiriman
produk informasi secara rutin ke beberapa stakeholders seperti
kecamatan, LSM, dunia usaha, dan masyarakat lokal

41
Jm nal . lrkeologi Indonesia, ..omor -/ Juni 2008

E . KONSEP PENGELOLAAN INFORMASI


a . Substansi Informasi
Meskipun diusulkan oleh pengunjung dan stakeholders, namun
perancangan Substansi informasi dioperasioalkan oleh PT Tanian dan
stcrkeholders sesuai dengan kategori materi informasi . Rincian mengenai
pent/ usunan Substansi sebagaimana kecednerungan usulan pengunjung dan
stakeholder.c inforniasi beserta operasionalisasinva adalah sebagai berikut .

NO SUBSTANSI OPERASIONALISASI
I potensi ilmiah kawasan candi prambanan, a . Perguruan Tinggi
b . Balai Arkeologi
c . BP3
riwayat penemuan candi prambanan, 1 . Perguruan Ilnggi
2 . Balai Arkeologi
3 . BP3
rncavat pengelolaan candi prambanan 1 . BP3
T(peunigaran & pelestarian), 2 . PT Taman
F4 Dinamika pemucaran dan pelestarian I . BP3
(per!indungan, pemeliharaan, pemugaran) 2 . PT Taman
3 Pcrcuruan Tincci
4 riwayat dijadikannya Candi Prambanan sebagai I . BP3
Objek Wisata ' . PT Taman
3 Perguruan Tinggi
potensi pengembangan kawasan Candi I . BP3
Prambanan 2 . PT I am an
3 . Perguruan Tinggi
4 . Balai Arkeoloci
6 pecan moral dan niakna kultural termasuk I . Perguruan I inggi
tcknologi kuna 2 . Balai Arkeologi
7 Kerangka sejarah, termasuk Mataram Kuna 1 . Perguruan Tinggi
2 . Balai Arkeoloi
8 seluk-helukpelestarian BP3
9 Arsitektur 1 . Perguruan Tinggi
2 . Balai Arkeologi
3 . BP3
10 hasil penelitian I . Perguruan Tinggi
2 . Balai Arkeoloci
II acara dan atraksi PT Taman
12 jadwal pementasan Ramayana PT Taman
13 lasilitas taman 1. PT Taman
2 . BP3
14 aturan kunjungan dan ancaman I . PT Taman
2 . BP3

42
Pengetotaan Informasi di 7anrnn Il isaa ('andi PramhancnJ

Selain substansi berdasarkan kecenderungan pengunjung clan


stcrkeliolders, beberapa substansi yang sudah ada sekarang maupun yang
tersebar di luar Taman Wisata juga perlu dikembangkan, terutama dalam
operasiionalisasinya, sebagairnana uraian berkut ini .

NO SUBSTANSI OPERASIONALISASI
I Latar belakang kcagamaan I . Perguruan Tinggi
2 . Balai Arkeologi
2 Seni area l . Perguruan Tinggi
2 . Balai Arkeolog)
3 tRelief 1 . Perguruan Tinggi
I 2 . Balai Arkeolog
4 Mitologi 1 . Perguruan Tinggi
2 . Balai Arkeologi
5 Budaya lokal (sekarang) I . LSM
2 . Pemda
6 Kesenian lokal (sekarang) I . LSM
2 . Pemda
7 Kerapian I . LSM
2 . Pemda

2 . Ragam dan Bentuk Kemasan


Prinsip-prinsip penyampaian informasi interpretifyangdikomuniasikan
kepada publik meliputi interpretasi langsung dan interpretasi kemasan .
Interpretasi langsung dilakukan melalui pemanduan sedangkan interpretasi
kemasan ('`dead interpretation") bentuknya antara lain meliptti pameran,
leaflet, label, audio-video, ITsvsteni (multi media), tata suara, musik replika,
dan contoh/peniruan (Howard, 2003 : 260) . Penvampaian informasi kepada
masvarakat paling tidak barns meliputi bentuk kemasan tulis (written wor(I),
lisan (spoken word), dan visual (visual presentation) seperti tayangan TV,
video, dan museum (McGimsey dan f fester A . Davis, 1977 : 85-87) .
Sesuai dengan perkembangan teknologi informasi, sangat penting artinya
untuk menempatkan media digital sebagai dasar dan salah sate prinsip dalam
inengembail gkan pengelolaan informasi di Candi Prambanan . Media paling
efektif dalam kategori digital antara lain adalah website, 3D animation,
dan CL) interaktif.
Berdasarkan hal-hal di atas, maka dapat disebutkan bahwa pada
prinsipnya, ragam dan bentuk kemasan informasi perlu mempertimbangkan
beberapa hal, yaitu :
1) ken udahan akses dan d1stribusi, oleh karena itu paling tidak hares meliputi
kemasan tolls, lisan, maupun visual

43
luriiul .-Irkcoloci Indom'sia, Nomor4Juoi 2008
2) keragaman dan bentuk juga hares disesuaikan dengan keragaman
komunikan, dalani hal ini adalalh pengunjung
3) kemudahan dalam menyerap isi informasi, sehingga sangat diharapkan
penggunaan metode interaktif
4) peniantaatan teknologi informasi untuk menunjang pengemasan informasi
yang lebih komunikatif
~) kerangka dan prinsip-prinsip komunikasi sebagai kerangka dasar
pengelolaan informasi

Berdasarkan usulan pengunjung, dari 23 ragam kemasan informasi balk


tulis, lisan, maupun visual, yang paling banyak diharapkan adalah meliputi
hrosur dan leaflet, tiket sehagai media informasi, petugas khusus di lapangan,
papan info ; masi, dan film atau VCD . Lima bentuk kemasan tersebut terivata
juga merupakan lima jenis yang diusulkan dan diharapkan Slakeholdcr.e,
dari 26 jenis yang diusulkan . Dengan demikian, lima ragam clan bentuk
kemasan tersehut dalam batasan tertentu dapat digunakan sehagai acuan
dalam penyempurnaan pengelolaan informasi dl Candi Prambanan .
Di sisi lain, selain kelima ragam dan bentuk tersebut secara teoritik
sangat potensial LIMA dikembangkan, meskipun diusulkan oleh sejumlah kecil
pengunjung . Ragam dan bentuk kemasan tersebut antara lain meliputi
kalender event, peningkatan petugas pusat penerangan, pameran foto, dan
pengembangan Internet . Smentara itu, usulan dari stakeholders antara lain
meliputi pemberdayaan pedagang dan masyarakat lokal dalam penyeberan
informasi, puzzle miniatur candi, CD Interaktif, dan berbagai atraksi .
Berdasarkan hal tersebut, maka konsep operasionalisasi ragam dan
kemasan informasi di Candi Prambanan adalah sebagai berikut .

44
Pengelolaan Informasi di Taman Wisata Candi Prambanan

NO KEMASAN OPERASIONALISASI
1 Buku 1 . Perguruan Tinggi
2. Balai Arkeologi
3 BP3
4. PT Taman
Tiket PT Taman
Kalender event 1 . PT Taman
2 . Pemda
3 . Biro Perjalanan
Brosur / leaflet 1 . Perguruan Tinggi
2 . Balai Arkeologi
3 . BP3
4 . PT Taman
Pengembangan 1 . PT Taman
Pusat Penerangan 2 . BP3
Petugas khusus d 1 PT Taman
lapangan 2 . BP3
7 Papan informasi 1 . PT Taman
2 . BP3
Film / VCD 1 . Perguruan Tinggi
2 . Balai Arkeologi
3 . BP3
4. PT Taman
9 Parneran Foto PT Taman
10 Internet P I Taman
11 Puzzle miniatur BP3
candi
12 CD interaktif I . Perguruan Tinggi
2. Balai Arkeologi
3 . BP3
4 PT Taman
13 Atraksi budaya 1 . PT Taman
2. BP3

45
Jurnnt :lrkeotogi Indonesia, Nomor 4 Juni 2008

3 . Distribusi dan Akses


Pada prinsipnya, informasi yang disediakan harus secara mudah diakses
sehingga perlu pendistribusian yang Iuas dan terarah, sesuai dengan populasi
dan ragam kornunikan . Prinsip dasar ini sangat penting artinya agar makna
clan nilai-nilai yang terkandungdi dalam kemasan informasi dapat mengenai
sasaran . Dalam kaitannya dengan pengelolaan informasi di Candi Prambanan,
tersampaikannya makna dan nilai tersebut diharapkan dapat mendorong
peningkatan apresiasi masyarakat terhadap benda cagar budaya .
Selain itu, dalam kaitannya dengan distribusi dan akses informasi di Candi
Prambanan, pengunjung cenderung memilih agar informasi disediakan dengan
lengkap dan gratis, sedangkan harga tiket tidak dinaikkan atau tetap . Gejala
inj sesuai dengan kecenderungan pengunjungdalam memanfaatkan layanan
informasi yang cenderung mempertimbangkan aspek ekonomik, yaitu layanan
coma-coma atau layanan yang relatif murah . Meskipun demikian, sebagian
pen(Iunjung Iainnya tarnpaknya lebih memepertimbangkan kesediaan
informasi, yaitu dengan memilih "hargatiketdinaikkan dan informasi disediakan
secara lengkap" sehingga pengunjungdapat memilih layanan informasi sesuai
kebutuhan dan kemampuan finansial .
Berdasarkan pandangan stake holders berkenaan dengan distribusi sera
layanan informasi, terdapat beherapa hal yang menonjol, yaitu : I) informasi
awal tentang layanan informasi yang ada ; 2) layanan informasi termasuk
harga tiket atau sisten paket ; 3) petugas proaktif memberikan informasi ; 4)
layanan eksternal misalnya mendatangi sekolah, roadshow, pengiriman
produk informasi secara rutin ke beberapa stakeholders seperti kecamatan,
LSM, dunia usaha, dan masyarakat lokal .
Bcrdasarkan kerangka teori serta tanggapan pengunjung maupun
stake holders, konsep distribusi dan akses informasi dapat disusun sebagai
beri kut .
Pada prinsipnya, distribusi yang ideal dapat menunjang manajemen
kunjungan dengan tujuan utarnanya adalah agar pengunjung dapat to en-
joy, to appreciate, dan to learn . Sementara itu, secara umum, konsep
distribusi ini tidak dapat dilepaskan dari substansi maupun ragarn
kemasannya . Artinya, substansi clan ragam kernasan menjadi salah sate
pertimbangan adalam pendistribusian maupun akses .
Untuk Candi Prambanan, berdasarkan ragarn dan bentuk kemasan
informasi, maka distribusi dan akses yang ideal adalah sebagai berikut :

46
Pengelolaan Informasi di Taman Wisata Candi Pramhanan

I) brosur dan leaflet disediakan secara cuma-cuma dan diberikan saat


pengunjung membeli tiket
2) brosur dan leaflet disediakan secara cuma-cuma dan dikirim ke berbagai
slakeho/ders yang dianggap efektif seperti hotel, restoran, biro
perjalanan, Pemda, Kecamatan, dan LSM
3) kemasan informasi pada tiket sangat efektif clan efisien sehingga sangat
ideal untuk dikembangkan clan secara periodik diperbaharui balk tampilan
maupun substansinya
4) beberapa petugas khusus di lapangan yang terdidik untuk melayani
informasi mengenal Candi Prambanan dan Taman Wisata sangat
membantu pengunjung dalam mengakses dan mernperoleh informasi
5) Pusat Penerangan dikembangkan khususnya dalam penyediaan informasi
awal atas pelayanan informasi maupun fasilitas Taman
6) papan informasi selain dikembangkan kualitas dan substansinya juga hares
diperhatikan penempatannya sehingga terlihat jelas dan mudah diakses
oleh pengunjung
7) filrn atau VCD selain diperbanyak topik atau judulnya juga secara khusus
dijual agar pengunjungyang menginginkannya dapat memperolehnya
8) webs lie dikembangkan dengan mengutamakan unsur substansi yang

mendukung untuk acuan akademik dan pendidikan publik . Secara khusus,


media ini sangat efektif untuk menjangkau publik secara lebih leas karena
dapat diakses dari segala lokasi di seluruh dunia dan dengan kemasan
yang interaktif
9) Sesuai dengan kerangka komunikasi, diperlukan mekanisme untuk
memberikan kesempatan dalam memberikan masukan atau umpan bail
atas informasi yang diperoleh, khususnya berkaitan dengan pengelolaan
informasi balk dalam segi substansi, ragam dan bentuk kemasan, maupun
mekanisme distribusi dan aksesnya .

Sementara itu, meskipun sebagian besar pengunjung menginginkan agar


pelayanan infromasi disediakan secara cuma-cuma tanpa harus menaikkan
harga tiket, namun tidak sedikityang bersedia memilih dan membayar asalkan
ragam informasi disediakan secara lengkap . Dalam batasan tertentu,
pernyataan ini dapat dijadikan sebagai landasan dalarn pendistribusian dan
layanan akses informasi di Candi Prambanan . Artinya, ragam dan bentuk
kemasan informasi disediakan terlebih dahulu secara lengkap, selanjutnya

47
Jurnnl .-lrkc ologi Indonesia, Nontor'l Juni 2008
dip] lah guna menentukan kategori gratis atau kategori membayar .
Berdasarkan uraian tersebut, maka konsep operasionalisasi yang
berkaitan dengan distribusi dan akses informasi di Candi Prambanan adalah
sebagai berikut .
NO DISTRIBUSI / AKSES OPERASIONALISASI
I Ilarga tiket tetap seluruh PT Tanlan
_ informasi cuma-cuma
I larga tiket tctap, informasi PT Taman
tersedia lengkap sehingga
,p neunjung d . at memilih
3 Penyediaan informasi awal Selutuh stakeholders
mcngcnai Iayanan informasi _
4 informasi dikelola dalam sistetn PT'I'aman
Paket
5 Pettlgas angproaktif P"l''Faman _
6 Pcla\ anen eksternal 1 . PT "I'aman
2 . Pemda
3 . Biro Perjalanan

Dalain mekanismenya, PT Tatnan memang perlu melibatkan berbagai


pihak, khususnya Perguruan Tinggi, BP3, Balai Arkeologi, maupun pihak
lain yang terkait guna mengoptnnalkan pengelolaan informasi . Rincian
mengenai substansi, penyedia materi, sasaran, jenis dan bentuk kemasan,
serta distribusi dan akses dapat dilihat pada adalah sebagai berikut .
4 . Siklus Pengelolaan Informasi
ASPI:K SUBSTANSI PEN) EDIA .tENIS BENTIIK DISTRIIIUSI &
SASARAN
INFORMASI MAIFRI KEMASAN KEMASAN AKSES

Gratis : brosur,
buku. hrosur, leaflet, leaflet, tiket,
Dal e Arkeologi, Ialts,
Ritiuv it pe t mutt tike t, guide, petugas petugas, PnPrn .
BP'. Perguruat Unuun Visual,
Candi Prainbunun lapuman, lilm, pagan, displu - , erh.dre .
TingT[i 1U
dopla , ,v'hvt(r Membayar : huku,
gtra& . film
a

G
Gratis: hrosur,
P ri :n at I"neclolaun
Ill' : . Perguruan huku . hrosur, leaflet, leaflet . tike[,
( andi t'runhamm
Tinggi . PI Ifrnum Tulis, Lisan tikct, guide, petugas I utgas, "ch'a"
IPenn, gar") & Membayar : huku .
human laPm 6pan, achsire
Pcl,,Iarl,ul
Mild['

Gratis : brosur,
Rioayat di'I,dikanma BP3, Perguruan buku, hrosur, leaflet, leaflet, tiket,
Candi Pramhanae Tinggi, PT Umum Tufts, Idart Act, guide, petugas petugas .
sebagai Obiek Wlsata Tartan lapangan, Membayar : huku,
guide

Gratis : brosur .
Dinamika pentugaran
buku . brosur, leaflet, leaflet, tiket. grade .
dart pelestarian BP3 . Perguruan
I ulis, Lisut, tiket, guide, petugtu petugas, Papatt,
tpert indungan, Tiiwgi, PT Umum
Visual lapangan, Illm, papan, display, atuaksc
petncliharrm . Tantan
display, atraksi Membayar : huku,
pem ugaran )
guide, film

48
Pengelolaan Injormasi di "Taman {1-isata Candi Pramhanan

Gratis : Icatlet,
Pcrguruan Kalangan buku, leallel, film,
Potrns ilntiah kawusun Tulis, cchvre.
Tinggi . Balai Akademik, CD-InlcraktiI,
('andi I'mnthanan Visual Membayar : buku,
Arkeolugi, BI'3 %Iahasissta, ,rebs,te
. CD-Liicraktil,
film

Gratis : hrosur,
buku, brosur. Icatlet, leaflet . Act,
pecan nturtl dan ntakna Pcrguruan uket, guute, pctugas penigas . display,
Tulis, Lisan.
kultund tennasuk - hiuggi. Balm tlmum lapangan, film, nrheit,' airaks, .
Visual
teknulogi Arkeolugi dsplaa . CD-hueaknt . Membayar : Ink .,
irchtiR•, utrtksi guide, film, ('I)-
Icterakttl,

Gratis : hrosur,
buku, brosur . Icatlel, Icatlel. iikci,
keC1111ka selaralt. Pcrgurnan like, guido, petueas PC lugaa, display,
lubs, Lisan,
tenn ;uuk NIat :trnm Tinggi, Balai Umum lapangan, film . i,eha c"
VisuaI
Kuna Arkeolugi display, CD-Inteaktil, Membayar : huku,
I nrhsite etude, flint, CD-
Interaktif

I Gratis : h,-m .
huku, brosur . Icotlct,
leaflet, tiket,
l ulis, I_isem, Tiled, pemeas
cc•l uk-belt, pcleslarian BI'3 IIinuin pelugas,papan .
VIsuaI lapangan, lilnl . papan .
Membayar : buku,
CD-lincraktif
guide, Illm

Gratis : brosur,
buku, brosur, leaflet,
Pcrguruan bullet, pelugm.
'I uhs, Lisan, gold", ai gas
arsiteklur Tilt_egi, Balai !intent an displ :ic papan
Visual lapangan, lilm,
Arkeolugi . III", Membayar: buku,
duplas, papan
gaudc, lihn

1
Gratis* hrosur.
huku . hrosur . Icatlet,
Pcrguruan lea hut . tikes .
Tulis, Ilkd, g iulr, peiueas
ha>il palcliiian Tin g i, k3ului Umum pctugas, dupla, .
Visual lapangan, film,
Arkeolugi papan . A1entbayar.
display, papan
haku, vi 1"', 1,1111

f ulis, Gratis : hrosu r,


leant dan tumksi PT Taman Umwn brosur, papan
Visual papan

jadsral pementasan Tulis, Gratis : hrosur,


PT Tannin Umum hrosur papa n
Ra"'ayana Visual papan

folic, hrosur, papan . Gratis : brosur,


lasilitac taman BP3, P"f Taman Umum
Visual I chsuc pap n, -hwt,

Gratis : brosur,
aturan kunjungan dan huku . brosur. leaflet,
, , leaflet, pelugas,
autumn alas BP3 . PI [-an I'm 11 Visual Lisan guide, pctugas
papan- Mendtatar :
pelanggaran lapangan, Pepan
huku, guide

huku, brosur, leaflet, Gratis : hn ur,


Pcrguruan ca et, pctugas,
Latar helakang hulls, Lisan, pctugas lapangan '
Tinggi, Iialai I tint display . H'ebcire.
keagaman Visual film, displac .CD
Arkeologi Membavar:huku.
Inieak ;iff irehaite
film, amde . CD-
Gratis : hrosur,
huku, brosur, leaflet, leaflet, tikes, guide,
Pcrguruan tike!, guide, pctugas pctugas. display
lldis, Lisan,
Seni area I inggi, Balai Umum lapangan, lilnt, wchsitc
Visual
Arkeologi displa .\, CD-Inteaktif. Membayar, buku .
aebsite guide, film, CD-
_ In 'raktif
Gratis, brosu
buku, brosur, leaflet,
Perguruan leaflet, tiket .
fulis, Lisan, tthu, pctugas
mitologi I inggi . Balai lhnum pctugas, papan.
Visual lapangan, film . papan
Arkeologi Membayar: buku,
CD-InterakG(
grtidc

49
Jurnal Arkeologi Indonesia, Nomor 4 Juni 2008
Gratis : brosur,
buku, brosur, leaflet, leaflet, petugas,
Tulis, Lisan,
Budaya lokal (sekarang) LSM, Pemda llmum guide, petugas display.
Visual
lapangan Mcmbayar: buku.
eulde
Gratis : brosur,
buku, brosur, leaflet, leaflet, petugas,
(sekarang lokal
LSM, Pemda Umum guide, petugas display.
( sekarang) Visual Lisan,
Vsual
lapangan Membayar: buku,
I
guide
Gratis : brosur.
buku, brosur, leaflet . leaflet, petugas,
lldis, Lisan,
Leralmun LSM, Pemda Umum guide, petugas display .
Visual
lap:mgan Membayar: buku,
J guide

Dalam kerangka pengelolaan informasi, terdapat satu hal yang penting,


yaitu kontinuitas dan perawatan . Di dalam kontinuitas dan perawatan terdapat
aspek pengembangan pengelolaan, balk dalarn hal substansi, kemasan,
maupun distribusi ; selain itu juga berupa penambahan materi informasi, koreksi
substansi, pemeliharaan dan perbaikan sarana, serta hal-hal lain sejalan
dengan perjalanan waktu . Dalam teori, komunikasi memiliki sedikitnya lima
unsur, yaitu komunikator, pesan, media, komunikan, dan efek . Namun, di
dalam proses komunikasi secara nyata muncul adanya noise atau gangguan
komunikasi dan tidak jarang juga muculnya umpan balik dari komunikan
terhadap komunikator. Oleh karena itu, proses komunikasi yang ideal harus
digambarkan secara siklus dan tidak secara linear .
Demikian pula dengan pengelolaan informasi di Candi Prambanan yang
seharusnya juga dilandasi kerangka komunikasi tersebut sehingga prosesnya
tidak linear tetapi siklus . Secara skematik, siklus pengelolaan informasi di
Candi Prambanan yang ideal adalah adalah sebagai berikut .
,.n rr. P .n Kxen~nrunr .n
Op"
n.iondiu .n i
.n- A I suMlumi
'r Tanan S
1 . Jizmn,m .'oern,~la~„

I'ene .njonp S
Sukd,oi .m rYU7-t.wn
vbM
P<manam m
meAna .k nilni M,ranan Mating &
t5iu

EeEK

ARaiy; lanndap
RCR

Skema Rancangan Pengelolaan Informasi di Candi Prambanan

50
Pengelolaan Informasi di Taman IYisata Candi Prambanan

Dengan skematik yang tidak linear, maka titik mula proses dapat diawalI
dari titik mana pun . Sesuai dengan tujuan penelitian, maka skerna di atas
dimulai dari tanggapan pengunjung dan stakeholders atas pengelolaan
informasi yang ada di Candi Prambanan . Berdasarkan tanggapan tersebut,
muncul berbagai kecenderungan terutama berkenaan dengan substansi, ragarn
dan bentuk kemasan, serta distribusi dan akses iformasi . Kecenderungan-
kecenclerungan ini kemudian menjadi dasar bagi pengembangan konsep
pengelolaan dan kerangka operas ional1sasi yang se lanjutnya diwuj udkan dal am
bentuk pengelolaan informasi di Candi Prambanan oleh PTTaman . Melalui
media tulis, lisan, maupun visual, berbagai makna kultural dan nilai luhur
dimuat di dalamnya . Media beserta muatan yang ada di dalamnya ini lah
yang disampaikan kepada pengunjung maupun stakeholders . Melalui
penyampaian media dan muatan ini diharapkan akan dapat mendorong efek
berupa peningkatan apresiasi terhadap BCB . Selain itu, dari penyampaian
media beserta nilai dan makna juga dapat mendorong adanya umpan batik
berupa tanggapan sebagai bagian dari proses siklus baru dengan berbagai
perubahan, perkembangan, koreksi, dan seterusnya dan berlangsung secara
berkesinambungan .

F. PEINUTUI'
Persentase pengunjung yang memanfaatkan layanan informasi di Candi
Prambanan dapat dikatakan sangat kurang, yaitu hanya 52 % . Wisatawan
nusantara bahkan kurang dari setengahnya yang memanfaatkan layanan
informasi, yaitu hanya 48,9 %, sedangkan wisatawan mancanegara terhitung
tinggi, yaitu mencapai 80 % .
Pengunjung dan stakeholders pada umumnya juga menyatakan bahwa
ketersediaan dan pengelolaan informasi di Candi Prambanan belum
memuaskan, balk dalam hal substansi, ragarn dan bentuk kemasan, maupun
distribusi dan aksesnya . Berkaitan dengan substansi, terlihat adanya
ketidaksesuaian antara substansi yang diperoleh dengan substansi yang
diinginkan . Sernentara itu ragam dan bentuk kemasan yang juga dianggap
masih sangat kurang, baik dalam hal keragaman, kuantitas, maupun
kualitasnya . Berkenaan dengan distribusi dan akses, pengunjung dan

51
lurnal Arkeologi Indonesia, Nomor 4 Juni 2008

stakeholders umumnya mengusulkan agar informasi didistribusikan agar


dapat diakses semudah dan semurah mungkin sehingga secara nyata seluk
beluk dan makna kultural tentang Candi Prambanan dapat disampaikan secara
leas .
Gambaran tersebut sekaligus mengisyaratkan bahwa pengelolaan
informasi di Candi Prambanan sebagai BCB yang dikembangkan menjadi
objek wisata belum optimal karena belum dapat memenuhi kebutuhan dan
harapan pengunjung . Demikian pula dalam kaitannya dengan pemahaman
objeknya, informasi yang disediakan belum dapat mendorong pengunjung
untuk lebih memahami Candi Prambanan maupun BCB secara umum . Hal
ini pada akhirnya juga menyangkut apresiasi pengunjung yang cenderung
menyatakan "cukup peduli" meskipun pilihan "sangat peduli" juga memiliki
kecenderungan tetapi masih di bawah "cukup peduli" .
Dengan demikian memang harus ada perubahan yang signifikan
dalam manajemen PT Taman untuk mengedepankan aspek informasi sebagai
bagian yang paling penting . Perubahan ini tidak harus secara organik, akan
tetapi dapat juga dengan cara mengimplementasikan konsep pengelolaan
sebagaimana diuraikan di atas .

DAFTAR PUSTAKA
Cleere, Henry . 1989 . "Introduction : The Rationale of Archaeological Heritage Man-
agement" . Henry F . Cleere (ed .) Archaeological Heritage Management in
the Modern World. London : Unwin Hyman . HIm . 1-19 .
Deetz . James . 1967 . Invitation to Archaeology . New York : The National History
Press .
Haryono, Timbal . 2003a . "Pengembangan dan Pemanfaatan Aset Budaya dalam
Pelaksanaan Otonomi Daerah" . Makalah disampaikan pada Rapat
Koordinasi Kebudayaan dan Pariwisata diselenggarakan oleh Kementrian
Kebudayaan dan Pariwisata di Jakarta pada tanggal 25-27 Maret 2003 .
_ . 2003b . Pelestarian Warisan Budaya Dunia . Makalah
disampaikan dalam Seminar Pelestarian Candi Prambanan sebagai Warisan
Budaya Dunia di Prambanan, Yogyakarta, 10-11 September 2003 .
Howard, Peter. 2003 . Heritage, Management, Interpretation, Identity . London :
Continuum .
Joukowsky, Martha . 1980 . A Complete Manual of Field Archaeology. Tools and
Techniques of Field Work forArchaeologists . New Jersey : Prenfice-Hale,
Inc .
McGimsey, Charles R . & Hester A . Davis (eds) . 1977 . The Management of Ar-

52
Pengelolaan Informasi di Taman Wisata Candi Prambanan

chaeological Resources, The Airlie House Report . Special publication of


the Society for American Archaeology. Washington D .C .
Poespowadojo, Soerjanto . 1993/1994 . "Arkeologi dan Jatidiri Bangsa" . Dalam Pro-
ceedings Pertemuan Ilmiah Arkeologi Vl . Jakarta : Pusat Penelitian
Arkeologi Nasional . Film . 15-21 .
Soejono, R . P. 1990 . "Arkeologi di Indonesia in Vogelvlucht" . Dalam Monumen .
Seri Penerbitan Ilmiah No . I I Edisi Khusus . Depok : F. Sastra UI .
Tanudiirjo, Daud Aris, et . al ., 1993/1994 . Laporan Penelitian Kualitas Penyajian
Warisan Budaya Kepada Masyarakat : Studi Kasus Manajemen
Sumberdya Budaya Candi Borobudur . Yogyakarta : PAU-SS Universitas
Gadjah Mada . Tidak terbit .

53
Jurnal .4rkeologi Indonesia, Nomor 4 Juni 2008

KOMPLEKS MEGALITIK GRUJUGAN,


BONDOWOSO, JAWA TIMUR:
PERSEBARAN DAN WILAYAH
PEMINTAKATAN

Bagyo Prasetyo

Pendahuluan
Kompleks Megalitik Grujugan sebagai obyek penelitian merupakan
pilihan yang cocok untuk dilakukan mengingat kompleks mill mempunyai
temuan obyek megalit yang cukup padat . Sites ini terancarn oleh kerusakan
dan kemusnahan dikarenakan adanya perbedaan kepentingan yang dapat
mengancam kelestarian benda cagar budaya, seperti kepentingan bisnis
(penjarahan para kolektor benda antik), pengolahan lahan untuk pertanian,
dan penguasaan lahan untuk bangunan-bangunan usaha . Banyaknya
pencurian benda cagar budaya serta rusak maupun berpindahnya benda
cagar budaya dari tempat aslinya mengakibatkan perlu adanya percepatan
dalam melakukan pernintakatan (zoning) terhadap Kompleks Megalitik
Gru j ugan .
Sejauh ini penelitian untuk mengungkap keberadaan peninggalan
megalitik di wilayah Grujugan telah dilakukan oleh saijana asing seperti Van
Heekeren pada tahun 1929, Willems tahun 1940, Balai Arkeologi Yogyakarta
tahun 1983 dan Bidang Prasejarah Pusat Penelitian dan Pengembangan
Arkeologi Nasional (dahulu Pusat Penelitian Arkeologi Nasional) pada 2001 .
Dari semua penelitian tersebut, hal yang menarik adalah bahwa sites ini
mempunyai kompleksitas variabel jenis yang cukup beragam yaitu sejumlah
6 jenis yang terdiri dari dolmen, silindris batu (bate kenong), sarkofagus,
kursi batu, arca, dan lumpang . Namun demikian situs dengan wilayah seluas
sekitar 2.925 .000 meter persegi ini nampaknya sudah terancam oleh

54
Kompleks Megalitik Grujugan, Bondowoso, Iowa 7imur

perkembangan permbangunan balk oleh pergembangan permukiman maupun


kawasan industri . Ada dua permasalahan dilematis dalarn pembangunan fisik
dewasa . ini, yaitu bahwa disatu pihak pembangunan memerlukan lahan untuk
mendirikan prasaran/sarana umum, di lain pihak, pembangunan Bering
mengakibatkan bangunan aset budaya menjadi rusak, tergusur, atau berubah
fungsi (Sedyawati 1994) . Oleh karena itu pemanfaatan yang berwawasan
pelestarian dan perlindungan hanya dapat terlaksana apabila masing-masing
yang berkepentingan menerapkan azas keselarasan dan keseimbangan
(Kusurnohartono 1994) . Dalam melakukan upaya tersebut maka masalah
yang dihadapi adalah berkaitan dengan tinggalan arkeologi sendiri yaitu
bagaimana dengan bentuk, keletakan dan penyebaran obyek megalit di
Kompleks Grujugan dan seberapa leas wilayah pemintakatan yang hares
dilakukan terhadap benda cagar budaya tersebut . Dalam tulisan inl dibahas
tentang bentuk, tingkat kepadatan dan penyebaran megalit di Komplek
Grujugan serta bagaimana upaya melakukan pemintakatan terhadap sites
tersebut .

Lokasi Kompleks Megalitik


Kompleks MegalitikGrujugan merupakan salah sate kompleks megalitik
yang dntemukan di Kabupaten Bondowoso disamping sites-silos megalitik
lainnya . Secara administrasi berada pada Kecarnatan Grujugan dan obyek
megalit tersebut menempati bagian dari wilayah Desa Pakauman dan
Wanisodo . Wilayah penelitian dikelompokkan dalam 4 kuadran yang
didasarkan atas jalan raya yang membelah wilayah Grujugan balk dari utara
ke selatan yaitu berupa jalan raya dari Kota Bondowoso menuju ke Jember,
scrta jalan yang membelah di sisi barat yaitu yang menuju ke Desa Dawuhan
clan jalan yang membelah di sisi timuryaitu yang menuju ke Desa Pakauman .
Lebih jelasnya pembagian tersebut dalBondowoso-Jember yang
membelah wilayah Kecamatan Grujugan

1 . Kelompok pertama (kuadran baratlaut)


Kelompok pertama terletak di sisi barat jalan rayayang menghubungkan
kota Bondowoso dan Jember, dengan luas lahan sekitar 300 .000 meter persegi .
Batas wilayah pengamatan kelonnpok pertama dimulai dari sisi utara jalan
kampung yang menuju ke Dawuhan mengarah ke utara sepanjang sebelah
barat jalan raya sampai pada jalan kampung yang membatasi wilayah

55
Jurnal rlrkeologi Indonesia, Nomor 4 Juni 2008

perkampungan . Pada umumnya lahan pada kelompok ini merupakan hutan


jati khusunya sepanjang sisi jalan raya dengan kisaran lebar antara 100-250
meter, hutan pinus yang terletak di sisi jalan kampung yang menuju ke arah
Dawuhan dengan kisaran lebar sekitar 100 meter. Adapun bagian belakang
(arah ke barat) merupakan tanah tegalan yang ditanami seperti tebu dan
tembakau . Pada lahan ini terdapat dolmen sebanyak 1 I buah dan silindris
batu sebanyak 16 buah .

2. Kelompok kedua (kuadran baratdaya)


Kelompok ini terletak di sisi barat jalan raya yang menghubungkan
kota Bondowoso dengan jember, dengan luas situs sekitar 330 .000 meter
persegi namun mempunyai persebaran megalit Iebih sedikit dibandingkan
dengan kelompok pertama . Bartas wilayah pengamatan kelompok kedua
dimulai dari sisi selatan jalan kampung yang menuju ke Dawuhan mengarali
ke selatan sepanjang sisi barat jalan raya sampai sekitar I kilometer dan
berhenti pada jalan kampung yang membentang dari timur ke barat . Pada
ununnnya lahan tempat obyek megalit merupakan hutan jati khususnya di
sisi jalan raya sepanjang 300 meter dengan lebar sekitar 200 meter . Adapun
sisanya merupakan tanah tegalan yang ditanami dengan tembakau dan tebu .
Pada lahan ini hanya terdapat 5 buah dolmen dan 5 buah silindris bate .

3. Kelompok ketiga
Kelompok ini terletak di sisi timur jalan raya yang menghubuangkan
kota Bondowoso dengan Jember . Lahan ini tempat obyek megalit terletak
mempunyai leas paling besar dibandingkan dengan kelompok lainnya yaitu
sekitar 1 .350 .000 meter persegi . Batas wilayah pengamatan kelompok ketiga
bertolak dari jalan kampung yang meuju ke Desa Pekauman (megarah ke
Kali Sampeyan) menuju ke utara sampal jalan menuju ke Taman . Adapun
pengamatan ke arah tirnur sampai dengan tepi Kali Sampeyan . Di sudut
timurlaut pertigaan antara jalan raya Bondowoso-Jember dengan plan ke
Pekamman terdapat bangunan berupa pabrik meubel, sedangkan sebagian
besar lahan merupakan perladangan yang ditanami tembakau . Kecuali di
pinggir jalan ke Pekauman serta bagian timur yang mendekati Kali Sampeyan
pada umumnya merupakan daerah perkampungan yang cukup padat . Obyek
megalit yang ditemukan di lahan ini cukup padat dengan jumlah sekitar 277
buah dari berbagai variasi bentuk seperti area (1 buah), sarkofagus (24 buah),

56
Kompleks Pvlegalitik Grujugan, Bondowoso, Jawa Timur

kursi batu (1 buah), dolmen (42 buah), dan silindris batu (209 buah) .
4 . Kelompok keempat
Kelompok ini terletak di sisi timur jalan raya yang menghubungkan kota
Bondowoso dengan Jember, dengan luas lahan sekitar 945 .000 meter persegi .
Batas wilayah kelompok ini bertolak dari jalan kampung yang menuju ke
Desa Pekauman (ke arah Kali Sampeyan) menuju ke selatan sampai ke
arah pedukuhan Pekauman . Adapun pengamatan ke arah timer sampai
dengan tepi Kali Sampeyan . Lingkungan lahan sebagian besar merupakan
perladangan yang ditanami oleh tembakau, sebagian lagi merupakan
perkampungan yang padat seperti di sisi timur yaitu di Dusun Pedaringan
dan Dusun Krajan, serta di sebelah selatan yaitu di Dusun Pekauman . Obyek
megalityang ditemukan di lahan ini berjumlah 40 buah yang terdiri dari dolmen
sebanyak 7 buah dan silindris batu sebanyak 33 buah .

Persebaran Obyek Megalit


Pengamatan terhadap seluruh data megalit yang telah ditemukan
merntrnjukkan adanya perbedaan jenis dan kuantitasnya .

"Iabel 1 . Jenis dan kuantitas obyek megalit di Kompleks Alegalit Grujugan

N Jenis Jumla
o h
1 Area 1 0 28
2 Sarkoiagu 24 6 78
S

3 Kursi batu 1 0 28
4 Dolmen 65 18 .36
5 Silindris 263 74 .30
batu
Jumlah 354 100 .0
0

Berdasarkan tabel di atas dapat digambarkan bahwa silindris bate


menduduki tingkat teratas dari seluruh jumlah obyek megalit yang ada,
kemudian disusul oleh jenis dolmen, sarkofagus, dan yang paling sedikitadalah
arca dan kursi batu .
Pembagian wilayah Kompleks Megalitik Grujugan dalam 4 kuadran
memberikan informasi adanya variasi jenis yang berbeda-beda . Kuadran
timurlaut merupakan lahan yang mempunyai kuantitas dan jenis yang
terbanyak d1band ingkan dengan kuadran lainnya yaitu 277 obyek dan 5 jenis

57
,lurnal .lrkeoioLi Indonesia . . omor -l .llni 2008

megalit dengan komposisi berupa sate area, 24 sarkofagus, sate kursi batu .
42 dolmen . dan 209 silindris batu . Kuadran Iainnya yaitu tenggara berupa 40
obvek dan 2 jenis megalit dengan komposisi 7 dolmen dan 33 silindris bate .
Kuadran baratlaut sebanyak 27 obvek dengan 2 jenis megalityaitu I I dolmen
dan 16 silindris bate, serta kuadran baratdaya berupa 10 obyek dengan
jenis megalityaitu 5 dolmen dan 5 silindris bate . label di bawah ini memberikan
gambaran tenting penyeharan obvek megalit pada masing-masing kuadran .

label 2 Persebaran Obvek ;tlf'galit pada ,1lasil{c'-masing Kuadrau


Ni Jenis TKua Jurn
o dran dran (Iran Bran lah
liar Bar. Tnn 1-
atla Way urla ggar
ut a ut
I Ana 100 IO(I

lI
huab bna
h)
2 Sark i01) 100
ofag 00
us (24
buah (I
hua
h)
1 Ku, 100 100
00
balu ( o,
buah (I
bua
h)
4 Unl 16.9 7 .70 64 .6 I 107 100
men . I°% 7% (00
! (7
111 (5 (42
hua buah buah huu (65
hl hl t hua

Pengamatan terhadap obyek megalit menunjukkan adanya penggolongan


dua jenis dalam penyusunan yaltu secara individu dan secara berkelompok .
Golongan individu merupakan obyek megalit yang berdiri sendiri tanpa
mempunyai konteks dengan megalit yang lain . Golongan individu dapat
berupa area, yang ditemukan sebanyak sebuah, sarkofagus sebanyak 9 buah,
dolmen sebanyak 40 buah, dan silindris bate sebanyak 41 buah . Persebaran
obyek megalit yang berdiri sendiri (individu) dapat digambarkan pada tabel
persebaran obyek megalit individu pada setiap kuadran di bawah MI .

label 3. Persebaran Ob,vek Megalit Individu pada Setiap Kuadran

58
Kornpleks Avlegalitik Grujugan, Bondowoso, Jawa Tint or
-
fN
u Jems Kua Kua Kua Kua Ju
dran dran
i
dran dran ml
i
Bar Bara Tim Ten alt
atla Way urla ggar
ut 1 a ut a
02 ~A rca
Sark 9
ofag
us

3 ~ Dol 12 21 2 40
men
4 Silin 23 l3r 41
dris
Batu_
~Juml 16 6 54 15J 91

Dan tabel di atas ditunjukkan bahwa persebaran obyek megalit individu


masih tetap didominasi oleh jenis silindris bate sebanyak 41 buah (45 .05%),
kemudian diurutan kedua berupa dolmen sejumlah 40 buah (43 .96%), setelah
itu sarkofagus sebanyak 9 buah (9 .89%), dan area sebanyak sebuah (1 .10%) .
Pengamatan terhadap persebaran obyek megalit individu pada masing-masing
kuadran menunjukkan bahwa kuadran timurlaut (kelompok ketiga) memiliki
tingkat kepadatan yang paling tinggi dengan prosentasi sebanyak 59 .35% .
Kepadatan selanjutnya ditunjukkan oleh urutan dari kuadran baratlaut
(kelompok pertama) sebanyak 17 .59%, kuadran tenggara (kelompok
keempat) sebanyak 16 .49% dan kuadran baratdaya (kelompok kedua)
seban}ak 6 .57% .
Pengamatan terhadap obyek . megalit yang mengelompok menunjukkan
bahwa dari sejumlah 263 megalit telah membentuk kelompok sebanyak 55
buah, dengan pembagian sebagai berikut

Tahc'l -1 Jumkrh kelompok Alegalit pada se tiap Kuadrcrn

No Kuadran Jumlah I
pengamatan
----
I Baratlaut 3
(kelompok
pertama)
2 Baratdaya
_ (kelompok kedua)
F3 Timurlaut
(kelompok ketiga)
Tenggara 42
(kelompok
keempat)
Jumlah 55

59
Jurnal Arkeologi Indonesia, No,nor 4 Juni 2008

Berdasarkan bentuk penge loin pokan tersebut, terdapat sejumlah variabel


yang dapat dijelaskan sebagai berikut :
1 . Variabel A berupa kelompok dengan sate jenis obyek megalit berupa silindris
bath . Kelompok ini berjumlah 33 buah dengan subvariabel berupa :
a . Subvariabel A I himpunan dengan 17 batu silindris sebanyak 2 kelompok
b . Subvariabel A2 himpunan dengan 16 batu silindris sebanyak I kelompok
c . Subvariabel A3 himpunan dengan 9 batu silindris sebanyak l kelompok
d . Subvariabel A4 himpunan dengan 8 bate silindris sebanyak I kelompok
e . Subvariabel A5 himpunan dengan 6 bate silindris sebanyak 4 kelompok
f. Subvariabel A6 himpunan dengan 5 bate silindris sebanyak 2 kelompok
g . Subvariabel A7 himpunan dengan 4 batu silindris sebanyak 9 kelompok
h . Subvariabel A8 himpunan dengan 3 bate silindris sebanyak 4 kelompok
i . Subvariabel A9 himpunan dengan 2 bate silindris sebanyak 2 kelompok
2 . Variabel B berupa kelompok dengan komposisi dua jenis obyek megalit
berupa silindris batu dan dolmen . Kelompok ini berjumlah 12 buah dengan
subvariabel berupa :
a . Subvariabel B I himpunan 14 silindris bate dengan 1 dolmen sebanyak
I kelompok
b . Subvariabel B2 himpunan 9 silindris batu dengan I dolmen sebanyak I
kelompok
c . Subvariabel B3 himpunan 7 silindris batu dengan I dolmen sebanyak I
kelompok
d . Subvariabel B4 himpunan 6 silindris bate dengan I dolmen sebanyak 1
kelompok
e . Subvariabel B5 himpunan 2 silindris bath dengan I dolmen sebanyak
2 kelompok
f. Subvariabel B6 himpunan I silindris bate dengan I dolmen sebanyak 4
kelompok
g . Subvariabel B7 himpunan I silindris batu dengan 2 dolmen sebanyak I
kelompok
h . Subvariabel B8 himpunan I silindfris bath dengan 3 dolmen sebanyak
I kelompok
3 . Variabel C berupa kelompok dengan komposisi 3 jenis obyek megalit
berupa silindris batu, dolmen, dan sarkofagus, sebanyak 2 kelompok
dengan subvariabel berupa :
a . Subvariabel C I himpunan I silindris batu, I dolmen, dan 2 sarkofagus

60
Kompleks Megalitik Grtyugan, Bondowoso, Jawa 1imur

sebanyak I kelompok .
b . Subvariabel C2 himpunan I silindris batu, 2 dolmen, dan I sarkofagus
sebanyak I kelompok .
4 . Variabel D berupa kelompok dengan komposisi jenis megalit berbentuk
batu silindris dan sarkofagus, mempunyai subvariabel sebanyak 3 buah
yairtu :
a . Subvariabel DI himpunan 3 silindris batu dan I sarkofagus sebanyak 2
kelompok
b . Subvariabel D2 himpunan I silindris batu dan I sarkofagus sebanyak 1
kelompok
5 . Variiabel E berupa kelompok dengan komposisijenis megalit berbentuk
dolmen dan sarkofagus, mempunyai subvariabel sebanyak 3 buah yaitu :
a . Subvariabel El himpunan I dolmen dan I sarkofagus sebanyak 2
kelompok
b . Subvariabel E2 himpunan I dolmen dan 2 sarkofagus sebanyak I
kelompok
6 . Variabel F berupa kelompok dengan jenis 3 buah sarkofagus yang hanya
ditemukan sejumlah satu kelompok
7 . Variiabel G berupa kelompok dengan jenis 2 buah sarkofagus dengan I
buah kursi bate yang hanya ditemukan sejumlah sate kelompok

Pemintakatan (Zoning) Kompleks Megalitik Grujugan


Pemintakatan sangat perlu dilakukan terhadap sites ini mengingat
percepatan pembangunan yang makin pesat di Kabupaten Bondowoso .
Usaha pemintakatan ini dipacu pula oleh hadirnya sehuah pabrik meubel
yang ada di kawasan arkeologi ini sehingga dikhawatirkan makin banyak
bangunan-bangunan kornersial yang bermunculan yang dapat merusak sites
dan kawasannya . Berdasarkan pengamatanyangtelah dilakukan menunukkan
sedikit.nya 8 buah megalit individu (2 dolmen, 2 bate silindris, dan 4
sarkofagus) dan 6 kelompok megalit (19 kelompok megalit yang terdiri dari
10 bate silindris, 4 dolmen, 4 sarkofagus, dan I kursi batu) telah tergusur
oleh pembangunan pabrik meubel tersebut .
Berdasarkan analisis data di atas dapat dijelaskan bahwa 277 obyek
megalit dari 354 yang telah ditemukan berada di kuadran timurlaut, sedangkan
sisanya yaitu 40 dl kuadran tenggara, 27 di kuadran baratlaut, dan 10 di
kuadran baratdaya . Hal lm menunjukkan bahwa wilayah kuadran timurlaut

61
.Imrnal .1rkeologi Indonesia, Nomor 4 Juni 2008

merupakan kawasan arkeologi yang sangat penting balk dari segi akademis
(kegiatan penelitian arkeologi) maupun sebagai kawasan pelestarian benda
cagar budaya . Oleh karena itu upaya pernintakatan yang lebih terukur sangat
perlu dilakukan yaitu :
I . Wilayah A merupakan daerah kawasan arkeologi yang luas dan
menipakan kumpulan dari balk obyek megalit dalam bentuk mengelompok
maupun individual yang tidak boleh dimanfaatkan maupun dikelola oleh
masyarakat balk dalam bentuk pengerjaan ladang maupun dalarn bentuk
bangunan-bangunan (pemukiman maupun usaha-usaha lain) .
2 . Wilayah B merupakan daerah kawasan arkeologi dengan area tertentu
yang merupakan tempat dari obyek megalitdalam bentuk kelompok kecil
(kantong-kantong) . Wilayah ini juga tidak boleh dimanfaatkan maupun
dikelola masyarakat balk dalarn bentuk pengerjaan ladang maupun dalam
bentuk pemukiman atau usaha-usaha lain .
Wilayah C merupakan kawasan arkeologi dengan sejumlah kecil obyek
megalit balk mengelompok maupun individual yang tersebar secara acak .
Wilavah ini masih clapat diijinkan untuk dilakukan kegiatan pengelolaan
lahan (perladangan dan permukiman) namun dengan persyaratan tidak
mengubah, memindahkan bentuk tinggalan megalit yang ada . Namun
demikian tidak diperbolehkan adanya pembangunan-pembangunan barn
dalam bentuk usaha maupun sarana-sarana lain di luar permukiman .
4 . Wilayah D merupakan kawasan bebas, yang terletak di luar jalur itau
kawasan arkeologi . Wilayah ini merupakan daerah bebas pendirian segala
macam bentuk bangunan sesuai dengan peruntukan yang telah diatur
oleh peraturan daerah .
Dal am perencanaan pemintakatan, maka tinggalan obyek megalit yang
dapat dimasukkan ke dalam katagori ini meliputi :

Mintakat A
Keluasan area sekitar 450 .000 meter persegi dengan rincian obyek
megalit meliputi 19 individu (14 silindris batu, I area megalit, 2 dolmen, dan 2
sarkofagus) dan 30 kelompok megalit yang dapat dil That pada tabel di bawah
ini

7abel 5 Obvek Megalit yang Mengelompok dalam Mintakat A

62
Kompleks AMegalitik Grujugan, Bondowoso, Iowa Iimur
No VariaILel 1 Jumlab 1
I kelompok J
rI Variabel A (silindris 17
bala) I
2 - Variabel B (silindris 5
batu dan sarkofagus)
3 Varialxl C (silindris
bat.' dolmen dan
sarkofaLus)
4 Vanabrl D (sibndris
batu dan .sarkofaps)
5 \4tnabel F. (dolmen 2~
:~~fa is)
I Jmnlalt

Wilayah pemintakatan mencakup 25 kelompok dalam kuadran timurlaut,


sedangkan sisanya yaitu 3 kelompok masuk dalam kuadran tenggara . Adapun
untuk obyek megalit individu adalah 16 bujah dalam kuadran timurlaut,
sedangkan 3 buah berada dalam wilayah kuadran tenggara .

Mintakat B
Merupakan kantong-kantong kecil berupa lahan tempat keletakan
kelompok megalit yang berjumlah 8 buah, yang terdiri dari 3 kelompok pada
kuadran timurlaut, 2 kelompok pada kuadran tenggara, dan 3 kelompok pada
kuadran baratlaut . Masing-masing kelompok tersebut merupakan variabel
dari jenis jenis :
hahel 6 Kelompok Megalit dalam Mintakat B

No Variabel Jurnlab kelornpok


I Variabel A (silindris batu) 6
2 Vanabcl B (slltndrls batu dan dolmen) 2
Jurnlab 8

Mintakat C
Pada mintakat ini peninggalan megalit indivudu yang masuk di dalamnya
berjumlah 59 buah dengan rincian sebagai berikut :
Tabel 7 Megalit Individu dalam Mintakat C
N Jems Kua Kua Kua Kua Ju
o dran than dran dran ml
Bar Sara Tin "hen ah
atla [day urla ggar
u[ a
I. .Sark - 3~
otag
2 Ual 10 29 2 36
men
3 SiIin 4 10 0 25
drrn
bat.
Jum1 64
al

Adapun kelompok megalit yang termasuk dalam mintakat C berjumlah


10 buah yang terdiri dari 6 kelornpok pada kuadran timurlaut, 3 kelompok

63
Jurnal Arkeologi Indonesia, Vonior 4 Jun, 2008
pada kuadran tenggara dan I kelompok pada kuadran baratdaya . Masing-
masing kelompok tersebut merupakan jenis variabel A (silindris batu)
sebanyak 7 kelompok dan variabel B (silindris batu dan dolmen) sebanyak 3
kelompok .

Penutup
Kawasan arkeologi mempunyai kelebihan untuk dimanfaatkan dalarn
kepentingan akademik maupun rekreasi . Namun harus disadari bahwa
pelaksanaan pernanfaatannya dapat berakibat negatif terhadap sumberdaya
budaya itu sendiri . Pada era pembangunan saat ini sering terjadi benturan
kepentingan yang tidak jarang mengancam kelestarian benda cagar budaya
tidak bergerak . Oleh karena itu pernanfaatan yang berwawasan pelestarian
hanya dapat terlaksana apabila masing-masing yang berkepentingan
menerapkan azas keselarasan dan keseimbangan . Kepentingan masing-
masing kelompok diselaraskan sate sarna lain sehingga tidak ada penonjolan
kepentingan di masing-masing fihak . Untuk itu diperlukan adanya koordinasi
terpadu antara lembaga terkait balk dari instansi yang menangani
kearkeologian maupun pernerintah daerah . Penetapan wilayah pemintakatan
(zoning area) terhadap Kompleks Megalitik Grujugan sangat diperlukan dalam
upaya menentukan kawasan arkeologi untuk pernanfaatan pariwisata yang
berwawasan pelestarian .

Kepustakaan
Ileekeren, H .R . van . Megalithischeoverblifjselen in Besoeki, Java . Djawa 11 . 1931,
hal . 1-18 .
Fleekeren, H .R . van . The Bronze Iron Age of Indonesia, VKI . `s-Gravenhage : Martin LIS
Nijhof . 1958 .
Kusumohartono, B . Makna penting Situs Sangiran : Dukungan dari segi penataan
ruang . Evaluasi Hasil Studi Teknis Pengemhangan Cagar Budava
Sangiran . Surakarta : Ditlinbinjarah . 1994 .
Prasetyo, Bagyo . The Distribution of megaliths in Bondowoso (East Java, Indone-
sia) . Bulletin of the Indo-Pacifrc Prehistory Association 19 . IPPA : Can-
berra . 1999 .
Prasetyo . Bagyo . Laporun Penelitian Arkeologi Kahupaten Bondowoso Tahap
III . Bidang Prasejarah Pusat Penelitian Arkeologi . 2001 .

64
Pentingnya Pemasaran Dalam Nfeningkatkan Pelayanan Publik Aluseum

PENTINGNYA PEMASARAN DALAM


MENINGKATKAN PELAYANAN PUBLIK
MUSEUM

Oleh : Dedah R. Sri Handari

"TEN NUTTE VAN HET ALGEMEEN"

1 . PENDAHULUAN
Museum Nasional merupakan lembaga pelestarian warisan budaya tertua
di lndonesia . Lembaga yang lahir dengan nama ''Bataviaasch Genoolschap
van Kunsten en Wetenschappen" pada tanggal 24 April 1778 didirikan
oleh cendekiawan-cendekiawan Belanda dengan tujuan memajukan ilmu
pengetahuan seperti fisika, sejarah, antropologi, dan sebagainva . Meskipun
dengan kondisi apa adanya-menempati rumah milik salah seorang pendirinya,
J C M Radermacher, dl Jalan Kali Besar Jakarta Kota - mereka
mempublikasikan dan memamerkan hasil penelitiannya kepada publik . Rumah
di jalan Kali Besartersebut menjadi museum pertamadi Indonesia . Seiring
per jalanan waktu maka koleksi yang dimiliki pun semakin bertambah . Maka
pada tahun 1862 dibangunlah gedung bare, yang benar-benar dibangun untuk
sebuah museum, yaitu di Jalan Merdeka Bat - at 12 dan dibuka untuk umum
pada tahun 1868 .
Pada tahun 70 an dunia permusemnan dl Indonesia mengalami
perkembangan amat pesat yang ditandai dengan dibangunnya museum-
museum di seluruh provinsi . Pada masa itu ada satu filosofis yang dijadikan
dasar atau arah untuk meningkatkan fungsi-fungsi museum . Landasan filosofis
itu disebut Nawa Dharma atau sembilan fungsi museum yang terdiri atas, 1)
pengumpulan dan pengamanan warisan alam dan budaya, 2) dokumentasi
dan penelitian ilmiah, 3) konservasi dan preservasi, 4) penyebaran dan

65
,Iurnal .lrkeologi Indonesia, Nomor 4Juni 2008

perataan ilmu untuk urnum, 5) pengenalan dan penghayatan kesenian, 6)


pengenalan budaya antar daerah dan antar bangsa, 7) visualisasi warisan
alam dan budaya, 8) cermin pertumbuhan peradaban ummat manusia, dan
9) pembangkit rasa bertakwa dan bersyur kepada Tuhan Yang Maha Esa
(Sutaarga 1978 :7) . Landasan filosofis tersebut tidak hanya di_jadikan arah
dalam penyusunan program dan kegiatan di di Museum Pusat (nama Mu-
seum Nasional pada saat itu) tetapi juga di museum-museum lainnya .
Kesembilan fungsi tersebut mencerminkan adanya dua tanggung jawab
besar museum, pertan7a tanggung jawab kedalam, yaitu terhadap koleksi
yang dimilikinya, meliputi kegiatan menghimpun, mengelola, meneliti,
mendokumentasikan dan merawat-, dan kedua tanggung jawab keluar, yaitu
terhadap masyarakat dalarn memperkenalkan atau mengkomunikasikan
koleksi tersebut melalui kegiatan khasnya, yaitu pameran, maupun melalui
media penyebarluasan informasi Iainnya .
Penyebarluasan informasi koleksi museum kepada masyarakat balk
pameran, buku-buku penerbitan museum, maupun informasi yang dikemas
melalui pemanfaatan teknologi informasi (TI) merupakan aspek yang sangat
penting karena mencerminkan dinamika berfungsinya suatu museum . Sejauh
mana permasalahan dalam aspek pemanfaatan museum untuk kepentingan
publik merupakan bahasan pokok makalah ini .

Il . PUBLIK MUSEUM
A. Pengunjung museum
Pengunjung museum sangat beragam ditinjau dari berbagai aspek, balk
dari,jenis wisatawan, pendidikan, umur, karakteristik, dan lain-lain . Masing-
masing pengunjung mempunyai kebutuhan yang berbeda sate dan Iainnya,
sehingga dalam melayaninya memerlukan perlakuan yang berbeda-beda
puIa . Sebagai contoh, berdasarkan pengamatan yang terus menerus terhadap
wisatawan Jepang di Museum Nasional, mereka umumnya sangat menyukai
koleksi manusia purba yang diistilahkannya sebagal "Jawa Genji", Oleh
karenanya apabila mereka datang dengan waktu kunjungan yang singkat,
dengan hanya membawanya ke ruang prasejarah sudah memberikan
kepuasan kepada mereka .
Dilihat dari aspek pendidikan, pengunjung museum meliputi tingkat tarnan
kanak-kanak hingga perguruan tinggi, bahkan yang sudah bergelar Profesor
Doktor pun kerap datang ke museum . Masing-masing kelompok pendidikan

66
Pentingnva Pemasaran Dalam Rleningkatkan Pelcrranan Publik .tluseum

yang berbeda tidak dapat diperlakukan dengan cara yang sama . Diperlukan
suatu keahljan komunikasi sesuai dengan tingkat pendidikannya . Kalau
mereka datang secara perseorangan atau dengan kelompok kecil tidaklah
banyak menimbulkan masalah, namun bagaimana apabila mereka datang
dengan jumlah besar secara serempak? Tentu saja diperlukan keahlian-
keahlian khusus dalam pengelolaannya . Dengan demikian maka untuk menjadi
pemandu museum tidak hanya sekedar perlu memiliki pengetahuan tentang
koleksi yang dikelola tetapi diperlukan juga penguasaan bahasa yang balk
dan benar, teknik berkomunikasi dan presentasi, bahkan pengetahuan yang
memerlukan pelatihan khusus tentang pendekatan "Group Dynamics"' untuk
mengelola pengunjung dalam kelompok kecil maupun besar .

B. Para Peneliti
Ketika penulis mulai berkecimpung di dunia museum sekitar tahun 1987,
para peneliti museum masih terbatas pada kalangan arkeologi, scjarah .
antropologi, dan kesenian . Seiring dengan perkembangan dunia pendidikan,
maka para peneliti museum pun mengalami pergeseran . Sebagaimana yang
tetjadi di Museum Nasional, terutama setelah dilakukan pengembangan fisik
banaunan kearah Utara yaitu "Gedung Arca Museum Nasional", maka tak
henti-hentinya mahasiswa dari berbagai jurusan memanfaatkan museum
untuk dijadikan objek penelitian mereka . Image masyarakat mengenai mu-
seum yang scram, kusam, bahkan menyeramkan . rupa-rupanya mulal
menghilang dari benak publik kita . Kim, banyak sudah karya mahasiswa
dalam bentuk skripsi, tests, maupun disertasi berkaitan dengan koleksi mu-
seum maupun berbagai aspek museum, seperti Kehumasan, Teknik Arsitektur,
Desain Interior, Teknologi Informasi, hingga jurusan yang banyak diminati
saat in] seperti Komunikasi Visual .

C. Pengguna Museum
Hal yang menggembirakan tidak hanya terjadi karena adanya perubahan
paradigma peneliti museum . Para pengguna museum pun saat ini sudah

Pelatihan pemandu dengan pendekatan ini telah diselenggarakan di Museum Nasional


pada tahun 2006 dan 2007, bekerjasama dengan Direktorat Museum dan Indonesian
Heritage Society ( I H S )

67
Jurnal . irkeologi Indonesia, Nomor 4 Juni 2008

semakin be rvariasi . Ditinjau dari tujuan pemanfaatan meliputi seminar atau


pameran pendidikan maupun kebudayaan, workshop, launching buku, hingga
pameran pendidikan maupun kebudayaan, workshop, launching buku, hingga
pameran terbesar perhiasan seperti Mutumanikam Nusantara 2007 pun
singgah di Museum Nasional . Tidak hanya itu, penulis pun kerap menerima
permintaan masyarakat untuk menyelenggarakan konser musik, bahkan
perayaan pernikahan . Contoh-contoh semacam itu merupakan bukti bahwa
museum semakin dicintai oleh publiknya . Bagaimana kita menyikapi
perubahan yang terjadi? Haruskah pengelola museum mengakomodir semua
keinginan publik?

III . S'CRATEGI PELAYANAN PUBLIK


Strategi dapat diartikan sebagai cara penyusunan rencana keseluruhan
(konprehensi1) untuk rnencapai mist dan sasaran, Secara urnum misi kita
dalam nemberikan pelayanan kepada publik balk pada pengunjung, para
peneliti, maupun pemanfaat atau pengguna museum adalah memberikan
kepuasan dalam pelayanan . Hal-hal apa saja yang dapat memberikan
kepuasan kepada publik (atau yang dalam ilmu pemasaran disebut sebagai
pelang(1an) museun? Bagaimana caranya agar dapat memberikan kepuasan
kepada pelanggan kita? Untuk dapat mengetahui hal itu kita dapat pcla_jari
nelalui teori-teori yang ada di dalam ilmu Marketing .
Marketing dapat diartikan sebagai "seni menjual produk', namun
meskipun berkaitan dengan 'menjual', penjualan itu bukanlah yang utama .
Karena Marketing adalah suatu fungsi organisasi dan serangkaian purses
untuk menciptakan, mengkomunikasikan, dan menyampaikan nilai
kepada pelanggan dan untuk mengelola hubungan pelanggan yang bisa
memberi manfaat organisasi dan pemercayanya .' Fungsi utama Market-
ing adalah menanankan `brand image' kepada masyarakat pembeli . Mar-
keting yang diartikan sebagai pemasaran, meliputi fungsi-fungsi promosi dan
penjualan . Keduanya berkaitan erat dan harus berjalan seining . Promosi
bertugas untuk menanamkan brand image'sedangkan penjualan bertugas

Asosiasi Marketing Amerika (AMA) 2004

68
PeHtin>nva Pc'mararan Dalanr J1eninckatkan Ik , laranan Puhlik .Alu .seuni

mendistribusikan harang yang dipasarkan sehingga jika ada pembeli yam ,


bermaksud mcmheli barang yang dipromosikan tadi, bisa mempcrolehnva .
Pemasaran harus memiliki strategi berkaitan dengan persaingan, yang
dipengaruhi oleh kualitas, harga dan pelayanan (C'uslc»uer Value T)ia(l) .
Contoh paling mudah adalah : Kalau orang ditanya apakah ,Rinso' itti :
jawabannya past] deterjen . ,Kijang'? Mobil penumpang . ,Lux'? Sabun mandi .
ltulah hasil dari upaya menanamkan brand image' .
Di dalam dunia pemasaran ada yang disebut sebagai Golden Role
Marketing, yaitu "perlakukanlah orang lain sebagaimana anda ingin
diperlakukan" . Namun paradigma itu kemudian berubah menjadi
"perlakukanlah orang lain sebagainiana dia (yang bersangkutan) ingin
diperlakukan" . Pernyataan tersebut menunjukkan bahwa seseorang tidak
dapat diperlakukan sama antara sate dan lainnva, seseorang barns dihargai
sesuai dengatt caranya masinb masing . Dengan demikian maka kita dituntut
untuk selalu belajar tentang keinginan publik kita .
Penulis tidak akan membahas secara panj in,, Icbar tentang teori-teori
pemasaran, namun secara singkat dapat dikatakan bahwa kita harus selalu
melakukan evaluasi mengenai pelayanan kita kepada publik . Cara untuk
mengukur peas tidaknya publik kita adalah dengan membandingkan antara
pelayanan yang kita berikan (Performance) dengan pelayanan yang
diharapkan publik : (Expectation), sebagaimana digambarkan di baww -ah ini :
Performance < Expectation, artinya Pelayanan Buruk
Performance = Expectation, artinya Pelayanan biasa saja
Performance > Expectation, artinya Pelayanan baik/kepuasan pelanggan .
Sebagai contoh pada penyelenggaraan "Lomba Poster" di salah sate
museum di negeri kita, sebut raja misalnya "The Children Museum of Indo-
nesia", promosi gencar dilakukan sehingga peserta `membludak' . Para
peserta berflkir dengan lomba yang 'gratisan', karena tidak harus membayar
biaya pendaftaran dan tidak perlu membawa peralatan pasti pelayanan dan
hadiahnya pun asal-asalan . Para peserta berharap kalau seandainya jadi
juara dengan hadiah hiburan semacam peralatan sekolah pun tak jadi coal,
mereka tetap bersemangat . Namun ketika lomba berlangsung, para panitianya

Pengetahuan ini penulis peroleh dari 13apak Jen Z A Hans, PhD ketika mengikuti mata
kuliah Strategi Komunikasi dan Negosiasi pada Program Magister Management STIE
IPWIiA .

69
,lurnal :Irkeologi Indonesia, Nomor4Juni 2008
memperlakukan dengan penuh keramah tamahan, diberi snack dan makan slang
coma-coma, dan hadiahnya untuk sang juara pun tak tanggung-tanggung "I3uku
Tabungan" yang nilainya bisa untuk membeli televis] merek terkenal 20" . Maka
tidak disangsikan Iagi betapa para peserta amat sangat merasa peas .
Contoli di atas merupakan ilustrasi bahwa dengan pelayanan yang
maksimal akan dicapai kepuasan pelanggan . Dengan tercapainya kepuasan,
maka mereka akan menjadi alat promosi yang efektif untuk museum kita,
melalui 'berita dari mulut ke mulut', mereka akan menyampaikan pesan
kepada orang-orang lain bahwa betapa bagusnya pelayanan kita .
Suatu saat nanti, seorang turis USA dari negara bagian Idaho akan
memberitahu temannya dari negara bagian California, bahwa dia
mendapatkan „ olisfiiclion', kepuasan, saat mengunjungi Museum Nasional .
Dengan bahasa populer, turfs itu mengatakan : ,Pokoknya rugi banget deli
lo, kalau Io ke Indonesia oak datang ke Museum Nasional
I3iIa ilustrasi di was menjadi suatu kenyataan, maka itu adalah indikasi
keherhasilan pemasaran museum kita .

IV. PE NtJTUP
Melalui uraian yang dipaparkan di atas disadari bahwa tanggung jawah
kita selaku insan museum tidaklah ringan . Karena hares dapat nmenjembatani
antara masyarakat pendukung kebudayaan yang dikelola dengan masyarakat
masa kini dan mendatang sebagai generasi penerus bangsa . Tidak semua
anggota masyarakat mempunyai kepedulian terhadap pelestarian hudaya
hangsa . Di situlah museum memegang peranan penting untuk niengupayakan
agar masyarakat lehih mengenal dan mencintai museum, melalui penyajian
koleksi yang informatifdan komunikatif, serta menyajikan program-program
yang menarik seperti harapan publik .
Sengaja penulis tampilkan di awal penulisan makalah ini sernboyan dari
" Bataviaasch Genootschap van Kunsten en Wetenschappen ", yaitu "7i'n
Nutte van lief Algenneen" yang artinya UNTUK KEPENTINGAN
PUBI .IK . Hal ini dimaksudkan untuk memacu semangat kita selaku insan
museum agar senantiasa meningkatkan pelayanan kepada publik
sebagaimana yang diamanatkan para pendahulu kita . Semoga langkah kita
dalam mengembangkan program-program kegiatan jauh Iebih balk dan
aplikatifserta selalu berupaya mengakomodasi kebutuhan publiknya .

70
Pentingnva Pemasaran Dalam 1Lleningkatkan Pelavanan Pub/ik Aluseum

DAFTAR ACUAN

Sutaarga, MohammadAmir
1980 Capita Selecta, Museografi dan Museologi I, KumpuIan karangan tentang
IImu Permuseuman . Jakarta : Direktorat Permuseuman .
1990/1991 Studi Museologia . Jakarta : Proyek Pembinaan Permuseuman .
1997/1998 Pedoman Penyelenggaraan dan Pengelolaan Museum . Jakarta :
Proyek Pembinaan Permuseuman .

71
Jurnal ;1rkeologi Indonesia, Nomor 4 Juni 2008

Penanganan Benda Cagar Budaya dalam


Perspektif Hukum

W. Djuwita Ramelan

Sejalan dengan pembangunan dan modernisasi di berbagai biding,


arkeologi Indonesia sebagai ihnu yang seringkali tidak diperhitungkan sebagai
bidang yang dapat memberikan kontribusinya sudah saatnya melakukan pula
gerakan-gerakan pembaruan dalam kajiannya . Dalam beberapa tabor
terakhir In 1, kajian kejlmuan hanya berkembang dalam pendidikan sarjana .
Pada tingkat magister, kajian terapan tampak lebih diminati dan dibutuhkan .
Perkentbangan illtnl seharusnya juga memperhatikan kebutuhan masyarakat .
Sebagai contoh, adalah IPByang dulu hanyadikenal sebagai ilmu pertanian,
berkemhangan sangat pesat ketika memperkenalkan kajian-kajian
manajemennyan kenutdian diikuti oleh perguruan-perguruan tinggi lajnnya .
Manajemen sumber daya budaya (C1111 111 - 01 resource rn(magemuenl)' yang
telah berkembang puluhan tahun di dunia' sangat lambat ditanggapi olch
para arkeolog Indonesia . Ketika banyak masalah yang muncul di lapangan,
barulah muncul kajian-kajian yang termasuk ke dalam manajemen sum her
day a budaya yang dilakukan oleh para arkeolog . Namun demikian, banyak
para arkeolog tersebut melakukan penelitian yang seharusnya dilakukan oleh
sosiolog atau antropolog padahal mereka dalarn pendidikannya tidak dibekali

Irchacological Ilerircge,tlcuta c'mcnt (AI IM) digunakan dalam to rum intern asional . :Ar-
chacological Resource Managcmcnt (ARM) digunakan di Inggris_ dan Cultural Resource
Management (CRM) digunakan di Amerika dan di Australia .
Lihat Smith_ Laurajane. Archaeological Lher-,And The Politics olCultural I Icritagc . Lon-
don and New York : Routlege . 2004

72
Penanganan Benda Cagar Budava datam Perspektif hukum

ketrampilan melakukan penelitian masyarakat . Situasi ini sama ketika


etnoarkeologi mulai dikembangkan di Indonesia para era tahun 80-an, banyak
para arkeolog melakukan kajian etnografi tanpa menerapkannya untuk
mempertajam interpretasi data arkeologinya .
Menurut Cleere (1984 :1) : "Cultural resource management which is
concerned with what things will be retained from the past, and with
how they will he used in the present and future, thus represents the self-
conscious emergence of consideration for an ordinary implicit process
that must he as old as human culture ". Dari definisi tersebut jelas bahwa
para arkcolog kini dituntut untuk memiliki keahlian dan pengetahuan tambahan
untuk dapat memahami kepentingan masyarakat .
Seperti diketahui, warisan budaya memiliki sifat terbatas, tidak dapat
diperbaharuI, tidak dapat dipindahkan, dan rapuh . Berdasarkan karakteristik
tersebut upaya pelestariannya memerlukan landasan hukum . Dalam
manajemen somber budaya, aspek hukum merupakan salah sate komponen
terpenting dalam mengelola benda cagar budaya agar tidak ada pihak-pihak
yang berbenturan kepentingan . Pengertian hukum dalam uraian ini dibatasi
pada I ingkup peraturan perundang-undangan atau yang biasa disebut hukum
tertulis" . Dalatn memahaminya atau setidak-tidaknya sebagai pengetahuan
perlu dijelaskan sedikit tentang ruang (ingkup hukum .
Di dalarn teori dan praktik hukum, ada klasifikasi yang diberlakukan
untuk menangani permasalahan hukum, yaitu : 4
I . Hokum undang-undang, yaitu yang tercanturn di dalam peraturan
perundang-undangan .
2 . I-Iukum traktat, yaitu yang ditetapkan oleh negara-negara .
3 . I Iukum kebiasaan atau hukum adat, yaitu yang terdapat pada peraturan

Dalam hukum dibedakan antara hukum dan peraturan perundang-undangan . Pengertian


hukum lebih luas daripada peraturan perundang-undangan . Peraturan perundang-undangan
adalah hukum yang tertulis . Termasuk dalam pengertian hukum adalah hukum adat vg
hersanksi, kebiasaan yang mengikat dan bersanksi, kepatutan yang bila dilanggar ada
sanksinya, putusan pengadilan, dan lain-lain . Sanksi tidak sclalu berupa putusan pengadilah,
tetapi dapat berupa sanksi administratif . sanksi adat (diusir dari masyarakatma) atau
sanksi moral (yang bersangkutan tidak disukai orang banyak) .
Lihat pula Mertokusumo, Sudikno, Mengenal Hukum . Yogyakarta : Liberti 2003 him 126-
134

73
/urnal Arkeologi Indonesia, Nomor 4 Juni 2008

kebiasaan atau adat istiadat yang memperoleh perhatian tokoh


masyarakat .
4 . Hukum yurisprudensi, yaitu yang terbentuk karena hakim (putusan
pengadilan sampai MA) atau putusan-putusan yang selalu dijadikan
pedoman hakim lain dalam memutuskan kasus-kasus yang sama .
5 . Hukum iImu, yaitu saran-saran yang diberikan oleh pakar hokum yang
sangat berpengaruh .
Biasanya pertimbangan digunakannya pula hukum ketiga sampai dengan
kelima apabila ketentuan hukum yang ada pada hukum pertama dan kedua
tidak sepenuhnya memenuhi pertimbangan hukum . Ada beberapa alasan
hakim menggunakan yurisprudensi, yaitu : (1) pertimbangan psikologis, karena
keputusan hakim mempunyai kekuatan hukum (terutama putusan pengadilan
tinggi atau mahkamah agung) hakim bawahan segan tidak mengikuti putusan
tersebut ; (2) pertimbangan praktis, karena dalam kasus yang sama sudah
pernah dijatuhkan putusan oleh hakim terdahulu ; dan (3) pendapat yang sama,
karena hakim yang bersangkutan sependapat dengan keputusan lain
sebelumnyas . Seperti diketahui, ada tiga jenjang putusan pengadilan, yaitu
(1) putusan pengadilan pegeri, (2) putusan banding ditetapkan oleh
Pengadilan Tinggi, dan (3) kasasi ditetapkan oleh mahkamah agung .
Benda cagar budaya (BCB) adalah objek hukum . Di dalam hukum, objek
hukum terdiri atas tiga, yaitu : ( I) orang, (2) benda bertubuh/berwujud, yaitu
dapat diraba . dilihat, dan dirasakan oleh panca indera yang terdiri atas (a)
benda begerak dan (b) benda tidak bergerak, dan (3) Benda tidak bertubuh/
berwujud, yaitu dapat dirasakan oleh panca indera (musik, hak cipta) . Dengan
demikian, BCB termasuk ke dalam ketegori objek hukum kedua . Sementara
itu arkeolog atau lembaga di mana dia beker*a adalah subjek hukum . Subjek
hukum terdiri atas tiga, yaitu ( I) orang yang cakap hukum/berumur 21 tahun
atau telah kawin, (2) badan hukum privat, dan (3) lembaga negara 6 .
Sebagai objek hukum, BCB terikat oleh peraturan dan perundang-
undangan bahkan oleh perjanjian internasional apabila Indonesia turut
menandatanganinya . PerjanjIan internasional yang terkait dengan BCB adalah
(1) Convention Concerning the Protection of the World Cultural and

Lihat Soeroso, R ., Pengantar Ilmu Hukum . Jakarta : Sinar Grafika . 2002 hlm 158-169
Lihat pula Soeroso. R ., Pengantar llmu Hukum . Jakarta: Sinar Grafika . 2002 hlm 198-215

74
Penanganan Benda Cagar Budaya dalam Perspekaf Hukum

Natural Heritage (The General Conference of the United Nations Edu-


cational, Scientific and Cultural Organization Meeting, Paris 17-21
October 1972, (2) ICOMOS Charter for Protection and Management
of the Archaeological Heritage, ICAHM, Lausanne Switzerland 1990,
(3) Charter on the Protection and Management of Underwater Cul-
tural Heritage, 11th ICOMOS General Assemby, Sofia Bulgaria, 5-9
Oktober 1996, (4) Convention for the Safeguarding of Intangible Cul-
tural Heritage 2003, dan (5) ASEAN Declaration on Cultural Herit-
age, Bangkok Thailand, 25 Juli 2000 .
Konvensi (convention)ltraktat (tractaat/treaty), adalah perjanjian yang
sangat penting bagi kelangsungan hidup sebuah negara/bangsa yang dibuat
antarnegara yang dituangkan dalam bentuk tertentu, misalnya perjanj ian batas
wilayah atau warisan dunia . Perjanjian internasional yang merupakan ruang
Iingkup hukum internasional ini berawal dari Eropa sejak runtuhnya kekaisaran
Romawi 7 (Juwana, 2001 :2) . Perjanjian itu biasanya ditindaklanjuti dengan
undang-undangyang diberlakukan di negara peserta . Ada tiga jenis perjanjian
internasional inj, yaitu yang bersifat bilateral (perjanjian antardua negara),
multilateral (perjanjian beberapa negara), dan kolektif/terbuka ( perjanjian
negara-negara anggota PBB) . Pelanggaran atas perjanjian internasional
tersebut ada dua macam : (1) pelanggaran hukum privat, yaitu yang dilakukan
oleh subjek hukum orang atau badan hukum privat . Pelanggaran ini
diselesaikan oleh lembaga peradilan di tempatdi mana terjadinya pelanggaran ;
dan (2) pelanggaran hukum publik, yaitu yang dilakukan oleh sub jek hukum
negara . Pelanggaran ini diselesaikan diselesaikan oleh badan hukum
internasional . Sementara itu charter/ piagam/ pakta/ deklarasi (declara-
tion), adalah persetujuan yangtidak menyangkut kelangsungan hidup sebuah
negara/bangsa yang dibuat antarnegara yang dituangkan dalarn bentuk
tertentu . 8
Apabila terjadi ketidaksepahaman dan antarnegara dan pelanggaran
yang dilakukan oleh negara yang terikat dengan perjanjian internasional
tersebut, diselesaikan melalui lembaga arbitrase . Lembaga inilah yang menjadi

Lihat Hikmahanto Juwana . Hukum Internasional dalam Kontlik Kepentingan Ekonomi


Negara Berkembang dan Negara Maju . Pidato Pengukuhan sebagai Guru Besar di FHUI .
2001 him 2
" Lihat Soeroso, R ., Pengantar 11mu Hukum . Jakarta : Sinar Grafika . 2002 him 170-179

75
,lurnal Arkeologi Indonesia . Nomor 4 Juni 2008

was It apabila terjadi pelanggaran perjanjian para pihak . Di Indonesia, lembaga


arbitrase yang sudah disirikan adalah Badan Arbitrase Indonesia (BANI)
dan Badan Arbitrase Penanaman Modal Indonesia (BAPMI) . DI dalam
penyelesaian sengketa berlaku aturan sebagai berikut :
1 . Apabila dalam pelanggaran perjanjian internasional yang melakukan
pelanggaran itu negara, maka yang menjadi wasit adalah negara lain .
2 . Apabila dalam pelanggaran perjanjian internasional yang melakukan
pelanggaran itu perorangan atau badan hukum, maka yang menjadi wasit
adalah orang (arbiter) atau sebuah lembaga arbitrase .
DI dalam peraturan dan perundang-undangan yang berlaku di Indone-
sia, BCB di atur di dalam berbagai produk hukum . Peringkat produk hokum
di Indonesia secara umum telah diatur melalui Ketetapan MPRS No . XX/
1966 dan kernudian diperbaharui melalui Undang-Undang Republik Indone-
sia No . 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-
Undangan° .
Produk hukum yang langsung mengatur BCB secara nasional adalah :
(1) UU RI No . 5 Tahun 1992 tentang BCB, (2) Penjelasan Atas UU RI No .
24 Tahun 1992 tentang BCB, (3) PP No . 10 Tahun 1993 tentang Pelaksanaan
UU RI No . 5 Tahun 1992 Tentang: Pelaksanaan UU Nomor 5 Tahun 1992
tentang BCB, (4) PP RI Nomor 19 Tahun 1995 tentang Pemeliharaan dan
Pemanfaatan Benda Cagar Budaya di Museum, (5) Keppres No . 43 Tahun

UU-RI No . 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan pasal 7


avat I menyebutkan : Jenis dan hierarki Peraturan Perundang-undangan adalah sebagai
berikut : a . Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 ; h . Undang-
Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang ; c . Peraturan Pemerintah ; d .
Peraturan President e . Peraturan Daerah . Peraturan di luar ini tercantum di dalam pasal 7
ayat 4 yaitu : Jenis peraturan perundang-undangan selain sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), diakui keberadaannya dan mempunyai kekuatan hokum mengikat sepan,jang
diperintahkan oleh peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi . Pada penjelasan,
pasal 7 ayat 4 dinyatakan bahwa : Jenis peraturan perundang-undangan selain dalam
ketentuan ini, antara lain, peraturan yang dikeluarkan oleh Majelis Perm usyawaratan
Rakyat dan Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Mahkamah Agung,
Mahkamah Konstitusi, Badan Pemeriksa Keuangan, Bank Indonesia, Menteri, kepala
hadan, lembaga, atau komisi yang setingkat yang dibentuk oleh undang-undang atau
pemerintah atas perintah undang-undang, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi,
Gubernur, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota, Bupati/Walikota, Kepala
Desa atau yang setingkat .

76
Penanganan Benda Cagar Budava dalam Peispektif Hukum

1989 tentang Panitia Nasional Pengangkatan dan Pemanfaatan Benda


Berharga yang diketuai oleh Menko Polkam, (6) Keppres No . 25 Tahun
1992 tentang Pembagian Hasil Pengangkatan Benda Berharga Asal Muatan
Kapal yang Tenggelam, (7) Keppres No . 107 Tahun 2000 tentang Panitia
Nasional Pengangkatan dan Pemanfaatan Benda Berharga Asal Muatan
Kapal yang Tenggelam, (8) Kepmen Pendidikan dan Kebudayaan RI No .
087/P/1993 tentang Pendaftaran BCB, (9) Kepmen Pendidikan dan
Kebudayaan RI No . 062/U/1995 tentang Pemilikan, Penguasaan, Pengalihan,
dan Penghapusan BCB dan/atau Situs, (10) Kepmen Pendidikan dan
Kebudayaan RI No . 063/U/1995 tentang Perlindungan dan Pemeliharaan
BCB, dan (11) Kepmen Pendidikan dan Kebudayaan RI No . 064/U/1995
tentang Penelitian dan Penetapan BCB dan/atau Situs . Secara lokal, tidak
semua provinsi telah merniliki peraturan daerah (Perda) atau keputusan
gubernur dalarn penanganan masalah BCB .
Berikut adalah sebagian dari peraturan daerah, keputusan gubernur, dan
keputusan walikota dan bupati yang telah mengatur penanganan BCB di
daerahnya masing-masing :
1 . SK Gubernur DKI Nomor475/1993 tentang Bangunan yang Dilindungi
Undang-undang .
2 . Perda DKI Jakarta No . 9 tahun 1999 tentang Pelestarian dan
Pemanfaatan Lingkungan dan Bangunan Cagar Budaya
3 . Perda Daerah Khusus Ibukota Jakarta No . 6 tahun 1999 tentang
Rencana Tata Ruang Wilayah Daerah Khusus Ibukota Jakarta
4 . Surat Keputusan Wall Kota Surabaya Nomor 188 .45/251/402 .1 .04/1996
dan SK Wali Kota SurabayaNomor 188 .45/004/402 .1 .04/1998 .
5 . Pemerintah Kota Yogyakarta Peraturan Daerah Kota Yogyakarta No . 9
tahun 2005 tentang Pembentukan, Susunan Organisasi dan Tata Kerja
Dinas Pariwisata, Seni Dan Budayabudaya
6 . Peraturan Gubernur Kepulauan Riau No . 11 tahun 2006 tentang
Pembentukan Badan Pengelola Kawasan Budaya Pulau Penyengat
Provinsi Kepulauan Riau Gubernur Kepulauan Riau
7 . Peraturan Daerah Kota Surabaya Nornor 5 tahun 2005 tentang Pelestarian
Bangunan dan/atau Lingkungan Cagar Budaya (Lembaran Daerah Kota
Surabaya Tahun 2005
8 . Peraturan Walikota Surabaya No . 64 tahun 2005 tentang Penjabaran
Tugas dan Fungsi Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Surabaya

77
Jurnal Arkeologi Indonesia, Nomor 4 Juni 2008

9 . Perda Kabupaten Daerah Muara Enim Nomor 20 tahun 2000 tentang


Pembentukan Organisasi dan Tata Kerja Lembaga Teknis Daerah
Kabupaten Muara Enim
Undang-undang dapat diajukan berdasarkan inisiatif presiden/ pemerintah
atau Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) . Setelah melalui pembahasan dan
pesetujuan DPR undang-undang ditetapkan oleh presiden, pengundangan
ditandatangani oleh Menteri SekretariatNegara dan setelah itu diberi nomor
dan tahun Lembaran Negara RI .
Sesuai dengan peraturan yang berlaku, struktur di dalam undang-undang
adalah sebagai berikut : (1) Nomor urut, (2) Tahun, (3) Perihal/tentang, (4)
Konsideran (pertimbangan-pertimbangan mengapa undang-undang tersebut
dikeluarkan disebutkan dengan kata-kata : meninibang, membaca, mengingat),
(5) Persetujuan DPR, (6) Penetapan, (7) Diktum atau amar (berisi pasal-
pasal), (8) Ketentuan peralihan (apabila merupakan undang-undang yang
barn tetapi ada hal yang tidak diatur maka diberlakukan undang-undang yang
lama, (9) Masa berlaku, (10) Tanggal dan tempat pengesahan, (1 1)
Pengesahan ditandatangani oleh Presiden, (12) Pengundangan ditandatangani
oleh Menteri Sekretariat Negara, dan (13) Diberi nornor dan tahun Lembaran
Negara RI
Salah satu hal yang terpenting dalarn aturan tersebut adalah kapan mulai
herlakunya undang-undang . Masa berlakunya undang-undang ditentpkan
bermacam-macam, yaitu : 10
l . Pada saat diundangkan . UU No 5 Th 1992 tentang BCB adalah
salah satu contoh undang-undang diberlakukan saat diundangkan seperti di
bamah ME
Pasal 32
Undang-undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan . Agar
setiap orang mengetahuinya, mernerintahkan pengundangan Undang-
undang ini dengan penernpatannya dalarn Lembaran Negara Republik
Indonesia .
Disahkan di Jakarta pada tanggal 21 Maret 1992
Presiden Republik Indonesia
Soeharto

"' Soeroso . R ., Pengantar Ilmu Hukum . Jakarta : Sinar Gratika . 2002 hlm 122-149

78
Penanganan Benda C'agar Budaya dalam Perspektij hukum

Diundangkan di Jakarta pada tanggal 21 Maret 1992


Menteri/Sekretaris Negara
Republik Indonesia
Moerdiono
Pada tanggal tertentu . UU No 19 tahun 2002 tentang Hak Cipta
merupakan salah satu contoh undang-undang yang diberlakukan satu
tahun kemudian seperti tampak di bawah ini :
Pasal 78
Undang-undang in i mulai berlaku 12 (dua betas) bulan sejak tanggal
diundangkan . Agar setiap orang mengetahuinya, mernerintahkan
pengundangan Undang-undang ini dengan penernpatannya dalam
Lembaran Negara Republik Indonesia .
Disahkan di Jakarta
pada tanggal 29 Juli 2002
Presiden Republik Indonesia,
ttd
Megawatt Soekarnoputri
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 29 Jul] 2002
Sekretaris Negara Republik Indonesia,
ttd
Bambang Kesowo
3 . Ditentukan berlaku surut . UU No 62 tahun 1958 tentang
Kewarganegaraan pada beberapa pasal dinyatakan berlaku surut .
4 . Masa berlaku ditentukan kemudian atau dengan peraturan lain . UU No
19 tahun 1948 merupakan contoh undang-undang yang berlakunya akan
ditentukan kemudian .
I larus pula seorang arkeolog mengetahui kapan masa berakhirnya sebuah
undang-undang sehingga ketika ada persoalan hokum tidak salah dalarn
mengacu undang-undang . Di dalam teori dan praktik hukurn, sebuah undang-
undang habis masa berakhirnya ada beberapa sebab, yaitu'' : (1) ditentukan
dalam undang-undang itu sendiri, (2) dicabut secara tegas, (3) undang-undang
lama bertentangan dengan undang-undang baru, dan (4) timbulnya hukum

" Soeroso, R ., Pengantar Ilmu Hokum . Jakarta : Sinar Grafika. 2002 hlm 122-149

79
Jarnal .-Irkeologi Indonesia, ;''omor 4 Juni 2008

kebiasaan yang bertentangan dengan undang-undang atau undang-undang


tersebut sudah tidak ditaati lagi .
Hal yang paling mendasar di dalam undang-undang adalah masalah yang
diatur atau apa yang diatur atau disebut objek hokum . Sebagai objek hokum,
BCB atau secara umum termasuk ke dalam cultured heritage atau disebut
juga dengan istilah archaeological heritage di dalarn setiap peraturan dan
perundang-undangan dan bahkan di dalam perjanjian internasional, selalu
ditentukan definisinya . Hal itu mutlak dicantumkan untuk memberi batasan
yang jelas ke dalam lingkup hukum .
Di dalam Convention Concerning of Protection of the World Cul-
tural and Natural Heritage 1972 (I . article 1) dicantumkan definisi cul-
tural heritage sebagai berikut :
"Monuments : architectural works, works of monumental sculpture and
panting, elements or structures of an archaeological nature, inscriptions, cave
dwelling and combinations of features, which are of outstanding universal
value from the point of view of history, art or science : groups of buildings :
groups of separate or connected buildings which, because of their architec-
ture, their homogeneity or their place in the landscape, are of outstanding
universal value from the point of view of history, art or science ; site : works
of man or the combined works of nature and man, and areas including ar-
chaeological sites which are outstanding universal value from the historical,
aesthetic, ethnological or anthropological point of view" .
ICOMOS 12 yang pada tahun 1990 mengesahkan ICOMOS Charter
for the protection and Management of the Archaeological Heritage
(1990) dan di dalam Article 1-nya dinyatakan definisi archaeological her-
itage sebagai berikut :
The "archaeological heritage " is that part of the material heritage
in respect of which archaeological methods provide primary informa-
tion . It comprises all vestiges of human existence and consists of places
relating to all manifestations of human activity, abandoned structures,
and remains of all kinds (including subterranean and underwater sites),
together with all the portable cultural material associated with them .

` International Council on Monuments and Sites

80
Penanganan Benda C'agar Budava dalant Perspc°kti/ Hukum
DI dalam UU RI No . 5 Tahun 1992 Tentang BCB definisi BCB tercantum
dalarn pasal l, yaitu :
1 . benda cagar budaya adalah :
a . benda buatan manusia, bergerak atau tidak bergerak yang berupa
kesatuan atau kelompok, atau bagian-bagiannya atau sisa-sisanya . yang
berun-iur sekurang-kurangnya 50 (lima puluh) tahun, atau mewakili masa
gavayang khas dan mewakili masa gaya sekuranb kurangnya 50 (lima puluh)
tahun . serta dianggap mempunyai nilai penting bagi sejarah, flint pengetahuan,
dan kebudayaan ;
b . benda alarn yang dianggap mempunyai nilai penting bagi sejarah, ilmu
pengetahuan, dan kebudayaan .
2 . Situs adalah lokasi yang mengandung atau diduga mengandung benda
agar budaya termasuk lingkungannya yang diperlukan bag]
pengamanannya .
BCB secara legal tidak saja ada dalarn peraturan perundang-undangan
seperti telah diuraikan sebelumnya, tetapi tercantum pula di dalam berbagai
undang-undang lain . Kekuatan hokum),ang terting`gi mengenai pengembangan
BCB tercantum di dalam Undang-Undang Dasar 1945 pasal 32 ayat I
sebagai berikut :
Negara memajukan kebudayaan nasional Indonesia di tengah peradahan
dunia dengan menjarnin kebebasan masyarakat dalam memelihara dalam
mengembangkan nilai-nilai budayanya .
BCB sebagai kekayaan budaya nasional didukung pula perangkat hokum
yang mengatur masalah lain tetapi masih terkait baik secara langsung dengan
BCB maupun dalam lingkup pengembangan budaya lokal dan nasional .
Undang-undang lain yang secara jelas mencantumkan pelestarian atas BCB
antara lain :
1 . UU RI No . 28 tahun 2002 tentang Bangunan Gedung pada 38 seperti
tampak di bawah ini :
(I) Bangunan gedung dan lingkungannya yang ditetapkan sebagai cagar
budaya sesuai dengan peraturan perundanb undangan hares dilindungi
dan dilestarikan .
(2) Penetapan bangunan gedung dan lingkungannya yang dilindungi dan
dilestarikan sebagairnana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan oleh
Pernerintah Daerah dan/atau Pemerintah dengan memperhatikan
ketentuan perundang-undangan .

81
Jurnal 1 rkeologi Indonesia, Nomor 4 Juni 2008

(3) Pelaksanaan perbaikan, pemugaran, perlindungan, serta pemeliharaan


atas bangunan gedung dan Iingkungannya sebagaimana dimaksud dalarn
ayat (l) hanya dapat dilakukan sepanjang tidak mengubah nilai dan/atau
karakter cagar budaya yang dikandungnya .
(4) Perbaikan, pemugaran, dan pemanfaatan bangunan gedung dan
Iingkungan cigar budaya yang dilakukan menyalahi ketentuan fungsi dan/
atau karakter cagar budaya, hares dikembalikan sesuai dengan peraturan
perundang-undangan .
(5) Ketentuan mengenai perlindungan dan pelestarian sebagaimana dimaksud
dalam a_vat (1) dan avat (2) serta teknis pelaksanaan perbaikan, pemugaran
dan pemanfaatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) dan ayat (4)
diatur Iebih Ian jut dengan Peraturan Pemerintah .
2 . UU RI No . 5 tahun 1990 tentang Sumber Daya Alam Hayati clan
Fkosistemnya seperti tercantum pada pasal 26 berikut :
Yang dimaksud dengan kondisi Iingkungan adalah potensi kawasan berupa
ekosistem . keadaan iklim, fenomena alam, kekhasanjenis tumbuhan dan
satwa, dan peninggalan budaya yang berada dalam kawasan tersebut .
3 . 1T RI No . 23 tahun 1997 tcntang Pengelolaan Lingkungan Ilidup pada
pasal 9 ayat 3 :
Pengelolaan Iingkungan hidup wajib dilakukan secara terpadu dengan
penataan ruang, perlindungan sumber daya alam non hayati, perlindungan
sumber daya buatan, konservasi sumber daya alam hayati clan
ekosistemnya, cagar budaya, keanekaragaman hayati clan perubahan iklirn .
4 . UU RI No . 24 tahun 1992 tentang Penataan Ruang pada pasal 3 ayat I
seperti berikut ini :
Penataan ruang bertujuan : 1 . terse I enggaranya pengaturan pemanfaatan ruang
kawasan lindung dan kawasan budaya,
5 . UU RI No . 27 tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-
Pulau Kecil pada pasal-pasal sebagai berikut :
Pasal 28 avat I
Konservasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil diselenggarakan untuk
a . menjaga kelestarian Ekosistem Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil ;
b . melindungi alur migrasi ikan dan biota taut lain ;
c . melindungi habitat biota Taut ; dan
d . melindungi situs budaya tradisional .
Pasal 42 ayat 2

82
Penanganan Benda Cigar Budara dalam Perspeklif lluktun

Pernerintah mengatur, mendorong, dan/atau menyelenggarakan


penelitian dan pengembangan Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-
Pulau Kecil untuk menghasilkan pengetahuan dan teknologi yang
dibutuhkan dalam pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil
agar lebih efektif, efisien, ekonomis, berdava saing tinggi dan raniah
lingkungan, serta menghargai kearifan tradisi atau budaya lokal .
6 . UU RI No . 22 tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumf juga tercantum
tentang 13CB pada Pasal 33 ayat 3 sebagai berikut :
Kegiatan usaha Minyak dan Gas Bumi tidak dapat dilaksanakan pada
a . tempat pernakarnan, tempat yang dianggap suci, tempat um um, sarana
dan prasarana umum, cagar alam, cagar budaya, serta tanah milik
masvarakat adat ;
b . lapangan dan bangunan pertahanan negara serta tanah di sekitarnya ;
c . bangunan bersejarah dan simbol-simbol negara ;
d . bangunan, ramah tinggal, atau pabrik beserta tanah pekarangan
sekitarnya, kecuali dengan izin dari instansi Pemerintah, persetujuan
rnasyarakat, dan perseorangan yang berkaitan dengan hal tersebut .
7 . UU RI No . 8 tahun 1992 tentang Perfilman mengatur pula masalah
pengembangan budaya seperti tercantum di dalarn pasal-pasal berikut :
Pasal 3
Sesuai dengan dasar penyelenggaraan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 2, perfilman di Indonesia diarahkan kepada :
a . pelestarian dan pengembangan nilai budaya bangsa ;
Pasal 4
Perfilman di Indonesia dilaksanakan dalam rangka memelihara dan
mengembangkan budaya bangsa dengan tujuan menunjang
terwujudnya tujuan pembangunan nasional .
Pasal 5
Film sebagai media komunikasi rnassa pandang-dengar mempunyai
fungsi penerangan, pendIdikan, pengembangan budaya bangsa, hiburan,
dan ekonomi .
8 . UU RI No . 9 tahun 1990 tentang Kepariwisataan menyebut BCB dalarn
pernanfataan periwisata yang tertulis di dalarn pasal 4 sebagai berikut :
( I) Objek dan daya tarik wisata terdiri atas :
a . objek dan daya tarik wisata ciptaan Tuhan Yang Maha Esa, yang
berwujud keadaan alam, serta flora dan fauna ;

83
Journal . l rkeologi Indonesia, .Vonior 4 Juni 2008

h . objek dan daya tarik wisata hasil karya manusia yang berwujud mu-
seum, peninggalan purbakala, peninggalan sejarah, scni hudaya, wisata
agro, wisata tirta, wisata burn, wisata petualangan alam, taman
rekreaksi, dan tempat hihuran .
9 . UU RI No . 32 tahun 2002 tentang Penyiaran juga hares memperhatikan
hal-hal yang berkaitan dengan pengembangan kebudayaan seperti tampak
pada pasal-pasal berikut :
Pasal 4 (2) Dalarn menjalankan fungsi sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1), penyiaran juga mempunyai fungsi ekonomi dan kebudayaan .
Pasal 5 j . memajukan kebudayaan nasional .
Pasal 36 (1) Isi siaran wajib mengandung informasi, pendidikan, hihuran,
dan manfaat untuk pembentukan intelektualitas, watak, moral,
kemajuan, kekuatan bangsa, menjaga persatuan dan kesatuan, serta
mengamalkan nilai-nilai agama dan hudaya Indonesia .
10 .UU RI No . 19 tahun 2002 tentang Hak Cipta secara jelas memberikan
perlindungan atas BCB seperti yangterdapat pada Pasal 10 ayat I berikut :
Negara memegang Hak Cipta atas karva peninggalan prasejarah, sejarah,
dan henda budaya nasional Iainnya .
I1 .UU RI No . 18 tahun 2002 tentang Sistem Nasional Penelitian,
Pen`gemhangan, dan Penerapan Ihi a Pengetahuan dan Teknologi secara
jelas_juga memberikan perlindungan terhadap BCB yang terkandung dalam
Pasal 23 ayat 2 :
Pemerintah menjam in perlindungan bagi pengetahuan dan kearifan lokal,
nilai budaya ash masyarakat, serta kekayaan hayati dan non hayati di
Indonesia .
12 . UU RI No . 39 tahun 1999 tentang Flak Asasi Manusia merupakan cermin
bahwa pemerintah memberikan kewajihan kepada negara dalam
pengemhangan kebudayaan seperti tertuIis pada Pasal 72 :
Kewaj'ban dan tail ggung jawab Pemerintah sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 71, meliputi langkah implementasi yang efektif dalam bidang hokum,
politik, ekonomi, sosial, budaya, pertahanan keamanan negara, dan bidang
lain .
13 . VU RI No . 11 tahun 2005 tentang Pengesahan International Covenant
On Economic, Social And Cultural Rights (Kovenan International
Tentang Hak-Hak Ekonomi, Sosial Dan Budaya) merupakan tindak lanjut
dari penetapan yang dilakukan oleh Majelis Umum Perserikatan Bangsa-

84
Penanganan Benda Cagar Buduvu dalam Pe rspekti/ l tukum

Bangsa, dalain sidangnva tangga1 16 Desember 1966 . Di dal am undang-


undang ini terkandung hak-hak negara dan masyarakat dalam
mengembangkan kchudayaannya .
14 .UU RI No . 17 tahun 2006 tentang Perubahan Atas Undang-Undang
Nonior 10 Tahun 1995 Tentang Kepabeanan memberikan kenwdahan
dalam hal pengembangan museum sebagai salah sate tempat untuk
mengembangkan BCB, yaitu :
Pasal 25 (1) Pembebasan bea masuk diberikan atas import
e . barang untuk keperluan museum, kebun binatang, dan tempat lain
semacam itu yang terbuka untuk umum serta barang LIMA kollservasi
al am ;
15 .UU RI No .32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah sebagai pengganti
dari UU RI Nomor 22 than 1999 ten tan, Pemerintahan Daerah
sehagaimana tercantum dalam pertimbangannya pada huruf c : "bahwa
Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah
tidak scsuai dengan pergembangan keadaan, ketatanegaraan, dan tuntutan
penyelenggaraan otonomi daerah sehingga perlu diganti'' memberikan
bahwa penierintah daerah juga memiliki tugas dalam pengembangan
budaya secara umum . Pasal-pasal yang mencantumkan hal tersebut,
adalah :
Pasal 22 Dalam menyelenggarakan otonomi, daerah mempunyai
kewajiban : m . melestarikan nilai social budava :
Pasal 26 (1) Wakil kepala daerah mempunyai togas :
a . membantu kepala daerah dalam menyelenggarakan pemerintahan
daerah ;
b . membantu kepala daerah dalam mengkoordinasikan kegiatan instansi
vertikal di daerah, menindaklanjuti laporan dan/atau temuan hasil
pengawasan aparat pengawasan, melaksanakan pemberdayaan
perempuan dan pemuda, serta mengupayakan pengembangan dan
pelestarian sosial budaya dan lingkungan hidup ;
Produk hokum lain yang hierarhinya lebih rendah daripada undang-
undang yang juga menyangkut BCB sebagai salah satu objek hokum yang
diaturnya adalah :
1 . PP RI No . 16 than 2004 tentang Penatagunaan Tanah 4 juga mengatur
penataan atas BCB seperti tampak pada pasal 1 1 ayat 2 :
Terhadap tanah dalam Kawasan Cagar Budaya yang belum ada hak

85
Jurnal . l rkeologi Indonesia, ryonior 4 Juni 200

atas tanahnya dapat diberikan hak atas tanah tertentu sesuai dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku, kecuali pacla lokasi si-
tes .
2 . PP No . 47 tahun 1997 tentang RencanaTata Ruang Wilayah Nasional di
memherikan pengaturan atas kawasan BCB sebagaimana tercantum
dalam beherapa pasalnya, yaitu :
Pasal 10 (1) Kawasan lindung sebagainiana dimaksud dalam Paul 9
meliputi :
e . kawasan cagar budaya ;
Pasal 12 (1) Sebaran kawasan lindung dalarn Rencana Tata Ruang
Wilayah Nasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 meliputi
kawasan hutan lindung, kawasan suaka alarn, kawasan pelestarian
alam, dan kawasan cagar budaya yang digamharkan secara indikatif
dalani Lampiran I Peraturan Pemerintah ini .
Paul 37
Kriteria kawasan lindung untuk cagar budaya sebagaimana dimaksud
dalam pasal 10 ayat (6) yaitu tempat serta ruang di sekitar hangunan
hernilai budaya tinggi, sites purbakala dan kawasan dengan bentukan
geologi tertentu yang mempunyai manfaat tinggi untuk pengembangan
ilmu pengetahuan .
Pasal 40 ( I )
Pola pengelolaan kawasan Iindung bertujuan untuk mencegah
timhulnya kerusakan fungsi lingkungan hidup dan mclestarikan fungsi
lindung kawasan yang memherikan perlindungan kawasan
hawahannya, kawasan perlindungan setempat, kawasan suaka alam .
kawasan pelestarian a lam, kawasan cagar budaya, dan kawasan
Iindung lainnya, serta menghindari berbagai usaha clan/arm kegiatan
di kawasan ravvan hencana .
Pasal 41
(5) langkah-langkah pengelolaan kawasan cagar budaya sebagaimana
dimaksud dalani Pasal 10 ayat (I) huruf e herupa perlindungan
kckayaan hudaya bangsa yang meliputi peninggalan-peninggaIan
sejarah, hangunan arkeologi clan monumen nasional, serta
kcanekaragaman bentukan geologi di kawasan cagar budaya untuk
pengembangan ilmu pengetahuan dan pencagahan dari ancaman
kepunahan yang disebabkan oleh kegiatan alani maupun manusia .

86
penanganan Benda Cagar Budava dalam Perspektij flukum

3 . SK Presiden RI No . 32 tahun 1990 tentang Kawasan Lindung juga


memperjelas perlindungan atas BCB dan kawasannya dalarn beberapa
pasalnya, yaitu :
Pasal I ayat 16 : Kawasan Cagar Budaya dan Ilmu Pengetahuan adalah
kawasan yang merupakan lokasi bangunan hasil budaya manusia yang
bernilai tinggi maupun bentukan geologi yang khas .
Pasal 3 : Kawasan lindung sebagaimana dimaksud dalam pasal I meliputi :
3 . Kawasan Suaka Alam dan Cagar Budaya .
Pasal 6 : Kawasan Suaka Alam dan cagar Budaya sebagaimana dimaksud
dalam pasal 3 terdiri dari :
1 . Kawasan Suaka Alam .
2 . Kawasan Suaka Alam Laut dan perairan lainya .
3 . Kawasan Pantan Berhutan Bakau .
4 . Taman Nasional, Taman Hutan Rava dan Taman Wisata Alam .
5 . Kav~asan Cagar Budaya dan 11111u Pengetahuan .
Pasal 30 : Perlindungan terhadap kawasan cagar budaya dan ii inn
pengetahuan dilakukan untuk melindungi kekavaan budaya bangsi herupa
peninggalan-peninggalan sejarah, bangunan crkeologi dan monumen
nasional, dan keragaman bentuk geologi, yang berguna untuk
pengembangan ilmu pengetahuan dari ancaman kepunahan yang
disebabkan oleh kegiatan alam maupun manusia .
Pasal 3 I : Kriteria kawasan cagar budaya dan ilmu pengetahuan adalah
tempat serta ruang disekitar bangunan bernilai budaya tinggi, sites
purbakala dan kawasan dengan bentukan geologi tertentu yang mempunyai
manfaat tinggi untuk pengembangan ilmu pengetahuan .
Pasal 37 :
(1)DI dalam kawasan lindung dilarang melakukan kegiatan hudidaya,
kecuali yangtidak mcngganggu fungsi lindung.
(2) Di dalam kawasan suaka alam dan kawasan cagar budaya dilarang
melakukan kegiatan budidava apapun, kecuali kegiatan yang berkaitan
dengan fungsinya dan tidak mengubah bentang alam, kondisi
penggunaan lahan, serta ekosistern alami yang ada .
4 . SK Presiden No . 84 tahun 1999 tentang Pemanfaatan Seni dan
Budaya juga memberikan perlindungan secara khusus atas BCB seperti
tercantum pada Pasal 5 ayat 2, yaitu :
Benda-benda seni dan budaya yang ditampilkan melalui kegiatan

87
J :uvrui .-Irkeolo~iIndonesia, Aomor4Junt20 ,

pameran di mar .N ilayah negara Republik Indonesia dapat dipasarkan


kecuali benda-benda cagar buda_ a sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berla~u .
5 . Peraturan Presiden RI No . 65 tahun 2006 tentang Perubahan Atas
Peraturan Presides No . 36 Tahun 2005 tentang Pengadaan Tanah Bagi
Pelaksanaan Pembangunan untuk Kepentingan Umum memberikan
dukungan kewenangan kepemilikan negara atas tanah yang mengandung
BCI3 seperti tampat pada Pasal 5 berikut :
Pembangunan untuk kepentingan Umum yang dilaksanakan Pemerintah
atau Pernerintah Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, yang
selanjutnya dimiliki atau akan dimiliki oleh Pernerintah atau Pemerintah
Daerah, meliputi : f. cagar alam dan cagar budaya ;
Di lapangan dapat saja pengelola BCB menghadapi permasalahan yang
berkaitan dengan sites yang hendak dikelola oleh instansi lain atau perusahaan
swasta atau organisasi masyarakat untuk kepentingan lain yang dari segi
ekonomi lebih menguntungkan . Selain itu, dapat juga terjadi bahwa
penanganan BCB di daerah tidak sejalan dengan prinsip-prinsip keilmuan
dan peraturan perundangan-undangan BCB . Seringkali konflik terjadi karena
masing-masing pihak berpegang pada peraturan dan perundang-undangan
tertentu . Berdasarkan hal itu di dalam hukum, kekuatan berlakunya undang-
undang berlaku asas :' ?
I . Undang-undang yang lebih tinggi membatalkan/mengenyampingkan
undang-undang yang lebih rendah Ilex superior derogat lex inferior) .
Dalam hal ini harus dipertimbangkan hierarki peraturan perundang-
undangan yang telah ditetapkan oleh UU RI No . 10 Tahun 2004 tentang
Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan . Sebagai contoh, adalah
ketentuan yang diterapkan di dalam peraturan daerah tetapi bertentangan
dengan undang-undang, maka ketentuan di dalam peraturan daerah
tersebut batal demi hokum .
2 . Undang-undang yang bare membatalkan/mengenyampingkan undang-
undang yang lama (lex posterior derogat lex priori) . Dalam hal ini

I,ihat pula Purnadi Purbacaraka dan Soerjono Sukamto, 1979 : 16-17 . dan Juwana, Juwana,
I Iikmahanto, Bunga Rampai I Iukum Ekonorr i dan I Iukum Internasional . Jakarta: Lentera
Ilati . 2001 hlm 120

88
Penanganan Benda Cagar Budaya dalam Perspektif Hukun :

yang perlu diperhatikan adalah peraturan perundang-undangan yang


terbarulah yang dapat dipakai sebagal dasar hokum .
3 . Undang-undang yang khusus membatalkan/mengenyampingkan undang-
undang yang umum (lex speciali derogat lex genera/is) . Dalain asas
in] yang perlu diperhatikan adalah isu yang diatur di dalam undang-undang .
Sebagai contoh, apabila BCB disebutkan di dalam sebuah undang-undang
sebagai bagian dart yang diatur oleh produk hukum itu, maka
pengaturannya harus mengacu kepada undang-undang yang lebih khusus,
yaitu UU RI No . 5 tahun 1992 tentang BCB .
Peraturan perundang-undangan adalah karya sekelompok orang yang
dapat mengakibatkan penafsiran yang berbeda dart masyarakat atau dart
orang yang tidak terlibat dalam penyusunannya . Oleh sebab itu, tidak jarang
kasus yang Alit diselesaikan karena perbedaan pendapatdari para ahli hokum
yang menanganinya . Di dalam teori dan praktik hokum, ada beberapa metode
penafsiran undang-undang, yaitu'' :
I . Penafsiran gramatikal, yaitu penafsiran menurut tata bahasa melalui
kamus dan pendapat para ahli bahasa .
Penafsiran historis, yaitu penafsiran dengan meneliti sejarah undang-
undang :
a) Sejarah pembuatan undang-undang, yaitu dengan meneliti apa maksud
pembuat undang-undang, siapa yang membuat rangcangan undang-
undang, dan apa yang didiskusikan di DPR ketika dilakukan
pembahasan .
b) Sejarah hokum, yaitu dengan meneliti anal usul dibuatnya undang-
undang . Dalam hal ini diteliti apakah adanya undang-undang tersebut
karena ada undang-undang sebelumnya, atau apakah ada undang-
undang lain yang menyebabkan hares dibuat undang-undang itu, Man
apakah ada undang-undang di negara lain sehingga di Indonesia
diperlukan juga undang-undang tersebut .
c) Penafsiran sistematis, yaitu penafsiran yang menghubungkan pasal
sate dengan pasal lainnya pada undang-undang yang sama, dengan
undang-undang lain, atau dengan penjelasannya .
d) Penafsiran sosiologis, yaitu penafsiran yang disesuaikan dengan kondisi

'A Soeroso, R ., Pengantar Ilmu Hukum . Jakarta : Sinar Gratika . 2002 hIm 97-99

89
.Jurnal Arkeol(gi Indonesia, A'omor 4 Juni 2008

dan situasi masyarakat . Tujuan penafsiran ini adalah untuk memperoleh


kead i lan .
e) Penafsiran otentik, penafsiran secara resmi yang dilakukan oleh
pembuat undan(I-undang atau lembaga yang ditentukan di dalam
undang-undang itu send in .
f) Penafsiran perbandingan, penafsiran antarhukum, lama dan baru, balk
dalam tingkat nasional maupun internasional .
Berdasarkan penjelasan di atas dapat garis bawahi bahwa BCB
merupakan objek hokum yang didukung oleh puluhan perangkat hokum secara
lokal, nasional, dan internasional . Sementara itu, seorang arkeolog adalah
subjek hokum yang mengelola objek hukum . Dengan demikian, secara garis
besar penjelasan tentang ilmu hukum dan produk-produk hokum yang terkait
dengan BCB di dalarn uraian ini merupakan pengetahuan minimal yang perlu
diketahui oleh para arkeolog khususnya yang ingin mendalami disiplin
manajemen somber daya budaya .

DaftarAcuan
Cleere, Henry (ed), Approach to the Archaeological Heritage . Cambridge : Cam-
bridge University Press . 1984 .
Convention Concerning the Protection of the World Cultural and Natural Herit-
age.The General Conference ofthe UNESCO Meeting, Paris 17-21 October
1972 .
ICOMOS Charter for the Protection and Management of the Archaeological Herit-
age . 1990 .
Juwana, Hikmahanto, Bunga Rampai Hokum Ekonomi dan Hokum lntcrnasional .
Jakarta : Lentera Hati . 2001 a
• H ukum Internasional dalam Konflik Kepentingan Ekonomi Negara
Berkembang dan Negara Maju . Pidato Pengukuhan sebagai Guru Besar di
FHUI .200I
Kusumohartono, Bugie, "Manajemen Sumberdaya Budaya : Pendekatan Strategis
dan Taktis" . Makalah dalam SeminarNasional Metodologi RisetArkeologi .
Depok 23-24 Januari 1995 . Depok: Jurusan Arkeologi FSU I .
Merriman, Nick, Public Archaeology . London and New York : Routlege . 2004
Mertokusumo, Sudikno, Mengenal Ilukum . Yogyakarta : Liberti 2003
Purbacaraka, Purnadi dan Soerjono Sukamto, Perundang-undangan dan
Yuriprudensi . Bandung : PenerbitAlumni . 1979

• Perihal Kaedah Hukumi . Bandung : CitraAditya Bhakti . 1993


• S endi-Sendi ilmu Hukum dan tata Hukum . Bandung : Citra Aditya

90
Penanganan Benda Cagar Budava dalam Perspektif Hukum

Bhakti . 1993
Smith, Laurajane, Archaeological Thery And The Politics of Cultural Heritage .
London and New York : Routlege . 2004
Soeroso, R ., Pengantar Ilmu Hukum . Jakarta : Sinar Grafika. 2002
Stoner, James AF, dkk, Manajemen . Edisi Bahasa Indonesia, alih bahasa Drs . Alex-
ander Sindoro . Jakarta : PT Prehalindo . 1966

Perjanjian internasional :
1 . Convention Concerning the Protection of the World Cultural and
Natural Heritage (The General Conference of the United Nations
Educational, Scientific and Cultural Organization Meeting, Paris 17-
21 October 1972,
2 . ICOMOS Charter for Protection and Management of the Archaeo-
logical Heritage, ICAHM, Lausanne Switzerland 1990,
3 Charter on the Protection and Management of Underwater Cultural
.
Heritage, 11th ICOMOS General Assemby, Sofia Bulgaria, 5 9
Oktober 1996,
4 . Convention for the Safeguarding of Intangible Cultural Heritage 2003,
5 . ASEAN Declaration on Cultural Heritage, Bangkok Thailand, 25
Jul] 2000 .

Peraturan perundang-undangan nasional :


I . UU RI No . 5 tahun 1990 tentang Somber Daya Alam Hayati dan
Ekosistemnya
2 . Undang-Undang Republik Indonesia No . 5 tahun 1992 tentang Benda
Cagar Budaya
3 . UU RI No . 9 tahun 1990 tentang Kepariwisataan :
4 . UU RI No . 24 tahun 1992 tentang Penataan Ruang
5 . UU RI No . 8 tahun 1992 tentang Perfilman
6 . UU RI No . 23 tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup
7 . UU RI No . 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia
8 . UIJ RI No . 22 tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Burni
9 . UU RI No . 28 tahun 2002 tentang Bangunan Gedung
10 . UU RI No . 32 tahun 2002 tentang Penyiaran juga hares memperhatikan
11 . UU RI No . 19 tahun 2002 tentang Hak Cipta
12 .UU RI No . 18 tahun 2002 tentang Sistem Nasional Penelitian,

91
lurnat .-trkeotoL'i Indonesia . :Nomor d Juni 2008

Pengembangan, dan Penerapan IImu Pengetahuan dan Teknologi


I3 .UU RI No . 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
14 .UU RI No . I I tahun 2005 tentang Pengesahan International C'ov-
enant On Economic, ,Social And Cultural Rights (K oven an
Internasional Tcntang Flak-l-lak Ekonomi, Sosial dan Budaya
15 . UU RI No . 17 tahun 2006 tentang Perubahan atas Undang-Undang
No . 10 tahun 1995 tentang Kepabeanan
16 .UU RI No . 27 tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan
17 . PP No . 10 Tahun 1993 tentang Pelaksanaan UU RI No . 5 Tahun 1992
Tentang : Pelaksanaan UU Nomor 5 Tahun 1992 tentang BCB,
18 . PP RI Nomor 19 Tahun 1995 tentang Pemeliharaan dan Pemanfaatan
Benda Cagar Budaya di Museum,
19 . PP No . 47 tahun 1997 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional
20 . PP RI No . 16 tahun 2004 tentang Penatagunaan 'hanah
2 I . Keppres No . 43 Tahun 1989 tentang Panitia Nasional Pengangkatan
dan Pemanfaatan Benda Berharga yang diketuai oleh Menko Polkam,
22 . Keppres RI No . 32 tahun 1990 tentang Kawasan I,indung
23 . Keppres No . 25 Tahun 1992 tentang Pembagian I-IasiI Pengangkatan
Benda Berharga Asal Muatan Kapal yang Tenggelam,
24 . Keppres RI No . 84 tahun 1999 tentang Pemanfaatan Seni dan Budaya
25 . Keppres RINo . 107 Tahun 2000 tentang Panitia Nasional Pengangkatan
dan Pemanfaatan Benda BerhargaAsal Muatan Kapal yang Tenggelam
26 . Peraturan Presiden RI No . 65 tahun 2006 tentang Perubahan Atas
Peraturan Presiden No . 36 Tahun 2005 tentang Pengadaan Tanah bagi
Pelaksanaan Pembangunan untuk Kepentingan Umum
27 .Kepmen Pendidikan dan Kebudayaan Rl No . 087/P/1993 tentang
Pendaftaran BCB
28 .Kepmen Pendidikan dan Kebudayaan RI No . 062/U/1995 tentang
Pemilikan, Pengeaaaan, Pengalihan, dan Penghapusan 13CB dan/atau
Sites
29 .Kepmen Pendidikan dan Kebudayaan Rl No . 063/U/1995 tentang
Perlindungan dan Pemeliharaan BCB
30 .Kepmen Pendidikan dan Kebudayaan RI No . 064/U/1995 tentang
Penelitian dan Penetapan BCB dan/atau Sites
31 . SK Gubernur DKI Nomor475/1993 tentang Bangunan yang Dilindungi
Undang-Undang

92
Penanganan Benda Cagar BudaYa dalam Perspekti/ Ilukum

32 .Perda DKI Jakarta No . 9 tahun 1999 tentang Pelestarian dan


Pemanfaatan Lingkungan clan Bangunan Cagar Budaya
33 . Perda Daerah Khusus Ibukota Jakarta No . 6 tahun 1999 tentang
Rencana Tata Ruang Wilayah Daerah Khusus Ibukota Jakarta
34 .Surat Keputauan Wall Kota SurabayaNomor 188 .45/251/402 .1 .04/1996
dan SK Wall KotaSurabaya Nomor 188 .45/004/402 .1 .04/1998
35 . Pemerintah Kota Yogyakarta Peraturan Daerah Kota Yogyakarta No .
9 tahun 2005 tentang Pembentukan, Susunan Organisasi dan Tata Kerja
Dinas Pariwisata, Seni Dan Budayabudaya
36 . Peraturan Gubernur Kepulauan Riau No . 1 1 tahun 2006 tentang
Pembentukan Badan Pengelola Kawasan Budaya Pulan Penyengat
Provinsi Kepulauan Riau Gubernur Kepulauan Riau
37 .Peraturan Daerah Kota Surabaya Nomor 5 tahun 2005 tentang
Pelestarian Bangunan dan/atau Lingkungan Cagar Budaya (I eniharan
Daerah Kota Surabaya Tahun 2005
38 .Peraturan Walikota Surabaya No . 64 tahun 2005 tentang Penjabaran
Tugas dan Fungsi Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kola Surabaya
39 . Perda Kabupaten Daerah Muara Enim Nomor 20 tahun 2000 tentang
Pembentukan Organisasi dan Tata Kerja Lembaga Teknis Daerah
Kabupaten Muara Enim

93
Jurnal : l rkeologi Indonesia, Nomor 4 Juni 2008

PENERAPAN KAIDAH SADANGGA PADA


ARCA PRAJNAPARAMITA KOLEKSI MUSEUM
NASIONAL

Oleh : Nusi Lisabilla F .

"l'ing`galan masa lalu khususnya hasil karya seni pada masa klasik (Hin(Iu-
Buddha), balk berupa seni sastra, seni pertunjukan dan seni rupa tidak jarang
membuat kita terkagum-kagum dan sekilas mungkin sempat merenungkan
bagaimana si seniman telah berhasil membuat maha karya yang sangat luar
biasa indahnya, balk dari segi estetika maupun dari segi spiritual .
Untuk dapat menghasilkan karya seni yang berkualitas, para seniman
Hindu di India membuatteks-teks petunjuk berupa berbagai macam `kitab' .
Untuk karya seni sastra petunjuk (alanikara Ostra) yang dipakai antara
lain Kav_vadarsa . Dalam seni bangunan atau arsitektur diperlukan kitab
petunjuk berupa Vastusastra, Silpaprakasa dan Manasara . Untuk
membuat area dipakai kitab petunjuk Silpasastra dan Talamana, sedangkan
untuk seni teater dipakai kitab Natyasastra . Sangat dimungkinkan kitab-
kitab tersebut dikenal dan dipergunakan pula oleh masyarakat Jawa Kuna
dalam mengekspresikan suatu karya seni .

Kaidah Sad Angga


Selain menggunakan petunjuk dari kitab-kitab yang bersangkutan, suatu
basil seni yang mengagumkan tidak terlepas dari kaidah-kaidah dalam estetika
Hindu yang diterapkan oleh si seniman pada saat membuat bangunan suci,
area, relief atau basil karya seni lainnya . Kaidah-kaidah ini berupa enam
(sad) syarat (angga) atau "sad angga" yang harus dipenuhi agar suatu
hasil karya seni dapat dikatakan indah dan berhasil . Di dalam bukunya yang

94
Penerapan Kaidah Sad Angga Pada Area PrajfinpSranrit6 Koleksi hluseunn Nasional

be rjuduI "Pertumbuhan Seni Pertunjukan"" ( 1981 ) . FA Sedvawati


menguraikan tentang kaidah .sad angga sebagai berikut :
1 . Rupahheda, artinya pembedtan bentuk . Maksudnya bentuk-bentuk yang
digambarkan hares dapat segera dikenal oleh yang melihatnya . Mail Usia
hares dikenal sebagai manusia, hewan hares dikenal sebagai hewan,
tumbuhan hares dikenal sebagai tumbuhan dan lain sebagainya . Di sini
si seniman hares memiliki keterampilan dalam menyatakan bentuk-
bentuk tanpa meragukan atau seniman hares punya keterampilan untuk
membedakan dengan jelas . Kaidah in i biasanya dipakai dalam seni area
(seni rupa)
2. Sfldri 'u, artinya kesamaan dalam penglihatan . Maksudnya bentuk-
bentuk yang digambarkan hares sesuai dengan ide yang terkandung di
dalamnya . Disebut juga "penglihatan mental", yaitu ketepatan antara
wujud seni rupa dengan konsep yang dilambangkan . Konsep ini dianggap
penting, karena menurut ukuran India setiap benda seni hares dinyatakan
dulu "bentuk nyata"nya dalam pikiran si pemahat dengan cara melakukan
yoga sebelum dituangkan sebagai hasil seni .
3 . Pram«na, artinya sesuai dengan ukuran yang tepat (sesuai dengan
ukuran, di sini ikonometri turut berperan) . Sebagai konsekuensi prinsip
sadr} tia, maka tradisi menentukan patokan mengenai ukuran-ukuran dari
tokoh-tokoh mitologis yang pada dasarnya adalah perwujudan dari ide-
ide tertentu . Ide-ide yang tetap ini hares diteguhkan dengan ukuran-ukuran
yang tetap pula . Di sini proporsi menjadi sangat penting . Di samping itn
dituntut pula dipakainya pola-pola bentuk yang tepat dalam penggambaran
(misalnya : mata berbentuk busur untuk orang yang beryoga) . Jadi, pada
dasarnva pramana merupakan norma mengenai pemakaian bentuk-
bentuk dan ukuran-ukuran yang telah direka dengan setepat-tepatnya .
4 . Warnikabhangga, yaitu penguraian dan pembuatan warna . Bagaimana
si seniman dapat mcmperoleh warna dengan tepat sesuai dengan yang
dikehendaki, misalnya : hijau untuk rumput . Warna mempunyai peranan
yang amat penting dalam seni lukis dan seni rupa wayang kulit . Syarat ini
meliputi pembuatan warna-warna dasar dan penyediaan alat-alat Iukis,
pencampuran warna, pemakaian warna secara tepat, dan pengetalhuan
akan perlambangan warna . Komposisi warna hares sesuai dengan watak
si tokoh, schingga kesan keseluruhan adalah suatu keserasian yang sesuai
untuk tokoh yang bersangkutan . Kaidah ini juga dapat dipakai pada re-

95
Jurnal irkeologi Indonesia, Nomor 4 Juni 2008

lief(untuk membedakan gelap-terang ; hitam dan putih) .


5 . Bhnwa, artinya sebagai suasana dan pancaran rasa atau sesuatu yang
merangsang (menumbuhkan) perasaan . Suatu ungkapan seni rupa hares
jelas "mood"nya, rnisalnya suatu suasana sedih atau gembira hares
dinyatakan dengan jelas, sehingga si penikmat seni bisa diantar mclalui
jalur yang tidak meragukan ke arah perasaan yang dimaksudkan . Konsep
ini cukup penting dalam kaitannya dengan ikonografi, sebab suatu benda
seni (rnisalnya : arca) akan kurang nilai seninya bila tidak disertai dengan
getaran-getaran perasaan pemahatnya . Bhawa merupakan jalan untuk
mencapai 'rasa .' Konsep Bhawa pada area dapat kita lihat dari klasitikasi
area menurut tabiatnya, yang dapat dibagi dalam 2 golongan, yaitu
a . Yang bersifat raudra atau ugra, artinya menakutkan atau dasvat
dengan ciri-ciri : bertaring pan jang, mata terbelalak, mempunyal agni-
mandala (bingkai api) atau bahkan dihiasi dengan tengkorak-tengkorak .
b . Yang bersifat sdnta atau saunryu, artinya bertabiat balk dan tenang
6 . Lnwanva, artinya keindahan atau daya pesona . Lmvunya merupakan
suatu kualitas yang ditentukan oleh bakat dan bukan semata-mata karena
keterampilan si seniman (merupakan kualitas di atas rata-rata yang hisa
menimbuhkan kekaguman atau keterpesonaan atau hasil dari k(jalitas
kesenimanan dan spiritual dalam mengerjakan basil seni tersebut) . Atau
menyampaikan kekagurnan sarnpai mencapai 'rasa' yang ada di atas
dirinya sendiri atau rasa penyatuan, karena ada pengalaman keagamaan
atau penikmatan estetika .

Penerapan kaidah Sad Angga pada area Prajnaparamita


Arca koleksi Museum Nasional in] ditemukan di reruntuhan Candi
Singasari, Jawa Timur, sehingga tidak diketahui sceara jelas di mana posisi
arca ini pada saat candi masih berdiri, dengan kata lain area ini sudah tidak
berada pada konteksnya . Arca ini dinamakan Arca Prajnaparamita atau dewi
kebijaksanaan pertama kali oleh D . Monnereau, dengan alasan karena dari
tangan kirinya muncul bunga teratai dan pada puncak bunga teratai terdapat
sebuah kitab dari Iontar (pustaka) yang berisikan sutra kebijaksanaan
(prajildparamild-sutra) . Arca ini duduk di atas padmasana dengan sikap
tangan (mudra) dharmacakra-mudra .
D . Monnereau juga menyebutnya sebagai arca "putri Dedes", ratu
pertama Singhasari, yang kelak menurunkan raja-raja Singhasari dan

96
Penerapan Kaidah Sad Angga Pada Arca Prajnaparamita Koleksi Museum Nasional

Majapahit . Di dalam kitah Pararaton disebutkan putri Dedes adalah anak


dari Mpu Parwa, seorang pendeta agama Buddha aliran Mahayana .
Pendapat lain menyehutkan bahwa kemungkinan area tersehut adalah
isla-der'ulu seorang tokoh perempuan yang belum tentu Ken Defies, namun
tokoh itu kemungkinan adalah Rajapatmi isteri dari Krtarajasa Jayawardhana
(raja Majapahit pertama), nenek dari Hayam Wuruk . Area sejenis ditennrkan
pula di Candi Bayalangu, Tulungagung, Jawa Timur dan Candi Gumpung ,
Muara Jamb), Sumatera namun tanpa kepala .

Gambar : Arru Prajiiaparamita, Koleksi Museum Nasional No !n . 1403/X! 1587 (Jan


Fomein, 1990:161)

Dalani perwujudan area Prajnaparamita dapat kita lihat dengan jelas


-ambaran seorang wanita, karena si pemahat menggambarkan seseorang
yang memiliki payudara yang menonjol . Nann.in ukuran payudara area ini
tidak sehesar area-area wanita di India, hal ini mungkin disesuaikan dengan
proporsi tuhuh wanita Jawa yang pada umumnya yang secara genetik
memiliki payudara dengan ukuran yang tidak terlalu bestir . Konsep
Rupabheda digunakan di sini, karena dari penggambaran khas tubuh seorang
wanita maka orang yang melihat area tersebut dapat langsung mengenali
bahwa itu adalah area seorang wanita atau dewi .
Konsep S&druya dipakai pada area prajnaparamita yang disehut
juga dengan dewi kebijaksanaan, yaitu terlihat pada keberadaan kitab
(pustaka yang berisi sutra kebijaksanaan) dari lontar di puncak bunga
teratai yang muncul dari tangan kirinya . Ini herarti ada kesamaan antara
bentuk ikon sebagai lambang dengan konsep kedewaan yang

97
Jurnal .-lrkeologi Indonesia, Nonzor 4 Juni 2008

d1lambangkannya .
Konsep Prantana dipakai untuk menentukan ukuran area, sell in-ga
area prajnaparamita ini memiliki proporsi yang tepat . Perbandingan antara
panjang muka, tinggi dada dan tinggi kaki pada posisi duduk bersila
sempurna biasa diukur berdasarkan aturan pengukuran lulu atau wrguuiu .
Konsep Prnniana pada area Prajnaparamitajuga terlihat pada bentuk
mata seperti busur karena dewi ini sedang beryoga (berseniedl) den-all
kepala agak ditundukkan dengan mata yang terkesan hidup diarahkan
pada hidung . Area ini memakai hiasan kepala yang tinggi (kiriluniukutu)
lengkap dengan permatanya, hiasan telinga, kelat bahu, gelang tangan,
cincin pada kedua ibu jari dan telunjuk pada tangan dan cincin pada ibu
jar'k, ki . Area ini tidak memakai penutup dada tetapi memakai train berpola
yang dipahat sangat detil dan halos dari Batas pimggang hingga mata
kaki .
Konsep Warnikabhangga juga digunakan, mengingat warna bate
yang digunakan dalam pembuatan area (warna abau-abu muda) ini
mendukungkeberadaan dewi kebijaksanaan yang tentu sifatnya bijaksana
dan halos budi pekertinya, dan nampaknya tidak pas apabila bate berwarna
abu-ahu tua . Hal ini dapat dilihat dari tiruan area Pr ajnaparamita yang
dibuat dari bahan batu tahu, berwarna abu-ahu tua . Tiruan area ini
nampak kurang `hidup' dan kurang memiliki daya pesona seperti area
yang as11 .
Konsep Bhdwa pada area ini membawa kita pada suasana emosi
yang tetap atau bertahan (sihayi- hh(iwu) yaitu suasana ketenangan
dan ketentraman batin, karena area menggambarkan seseorang yang
sedang bersemedi dengan penuh ketenangan dan konsentrasi . Apabila
dilihat dari sifatnya yang tenang maka area ini memiliki sifat santa .
Konsep Lawanya digunakan pada area ini, yaitu dengan komposisi
yang cukup rumit dan disertai dengan pahatan dan lekukan yang detil
dan halos menjadi nilai tambah pada area ini . Selain itu penggambaran
dewi yang sedang khusyuk bersemedi ini memancarkan ketenangan,
kekhidmatan clan juga kebijaksanaan .

Perubahan Gaya
Ketika memasuki masa MajapahitAkhir sekitarabad XIV, seni arsitektur
dan seni area mengalami perubahan gaya yang oleh banyak kalangan dianggap

98
Penerapan Kaidah Sad Angga Pada Area Prajn6p6ramit& Koleksi Museum Nasional

sebagai suatu 'kemunduran' di bidang seni . Menurut N . J . Krom dan W.F .


Stutterheim perubahan gaya ini bukan merupakan kemunduran, namun lebih
pada pengayaan di bidang seni hingga muncul trend baru dalam seni, yaitu
mulai berkurangnya pengaruh seni India namun lebih mengarah kepada
penggunaan kembali tradisi nenek moyang pada masa prasejarah, yakni tradisi

megalitik . Salah satu bukti munculnya pengaruh tradisi megalitik pada masa
Majapahit adalah situs bangunan berundak di lereng gunung Penanggungan

DAFTAR PUSTAKA
Fontein, Jan
1990 The Sculpture of Indonesia . National Gallery ofArt, New York .
Holt, Claire
1967 Art In Indonesia : Continuities and Change . Cornell University Press, Ithaca,
New York .
Kramrisch, Stella
1981 Indian Sculpture . Motilal Banarsidass, Shantilal Jain, Shri Jainendra Press,
India .
Maulana, Ratnaesih
1997 Ikonografi Hindu . Fakultas Sastra, Universitas Indonesia .
Sedyawati, Edi
1981 Pertumbuhan Seni Pertunjukan . Penerbit Sinar Harapan, Jakarta .
1994 Pengarcaan Ganeua Masa Kadiri Dan Singhasari, Sebuah Tinjauan Sejarah
Kesenian . LIPI-Rul, Jakarta .

99
Jurnal Arkeologi Indonesia, Nomor 4 Juni 2008

TAMAN ARKEOLOGI ONRUST


MUSEUM SITUS BERKONSEP NEW
MUSEOLOGY ?

Retno Raswaty
Direktorat Peninggalan Purbakala

Pendahuluan
Munculnya museologi disebabkan adanya tuntutan akan perlunya
perubahan peranan museum bagi masyarakat . Selain itu pengelolaan koleksi
museum juga dituntut harus dilakukan secara professional dan dilaksanakan
oleh tenaga yang terdidik bidangnya . Dalam buku berjudul Proffesional
Training of Museum Personnel in The World : Actual State of the Problem
yang diterbitkan oleh ICOM Training Unit bekerja sama dengan Universitas
Leicester pada tahun 1971, disebutkan bahwa "Museology is museum sci-
ence . It has to do with the study of history and background of museums,
their role in society, specific systems for research, conservation, education
and organization, relationship with the physical environment, and the classi-
fication of different kinds of museums" . Kemudian berkembang konsep New
Muscology yang menggagas bahwa sebuah museum merupakan suatu alat
pendidikan dalam melayani perkembangan kemasyarakatan . Lebih lanjut
lagi dikatakan oleh De Varine, "[ . . .] the museum, for us, is or rather should
he one of the most highly perfected tools that society has available to pre-
pare and accompany its own transformation ." Prinsip utama gagasan in]
adalah sebuah museum tidak bersandar pada benda-benda, tapi pada manusia
(cf. de Varine 1976b : 127 ; de Varine 1985 : 4 ; cf. Hauenschild 1988 :1) .
Walaupun konsep museologi ini digambarkan barn, tapi dengan mengacu
pada fenomena abad 17 dan 18 Masehi, konsep new museologi in i sebenarnya
mengikuti tradisi di antara museum-museum pada abad 19 Masehi yang

1 00
7aman Arkeologi Onrust : Museunt Situs Berkonsep New Museologv?

menganggap sebuah museum merupakan lembaga/institusi pendidikan dalam


melayani masyarakat (ibid .) .
Pada tahun 1971, pada event The Ninth General Conference of the
International Council of Museum, StanislasAdoveti seorangahli filosofi dan
penulis dart Republik Rakyat Benin dan didukung oleh perwakilan dart
Meksiko Mario Vasquea menyebutkan kondisi museum-museum yang
cenderung memburuk (cf. Adoveti 1972 ; de Varine 1978b :29 ; cf. HaLienschi Id
1988) . Adoveti percaya bahwa museum merupakan sebuah lembaga atau
institusi yang hares berubah secara radikal atau akan kehilangan haknya
untukdiakui dan secaracepatatau lambatakan musnah (Hauenschild 1988 :
1) . Sejak itulah dalam berbagai konferensi permuseuman, jurnal akademik
dan berbagai artikel muncul berbagai kritik yang menuntut adanya perubahan
dart karakter lama suatu museum karena telah adanya suatu konsep mu-
seum yang "barn" dan terns mempertanyakan tentang konsep suatu mu-
seum dan hak sebuah museum untuk terns ada . Tapi nyatanya museum-
museum tersebut dapat tetap bertahan melewati krisis MI . Kemudian dart
ketakutan akan adanya penutupan dart museum-museum, muncul suatu
pemikiran baru, yaitu perlukah sebuah museum diubah agar populeritas
mereka meningkat . Sate hal yang pasti adalah, museum, dibawah tekanan
kegiatan-kegiatan dan dalam menanggapi kritik yang pedas hares segera
bangkit dart keterpurukan mereka dan segera berusaha keras untuk berubah'
(ibid ., : 1) . Hal inilah yang mengawali berbagai pemikiran tentang perlunya
perubahan yang tujuannya adalah untuk membantu museum dalam tnencapai
pengertian social tidak hanya pada benda, dimana museum harus lebih
berperan dalam kehidupan sehari-hari manusia . Untuk membahas hal ini
dilakukan berbagai diskusi terutama untuk membahas bentuk dart museum
sesuai dengan paham museologi yang baru .
Menurut paham ini, suatu museum harus diidentifikasikan oleh objektif
yang terkait dengan prinsip dasar museum tersebut . Museum harus bekerja
sebagai suatu lembaga pendidikan yang diarahkan untuk membuat

I Perubahan dilakukan dengan menyarankan untuk merubah detinisi museum dart ICOM
yang dihasilkan dalam International Council of' Museums in 1974 (ICOM 1974 :1 cf.
I lausenchild 1981) : "The museum is a permanent non-profit institution, open to the
public, in the service of society and its development, which does research on the material
evidence of man and his environment, acquires such evidence, preserves it, communi-
cates it and, in particular, displays it for the purpose of study, education and enjoy-
ment ."
101
lurna! :trkeologi Indonesia, Nomor 4 Juni 2008

masyarakat peduli pada identitasnya, menguatkan identitas tersebut, dan


mcnguatkan potensi pengembangan masyarakat' . Dengan demikian objektif
dari museum bentuk barn ini berkisar pada pembentukan identitas . Museum
sehagaI lembaga pendidikan dapat memberikan kontribusi pada ketidak-
pedulian masyarakat akan lingkungan atau wilayahnya dan memberi pengaruh
pent ingdalamperkembanganmasyarakattersebut (Maure 1985a :2I ibid .,
: 7) . Museum dalam bentuk barn memiliki orientasi berbeda dari museum
tradisional dimana museum tradisional berorientasi kepada henda sedangkan
museum bentuk bare ini berorientasi pada publik . Museum bentuk barn jni
pada prinsipnya tidak boleh menutup dirt dart masyarakat tapi hares membuka
dirt kepada masyarakat dalam rangka memberikan efek kepada publik .
Dengan demikian, dengan berdasarkan berbagai diskusi tentang new
museology, Hauenschild (1988 : 1) menyimpulkan suatu bentuk/model dart
museum ideal herkonsep new museology dibandingkan dengan museum
tradisional adalah sebagai berikut :

Berkaitan dengan ini, Maure menulis (I985a :17 : cf. I lausenchiId 1981) : "n museum is a
means, a tool available to a society to find, give form to, mark, demarcate its identity, i .e .
its territory and its frontiers in tine and space, with respect to other societies and other
social and cultural groups ." Rivard (1984a :13f) and Taborsky (1978 :221': 1982 :1-9, cf.
l ahorskv 1985 : cf . I lausenchild 1981) speak in this connection of identity as the totality
of images that a group has of itself ; its past, present and future . The role of, the museum
is . in the first place, to put a population in a position to visualize, he aware of and name
these images . N+hich are manifested at the material and non-material levels in everyday
life . Iahorsky (1978 :23 : cf. I lausenchild 1981) speaks in this regard of the important role
of the nuseum in the process of' "positive inagizing .'a.." The business of museums
must he to realize a population's right "I . . .I to imagize, to name, to define what objects
are, as locally perceived : to define what the local needs arc, and the objects which meet
those needs ."

1 02
Tuincnt Arkeolo i Onrust. Museum Sim .s Bcrkou .sep Nciv Museolo,cs :'

label l . Skemu Repiv,-wusi Museum benluk buru wm ideal dibundin,gkun dengan

hcntttk mu .rum hzulir mul mrnurm Hiuucnsc hild (I95 .5')

Permasalahan
Bila skcma perbandingan antara museum ideal herkonsep new
museology dan museum tradisional dari Hausenschild diterapkan pada nul-
seum-museum di Indonesia, maka terlihat bahwa sebagian hesar museum-
nurseum di Indonesia masih merupakan museum dalam bentuk tradisional .
Konsep new museology masih belum diterapkan di sini . Hal ini terutama
terlihat pada objektif yang masih berorientasi pada objek, berprinsip utama
melindungi objek sehingga apapun yang dianggap kuno dijadikan koleksi tanpa
melihat visi dan misi serta kemampuan museum itu sendiri . Konsep tradisional
ini terutama masih dianut oleh museum-museum pemerintah yang
memperlihatkan "keseragaman" dalam pengelolaannya . Terlihat dari niasih
digunakannya anggaran pemerintah sebagai cumber dana, pendekatan yang
berorientasi kepada objek dan masa lalu, serta tenaga ahli yang lebih
berorientasi kepada keilmuan . Dilihat dart tugas dan fungsinya, museum-
museum ini terlihat "lebih mendalami kegiatan" pengumpulan, dokumentasi,
penelitian, dan konservasi koleksi tanpa adanya proses pemberian makna,

3 In the case of local and regional museums within an easily defined territory . However,
territoriality is not a basic principle for traditional museums (cf . Hausenscild 1988) .

1 03
Jurnal Arkcologi Indonesia, Nomor 4 Juni 2008

sehingga objek men jadi "beku" begitu dipindahkan dari situs dan hanya nienjadi
objek pamcr yang tidak mampu "berkomunikasi" dengan pengunjung .
Sedangkan unsur mediasi belum diterapkan balk untuk pendekatan kepada
publik maupun koleksi .
Namun demikian, saat in] terlihat adanya suatu gejala yang cukup
menggemhirakan, terutania pada museum-museum yang dikelola oleh pihak
swasta . Museum-museum ini sedang berupaya mengembangkan museum
yang mereka kelola dengan prinsip yang herheda dengan museum tradisional .
Palo musem-museum swasta, pengelolaan ditekankan berorientasi kepada
publik, dimana pengunjung diajak untuk menikmati museum sebagai sarana
leisure dan menikmati pengalaman yang hanya dapat diperoleh di museum
lewat berhagai program menarik dan fasilitas yang menyenangkan
pengunjung . Misalnya, staf yang ramah dan siap membantu, guiding yang
menarik, praktek pembuatan laiigsung replika koleksi di museum, peturasan
yang bersih, dll . Sedangkan dalam pendanaannya, museum swasta bersumber
dari herbagai sektor, antara lain dari penjualan tiket, souvenir, pernanfaatan
museum dan koleksinya untuk keperluan promosi, film, dan media lainnya .
Seiring dengan kemajuan zarnan
dan meningkatnya kebutuhan akan
informasi, saat ini ada beberapa mu-
seum pemerintah yang sedang
mernhuat langkah besar dalam
pengelolaannya . Walaupun belum
secara eksplisit tergambarkan, namun
indikasi ke arah diterapkannya konsep
new museology mulai terlihat .
Perubahan ini terlihat dari mulai
Derma 'a Milan Onrust Abad 18 Masehi
disusunnya program-program

menarik dan interaktif yang ditujukan


kepada publik, perbaikan sarana dan
prasarana yang menunjang, serta
diupayakan untuk dapat memberikan
sumbangan kepada lingkungannya .
Taman Arkeologi Onrust merupakan _ :M
salah satu contoh yang sedang dalam Pulan Onrust 1656

1 04
7uinun .Irkeologi Onrust: Aluseun Sinus l3erkonsep Ac'x Aluscologv9

proses Inl .
Taman Arkeologi Onrust merupakan unit pelaksana teknis Dinas
Kcbuda,aan dan Permuseuman Provinsi DKI Jakarta yang dibentuk tahun
2002 . Dj usianya yang much jni Taman Arkeologi Onrust sedang giat berbenah
din icvvat berbagai program mcmjijki orientasi herbeda dengan museum-
museum pentcrjntah Iajnnya . Oleh karena jtulah adalah suatu hal yang
ntenarik untuk mengetaIiuj apakah Taman Arkeologi Onrust menerapkan
konsep new museologv dalam pembentukan dirinya sebagaj sebuah mu-
scum scjarah terhuka (open air site museum)' .

Sejarah dan Perkembangan Pulau Onrust Abad 17 s .d 21 Masehi


Secara astronomjs tcrlctak di 106 0 44 .0' 13'F dan 6 °02 . 3 * LS . Sedangkan
secaraadministratiIPulauOnrustterletakdj Desa Pulau UntungJawa, Kec .
Kepulauan Serihu, Kota Jakarta Utara . DKI Jakarta . Pulau Onrust meru-
pakan sebuah puIau seluas 12 Ita di perairan Kepulauan Serihu dj hagian
harat'Ieluk Jakarta . Bentukan permukaan puIau menunjukan hahMa puIau
Onrust merupakan puIau karang dan pasir yang (I'Will huhi scmak beIukar
ang subur dengan dasar herlumpur . Saat ini karena abrasi, leas puIau yang
semula herukuran 12 ha hanya tin-gal 7 .5 ha . Penduduk setempat mengenal
puIau inj den-an sehutan „Pulau Kapal'' karena pada pertcngahan abad 17-
18 Masehi (it puIau ini banyak berlabuh kapal-kapal VOC . Namun di kalangan
13elanda dan para buruh vang djpekerjakan di puIau tersebut puIau ini djsehut
, .Onrust yang erartt „tanpa Istlrahat' atau „si u . Penggunaan kata ml
mengacu pada kondisi puIau yang selalu ramaj dengan aktivitas bon`gkar
moat harang komodjti dan aktivitas perbaikan kapal-kapal (Attahiv}' at 2000 :7) .

a . Pulau Onrust Awal Ahad 17 s .d . Awal Abad 20 Masehi : Tempat


peristirahatan raja-raja, Pusat Pertahanan Belanda, Karantina haji,
dan Tempat pembuangan penjahat

4 Dal am laporan I('OM yang diterhitkan tahun 1982 herjudul Archaeological Site Mu-
seum . Site museum didchnisikan scbagai 'is a museum conceived and set up in order to
protect natural or cultural properts, moscahle or immovcahle, on its original site, that is,
preserved at the place There such property has been created or discoscred' . 'Site
museum' dap at dIhedakan nacnjadi 4 kategori . yaitu, ecological, ethnographical . histori-
cal dan archaeological (ci.. I ludson 1987 : 144) .

1 05
Jurnal Arkeologi Indonesia, Nornor 4 Juni 2008

Sebelum pertengahan abad 17 Masehi pulau ini dan beberapa pulau


lainnya di perairan Teluk Jakarta pernah menjadi tempat peristirahatan raja-
raja Banten . Dari pulau inilah VOC menyiapkan armadanya untuk menyerang
Jayakarta, ketika sebelumnya pada 10-13 November 1610 mengadakan
peijanjian dengan Pangeran Jayakarta yang akhirnya menjadi bumerang bagi
Jayakarta . Pangeran mengizinkan VOC membangun sebuah galangan kapal
di Onrust . Pada sekitar tahun 1613 VOC mendirikan galangan kapal dan
sebuah galangan kapal kecil . Jan Pieterzoon Coen juga mengharapkan adanya
koloni di pulau ini dan kemudian mengirmkan keluarga-keluarga Cina yang
dilengkapi berbagai fasilitas ke pulau ini . James Cook, sebelum menemukan
Benua Australia terlebih dulu kapalnya diperbaiki di pulau ini dan kemudian
memuji Pulau Onrust sebagai galangan kapal terbaik . Kemudian pulau ini
dijadikan oleh Jan Pieterzoon Coen
sebagai pertahanan terdepan akibat
memuncaknya ancaman Banten dan
Inggris pada tahun 1918 . Tahun 1618,
Verenigde Oost Indische Compagnie
(VOC) mendirikan sebuah dermaga dan
galangan kapal serta sebuah rumah sakit
di Pulau Onrust. Untuk mempertahan-
kannya, pulau itu dikelilingi sebaris
meriam untuk menggempur musuh .
Pada tahun 1619, dengan landasan

pertahanan militer yang cukup kuat,


VOC berhasil merebut kota
Jayakarta dari tcntara Inggris yang
bersekongkol dengan penguasa-
penguasa Banten (Day 1975 : 40-
42) . Nama kota Jayakarta diubah
menjadi Batavia, dan seluruh kota
itu beserta wilayah Teluk Jakarta
berada di bawah kekuasaan JP
Coen yang bertindak sebagai Pu/au On rust Iahun 1740
Gubernur Jenderal VOC (Bodmer

1 06
biman .-lrkeologi Onrust :ltuseuni Situs Berkonsep New Iluseologv)

dan All 1969 : 21 ;cf. Dharmaputra 1985) . Dengan penguasaan pelabuhan


kapal di pulau Onrust dan Batavia, penguasaan terhadap Nusantara dimulai
sejak saat itu . Penguasaan itu didasari oleh ekonomi dan politik Belanda
sehingga mereka memerlukan Batavia dan pulau Onrust sebagai pesat
pengendalian dan pangkalan kegiatan militernya (Day 1975 : 44) .
Pulau Onrust berkembang dengan pesat antara tahun 1644 sampai 1772
dengan dibangunnya berbagai sarana yang menunjang kegiatan dan
kepentingan VOC . Antara lain benteng segi lima dengan bastion di setiap
sudutnya (Heuken 1980 : 209 ; de Haan 1935 : Mll), galangan kapal di barat
daya pulau Onrust, dermaga kayo yang dilengkapi sebuali derek yang
memungkinkan kapal-kapal besar merapat di pulau dan mempercepat proses
bongkar muat barang, gudang-gudang penyimpanan barang yang akan
diekspordari Pulau Onrust dan Batavia(Valentijn 1862 : 225 : cf. Dharmaputra
1985), pembangunan dua buah kincir angin untuk penggergajian kayo di bagian
timer pulau (Nanggapati 1979 : 10), sebuah gere la, gudang mesiu dan beberapa
pos penjagaan di selatan dan utara pulau serta rumah kepala pulau (Bass
van Onrust) dan beberapa rumah pegawai di bagian tengah pulau (cf .
Dharmaputra 1985) .
Untuk mendukung kegiatan yang demikian besarnya, pulau Onrust telah
menampung cukup banyak orang . Berdasarkan catatan demografis yang
ada, jumlah pegawai Belanda dan budak-budaknya pada tahun 1685 ada
sekitar 200 orang dan tahun 1755 menjadi 650 orang . Jumlah tersebut dapat
mencapai 1000 orang bila dihitung pekerja-pekerja yang berulang-alik ke
dan dari Batavia . Pada tahun 1775, ketika pulau Onrust telah berkembang
dan berfungsi mantap, jumlah orang mampu didukungnya mencapai 2000
orang, termasuk sekitar 650 orang budak dan mereka yang tinggal di Batavia .
Merekaterdiri dari bangsa Belanda, burl-111 Melayu dan Cilia, pedagang bangsa
Arab dan India, dan orang Eropa lainnya (de I-laan 1935 : 345-347, Heuken
1980 : 21 1 ; Umbgrove 1929 : 17 ; cf. Dharmaputra 1985) .
Pulau ini dua kali diserang dan diluluhlantakkan Inggris ketika melakukan
blokade terhadap Batavia . Yaitu pada 1800 dan 1806 . Inggris baru angkat
kaki dari Onrust tahun 1816 . Sampai dengan tahun 1824 pulau tersebut
ditinggalkan Belanda karena di Surabaya dibangun pangkalan samudera yang
lebih balk . Pada tahun 1827 Gubernur Jendral Van Der Cappelen
memutuskan untuk membangun kembali pulau Onrust (ibid ., : 3) . Baru pada
tahun 1848 kegiatan di pulau tersebut berjalan kembali . Pada

1 07
Jurnal Arkeologi Indonesia, Nomor 4 Juni 2008

tahun 1856 sarana pelabuhan ditambah lagi dengan sebuah dok terapung
gang menurngkinkan perbaikan kapal di laut . Dari gambaran tersebut dapat
dikatakan pulau Onrust merupakan pelabuhan yang cukup penting selain
pelabuhan di Surabaya (Broeze 1979 : 5) .
Peran pulau Onrust mulai tergantikan dengan dibangunnya pelabuhan
Tanjung Priok di Batavia tahun 1774 karena VOC membutuhkan pelabuhan
yang lebih balk dan lebih aman daripada di pulau Onrust (Bruce 1810 : 188) .
Kondisi di pulau Onrust jugs semakin memburuk dan tidak lagi nyaman untuk
dijadikan tempat tinggal karena udara panas, kekurangan air bersih, kondisi
kesehatan dan kebersihan yang semakin buruk . Maka pada tahun 1883
pelabuhan pulau itu dipindahkan ke Tanjung Priok yang lebih menguntungkan
karena dekat dengan sumber air bersih, persediaan perkapalan dan
merupakan pinto gerbang utama kota Batavia (Topogralischen Dienst 1940 :
36 ; cf. Dharmaputra 1985) .
Pada tahun 1911 pulau Onrust dibangun kembali sebagai karantina orang-
orang yang sakit lepra dan sebagai penjara (Umbgrove 1929 : 17) . tJntuk
keperluan itu didirikan 23 bangunan penjara, 12 barak orang sakit, rurnah
dokter, rumah bidan, beberapa buah gudang, kantor dan sarana pelabuhan
(*bid ., : 163) . Fungsi pulau tersebut bertahan sampai tahun 1939
(Topografischen Dienst 1940 : 37 ; cf. Dharmaputra 1985) dan sejak itu pulau
Onrust kembali ditinggalkan . Pulau in i kemudian dijadikan tempat penawanan
para pemberontak yang terlibat dalam "Peristiwa Kapal Tujuh" (Leven
Provincien) . Pada tahun 1940 pulau Onrust dijadikan sebagai tempat tawanan
warga Jerman, yang pada masa berkuasanya Ilitler jadi musuh Belanda .
Pada masa pendudukan Jepang, Onrust dijadikan pen jara bagi para penjahat
kriminal kelas berat . Setelah kernerdekaan Onrust dimanfaatkan sebagai
Rumah Sakit Karantina bagi penderita penyakit menular dari tahun I960-an
(Dharmaputra 1985 ; Attahiyyat 2000 : 24) . Pada tahun 1960-1965 atas
perintah Bung Karno pulau Onrust digunakan sebagai tempat penampungan
bagi para gelandangan dan pengemis ditampung di Pulau Onrust untuk
meningkatkan citra Jakarta . Pada masa itu, tokoh pemberontak DI/Til,
Maridjan Kartosuwiryo, yang tertangkap di Leles, Garut, setelah dijatuhi
hukuman mati juga ditembak di Pulau Onrust . Menurut Bung Karno seperti
diceritakannva pada penulis Solichin Salam, sebelum menjatuhi hukuman
itu, dia terlebih dahulu shalat meminta petunjuk Allah . Sejumlah tokoh Liga
Demokrasi seperti Haji Princen dkk yang menentang Demokrasi Terpimpin

1 08
Taman Arkeologi Onrust : Museum Situs Berkonsep New .Lfuseologv?

Bung Karno juga pernah diasingkan di pulau ini (Shahab 2005) . Pada tahun
1968 terjadi pembongkaran dan pengambilan material bangunan-bangunan
di Pulau Onrust secara besar-besaran oleh penduduk atas izin kepolisian
setempat yang mengakibatkan sebagian besar bangunan tersebut rata dengan
tanah (Attahiyyat 2000 : 24) .

b . Pulau Onrust Abad 20 Masehi : Kawasan Lindung dan Benda


Cagar Budaya
Guna melindungi kelestarian tinggalan bersejarah di Pulau Onrust, pada
tahun 1972 GubernurAli Sadikin menetapkan Pulau Onrust sebagai pulau
bersejarah yang dilindungi lewat SK Gubernur Kepala Daerah Khusus
Ibukota Jakarta No . Cb . 11/1/12/1972 tanggal 10 Januari 1972 tentang
Penetapan Bangunan-bangunan Bersejarah dan Monumen di Wilayah DKI
Jakarta sebagai bangunan yang dilindungi MO No . 21 tahun 1934 (Staatblad
Tahun 1934 Nomor 515 . Penetapan ini kemudian diperkuat dengan
diterbitkannya SK Guberunur KDKI No . 1070 Tahun 1990 tentang
Penguasaan Perencanaan/Peruntukan Bidang Tanah dan Bangunan seluas
f 8 ha untuk Rencana Pemugaran, Pembangunan dan Pengembangan
Kawasan Wisata Bahari yang terletak di Kawasan Sunda Kelapa, Kel .
Penjaringan, Kec . Penjaringan, dan Pulau Kapal (Onrust), Pulau Cipir, Pulau
Sakit dan Pulau Kelor, Kelurahan Pulau Untung Jawa, Kec . Kepulusan
Seribu, Wilayah Jakarta Utara . Kemudian dengan berdasarkan pada
Keputusan sebelumnya, maka posisi Pulau Onrust sebagai pulau bersejarah
yang dilindungi dan termasuk benda cagar budaya dikuatkan dengan
diterbitkannya SK Gubernur Daerah Khusus Ibukota Jakarta No . 475 Tahun
1993 tentang Penetapan Bangunan-bangunan Bersejarah di Daerah Khusus
Ibukota Jakarta sebagai BCB .

c . Pulau Onrust Abad 21 Masehi : Taman Arkeologi Onrust (TAO)


Pada tahun 2002, Pulau Onrust ditetapkan sebagai Taman Arkeologi
melalui Keputusan Gubernur KDKI Jakarta No . 134 Tahun 2002 tentang
Pembentukan Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis di
Lingkungan Dinas Kebudayaan dan Permuseuman Propinsi Daerah Kliusus
Ibukota Jakarta .
Taman Arkeologi Onrust, untuk selanjutnya disebut TAO, dapat dicapai
dengan transportasi laut, bisa melalui Muara Kamal, Muara Angke clan Pantai

1 09
Jurnal At keologi hidanesia, Namar 4 Juni 2008

MarinaAncol dengan jarak kurang


lehih 14 kilometer dapat ditempuh
selama dua puluh menit .
Taman Arkeologi Onrust sebagai
sehuah silos hersejarah yang terbuka
memiliki koleksi herupa :
I . Bangunan bersejarah utuh
a . Rumah Dokter yang kini 7iunpak I)epan Tamara Arkeologi
dijadikan Museum Onrust . DI 0111-lot

dalam museum ini disimpan


artefak temuan basil ekskavasi
di P. Onrust, maket Pulau Onrust
ahad 18 dan 20 Masehi, serta
herbagai panel sejarah P. Onrust
dan rencana pengembangan
pulau .
h . Gedung van Duran yang sedang
dalam tahap penataan dan
pemhangunan saran a audio
visual
c . Kompleks Makam Belanda

? . Beherapa hangunan sisa karantina Koleksi alkeoloLis dalam lmt/w an

haji
a . Penja a
h . Kantor registrasi haji yang kini
difungsikan sebagai mess
karyawan atau tame
c . Bak penampungan air bersih
yang dihangun tahun 1930-an
d . Dermaga ha ."
e . Mcnara keker ahad 20 Masehi Kantor Re,g i.cuzi .ci llaji I'' Onrasl

yang kini dijadikan loket karcis


3 . Situs terbuka dan Iingkungannya
yang menyimpan koleksi ternuan
arkeologis yang diperoleh dari

1 10
ekskavasi penelitian yang telah dila-
kukan di Pulau Onrust dalam kurun
waktu tahun 1979- 1990 oleh Dinas
Museum dan Sejarah DKI Jakarta
(DMS) serta instansi terkait lain ,
seperti Seksi Permuseuman Sejarah '~
2

dan Purbakala Kanwil Pendidikan dan ,,, o

Kebudayaan DKI Jakarta . Di situs Sisa pondasi mantel . P Onrust


mi dapat dilihat sisa-sisa struktur
pondasi benteng yang luasnya hampir
2/3 pulau, martello, pondasi kincir angin, ruang bawah tanah tempat
penyimpanan air yang dibangun abad 17 Masehi oleh Belanda untuk
koloninya, sisa-sisa bak penampungan balok kayo, dermaga, kompleks
makam Belanda, dan sisa pondasi meriam (baterij) . Selain itu juga
ditemukan temuan berupa fragmen keramik dan gerabah, peralatan yang
terbuat dari logam seperti jangkar, angkur, dan pasak besi, serta wadah-
wadah kaca seperti botol, dan pipa gouda .

Kebijakan (Policy)
Sebelum menjadi Taman Arkeologi, Dinas Museum dan Sejarah DKI
Jakarta dengan berdasarkan penggalian-penggalian dan penyelidikan
merencanakan akan membuat taman arkeologis di pulau tersebut . Objektif
Taman Arkeologis ini adalah Onrust akan dikembangkan menjadi museum
historis udara terbuka, dimana pengunjung bisa mendapatkan gambaran
tentang masa silam pulau itu . Kemudian setelah ditetapkan sebagai Taman
Arkeologi Onrusttall un 2002, objektivitas taman arkeologi ini sedikit bergeser,
seperti yang dikemukakan oleh Kepala Taman Arkeologi Onrust, Drs . Taufik
Ahmad . Dikatakan bahwa visi Taman Arkeologi Onrust adalah menjadikan
Taman Arkeologi Onrust sebagai tujuan kunjungan wisata edukasi yang
menarik dan atraktif. Sedangkan misinya adalah tugas dari TAO yang telah
dijabarkan di atas . Objektivitas dari TAO adalah sebuah museum di tengah
taut, berupa museum arkeologi, dengan konsep pelestariannya sendiri harus
memasukan bussiness plan di dalamnya untuk tujuan ekonomis . Hal ini secara
lebih eksplisit dijelaskan bahwa dengan memasukan unsur menarik dan
atraktif maka akan timbal unsur hiburan yang bersifat edukatif . Sedangkan
tujuan ekonomis dijelaskan bahwa semakin menariknya Onrust

11 1
Jiunul A rkeolo,', Indunesiu, N(mlur-1 Jwti _'OOR

maka akan meningkatkan jumlah kunjungan ke Onrust secara


herkesinamhungan yang tentunva akan menimhulkan dampak positif hagi
lingkungan sekitarnva seperti pada Pantai Marina Ancol, para pedagang
dan hotel di Pulau Bidadari . ('ipir, dan Kelor. Program ini menunjukan hahwa
sehenarnva Pulau Onrust dan tiga polio di sekitarnya memiliki potensi yang
sangat hesar namun pengenmhangannya mengalami hamhatan karena helum
adanva produk yam`, menjan1ikan .
Untuk menanggulangi hill 1111 maka Tania Arkeologi Onrust sedans
menjajaki clan meneemhangkan heherapa program yang dituangkan dalam
rencana kinerja Rencana Strategis 5 tahunannya (TA 2008 - 2012) . Garis
hesar program kegiatan tersehut meliputi

l . Rekonstruksi Inl'ormasi Sejarah Masa Lalu Pulau Onrust .


Program ini merupakan suatu pemikiran cerdas yang didasari kondisi
Onrust yang sangat konipleks . Bagi pengunjung herkunjung ke Pulau Onrust
hisa menjadi suatu pengalaman yang membingungkan karena polio ini
dipenuhi oleh tinggalan arkeologis herupa runtuhan hangunan dari herbagai
periode . Tanpa adanva informasi yang jelas yang dapat menerangkan proses
sejarah tersehut, maka yang tertinggal clan dihadapi pengunjung ada
reruntuhan yang menjadi saksi bisu suatu peristiwa sejarah . Oleh karena
itulah dirancang suatu program yang hertujuan merekonstruksi kemhali,
dimana yang direkonstruksi kemhali adalah informasi sejarah yang akan dapat
menerangkan tenting sejarah Pulau Onrust sebagai satu di antara heherapa
pinto c11 Kepulauan Seribu yang menempati tempat khusus dalani peta scarab
Indonesia, terutaina era masuknya kolonialisme ke Indonesia, serta niasa
sebelum clan sesudah kemerdekaan Indonesia . Dengan demikian proses masa
lampau dirasakan oleh pengunjung schism suatu proses untuk merasakan
dan melihat masa lampau . Lewat program ini diharapkan pengunjung
mendapatkan informasi "yang lebih hidup" yang menggambarkan sejarah
dan fungsi polio tersehut di masa lalu lewat berbagai tinggalan yang ada di
keempat pulau tersehut .
Rancangan program ini diwujudkan dengan memhuat heherapa pro-
gram, yaitu :
a . Paket Wisata Bersejarah "Empat dalam Satu" .
Paket ini merupakan paket kunjungan wisata bersejarah yang konsepnya
menyatukan enipat pulau bersejarah di kawasan Kepulauan Seribu yaltu

1 12
Pulau Onrust, Sakit, Cipir, dan Kelor.
Keempat pulau ini merupakan pulau-
pulau yang digunakan oleh Belanda
sebagai basis pertahanan dalam menjajah
nusantara . Dalam program ini
pengunjung tidak saja mendapatkan
informasi terkait sejarah pulau Onrust
tapi juga informasi terkait pulau-pulau di Rancangan Kaa •asan Wi .sata Scjarah
sekitarnya dalam sejarah kolonial FmpatDalamSata
Belanda di Indonesia sejak abad 17
Masehi s .d . abad 20 Masehi serta masa-masa sesudah kemerdekaan Indo-
nesia .

b . Jelajah Arkeologi Onrust


Program ini rnasih dalam bentuk rancangan program yang direncanakan
dapat dilaksanakan dalam beberapa tahun mendatang . Program ini berisi
kegiatan yang melibatkan para pengunjung terutama pelajar dan mahasiswa
dalam kegiatan ekskavasi situs dan rekonstruksi beberapa bangunan
bersejarah di Pulau Onrust . Program ini merupakan program interaktif dimana
pengunjung diajak untuk berinteraksi langsung dengan situs dan temuan yang
terkandung di dalarnnya . Dengan dernikian diharapkan pengunjung yang
terlibat akan dapat belajar langsung tentang proses sejarah yang teljadi di
Pulau Onrust dan akan mendapatkan pengalaman berharga dan tidak
trlupakan yang akan terns terbawa hingga pengunjung tiba kembali ke rumah
mereka .

2 . Rencana kcrja program jangka panjang, yang di dalamnya mencakup


promosi, bimbingan dan edukasi, dan peningkatan sarana dan prasarana
serta pembuatan berbagai program acara yang menarik sehingga dapat
meningkatkan aninlo pengunjung untuk datang dan berkunjung ke tempat
yang menjadi sasaran paket wisata sejarah .
Antara lain dengan melaksanakan
a . Pengenalan dan Bimbingan Taman Arkeologi Onrust bagi Siswa/siswi
SMP. SMA, dan SMK di Wilayah Provinsi DKI Jakarta ;
b . Lomba Lukis Koleksi dan Lingkungan Sejarah Taman Arkeologi Onrust
Siswa/siswi SNIP. SMA, dan SMK di Wilayah Provinsi DKI Jakarta ;

1 13
Jurnal .-I i keologi Indonesia, Aomor 4 Juni 2008

maka akan meningkatkan jumlah kunjungan ke Onrust secara


berkesinambungan yang tentunya akan menimbulkan dampak positif bagi
lingkungan sekitarnya seperti pada Pantal Marina Ancol, para pedagang
dan hotel di Pulau Bidadari, Cipir, dan Kelor. Program ini menunjukan bahwa
sebenarnya Pulau Onrust dan tiga pulau di sekitarnya memiliki potensi yang
sangat besar namun pengembangannya mengalami hambatan karena belum
adanya produk yang menjanjikan .
Untuk menanggulangi hal ini maka Taman Arkeologi Onrust sedang
menjajaki dan mengembangkan beberapa program yang dituangkan dalani
rencana kinerja Rencana Strategis 5 tahunannya (TA 2008 - 2012) . Garis
besar program kegiatan tersebut meliputi

I . Rekonstruksi Informasi Sejarah Masa Lain Pulau Onrust .


Program ill] merupakan suatu pemikiran cerdas yang didasari kondisi
Onrust Nam , sangat kompleks . Bagi pengunjung berkunjung ke Pulau Onrust
hisa menjadi suatu pengalaman yang memhingungkan karena pulau ini
dipenuhi oleh tinggalan arkeologis berupa runtuhan bangunan dari herbagai
per1odee hanpa adanya Informas1 yang jelas yang dapat menerangkan proses
sejarah tersebut . maka yang tertinggal dan dihadapi pengunjung ada
reruntuhan yang menjadi saksi bisu suatu peristiwa sejarah . Olch karena
itulah dirancang suatu program yang bertujuan merekonstruksi kembali,
dimana yang direkonstruksi kembali adalah informasi sejarah yang akan dapat
menerangkan tentang sejarah Pulau Onrust sebagai sate di antara beherapa
pulau cli Kepulauan Seribu yang menempati tempat khusus dalam peta sejarah
Indonesia, terutama era masuknya kolonialisme ke Indonesia, serta masa
sehelum dan sesudah kemerdekaan Indonesia . Dengan demikian proses masa
lampau dirasakan oleh pengunjung sebagai suatu proses untuk merasakan
dan melihat masa lampau . I,ewat program ini diharapkan pengunjung
mendapatkan informasi "yang Iebih hidup" yang menggambarkan sejarah
dan fungsi pulau tersebut di masa Ialu lewat berhagai tinggalan yang ada di
keempat pulau tersebut .
Rancangan program ini diwujudkan dengan membuat beberapa
pro-,,ram, N aitu

a . Paket Wisata Bersejarah "Empat dalam Satu" .


Paket ini merupakan paket kunjungan wisata bersejarah yang konsepnya
menyatukan empat pulau bersejarah di kawasan Kepulauan Seribu yaitu

1 14
Pulau Onrust, Sakit, Cipir, dan Kelor .
Keempat pulau ini merupakan pulau-
pulau yang digunakan oleh Belanda
sebagai basis pertahanan dalam menjajah
nusantara . Dalam program ini
pengunjung tidak saja mendapatkan
informasi terkait sejarah pulau Onrust
tap] juga informasi terkait pulau-pulau di Rancangan Kawasan Wisata Sejarah
sekitarnya dalarn sejarah kolonial EmpalDalamSanu
Belanda di Indonesia sejak abad 17
Masehi s .d . abad 20 Masehi serta masa-masa sesudah kemerdekaan Indo-
nesia .

b . Jelajah Arkeologi Onrust


Program in] masih dalam bentuk rancangan program yang direncanakan
dapat dilaksanakan dalam beberapa tahun mendatang . Program ini berisi
kegiatan yang melibatkan para pengunjung terutama pelajar dan mahasiswa
dalam kegiatan ekskavasi situs dan rekonstruksi beberapa bangunan
bersejarah di Pulau Onrust . Program ini merupakan program interaktifdimana
pengunjung diajak untuk berinteraksi Iangsung dengan situs dan temuan yang
terkandung di dalamnya . Dengan demikian diharapkan pengunjung yang
terlibat akan dapat belajar Iangsung tentang proses sejarah yang terjadi di
Pulau Onrust dan akan mendapatkan pengalaman berharga dan tidak
trrupakan yang akan terns terbawa hingga pengunjung tiba kembal i ke rumah
mereka .

2 . Rencana kerja program jangka panjang, yang di dalamnya mencakup


promosi, bimbingan dan edukasi, dan peningkatan sarana dan prasarana
serta pembuatan berbagai program acara yang menarik sehingga dapat
meningkatkan animo pengunjung untuk datang dan berkunjung ke tempat
yang menjadi sasaran paket wisata sejarah .
Antara lain dengan melaksanakan :
a . Pengena Ian dan B1mb1ngan Taman Arkeologi Onrust bagi Siswa/siswi
SMP, SMA, dan SMK di Wilayah Provinsi DKI Jakarta ;
b . Lomba Lukis Koleksi dan Lingkungan Sejarah Taman Arkeologi Onrust
Siswa/siswi SMP, SMA, dan SMK di Wilayah Provinsi DKI Jakarta ;

1 15
hurrral :Irkeolo,'i Indonesia, Aonior -I lion 2008

menggali berbagai fakta sejarah yang berlangsung hampir 300 tahun


lamanya dan merupakan suatu aset berharga yang dapat dijadikan bahan
pembelalaran bagi bangsa Indonesia guna memantapkan jati dirt bangsa serta
memberikan kesadaran mengenai perkembangan kebudayaan dan sejarah .

Potensi Pemikiran
Pulau Onrust merupakan pulau yang kaya akan data sejarah, ekonomi,
sosial, budaya, politik dan budaya yang belum sepenuhnya tersingkap dan
dapat dimengerti . Untuk dapat mengungkapkannya masih sangat diperlukan
berbagai penelitian mendalam di bidang arkeologi, arsitektur, politik, sosial,
ekonomi dan militer sangat diperlukan untuk keperluan ilmu pengetahuan .
Dengan demikian diharapkan di kemudian hart pengunjungTaman Arkeologi
Onrust dapat mendapat gambaran sepenuhnya tentang latar sejarah dan
apa yang melatari pernikiran orang-orang yang tinggal dan berdiam di pulau
Onrust dart berbagai aspek kehidupannya .

Tanian Arkeologi Onrust : Museum Situs berkonsep New


Museologi?
Taman Arkeologi Onrust didirikan berdasarkan latar sejarah yang
membentuk makna penting pulau tersebut dalam sejarah Indonesia . Yaitu
sejak awal mulai dimanfaatkan sebagai tempat peristirahatan raja-raja
Banten, pusat aktivitas kolonial Belanda untuk memenangkan perang kolonial
dengan Inggris dan Perancis dalam memperebutkan wilayah nusantara sejak
pertengahan abad 17 s .d . 20 Masehi serta dalam menghadapi perlawanan
kerajaan-kerajaan di Indonesia . Pada masa selanjutnya pulau ini juga merekam
berbagai bentuk pemanfaatan yang erat kaitannya dengan sejarah perjuangan
bangsa Indonesia sebelum dan sesudah masa kemerdekaan .
Ditinjau dart Skema Representasi Museum bentuk bare yang ideal
dibandingkan dengan bentuk museum tradisional menurut Hauenschild (1988),
maka terdapat beberapa persamaan dan perbedaan antara bentuk museum
ideal Hauenschild dengan bentuk Taman Arkeologi Onrust . Persamaan dan
perbedaan ini yang akan dibahas dan dijabarkan dibawah ini untuk
mendapatkan gambaran tentang konsep Taman Arkeologi Onrust saat ini

a . Objektive dan Basic Principles Taman Arkeologi Onrust


Dengan berdasarkan padaobjektifnya, TamanArkeologi Onrust memiliki

1 16
Tamara Arkeologi Onrust : Museum Situs Be konse p New Museologr?

orientasi publik lewat program-programnya yang memadukan pendidikan


dengan peningkatan kenyamanan pengunjung lewat peningkatan fasilitas
sarana dan prasarananya . Hal ini diwujudkan dengan prinsip dasarnya yang
menggunakan pelestarian dalam arti dinamis . Terlihat dari program pelestarian
terpadu yang dicanangkan dimana di dalamnya terkandung komponen
perlindungan, pengembangan, clan pemanfaatan tinggalan arkeologis clan
Iingkungannya .
Kegiatan perlindungan dilakukan dengan pemeliharaan lingkungan dan
perawatan tinggalan baik berupa struktur maupun artefak yang disimpan
dalam Museum Onrust . Dengan demikian semua tinggalan tersebut akan
terhindar dari kerusakan maupun kepunahan . Kegiatan pengembangan yang
didasarkan pada hasil Studi Pengembangan Pulau Onrust sebagai Tarnan
Arkeologi diarahkan kepada upaya Rekonstruksi tinggalan arkeologi dan
pengamanan fisik pulau . Selain upaya rekonstruksi juga dilakukan penataan
yang berupaya mengembalikan citra kawasan
melalui 3 pokok penataan (Attahiyyat 2000 : 35-
38), meliputi
• Tata Lingkungan : pembuatan tanggul
pemecah ombak (breakwater) pada
keliling pulau untuk mengamankan pulau
dari ancaman abrasi, mempertahankan
lingkungan vegetasi secara optimal, dan
meningkatkan daya dukung pulau dalam
menghadapi pengembangan wisata
• Tata Ruang : pengolahan masa bangunan 1•
dan ruang melalui pemilihan bangunan Runuungnn Breakwater papa
yang akan direkonstruksi secara selektif keliling Puluu Onrust
sehingga memungkinkan pengunjung
dapat mengamati dan menikmati objek
tinggalan arkeoloui .
• Tata Fungsi : memberikan fungsi baru
papa bangunan yang telah direkonstruksi
sehingga mnnunjang fungsinya sebagai
suatu bentuk pelestarian, pendidikan dan Denuh Tao Punier Ruung I
pan w i s ata . MISeum Omus7 saai ini

1 17
Jurnal . I rkeoluc ;i Indonesia, Aomor 4 Juni 2008

Sampai saat ini kegiatan yang telah dilaksanakan adalah penataan


lingkungan yang mempercantik pulau, antara lain pembuatan jalan setapak,
tempat duduk, Tman, dan pembuatan tanggul pemecah ombak mengelilingi
Pulau Onrust dan tiga pulau lainnya dalam kawasan sejarah Pulau Seribu,
yaitu Pulau Bidadari, Cipir, dan Kelor . Seluruh kegiatan pengembangan ini
sepenuhnya ditujukan untuk meningkatkan kondisi bangunan dan fasilitas
penunjang tman . Sedangkan kegiatan penataan yang sedang dilakukan saat
in] adalah penataan ruang dan fungsi beberapa bangunan untuk dijadikan
pusat informasi tentang pulau Onrust kepada pengunjung . Adapun gedung
Yang sedang ditata dan dikonservasi adalah : Museum Onrust dan Gedung
Van Duran . Museum Onrust penataan awalnya belum memiliki konsep yang
jelas, namun pada tahun anggaran 2008 direncanakan akan ditata dengan
berdasarkan kronologis sehingga diharapkan dapat memberikan gambaran
tentang proses sejarah yang pernah terjadi di Pulau Onrust (Gambar 1 dan
2) . Sedangkan Gedung van Duran rencananya akan dijadikan pusat informasi
sebelum pengunjung memasuki areal Taman Arkeologi Onrust . Di dalam
gedung ini selain artefak dan foto serta panel berisi informasi terkait sejarah
Taman Arkeologi juga direncanakan sebagai tempat pemutaran film
dokumenter dan promosi Taman Arkeologi Onrust, pemutaran film tentang
masa Pulau Onrust menjadi karantina haji dan film tentang arkeologi bawah
air dl Pulau Onrust, Bidadari, Cipir, dan Kelor (Gambar 3) . Dengan demikian
diharapkan pengunjung telah mendapat gambaran tentang tman arkeologi
sebelum masuk ke areal sites yang sesungguhnya . Kegiatan lainnya adalah
pembuatan panel dan caption informasi temuan yang akan ditempatkan di
seluruh tinggalan bersejarah dan koleksi yang ada di museum .
Sedangkan kegiatan pemanfaatan terutama dapat dilakukan untuk
kepentingan ekonomi, pendidikan, industri budaya, dan limit pengetahuan .
Kegiatan pemanfaatan ini diwujudkan antara lain dengan berbagai lomba
dan program wisata sejarah edukatif yang sedang berjalan maupun yang
masih taraf penggodokan dan penjajakan .
Kegiatan lomba yang pernah dilakukan antara lain Lomba Fotografi
Lingkungan dan Artefak TAO tingkat SMA yang diikuti 100 peserta, Lomba
Penulisan Sejarah Pulau Onrust, dan Lomba Lukis Koleksi dan Lingkungan
Taman Arkeologi Onrust Tingkat SMA dan telah diikuti oleh t 300 orang
siswa .

1 18
Taman Arkeologi Onrust : Museum Situs Berkonsep New Museology?

Sedangkan program wisata


sejarah yang sedang dijalankan
adalah kegiatan Pengenalan dan z
Bimbingan Taman Arkeologi
Onrust bagi Siswa/siswi SMP, SMA 0

dan SMK di Wilayah DKI Jakarta . a

Program ini dilakukan dalam dua


bentuk, yaitu orientasi lingkungan
dan sejarah Pulau Onrust dan out- Orientasi Gingkungan dan Sejarah Pulau
bound . Orientasi dilakukan dengan Onnst
mengajak para siswa berkeliling
dalam beberapa kelompok yang masing-masing dipandu oleh satu orang
pembimbing dari Dinas Kebudayaan dan Permuseuman Provinsi DKI Ja-
karta .
Setelah selesai berkeliling, kemudian para siswa diajak untuk mengenal
lebih dalam sejarah dan latar belakang Pulau Onrust melalui kegiatan out-
bound . Dalarn program Outbound ini sejarah Pulau Onrust dan keterkaitannya
dengan tiga pulau (Sakit, Cipir, dan Kelor) lainnya dimana para siswa dibagi
dalam beberapa kelompok dan diarahkan ke beberapa pos berbeda . Di pos-
pos ini lah informasi disampaikan lewat beberapa program yaitu
1 . Simulasi Korelasi 4 pulau
Kegiatan in] dilakukan dengan
menggunakan 4 buah karpet
berukuran I x 1 meter, di atas
masing-masing karpet berdiri 5
orang anak, kemudian karpet
tersebut akan dilipat semakin
lama semakin kecil dan anak-
anak tersebut harus tetap
berada di atas karpet .
. imulaii hoaelasi l Pulau
Permainan ini menarik dan
mernbutuhkan kekompakan
sesarna anggota . Dilakukan dengan tujuan memperlihatkan bagaimana
proses abrasi yang melanda Pulau Onrust dan tiga pulau lainnya saat ini
dan hila terns terjadi maka pulau-pulau tersebut akan semakin habis dan
sulit dihuni, sehingga diperlukan program

1 19
Jurnal Arkcologi buloncsiu, Notnor 4 Juni 2008

penanggulangan seperti yang dilakukan saat ini oleh TAO, yaitu dengan
membuat breakwater atau tanggul pemecah ombak di sekeliling Pulau
On rust .

2 . Simulasi Menara Martelo Pulau Kelor


Simulasi dilakukan dengan menggunakan paralon kecil yang berlubang
yang di hawahnya terdapat kertas herisi pesan, ember besar, dan ember
kecil . Simulasi ini dilakukan dengan membagi anak menjadi heherapa
kelompok, dimana masing-masing kelompok harus mendapatkan pesan
dengan menuangkan air dan meniup lubangparalon . Simulasi ]In] bertujujan
untuk menunjukan martelo di Pulau Bidadari dan P. Kelor berfungsi
sehagai menara pengawas lingkungan sekitarnya dan benteng pertahanan
yang memiliki lubang-lubang pengawasan yang dilambangkan oleh lubang-
lubang pada pipa paralon .

3 . Simulasi kaitan antara pulau Onrust dan Pulau Cipir


Alat yang digunakan dalam simulasi ini adalah tall yang digunakan untuk
menghuhungkan dua buah pohon yang merupakan pcrlamhangan Pulau
Onrust (1an Pulau Cipir . Simu-
lasi dilakukan oleh dua orang
anak yang harus menyebrangi -'' 000)
rentangan tall dan kemudian
hertukar tempat di tengah . Da-
lam kegiatan ini selain keseim
hangan dan kerjasama yank
baik juga untuk men-
gam-hark-an hahwa diantara kedua
pulau sejak dulu telah ada kerja-
Simulasi Kaitan P Onrusl dengan P Cipcr
sama dan hubungan yang erat
dan seimhang .

4 . Simulasi Lingkaran Toponimi


Simulasi mi bertujuan untuk menggambarkan Taman Arkeologi Onrust
dan hubungannya yang tidak terpisahkan dengan ketiga pulau lainnya .
Masing-masing memiliki nama lokal maupun asing, seperti Pulau Onrust
yang dikenal dengan sebutan Onrust bagi orang Belanda, tapi dikenal

1 20
Tcunnn Arkeologi Onrust: Museum Situs Berkonsep New Museologv?

sebagai Pulau Kapal oleh penduduk lokal, dan seterusnya . Simulasi


dilakukan dengan menggunakan tali yang diikatkan ditengah dan harus
bisa dilepaskan oleh anggota kelompok yang terikat dalarn 1 lingkaran
tali .

5 . Menyatukan puzzle di Museum Onrust .


Kegiatan ini mengakhiri kegiatan outbound dan diselenggarakan di Mu-
seum Onrust . Dilakukan dengan cara menyusun potongan puzzle yang
terdiri dari 20 keping yang menggambarkan proses rekonstruksi artefak .

Uraian tentang kegiatan outbound yang dilaksanakan menunjukan


adanya kreatifitas yang tinggi dari Taman Arkeologi Onrust untuk
memperkenalkan sejarah Pulau Onrust dengan berbagai bentuk kegiatan
dan media . Hal ini sangat menarik karena merupakan suatu cara bimbingan
edukasi yang interaktif dan informatif, dimana terjadi rekonstruksi informnasi
sejarah sehingga informasi yang disampaikan akan lebih mudah dimengerti
oleh para siswa yang menjadi peserta dan menimbulkan kesan yang lebih
mendalam .
Walaupun kegiatan-kegiatan tersebut menarik dan telah sesuai dengan
objektif museum namun dirasakan rnasih bersifat temporer karena tidak
adanya bekas permanen yang ditinggalkan . Hal ini Iah yang mendorong untuk
terus melakukan pemanfaatan dan pengembangan Taman Arkeologi Onrust
agar dapat menjadi suatu tujuan wisata sejarah edukatif yang mampu member]
sumbangan dalam pengembangan masyarakat tidak raja secara ekonomis,
tapi lebih ditujukan terutarna bagi generasi muda yang masih berada dalam
proses pencarian jati diri . Berdasarkan uraian di atas, sebenarnya penulis
melihat konsep pernanfaatan ini merupakan suatu gambaran dimana upaya
untuk niengganti paradigma mass tourism yang selarna ini digunakan Indo-
nesia menjadi sustainable tourism bukan hanya sekedar wacana tetapi juga
dalam praktek . Mass tourism selama ini lebih menekankan profit ekonomi
yang diukur dari banyaknya jumlah kunjungan wisatawan yang berkunjung
ke suatu destinasi wisata dan besarnya sumbangan pariwisata terhadap devisa
negara atau pendapatan suatu daerah . Sementara suistainable tourism lebih
menekankan benefit baik pada aspek ekonomi, sosial budaya, maupun
Iingkungan yang berpengaruh langsung terhadap kesejahteraan masyarakat,
terutama masyarakat lokal di sekitar destinasi wisata .

12 1
Jurnul At keologi b,donesiu, Nomor 4 Juni 2005

b . Struktur organisasi Taman Arkeologi Onrust


Berdasarkan Keputusan Gubernur KDKI Jakarta No . 134 Tahun 2002
tcntang Pembentukan Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis di
Lingkungan Dinas Kebudayaan dan Permuseuman Propinsi DKI Jakarta,
struktur organisasi Taman Arkeologi Onrust terdiri dari Kepala, Subbagian
Tata Usaha, Seksi Koleksi dan Perawatan, serta Tenaga Fungsional . Namun,
saat ini TAO merupakan sebuah unit pelaksana teknis dengan organisasi
terdiri dart 8 prang, terdiri dart Kepala, Seksi Koleksi dan Perawatan yang
membawahi tiga orang pelaksana dan Subbag Tata Usaha yang membawahi
2 orang pelaksana . Para pelaksana ini nantinya akan menjadi tenaga
fungsional yang kinerjanya diukur dengan prestasi kerja mereka . Saat in]
kantor pusat TAO masih di Gedung Nyi Ageng Serang Jakarta, namun dalam
pelaksanaan tugasnya mereka secara rutin berkunjung ke Pulau Onrust .
Untuk pelaksanaan kegiatan di Taman Arkeologi Onrust, mereka membawahi
8 orang pekerja kebersihan Lingkungan pulau dan 3 orang yang bertugas
membersihkan gedung dan koleksi serta menjaga keamanan koleksi dan
aset Taman Arkeologi Onrust .

----------------

Sumber : Taman Arkeologi Onrust

c . Teknik Pendekatan
Taman Arkeologi Onrust memiliki subjek berupa penyajian sebuah
realitas yang kompleks dari sejarah yang pernah terjadi di masa lain, terutama
pada subjek yang berterna kolonialisme dan pemanfaatan bangunan untuk
berbagai kepentingan oleh pernerintah setelah kemerdekaan Indonesia .
Kesemuanya ini merupakan hal yang sangat bermanfaat dimana Taman
Arkeologi Onrust dapat bertindak sebagai lembaga pendidikan yang

1 22
Taman Arkeologi Onrust : Museum Silus Berkonsep New Museologv?

memberikan pembelajaran sejarah kepada pengunjungnya . Dengan belajar


sejarah maka kesadaran sejarah (historical awarreness) masyarakat akan
tumbuh, sehingga mereka akan sadar akan identitas dan jati dirinya sebagai
bangsa yang merdeka sehingga dapat meningkatkan kesadaran sejarah untuk
dapat bertahan dan tidak mengulangi kesalahan di masa lalu dalam menghadapi
berbagai bentuk pemanfaatan bangsa lain yang dapat dianggap sebagai bentuk
kolonialisme bentuk bare dan dapat menimbulkan perpecahan bangsa .
Dalam mengembangkan dirinya, Taman Arkeologi Onrust juga
mengadakan berbagai pendekatan untuk bekerjasama dengan organisasi lokal
maupun regional . Misalnya dengan Komunitas Peduli Sejarah dan Budaya
Indonesia (KPSBI-Historia) yang bekerja sama dengan ACP Communica-
tions mengadakan kegiatan wisata sambil belajar sejarah di Pulau Onrust,
Sakit, Cipir, dan Kelor. Bentuk kerjasama lainnya adalah turut dalam berbagai
pameran dengan museum lainnya di DKI Jakarta, serta berpartisipasi dalarn
diktat tata pamer yang dilaksanakan Dinas Kebudayaan dan Permuseuman
DKI Jakarta dengan Belanda . Selain itu upaya pengembangan yang telah
dan juga akan lebih diintensifkan adalah kerja sama dengan Pantai Marina
Ancol, Pt Cibris yang merupakan pengelola Pulau Sakit (Bidadari) serta
TN I AL Republik Indonesia untuk eksplorasi tinggalan bawah air di sekitar
ke empat pulau tersebut .

d . Tugas Pokok dan Fungsi Taman Arkeologi Onrust


Sesuai dengan Keputusan Gubernur KDKI Jakarta No . 134 Tahun 2002
tentang Pembentukan Organisasi dan Tata Kerja Unit Pclaksana Teknis di
Lingkungan Dinas Kebudayaan dan Permuseuman Propinsi Daerah Khusus
Ibukota Jakarta, Taman Arkeologi Onrust memiliki togas untuk melayani
masyarakat dan pengunjung, serta mengadakan, menyimpan, memelihara,
merawat, mengamankan, rneneliti koleksi, memperagakan, dan
mengembangkan untuk kepentingan pendidikan, sejarah, kebudayaan,
rekreasi, sosial dan ekonomi balk langsung maupun tidak langsung . Sedangkan
fungsinya antara lain mengadakan koleksi, menyelenggarakan usaha,
publikasi, pameran koleksi dan pemasaran, registrasi, penyimpanan, pemetaan,
pemeliharaan taman arkeologi, perawatan koleksi, penelitian, pemberian
bimbingan dan pelayanan edukatifkultural kepada masyarakat, dan pelayanan
perpustakaan .

1 23
J1nna1 Arkeologi lnclonesia, Nomor-1 Juni 2008

b . Struktur organisasi Taman Arkeologi Onrust


Berdasarkan Keputusan Gubernur KDKI Jakarta No . 134 Tahun 2002
tentang Pembentukan Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis di
Lingkungan Dinas Kebudayaan dan Pcrmuseuman Propinsi DKI Jakarta,
struktur organisasi Taman Arkeologi Onrust terdiri dari Kepala . Subbagian
Tata Usaha, Seksi Koleksi dan Perawatan, serta Tenaga Fungsional . Namun,
scat ini TAO merupakan sehuah unit pelaksana teknis dengan organisasi
terdiri dart 8 orang, terdiri dari Kepala, Seksi Koleksi dan Perawatan yang
membawahi tiga orang pelaksana dan Subbag Tata Usaha yang membawahi
2 orang pelaksana . Para pelaksana ini nantinya akan menjadi tenaga
fungsional yang kinerjanya diukur den-an prestasi kerja mereka . Saat ini
kantor pusat TAO masih di Gedung Nyi Ageng Serang Jakarta, namun dalam
pelaksanaan tugasnya mereka secara rutin berkunjung ke Pulau Onrust .
Untuk pelaksanaan kegiatan di Taman Arkeologi Onrust, mereka membawahi
8 orang peker'a kebersihan lingkungan pulau dan 3 orang yang bertugas
membersihkan gedung dan koleksi serta menjaga keamanan koleksi dan
aset Taman Arkeologi Onrust .

I I

Sumber : Taman Arkeologi On rust

c . Teknik Pendekatan
Taman Arkeologi Onrust memiliki subjek berupa penyajian sehuah
realitas yang kompleks dari sejarah yang pernah terjadi di masa lain, terutama
pada subjek yang bertema kolonialisme dan pemanfaatan bangunan untuk
berhagai kepentingan oleh pemerintah setelah kcmerdekaan Indonesia .
Kesemuanya ini merupakan hal yang sangat bermanfaat dirnana Taman
Arkeologi Onrust dapat bertindak sebagai lembaga pendidikan yang

1 24
Tamcon .-Irkcologi Onrust : Museum Situs Berkonsep New Muscologv'

memberikan pembelajaran sejarah kepada pengunjungnya . Dengan bclajar


sejarah maka kesadaran sejarah (historical awarreness) masyarakat akan
tumbuh, sehingga mereka akan sadar akan identitas dan jati dirinya sebagai
bangsa yang nierdcka sehingga dapat meningkatkan kesadaran sejarah untuk
dapat bertahan dan tidak mengulangi kesalahan di masa lalu dalam menghadapi
berbagai bentuk pemanfaatan bangsa lain yang dapat dianggap sebagai bentuk
kolonialisme bentuk barn dan dapat menimbulkan perpecahan bangsa .
Dalam mengembangkan dirinya, Taman Arkeologi On rust juga
mengadakan berbagai pendekatan LIMA bekerjasama dengan organisasi lokal
maupun regional . Misalnya dengan Komunitas Peduli Sejarah dan Budaya
Indonesia (KPSBI-Historia) yang beker'a sama dengan ACP Communica-
tions mengadakan kegiatan wisata sambil belajar sejarah di Pulau Onrust,
Sakit, Cipir, dan Kelor. Bentuk kerjasama Iainnya adalah tarot dalam berbagai
pameran dengan museum lainnya di DKl Jakarta, serta berpartisipasi dalam
diklat tata pameryang dilaksanakan Dinas Kebudayaan dan Permuseuman
DKI Jakarta dengan Belanda . Selain itu upaya pengembangan yang telah
dan 'ti,-,a aka nlebi hdiintensifka
diintehkerj kei - adenga
denoan
-- iMarin
ACibris yang merupakan pengelola Pulau Sakit (Bidadari) sertaaAncol
TNI AL Republik Indonesia untuk eksplorasi tinggalan bawah air di sekitar
ke empat pulau tersebut .

d . Tugas Pokok dan Fungsi Taman Arkeologi Onrust


Sesuai dengan Keputusan Gubernur KDKI Jakarta No . 134 Tahun 2002
tentang Pembentukan Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis di
Lingkungan Dinas Kebudayaan dan Permuseuman Propinsi Daerah Khusus
Ibukota Jakarta, Taman Arkeologi Onrust memiliki tugas untuk melayani
masyarakat dan pengunjung, serta mengadakan, menyimpan, memelihara,
merawat, mengamankan, meneliti koleksi, memperagakan, dan
mengembangkan untuk kepentingan pendidikan, sejarah, kebudayaan,
rekreasi, sosial dan ekonomi balk langsungmaupun tidak langsung . Sedanokan
fungsinya antara lain mengadakan koleksi, menyelenggarakan usaha,
publikasi, pameran koleksi dan pemasaran, registrasi, penyimpanan, pemetaan,
pemeliharaan taman arkeologi, perawatan koleksi, penelitian, pemberian
bimbingan dan pelayanan edukatif kultural kepada masyarakat, dan pelayanan
perpustakaan .

1 25
Tahel 2 . Skenra Representa .si Museum hentuk harms cang ideal dam hen ink h u.seun tradisional nsenurut

Hauenschild dihandingkan dengan skenut representa .si Tanuas Arkeologi Onru .st

Gambar 3 . Rancangan Denab Gedung van Duran

DENAH GEDUNG VAN DURAN


Ruang Audio Visual

Sumber Taman Arkeoiogi Onrust


Taman Arkeologi Onrust . Museum Situs Berkonsep New ivluseology?

Penutup
Konsep new museology di Indonesia memang belum sepenuhnya
diterapkan pada museum-museum di Indonesia . Taman Arkeologi Onrust,
merupakan salah satu contoh museum sejarah terbuka (open air site mu-
seum) yang dalam pandangan penulis memiliki potensi untuk menjadi sebuah
museum dengan konsep new museology . Banyak hal yang dapat dilakukan
untuk mengembangkan museum ini, antara lain
1 . Saat in i masih sangat sedikit orang yang tahu tentang pulau Onrust dan
taman arkeologi yang ada di dalamnya . Orang lebih mengenal Onrust
sebagai arena olah raga memancing yang potensial . Oleh karena itulah
harus dilakukan promosi yang Iebih intens guna memasarkan dan
mengenalkan Taman Arkeologi Onrust sebagai Taman Wisata Bersejarah
Terbuka (open site museum) yang harus dikunjungi .
2 . Membuat program-program yang bersifat rekonstruksi informasi yang
dilaksanakan secara berkala, sehingga kegiatan wisata sejarah di Pulau
Onrust dan sekitarnya dapat terus berlangsung . Dengan demikian
keberadaan Taman Arkeologi Onrust sebagai lembaga pendidikan dapat
terus dijaga dan masyarakat sekitarnya akan mendapat manfaat dari
adanya museum situs terbuka ini .
3 . Pelatihan dan Pelatihan untuk para pemandu di Taman Arkeologi Onrust .
Berdasarkan pengamatan penulis pada saat acara Bimbingan dan
Pengenalan Taman Arkeologi Onrust pada Siswa/siswi SMK dan SMA
se DKI Jakarta pada tanggal 4 November 2007 Ialu, terlihat belum adanya
standar di antara mereka . Antara lain terlihat dari diberikannya uraian
informasi sejarah yang tidak tepat kepada para siswa, namun karena
diberikan dengan cara dan gaya yang menarik para siswa sepertinya
tidak ambil perduli akan hal tersebut . Di lain pihak, beberapa pemandu
terlihat mampu memberi informasi yang akurat clan jelas, namun karena
disampaikan dengan gaya yang tidak terlalu menarik maka para siswa
terlihat tidak menaruh perhatian dan memilih untuk berkeliling sendiri .
Hal-hal seperti ini Iah menjadikan dasar bahwa pendidikan dan pelatihan
para pemandu, agar dengan cara dan gaya menarik dapat mengikat
perhatian pengunjung . Dengan demikian informasi yang disampaikan akan
tetap diingat dan dijadikan bahan pembelajaran bagi pengunjung .
4 . Menerapkan konsep pembiayaan yang tidak sepenuhnya tergantung pada
anggaran pemerintah daerah . Antara lain dapat diperoleh dari penjualan

1 27
Jionnal Arkeologi Indonesia, Nomor 4 Jrmti 2008

souvenir, kerjasama pengelolaan dengan pihak swasta, peningkatan harga


tiket masuk yang hasilnya harus sepenuhnya digunakan untuk
pengembangan koleksi dan fasilitas museum tersebut .
5 . Bila dimungkinkan, diperlukan penataan lingkungan dan ekologi sekitar
pulau Onrust, antara lain dengan menanam tanaman bakau yang
merupakan tanggul alarm mengelilingi pulau . Tindakan ini akin sangat
membantu untuk menahan derasnya abrasi yang menimpa pulau saat ini .
6 . Berdasarkan pada hasil wawancara penulis dengan beberapa pengunjung

siswa . guru, dan masyarakat umum diperoleh suatu gambaran bahwa


pada dasarnya mereka datang ke Taman Arkeologi Onrust selain karena
adanya program acara menarik yang disedtakan oleh pihak Taman, mereka
juga tertarik datang karena keinginan untuk berwisata . Namun terkadang
mereka kecewa karena bila tidak ada program acara yang menarik, maka
mereka sulit untuk mengerti makna tinggalan sejarah yang ada di sana .
7 Peningkatan fasilitas pendukun r.
Terkait dengan penamhahan I' :Isilitas,
dalam pemhangunannya harm : : herpe-
gang pada pada konsep pelestarian benaa
cagar hudaya dim peruntukd .n lahan
Senerti tercantum dalarn U11 No . 5
Tahun 1992 tentang Benda Cagar
Budaya . Selain itu ke`-iatan ini juga hares
mengikuti pedoman tata peruntukan
lahan PuIau Onrust yang direncanakan
_ikan sc,cra dihuat oleh Dinas Kehu-
davaan dan Pcrmuscuman DKI Jakarta .
Adapun beherapa fasilitas pendukung
Panel 1)i re . ton P (must
yang disarankan untuk dihuat adalah :
a . Papas petunjuk arch : akin membimbing pengunjung ke arah sirkulasi
kunjungan yang benar sehingga informasi yang disampaikan akan
runtut dan mullah dimengerti .
b . Panel Direktori yang berisi keterangan awal di depan pintu masuk
pulau (dermaga) . Panel Direktori ini selain sebagai ucapan selamat
datang juga berisi petunjuk berupa keterangan singkat tentang Taman
Arkcologi Onrust, sehingga dapat mengarahkan pengunjung dengan
jalur yang benar. Panel direktori yang ada scat ini sangat tidak memadai

1 28
Minim Arkeolo,gi Onrust : Mu .cemn Sinus Berkonsep New Museologv :'

dan terkesan seadanya sehingga pembuatan panel yang baik dan


representatif dirasakan sebagai suatu hat yang sangat mendesak .
c . Panel Direktori P . Onrust
Hasil wawancara juga menunjukan, bahwa sebagian besar pengunjung
mengharapkan adanya peningkatan fasilitas seperti kursi dan tempat
berteduh di tambah sehingga mereka dapat duduk menikmati objek
serta beristirahat dan berteduh dari panas dan hujan .
d . Penambahan tempat sampah di lokasi situs dan tempat penampungan
sampah besar untuk menampung dan mengolah sampah yang berasal
dari situs . Dengan dernikian sarnpah-sampah tidak akan berserakan
dan tidak dibuang ke taut, sehingga lingkungan akan selalu terjaga
dan bersih, baik itu lingkungan situs maupun taut di sekitar situs
sehingga lingkungan akan nyaman, bersih, dan asri .
e . Pembuatan arena bermain bagi anak dan arena out bound
f . Pembuatan camping ground dan sarana memancing bagi para peminat
wisata out door dan pencinta sejarah
8 . Penataan lingkungan pemukiman
pekerja . Hal dirasakan mendesak
karena rumah-rumah tersebut kondi-
sinya sangat memprihatinkan karena
terlihat Ian-sung oleh pengunjung, balk
bagian depan maupun belakangnya
sehingga terkesan kumuh dan tidak
sedap dipandang mata . Rmnuh Pekeijo di Puluu Onrust
9 . Penataan toko-toko di Pulau Onrust .
Uraian di atas adalah gambaran singkat tentang hal-hal yang perlu

dilakukan di Taman Arkeologi Onrust pada khususnya dan museum-mu-


seum lain di Indonesia pada umumnya . Banyaknya hambatan terkait dengan
sumber daya manusia, dana, serta rendahnya kesadaran sejarah masyarakat

Indonesia menyebabkan suatu bentuk museum yang ideal terlihat sulit


diwujudkan di Indonesia . Namun demikian upaya ke arah konsep ideal tersebut
sedang giat dilaksanakan guna memajukan dunia permuseuman di Indone-
sia .

1 29
Jurnal . trkrulogi Indonesia, Nonwr 4 Jnni 200

Daftar Pustaka
Attahivvat, Chandrian
2000 Onrust . Jakarta : Dinas Museum dan Pemugaran Provinsi DKI Jakarta
Broeze, F.J . A
1974 "Java Shipping 1820-1850 : A Preliminary Survey"' makalah Konferensi
Internasional mengenai Sejarah Asia ke-6, lkatan Internasional Ahli Sejarah
Asia Tenggara, Jogyakarta, Agustus 26-30)
Dharmaputra, Geofano
1985 Ban(unan, Pemukiman, dan Penduduk di Pulau Onrust Tahun 1803
dan 1864 : Sebuah Kajian Hipotetis . Skripsi . Depok : FSUI
Da,,, cc .
1975 The Policy and Administration of the Dutch in Java . Kuala Lumpur :
Oxford Asia
Dinas Kebudayaan dan Permuseuman Provinsi DKI Jakarta
2003 Itimpunan Peraturan I'entang Seni Budaya dan Permuseuman di
Pros insi DKI Jakarta . ,lakarta : Dinas Kebuda,,aan dan Permuseuman Provinsi
DKI Jakarta
Gar,, Edson and David Dean
Irk The I land Book for Museum . Frome, Somerset : Butler & "Tanner Ltd .

Hauenschild . Andrea
1988 Claims and Reality of New Museology : Case Studies in Canada, The
United States and Mexico . Paris : ICOM
Heuken . A .S .J .
1980 Historical Sites in Jakarta . Jakarta : Cipta Loka Caraka
Hudson, Kenneth
1987 Museum of Influence . British : Cambridge University Press
Krisprihartini Setiowati
1994 Benteng Onrust : Kajian Benteng Berdasarkan Data Artefaktual
den-an Data Piktorial . Skripsi . Depok : FSUI
Mensch, Peter van
1 9 92 Towards a methodology of museology . Tesis PhD . Zagreb : University of
Zagreb
Nanggapati, W.
1979 "Sejarah Pulau Onrust", dalam Laporan Perjalanan Pulau Onrust 1979 : 6-16 .
Jakarta : Dinas Museum dan Sejarah DKI Jakarta .

Rukendi, Cecep
2006 "Potensi Indonesia dalam Peta Persaingan Pariwisata ASEAN :
Komparasi dengan Malaysia, Thailand, dan Singapura", dalam Jurnal
Kepariwisataan Indonesia, Vol . 1, No . 3, September. Jakarta : Litbang

1 30
Taman Arkeologi Onrust : Museum Situs Berkonsep New Museologv?

Pariwisata . Hal . 185-193


Sahab,Alwi
2005 "Onrust dan Hukuman Tembak Kartasuwiryo", dalam Republika, 30
Juli 2005 . Jakarta : Republika
Surachmat, Dirman
1983 "Peninggalan Pulau Onrust, Kepulauan Seribu", makalah dalam PIA 11,
Ciloto, Mei 23-28

131
Jurnal Arkeologi Indonesia, Nomor 4 Juni 2008

Lampiran
Gambar 1 . Denah Tata Pamer saat ini

1 32
Taman Arkeologi Onrust : Museum Situs Berkonsep New A-luseologv?

Keterangan Gam bar

Keterangan Gambar

RP I RUANG PAMER I

VI Vitrin I berisi ma et Pulau On ust Tahun 1 704


V2 Vi= 2 bensi artefak botol Belanda
SI S age I memamerkan fragmen bata Belanda
S2 Stage 2 memamerkan fragmen ba u karang
S3 Stage 3 memamerkan fragmen bata ubin dan ubin batu
S4 Stage 4 memamcrkan fragmen piring keramik zaman Meiji lepang
S5 Stage 5 memamerkan fragmen human unruk mcrangsang perm van dengan ca non
berisi tebakan "guest what ?"
PI Panel I berisi scjarah Pulau Onrust tahun 1618 1981 dalam bahasa Indonesia
P2 Panel 2 berisi seiarah Pulau Onrust tahun 1618 1981 dalam bahasa Belanda
Fl F6 Foto foto Situasi dan Kond si Pulau Onrust Zaman Dahulu

RP If RUANG PAMER 11

VI Vitrin ben i Maker Pulau Onrust Tahun 1930-an _


V2 Vitrin he isi hasil e k asi di Pulau Onrust berupa sepatu besi _
PI Panel berisi keterangan rencana yang akan dilaksanakan di Pulau Onnis oleh Dinas
Kebudayaan dan Permuseuman DKl Jakarta
F I Foto menam dan dermaga di P . Onrust (tidak ada caption)
F 2 Suasana P . Onrust ketika menjadi karantina haji (1911-1933)
F 3 Suasana P . Onrust ketika menjadi karantina hap (1911-1933)
F 4 Peninjauan pejabat Belanda ke Pulau Onrust (191 1-1930) _
F 5 Situasi barak karantina haji di P . Onrust (1911-1930) _
F 6 Paia jemaali haji naik pontoon dari P . Cipir ke P . Onnut (1911 .1930)
F 7 Situasi barak karantina haji di P . Onrust (1911 1930)
F 8 Situasi barak karantina haji di P . Onrust (1911 1930)
F 9 Suasana ketika ara emaah ha - i tiba di P . Onrust (1911-1930) _
F 10 Tampak a as P . Onrust (tidak ada ca Lion)
Fill Suasana saar P . Onrust e ika difun .sikan seb :ai ar mina h (1911 1930)
F 12 Situasi b cab karantina h p di P Onrust (1911 .1930)
F 13 Suasan eti a parajemaah halt tiba di P . Onrus (1911 1930)
F 14 Suasana penjar di P . Onrust (ndak ada caption)
F IS Situ si barak karantina haji di P. Onrust (1911 1930)
F 16 Suasana barak karantina haji di P Onrust (ida ada caption)
F 17 ingkungan di P. Onrust (ndak ada caption)
F 18 Suasana saar P . Onrust ketika difungsikan schagai karantina hap (1911 1930)
F 19 Pemn)auan pejabat Belanda ke Pulau Onrust (1911-1930)
F 20 Pcninjauanpejabat Belanda_ke Pulau _Onrust (1911-19_30)
F 21 Penmjauanpejabat Belanda kc Pulau Onrust (1911-1930) (tidak ada caption)
Pejabat Belanda yang sedang melakkan kunjungan di P . Onrust
.,--F22
RP III RUANG PAMER Iii

V1 Vitrn I bensi berbagai temuan fragmentaris hasil ekskavas P Onnist


V2 Vitrin 2 berisi temuan pecahan gerabah
V3 Vitrin 3 berisi emuan cahan keramik
V4 Vitrin 4 berisi hasil ekskavasi berupa benda logam
PI Panel I kcterangan tentang Penyclidikan Arkeologis (Archacologisch onderz) ) d P
Onnist

RP IV RUANG PAMER IV (Beranda Belakang)

V I Vi n I bensi Maker P . Onrust tanpa kcterangan


V2 V tnn 2 berisi fra men keramik basil ekskavasi di P . Onrust tanpa caption
V3 Vltrln 3 be isi Ira men keramik hasil ekskavasi di P . Onrust tanpa caption _
V4 Vi rut 4 berisi replica perahu kayu tanpa caption
Sl Stage yang memamerkan tinggalan yang ditemukan di P . Onrusr yang terbuat dari batu
dan logam seperti umpak batu, jangkar, ankur, per, pipa batu, lempengan logam .

1 33
Jurnal Arkeologi Indonesia, Nomor 4 Juni 2008

Gambar 2. Rancangan Denali Tata Pamer Museum Onrust yang barn

1104 *

h, san 17114111 'ATkeoi11P


ATchwo!o al Park /Areti

Sumber : Taman Arkeologi Onrust

1 34
Tamara Arkeologi On rust: Museum Sithis Berkonsep New Museologe?

C)

1 35
k I :

Anda mungkin juga menyukai