INDONESIA
D!TERB!TKAN OLEH !K/\TANAHL!ARKEOLOG! INDONESIA (!AA!)
JURNALARKEOLOGI INDONESIA
ISSN 0854-1434
PENGANTAR
Vi
DAFTAR ISI
Kata Pengantar
Daftar Isi
Drs . Lutfi Yondri, M . Hum .
Bate Kendan dan Manusia Prasejarah di Tepian Danau 1
Bandung Purba
KarinaArifin
Analisis Scanning Electron Microscope untuk Menentukan 14
hempat Asal Bahan Tembikar : Sites-sites di Hulu Sungai
Birang sebagai Contoh Kasus
Irmawati M . Johan dan Ninie Susanti Y
Makanan & Penampilan dan Strategi Politik pada 27
Masyarakat Jawa Kuno
Sugeng Riyanto
Pengelolaan Informasi di Taman Wisata Candi Prambanan 36
Kajian Tentang Keterkaitannya dengan Peningkatan
Apresiasi Masyarakat terhadap Benda Cagar Budaya
Bagyo Prasetyo
Kompleks Megalitik Grujugan, Bondowoso, Jawa Timur : 54
Persebaran dan Wilayah Pemintakatan
Dedah R . Sri Handari
Pentingnya Pemasaran Dalarn Meningkatkan Pelayanan 65
Publik Museum
W. Djuwita Ramelan
Penanganan Benda Cagar Budaya dalam Perspektif Hukum 72
Nusi Lisabilla E .
Penerapan Kaidah Sad Angga Pada Arca Prajnaparamita 94
Koleksi Museum Nasional
Retno Raswaty
Taman Arkeologi Onrust : Museum Situs Berkonsep New 100
Museology ?
Vii
Jurnal : lrkeo/ogi Indonesia, Nomor d Juni 2008
Pendahulan
Kendan, entali sejak kapan nama itu ada dalam lintas sejarah dan budaya
di Jawa Barat, khususnya bagi masyarakat yang mendiami kawasan Danau
Bandung Purba, tidak ada pertanggalannya yang pasti . Nama fill begitu popu-
lar ketika kita menyibak kembali masa klasik Sunda . Pada masa itu pernah
berlangsung satu institusi kerajaan yang bernama Kerajaan Kendan . Konon
wilayah fill dahulunya merupakan daerah yang diberikan oleh Sri Maharaja
Suryawarman kepada Resi Guru Manikmaya dengan segala kelengkapannya .
DI wilayah itulah Sang Resi kemudIan diangkat sebagai pemegang kekuasaan
"ratu" dan merupakan bagian dari wilayah kekuasaan Tarumanagara . Akan
tetapi dalam kaitannya dengan budaya prasejarah yang pernah berlangsung
di kawasan tepian Danau Bandung Purba, nama itu tidak pernah dilupakan
oleh para ahli (peneliti) karena mayoritas peralatan batu yang dipakai oleh
manusia pada masa itu terbuat dari balian batu obsidian yang oleh masyarakat
setempat disebut sebagai Batu Kendan .
Batu kendan (obsidian) berdasarkan proses terbentuknya termasuk
dalam kelompok batuan beku Iuar (extrusive igneuos rock), yaitu batuan
yang terjadi karena pembekuan magma yang terjadi karena proses pendingan
yang sangat cepat dari magma yang keluar kepermukaan bumf . Batu Kendan
termasuk dalam kelompok batuan rhvolite yaitu batuan beku yang bersifat
asam dengan kandungan silika lebih dari 66%, kandungan kuarsa minimal
10% . dan juga kandungan orthoclase (photasium feldspar) yang minimal
berjumlah seperdelapan dari total feldspar. Kelompok batuan rh. vohie fill
merupakan batuan aliran dari granityang berteksturaphaniticyaitu memiliki
hutiran mineral yang sangat halus dan kenampakan mineral yang sejajar
sate dengan yang lainnya (Soetoto, 1986 : 28-37) .
Batu Kendan secara petrografi memiliki ciri pecahannyamemperlihatkan
gelombang yang melengkung di permukaan atau bersifat concodial, memiliki
warna cerah dan berkilap kaca (vitreous luster), pada umumnya merupakan
batuan masif, dan bertekstur gelas (galssy) . Pada obsiadian yang berwarna
hitam terdapat kandungan magnetite (Fe 2 0) dan mineral lain berwarna hitam .
Sementara itu pada batuan batu Kendan berwarna kuning, merah, dan coklat
terdapat kandungan magnetite dan hematit (FeO
;) berwarna merah (Pearl,
Batu Kendan chin Manusia Priseliarah th 7epian Danau Bandun,' Purba
1980 : 67) . Adanya kandungan silika yang besar itu menyebabkan batu Kendan
itu mempunyai sifat keras yang memudahkan penyerpihan dan dapat
menghasilkan sudut pecahan yang tajam (Oakley, 1968 :28-29) . Sifat-sifat
batuan batu Kendan yang demikianlah yang tampaknya menjadikan batuan
tersebut menjadi pilihan dan dianggap sangat balk untuk dijadikan peralatan
hidup manusia di masa lalu .
Artefak batu kendan di di tepian Danau Bandung Purba, antara lain
pernah diteliti oleh A .C . de Jong dan G.H .R . von Koenigswald (1930 -
1935) . J . Krebs (1932-1933), Stein Callenfels (1934), van der Hoop (1938),
Erdbrink (1942), W . Rothpleti dan W. Mohler (1942-1945), von Heine Geldern
(1945),J . Bandi (1951), van Heekeren (1972), dan tim dari Pusat Penelitian
Arkeolo`gi Nasional (1978) yang melakukan penelitian di daerah Cililin dengan
temuan berupa alat-alat serpih berbahan batu kendan dan beberapa alat
serpih yang terbuat dari bahan lain seperti batukuarsa . batLiapi, clan
batugamping . Lokasi-lokasi temuan artefak batu kendan pada penelitian
tersebut antara lain Padalarang, Dago, Lembang, Cicalengka, Banjaran,
Sorcang, dan Cililin (Heekeren, 1972, Pantjawati 1988) . Sementara itu, dari
hasil penelitian yang telah dilakukan terakhir, telah diperoleh beberapa lokasi-
lokasi temuan barn yang sebelumnya belum terlacak, seperti Gua Pawon,
kawasan perbukitan kawasan Ujung Berung, Cinunuk, dan Cileunyi (Yondri,
2003, 2004, Laili, 2005) . Distribusi persebaran temuan alat-alat obsidian
tersebut ditepian Danau Bandung Purba, dapat digambarkan sebagai berikut :
I t''.Te GA4'll •F
a ncsi TF .V*;!1. !
Denah Perseborin lokasi temuan alas obsidian di tepian Datum Banding Purba
3
Jurnal Jrkeologi Indonesia, Nomor 4 Juni 2008
4
Beau Ke ndan dan Manusia Prasejarah di Tepian Danau Bandung Purba
Bentuk nuka dan kelebaran perbandingan kepala manusia Pawon (R .III) yang mengacu
pada ras Mongoloid (Dok. Lutfi Yondri, 2005)
5
Jurnal Arkeologi Indonesia, Nomor 4 Juni 2008
(shovel sharped incisor) seperti yang umumnya dimiIiki oleh manusia dari
ras Mongoloid . Ciri lain dari ras ini adalah variasi tinggi badan tidak selebar
pada ras Austromelanesid, dan rata-rata lebih kecil . Bentuk tengkorak bundar
atau sedang, dengan isi tengkorak rata-rata lebih besar . Dahi lebih membulat
dan rongga mata tinggi dan persegi, muka lebar dan datar (brachiocephaly)
(dalam arah muka-belakang) dengan hidung yang sedang atau lebar ; akar
hidung dangkal . Hanya bagian mulut yang menonjol sedikit, bersama dengan
gigi niuka . Reduksi alat pengunyah relatif berlanjut ; tempat pelekatan otot-
otot lain mulai kurang nyata . Ciri lain adalah rahang atas berbentuk persegi
(square jaws), tulang pipi (cheek bone) menonjol dan lebar, hidung lebar,
akar hidung dangkal dan sebagian besar gigi serf berbentuk sekop ( .shovel
sharped incisor) (Beals dan Hoijer, 1965 :209-211 ; Soejono, 1984 :131-132) .
Manusia ras mongoloid tersebut diperkirakan telah hidup dan berkembang
di kawasan Nusantara sejak sekitar 10 .000 tahun yang lalu, di samping
manusia dari ras yang lain yaitu ras Australomelanesoid (Snell dan T . Jacob
dalam Boedhi Sampurno dan Koeshardjono, 1983 :1) . Di bagian barat Indo-
nesia, berkembang populasi yang merupakan campuran ras
Australomelanesoid-Mongoloid dengan unsur Mongoloid yang menonjol,
sedangkan di bagian timur Indonesia yang menonjol adalah unsur
Australomelanesoid .
Rangka-rangka manusia yang ditemukan di Gua Pawon, berdasarkan
hasil analisis pertanggalan carbon (C 14 )memiliki pertanggalan antara 5660
+ 170 BP hingga 9525 + 200 BP. Bila angka p-ertanggalan tersebut
dikorelasikan dengan keberlangsungan penggunaan Batu Kendan oleh
manusia yang pernah hidup di Gua Pawon tersebut, dapat disimpulkan bahwa
bate-bate Kendan tersebut telah dipergunakan sejak ribuan tahun yang lalu
atau sejak masa prasejarah, jauh sebelurn adanya Kerajaan Kendan yang
diratui oleh Resi Guru Manikmaya .
6
Batu Kendan dan Manusia Prasejarah di Tepian Danau Bandung Purba
7
Jurnal Arke ologi Indonesia, Nomor 4 Juni 2008
seperti mata panah berukuran kecil, serut samping, serut inti, alat tusuk, dan
pisau-pisau berpunggung . Koleksi artefak batu Kendan yang dikerjakan oleh
Bandi berjumlah 889 serpih, beberapa diantaranya sudah terbagi berdasarkan
fungsinya, terdiri dari 49 mata panah, 46 alat serut berpunggung, 25 alat
serut inti, 62 alat serut, 21 alat tusuk, 11 alat pelobang, 5 pisau, 10 bentuk
khusus, 159 serpih beretus, dan 9 serut inti berpunggung (Heekeren, 1972) .
Sementara itu, berdasarkan hasil penelitian Pancawati (1988) terhadap
artefak-artefak batu Kendan Danau Bandung Purba yang tersimpan di Mu-
seum Nasional, Jakarta . Pengamatan terhadap beberapa variabel yang terkait
dengan fungsi yang meliputi variabel berat, letak tajaman, bentuk, tingkat
kerusakan tajaman, serta pola perimping atau catu pakai, Pantjawati
mengelompokkan fungsi alat-alat batu Kendan Danau Bandung Purba ke
dalam tujuh kelompok, diantara adalah alat yang dipakai untuk aktivitas
menyerut atau memotong dengan besaran sudut tajaman antara 46 sampai
55 derajat, untuk pembuatan alat menggali dari kayu (digging stick) dengan
besaran sudut tajaman alat antara 35 sampai 40 derajat, alat untuk menggaruk,
pisau, alit tusuk, pelobang, dan alat yang hersifat multi fungsi .
Beberapa bentuk alat serut dan lancipan berbahan batu obsidian yang dipakai oleh
manusia Pawon (Dok. Lutfi Yondri, 2006)
8
Batu Kendan dan Manusia Prascjarah di Tepian Danau Bandung Purba
9
Jurnal Arkeologi Indonesia, Nomor 4 Juni 2008
Penutup
Alat-alat batu yang terbuat dari batu Kendan yang telah ditemukan
selama ini di kawasan tepian Danau Bandung Purba dengan wilayah
persebaran yang cukup padat pada ketinggian 723 in diatas permukaan taut,
sampai sekarang masih merupakan satu topik yang sangat menarik untuk
dibahas dalarn kajian arkeologi . Seiring dengan ditemukannya artefak batu
Kendan di Gua Pawon sebagai bagian dari tepian Danau Bandung Purba di
masa prasejarah, dimana artefak-artefak batu Kendan yang ditemukan di
antaranya ada yang berasosiasi dengan pecahan gerabah sebagai salah satu
penanda dari budaya neolitik, dan berasosiasi dengan temuan alat tulang,
serpih dari bauan batuan lainnya sabagai bagian adri ciri budaya mesolitik,
maka dapat disimpulkan bahwa artefak batu Kendan yang pernah berfungsi
sebagai alat batu yang paling dominan dan sebagai alat utama bagi
masyarakat prasejarah di tepian Danau Bandung Purba di masa lalu . Dari
konteks ternuannya, tampaknya alat batu berbahan Batu Kendan tersebut
tidak hanya dipakai dalam periode budaya neolitik, akan tepai jauh sebelumnya
yaitu pada era mesolitik .
Berkaitan dengan lokasi temuan artefak batu Kendan yang ditemukan
di dua lokasi yang berbeda yaitu di dalam gua dan di lokasi terbuka, juga
dapat ditarik satu gambaran tentang pola kehidupan masyarakat pendukung
budaya batu Kendan tersebut, yaitu selain tinggal dalarn bentuk hunian terbuka
di herbagai tempat yang cukup strategis untuk rnelangsungkan kehidupan
yang dekat dengan sumber air, berada di lahan yang subur seperti kawasan
Dago Pakar, juga hidup dalam bentuk hunian tertutup dengan mernanfaatkan
gua sebagai tempat hunian, seperti yang ditemukan di Gua Pawon .
Munculnya penamaan Batu Kendan di masa yang kemudian, mungkin
disebabkan karena masyarakat melihat kesamaan antara serpih dan
hongkahan hatu obsidian yang banyak ditemukan di lahan garapan masyarakat
yang berada di kawasan tepian Danau Bandung Purba sarna dengan batu
yang terdapat di kawasan Kendan (Nagreg) . Sehinga bila ada yang
menemukan batu yang demikian, maka akan langsung menyebutnya sebagai
Batu Kendan .
Berkaitan dengan Kerajaan Kendan dan alat-alat batu (serpih) yang
terbuat dari Batu Kendan yang sama-sarna berada di sekitar tepian Danau
Bandung Purba, perlu penulis sampaikan bahwa keduanya berada pada masa
budaya yang berbeda . Kerajaan Kendan berada pada masa klasik Sunda,
ID
Batu Kendan dun tIanusia Prasejarah di 7epian Danau Bunching Purba
sementara keberadaan alat-alat serpih yang terbuat dari bahan Batu Kendan
ada dalam lintas budaya yang ribuan tahun sebelumnya . Yang menjadi
pertanyaan selanjutnya adalah "kenapa justru Kendan yang dipilih oleh
DAFTAR PUSTAKA
Anggraeni, Nies dkk .
1986 "Survei di Daerah Cililin, Bandung", dalam BPA No . 36 : Laporan Penelitian
Arkeologi dan Geologi di Jawa Barat . Jakarta : Depdikbud
Bandi, H .G.
1951 "Die Obsidian industrie der umgebung von Bandung in west Java"'
Sudseestudien, Basset .
Bass, William M
1989 Human Osteology, A Laboratory and Field Manual . Michael K . Trimble
(ed .) Columbia : Missouri Archaeological Society
Callenfels, P.V van Stein
1934 "Korte Gids voor de Prehistorische Verzameling" . Jaarboek KBG : 93 .
Chia, Stephen, Lufti Yondri, dan Truman Simantunjak
2005 The Origins Of The Obsidian Artifacts From Gua Pawon , Bandung-Indo-
nesia (Belum diterbitkan)
Dam, M . A C . Suparan, P. dan Hidayat, S .
1986 Reconnaisance Survey in The Bandung Basin : Openjiile Report, Geologi-
cal Research and Development Center . Directorate General of Mines and
Energy, Bandung
Dam, M .A .C, Suparan, P.
1992 Geology of the Bandung Basin Deposits : Geological Research and De-
velopment Center . Directorate General of Minesand Energy, Bandung &
Earth Sciences Department, Free University, Amsterdam
Heine Geldern, Robert von
1945 "Prehistoric Research in the Netherlands Indies", dalam Honig, Pieter dan
Frans Verdoorn (ed .), Sience and Scientist in the Nederlands Indies . New
York .
I-leekeren, HR . Van
1972 The Stone Age of Indonesia . Rev. 2nd. The Hague-Martinus Nijhoff
Hoop, A .N .J . Th .a h . Van der
1940 "A Prehistoric Site Near the Lake Kerinchi (Sumatra)", PCPFE : 200-204 .
Singapore
11
Jurnal Arkeologi Indonesia, Nomor 4 Juni 2008
12
Bata Kendan dan Manusia Prasejarah di 7epian Danau Bandung Purba
dan Balai Pengelolaan Kepurbakalaan, Sejarah dan Nilai Tradisional - .lava
Barat (Tidak diterbitkan) .
2004b Laporan Hasil Penelitian Prasejarah Gua-Gua Prasejarah Kawasan Bukit
Gamping Lembar Cianjur, di Kecarnatan Ciranjang dan Sekitarnya, Provinsi
Jawa Barat . Bandung : Balai Arkeologi Bandung (Tidak diterbitkan)
2005 "Kubur Prasejarah Temuan dari Gua Pawon, Desa Gunung Masigit,
KAbupaten Bandung, Provinsi Jawa Barat : Sumbangan Data BAgi
Kehidupan Prasejarah di SekitarTepian Danau Bandung Purba" . Tesis. Pro-
gram Pascasarjana Arkeologi . Jakarta : Fakultas Ilmu Budaya Universitas
Indonesia .
13
.hu- nal .-Irkeologi Indonesia, Nomor 4 Juni 2008
Pendahuluan
Penelitian prasejarah di Pulau Kalimantan masih sangat terbatas . Sejauh
]III sites prasejarah yang pernah dilaporkan, apa lagi yangtelah diteliti sedikit
sekali jumlahnya . Namun demikian, pulau ini mempunyai potensi luau biasa
bagi penelitian prasejarah . Flat ini mengingat di Sarawak dan Sabah banyak
ditemukan sites-sites prasejarah, terutama di gua-gua batugamping .
Di Kabupaten Berau, Kalimantan Timer, tepatnya di daerah halo
Sungai Birang, terdapat kawasan batugamping yang kaya dengan gua-gua
sarang hurung dan ceruk-ceruk yang masih dihuni o1ch orang Punan Basap,
masyarakat semi pemhuru dan peramu . Tiga di antaranya, yaitu Kimanis,
Luhang Payau, dan Liang Gobel telah dickskavasi pada tahun 1998 . Kimanis
dan Liang Gobel merupakan ceruk, sedangkan Lubang Payau gua . Kimanis
merupakan sebuah ceruk yang luas dengan deposit arkeologi yang mencapai
kedalaman tiga meter, sedangkan Liang Gobel merupakan ceruk kecil dengan
l'ulisan ini merupakan hagian dari disertasi penulisyang herjudul Early I luman Occupa-
tion of the Fast Kalimantan Raintorest (The Upper Birang River Region . Berau) . 2004 .
Penulis mengucapkan terima kasih pada Dr . Glenn Summerhayes dari Archaeology and
Natural History Department, Research School of Pacific and Asian Studies, ANtI yang
telah melakukan analisis statistik terhadap hasil analisis SEM .
Analisis Scanning Electron Microscope Untuk Menentukan Tempat Asal Bahan 7embikar
deposit arkeologi yang dangkal yang terletak di atas tebing, sekitar 5 meter
tingginya dari jalan setapak yang menghubungkan base camp pencari sarang
burung di tepi Sungai Birang dengan Lubang Payau dan Kimanis .
Ekskavasi di ketiga situs ini antara lain menghasilkan artefak-artefak
batu (mencakup serpih dan batu inti), tulang (spatula dan lancipan), tembikar,
tulang-tulang binatang, dan kerang taut, darat dan air tawar, arang, dan damar .
Dalam makalah ini khusus akan dibicarakan mengenai peninggalan
tembikar, khususnya anal isis yang menggunakan karakterisasi kimiawi dan
Electron Microprobe untuk mengetahui asal-usul bahan tembikar yang
ditemi_tkan di sites ini .
Hasil ekskavasi memtnjukkan bahwa ketiga sites di daerah halo
Sungai Birang ini dihuni oleh komunitas pemburu peramu yang sudah
memanfaatkan wilayah ini sejak akhir Pleistosen sampai dengan Holosen
akhir . Pada lapisan atas deposit di ketiga sites in] ditemukan pecahan-pccahan
tembikar yang menunjukkan bahwa pada suatu saat penghuni sites-sites III]
mulaj memakai tembikar . Tampaknya ketika penghuni sites-sites ini mulai
menggunakan tembikar yang diperoleh dari tetangga mereka, yaitu para
petani, mereka masih hidup sebagai pemburu dan peramu . Dengan demikian,
tembikar-tembikar tersebut tentunya berasal dari tempat lain dan sangat
mungkin diperoleh berdasarkan kegjatan barter .
Salah sate cara untuk menilai pola-pola produksi, pertukaran, dan
konsumsi tembikar adalah dengan melakukan analisis Scanning Electron
Microscope (SEM) . Analisis karakterisasj kimiawi jni dapat dilakukan dengan
menggunakan sebuah electron microprobe pada niatriks keramik' dan inklusi
mineral' (Summerhaves 200 :37) .
Metode ini dianggap sangat dapat diandalkan, karena microprobe'
dapat membcdakan antara inklusi non plastis (mineral pasir, dsb .) dan matriks
tanah Iiat (Summerhayes 1996 :83 :2000 :37) . Kemampuan untuk membedakan
kedua komponen ini sangatlah penting, karena somber tanah Hat yang sama
bisa menggunakan inklusi mineral yang berbeda, dan sebaliknya .
' Matriks keramik adalah tanah hat yang menjadi bahan dasar pembuatan tembikar .
Inklu si mineral adalah mineral-mineral yang terdapat pada temper yang dicampurkan pada
tanah fiat untuk pembuatan tembikar .
Sebuah alat untuk analisis mikro yang bekerja dengan menimbulkan radiasi pada bagian yang
sangat kecil dari suatu hahan sehingga komposisi bahan dapat diketahui dari spektrum
penyinarannya (Merriam-Webster 2003) .
15
lurnal Arkeologi bulonesia . Nomor 4 Juni 2008
Sampel
Untuk mendapatkan sampel yang representatif bagi analisis electron mi-
croprobe terhadap matriks tanah liat dan inklusi mineral, maka pertama-tama
pecahan-pecahan tembikar dianalisis di bawah mikroskop dengan pembesaran
rendah (x 18) dan, berdasarkan atas sifat inklusi yang diamati, pecahan tembikar
ini dibedakan ke dalam beberapa kelompok untuk dianalisis .
Dalam analisis ini, kebanyakan sampel diambil dari pecahan bibir, karena
penggunaan bagian ini mengurangi kemungkinan pengambilan sampel wadah
yang sama beberapa kali . Di samping itu, diambil pula sampel dari bagian
badan, terutama yang berhias . Sampel yang dianalisis berjumlah 27, yang terdiri
atas 19 dari 76 bagian bibir dan 8 dari 725 bagian badan yang ditemukan di
ketiga situs ini . Dari 27 sampel in], sepuluh berasal dari Kimanis, 14 dari
Lubang Payau dan tiga dari Liang Gobel . Sampel ini diheri kode dengan
menggunakan dua huruf, huruf pertama menunjukkan situs tempat ditemukan
sampel tersebut (K = Kimanis, P = Lubang Payau, clan G = Liang Gobel),
sedangkan huruf kedua menunjukkan urutan sampel (A, B, C dst .) .
t nin .
/ Sampc l KD (paraikel kitarsa) dari Kimemi .s nu•mpnmai kancdmpmi partikel
kuarsa sang ra-kup ban yak. (a) aclala/i parlikel kuarsa .
16
Annlisis Scanning Electron Microscope Uiituk Menentukcm TempatAsal Bahan Tembikar
Foto 2 . Sampel P./ (halus) dari Lubang Payau niemperlihatkan matriks yang hcrtekstur
halus dengan sedikit inklusi .
Faso 3 . Sampel PK (nmteri arianik) yang berasal dari Kimanis memiliki temper sang
men,gandung ,gahah .
17
,1111 -nal .-1 rkeologi Indonesia, Nonror -I Juni 2008
Penyiapan Sampel
Sampel yang sudah dipilih kemudian disiapkan menjadi pelet . Proses
pembuatan pelet ini sebagai berikut .
I . Pecahan temhikar yang dipilih menjadi sampel dipotong tegak Iurus
terhadap permukaan dengan menggunakan gergaji intan .
2 . Tiga sampai lima sampel diletakkan berdampingan di dalam sehuah
cetakan plastik, masing-masing sampel diberi label dan kemudian disiram
dengan campuran 80% resin epoksi clan 20% pengeras .
18
Analisis Scanning Electron Microscope Untuk Menentukan Tempat Asal Bahan Tenibikar
3 . Cetakan kemudian diletakkan dalarn oven dengan suhu 30% selama dua
malam untuk memperkeras resin menjadi pelet .
4 . Permukaan pelet kemudian diamplas di bawah kucuran air untuk
memunculkan irisan pecahan tembikar . Pelet ini diamplas dengan
menggunakan amplas yang berbeda, mulai dari yang kasar sampai yang
halus, dan kemudian dilapisi kembali dengan resin epoksi . Proses ini diulang
kembali sampai epoksi tidak dapat lagi diserap oleh pori-pori tembikar.
5 . Pelet-pelet ini kemudian dibersihkan, diupam dan dilapisi karbon . Hal ini
dilakukan di Departemen Geologi, ANU . Sampel harus diupam untuk
menghasilkan permukaan yang rata dan halus, dan pelapisan karbon
dilakukan untuk mengantar arus Probe ke tanah (Summerhayes 2000 :38) .
19
Jurnal Arkeologi Indonesia, Nomor 4 Juni 2008
tetapi konstan di dalam satu deposit tanah liat" (Prag et al . 1974 :167, dikutip
dari Summerhayes 1996 :88) .
Analisis Statistik
Anal isis statistik hasil yang diperoleh dari analisis SEM dilakukan
oleh Glenn Summerhayes dari Archaeology and Natural History Depart-
ment, Research School of Pacific and Asian Studies, ANU . Tujuan utama
analisis statistik adalah untuk mengelompokkan komposisi elemen tembikar
berdasarkan unit referensi komposisi pasta kimia (Chemical Paste
Compositional Reference Units/CPCRU), suatu konsep yang dikembangkan
oleh Bishop dan Rands (Summerhayes 200 :39) . Summerhayes menggunakan
Principal Component Analysis (PCA) menggunakan MVARCH dan analisis
pengelompokan hirarkis menggunakan Group Average Method
(Summerhayes 2000 :39) . Summerhayes menjelaskan bahwa :
A rotated PCA is used initially (Chatfield and Collins 1980 :229) to iden-
tify major clusters and group structure . Object scores from the PCA are
then used for subsequent hierarchical clustering analysis . Groupings are
defined here subjectively and not by some cut off similarity measure .
They should be compact, and for simplistic purposes only, groups dis-
played by PCA will be compared with the dendrograms produced using
the Group Average technique to assess if such groupings are universal or
a product of the technique . The Group Average technique is selected
after proving the best in discriminating between ceramic chemical group-
ings (Summerhayes 2000 :39) .
20
Analisis Scanning Electron Microscope Untuk Menentukan Tempat Asal Bahan Tembikar
18 18
16 16
14 14
12 12
10 10
8 6
6
4
2
0
040 ~.v L H rir p o
a a aY a Y Y 0 a s A
. Y Y Y Y d h Y U' U' a s h o as Y Y
1 2a 2c 2b
Gambar 1 . Diagram kedua puluh lujuh pecahan Tembikar Kimanis, Luhang Payau dan
Liang Gohel. (Summerhaves 2000) .
kelompok yang lebih kecil (2a, 2b, dan 2c) (Gambar 1) . Perbedaan antara
kedua kelompok Hit sangat jelas . Pengamatan makroskopis terhadap bahwn
dart kedua kelompok ini juga memperlihatkan perbedaan yang jelas .
Adanya dua kelompok ini menunjukkan bahwa pecahan-pecahan
tembikar yang ditemukan di situs-situs di hulu Sungai Birang dibuat dari dua
surnber tanah hat dan dicampur dengan inklusi dari beberapa somber yang
berbeda . Adanya tiga subkelompok dari Kelompok 2 memperlihatkan kegiatan
pencampuran tanah Hat dengan inklusi yang berbeda . Ketiga kelompok ini
dibuat dart somber tanah hat yang sama, tetapi dicampur dengan beberapa
inklusi yang berbeda (disebut 2a, 2b, dan 2c), termasuk materi organik yang
berupa gabah yang tidak ditemukan pada Kelompok 1 .
Gambar 2 memperlihatkan Kelompok 1 terpisah dart Kelompok 2a dan
2b (berdasarkan pada proporsi Mg dan Ca), dengan Kelompok I tersebar
di sebelah kanan dan kelompok 2a dan 2b di sebelah kiri .
a .
2 a 0 2 3
21
Jurnal Arkeologi Indonesia . Nomor 4 Juni 2008
Gam bar 2- Pengeplotan CPCRU mineral-mineral tanah fiat sampel tembikar dari
kimanis . Lubang Payau dan Liang Gobel . Dua sampel yang terpisah pada sisi kiri
dendrogram (segitiga) merupakan Kelompok 2c.
22
Analisis Scanning Electron Microscope Untuk Menentukan TempatAsal Bahan Temhikar
karena sama sekali tidak ditemukan di Liang Gobel yang dianggap lebih
muda dari Kimanis atau Lubang Payau . Meskipun tembikar Kelompok 2b
juga tidak diternukan di Liang Gobel, tembikar dari sumber tanah hat yang
sama tetapi dari kelompok yang berbeda (2a dan 2c) diternukan di sini .
Namun demikian, interpretasi lain dapat dikemukakan, yaitu bahwa
penghuni Liang Gobel tidak memakai tembikar yang dibuat dari sumber tanah
liat Kelompok 1, karena mereka tidak mempunyai hubungan dengan
komunitas yang membuatnya . Namun demikian keberadaan dua sumber
tanah lliat yang lain tidaklah hares mencerminkan dua komunitas budaya
yang berbeda . Mereka dapat raja dibuat oleh beberapa komunitas yang
bertetangga, yang mengeksploitasi dua sumber tanah liat berbeda dan
menambahkan inklusi yang juga berbeda .
Dengan dernikian, dapat disimpulkan bahwa penghuni Sites-situs di
daerah hulu Sungai Birang yang merupakan pemburu dan peramu pada masa
itu berkomunikasi dengan beberapa komunitas petani, antara lain untuk
melakukan hubungan barter tembikar dan kemungkinan besar,juga be nda-
benda lain .
Mengingat analisis ini hanya dilakukan pada pecahan tembikar yang
ditemukan di Kimanis, Lubang Payau dan Liang Gohel, dan tidak pada
sumber-sumber tanah liat yang ada di sekitar sites ini, maka belum dapat
diketahui tempat asal tembikar yang ditemukan di ketiga sites tersebut secara
tepat . ~Oleh karena itu, kajian etnografi terhadap suku-suku Dayak yang
membuat tembikar di wilayah Berau dan sekitarnya dan pengambilan sampel
dari sumber tanah liat yang digunakan mereka untuk membuat tembikar
kcrnungkinail besar dapat menjelaskan dari mana ternpat asal pecahan
tembikar dari ketiga SituS tersebut . Apakah dari kelompok-kelompok
masyarakat yang tinggalnya tidak jauh dari ketiga situs tersebut atau dari
tempat yang jauh . Pengetahuan ini tentunya dapat memberikan gambaran
mengenai luasnya wilayah jelajah atau hubungan yang dilakukan oleh
penghuni Kimanis, Lubang Payau, dan Liang Gobel pada masa lalu .
Biblio ;grafi
Arifin, K. 2004 . Ear/v Human Occupation of the East Kalimantan Rainforest (The
Upper Birang River Region, Berau) . Thesis Ph .D . Department of Anthro-
pology and Archaeology, The Australian National University .
23
Jur- nal .1rkeologi Indonesia, Nornor 4 Juni 2008
isis kinria manriks tcml"ikar dari Sitesritu,c iii hula .Ni,i~ui Bo"In ,
24
Analisis Scanning Electron Microscope Untnk Menentukan Teniput Asal Buhun Te,nbikur
1 1 Pi 0 51 29 29 94 50 e2 0 59 3 14 0 73 0 09 13 10
2 1 PH 0 .58 0 .72 27 80 55 34 0 70 3 0 0 48 0 06 11 19
3 PG 0 52 2 .31 28 52 54 90 0 94 2 95 0 55 0 06 9 32
4 1 KE 0 82 2 70 23 69 53 23 2 27 2 09 0 77 0 63 13 81
5 1 PI 1 65 1 26 20 57 58 61 1 97 2 64 1 14 0 09 9 84
6 1 KD 2 39 1 64 23 36 58 50 1 55 3 56 0 88 0 37 8 07
7 1 KB 2 00 2 22 27 02 54 85 1 43 2 32 0 85 0 04 9 26
8 2a GA 0 69 2 48 14 49 65 03 2 98 1 48 0 74 0 02 7 11
9 2a PF 0 69 1 88 18 88 65 66 2 71 1 08 0 74 0 07 8 29
10 2a PN 0 64 2 12 20 83 62 51 3 49 1 53 0 67 0 01 8 21
11 2a PA 0 77 2 11 20 87 62 82 3 21 1 27 0 72 0 09 8 13
12 2a KI 1 03 1 97 20 05 64 81 3 29 1 63 0 63 0 06 6 53
13 2a KH 0 81 1 97 20 09 6 67 3 10 1 55 06 0 10 7 10
2a KJ 0 77 2 20 19 02 64 73 3 14 74 1 00 0 05 7 35
15 2a KG 0 84 2 48 20 20 62 53 4 13 1 38 0 88 0 07 7 50
16 2a PE 0 63 1 67 20 45 62 64 2 59 2 78 1 30 -0 05 7 98
17 2a PM 0 68 1 47 24 49 59 26 2 54 38 1 02 0 03 9 33
18 2a KC 0 63 1 70 21 82 61 31 1 21 2 44 0 89 0 01 10 00
19 2b PL 0 64 12 27 60 55 10 4 03 1 66 0 94 0 04 6 87
20 2b PC 0 59 2 56 25 01 58 17 2 53 1 88 0 47 -0 03 8 81
21 2b PK 0 59 2 54 27 65 53 60 3 37 1 87 0 72 0 05 9 61
22 2b PD 0 95 2 62 25 13 56 46 3 80 1 49 0 55 00 8 97
23 2b PB 0 99 2 06 26 13 56 43 3 38 2 31 0 63 0 05 8 01
24 2b KF 0 79 2 21 24 81 58 66 4 59 1 26 0 36 0 01 7 33
25 2b KA 0 83 85 31 91 56 78 3 65 0 84 0 51 0 00 3 45
26 2c GC 0 73 7 59 26 51 51 06 4 05 0 63 0 53 0 7 8 74
27 2c GB 0 65 6 37 18 85 64 40 1 12 0 94 0 61 0 03 7 02
25
.a N'
Mate
+
-
•
o
WIN , feWspr:
•
Quantz
Lmmte
ACNE, :
Wite
:"m -
e
• ~~~~~
"===
Iron oxide !
Volcnic glass
~ ' -
z
,
Alakanan & Penampilan dan Strategi Politik pada A9asyarakat Jawa Kuno
Pendahuluan
Menurut Pierre Bourdieu, pada dasarnya dalam semua masyarakat ada
yang menguasai dan dikuasai dan dominasi in] sangat ditentukan oleh situasi,
sumberdaya dan strategi pelaku(Haryatmoko 2003 :1 1) .Hubungan-111bungan
kekuasaan di dalam masyarakat digambarkan atas kepemilikan modal-mo-
dal dan komposisi modal tersebut, jadi bukan sebagai sebuah piramida tetapi
sebagai sebuah ruang yang memiliki beberapa dirnensi atas dasar prinsip
diferensiasi dan distribusi (Haratmoko 2003 :11 ) . Adapun modal dapat
dibeda .kan atas modal budaya, ekonomi, sosial dan simbolik tetapi modal
ekonomi dan modal budaya yang lebih menentukan kriteria diferensiasi
dalam masyarakat yang disebutnya sebagai struktur modal (Haryatmoko
2003 :12) . Dengan demikian, dalam kelas sosial posisi pelaku sangat
tergantung pada jumlah besar dan struktur modal yang dimilikinya
(Haryatmoko 2003 :12 ; Bourdieu 2002 :208) .
Kelas sosial dibedakan pada besarnya keseluruhan modal sebagai
keseluruhan sumber daya dan kekuasaan yang dapat digunakan . Kelas
dominan biasanya membedakan pola perilakunya dari kelas-kelas sosial
lainnya salah satunya melalui tiga struktur konsumsi, yaitu :makanan, budaya
dan penampilan . Upaya pembedaan diri ini menurut Bourdieu adalah
merupakan bagian dari strategi kekuasaan yang tujuannya adalah untuk
mempertahankan kekuasaan (Haryatmoko 2003 :1 3,Bourdieu 2002 :184) .
Ketika berbicara tentang selera menurut Bourdieu adalah suatu disposisi
untuk membedakan dan mengapresiasi dengan demikian selera itu tidaklah
netral tidak terlepas dari prinsip konstruksi dan evaluasi dunia social . Selera
dengan demikian bukanlah bakat alam . Selera adalah semacam orientasi
27
Jurnal Arkeologi Indonesia, Nomor 4 Juni 2008
28
Makanan & Penampilan dan Strategi Politik pada Masyarakat lawn Kuno
29
Jurnal Arkeologi Indonesia, Nomor 4 Juni 2008
30
llakanan & Penainpilan dan Strategi Politik pada Mas%'arakat .lawn liana
modal ekonomi dan budaya yang'lebih besar pula sehingga otomatis memiliki
kekuasaan lebili besar pula dari pada para rama (pejabat desa) .
Para Rakai itu akan saling bersaing karena keinginan untuk Iebih berkuasa
dari lainnya . Karena itu ketika pengaruh Hindu mulai dikenal di Jawa, maka
para Rakai yang saling bersaing main Iebih berkuasa itu melakukan penaklukan
satu dengan _yang lain . Rakal yang unggul segera mengadopsi agama dan
kebudayaan Hindu, yaitu mengangkat dirinya dan melegitimasi sebagai raja
(Penjelmaan dewadi dunia) . Pararakai lainnya mengakui kekuasaan simbolik
dengan pengakuan, kesediaan dan keterlibatan yang didominasi oleh raja .
Prinsip-prinsip simbolis diketahui dan diterima balk oleh yang menguasai
maupun yang dikuasai . Sebagai contoh dari masa Jawa Kuno ; ketika kerajaan
mengalami kehancuran (pralaya) karena serangan musuh, maka kerajaan-
kerajaan bawahan melepaskan diri dari keterikatan dengan kerajaan induknya .
I--lal ini dialami oleh raja Airlanggayangterusirdari istana ketika kerajaan raja
Dharmavv angsa Tguh (mertuanya) hancur karena diserang oleh haj i Wurawari
pada tahun 936 taka, raja-raja bawahan melepaskan diri . Sehingga hampir
tiga perempat bagian dari masa pemerintahannya, raja Airlangga berjuang
dengan penaklukan-penaklukan atas daerah bawahan untuk menegakan
hegemoni kerajaan .
Raja menempati posisi kelas sosial tertinggi beserta keluarganya dalam
masyarakat Jawa Kuno . Kelas sosial ini dibedakan pada besarnya
keseluruhan modal sebagai keseluruhan sumberdaya dan kekuasaan yang
dapat digunakan . Kelas dominan biasanya membedakan perilakunya dari
kelas-kelas sosial lainnya, salah satunya melalui tiga struktur, konsumsi, budaya
dan penampilan . Menurut Bourdieu, pembedaan diri yang sengaja dilakukan
ini adalah merupakan bagian dari strategi kekuasaan dengan tujuan untuk
mempertahankan kekuasaan (Haryatmoko, 2003,13) .
Dari isi prasasti-prasasti Jawa Kuno (abad ke-10-15 Masehi) tergambar
bahwa modal ekonomi dan modal budaya yang dimiliki oleh kelas dominan
(raja dan keluarga) diwujudkan pula dalam bentuk makanan, budaya dan
penampilan . Ketika seorang raja Jawa Kuno merasa perlu menghadiahkan
sebuah sima (perdikan) sebagai tanda balas jasa kepada seseorang, sekeluarga
atau seluruh penduduk desa, maka mereka itu diberi pula hadiah istimewa
yang berupa macam-macam jenisnya . Hadiah istimewa tersebut bisa berupa
jabatan, hak untuk memakan seperti makanan para raja, hak memakai atribut-
atrnibut tertentu yang menjadi hak raja dan penguasa, misalnya memiliki balai-
31
Jurnal Arkeologi Indonesia, Nornor 4 Juni 2008
balai yang berhias, memakai payung yang bertingkat dan memiliki jenis-jenis
budak seperti yang dimiliki raja dan melakukan kegiatan tertentu di depan
umum, kemudian mengenakan jenis jenis pakaian dan perhiasan tertentu,
memiliki rumah dengan ciri-ciri tertentu .
Pertama kali dikenalnya hak-hak istimewa di dalam prasasti sima adalah
pada masa pemerintahan raja Airlangga (941 Saka-966 Saka) . Prasasti haru
tahun 952 Eaka menyebutkan bahwa raja menganugerahkan status sima
pada desa Baru, selain itu para rama desa Baru juga mendapat hak untuk
memiliki budak ; daraK, hunjrnan, nambi, pujul . Kemudian di dalam prasasti
Kakurugan tahun 945 Eaka (1033 M) menyebutkan bahwa raja telah
menganugerahi sanak keluarga Dyah Kaki Nadu Lnn yang telah menunjukan
kesetiaan pada raja di saat-saat yang sulit yaitu raja harus berperang melawan
kerajaan-kerajaan yang menentangnya . Raja menghadiahkan status sima
pada desa Kakurugan dan ditambahkan hak-hak istimewa bag] sanak keluarga
Dyah Kaki Nadu Lnn berupa yaitu ;
I . anak-anak boleh memakai wida (bedak) nagarasi
2 . boleh memakai kain motif tiang
3 . boleh berkain motif tuwuh watu, hurip anak, tungak niK warvvan,
tutuijuK, pahawwahawwan, maciwa patra, masantya .
4 . boleh memakai kain halus .
5 . boleh memakai tandu tertutup dengan kain halus sebagai tirai yang
berumbai-rumbai .
6 . botch memakai permadani dengan kain halus .
7 . boleh memakai karpet yang tidak hitam, memakai boreh, memakai hiasan
telinga berbentuk bunga teratai terbelah
8 . boleh memhuat dipan bertingkat
9 . boleh menambah bangunan (terbuka) di bagian belakang rumah
10 . boleh memiliki pendopo
11 . berpintu tertutup
12 .diperbolehkan makan segala makanan yang lazim menjadi makanan raja
yaitu,kura-kura, kambing muda yang belum keluar ekornya, anjing yang
dikebiri atau anjing yang tidak berekor, babi hutan aduan, babi yang mati
digantung .
13 . botch memiliki budak negro, menjamah budak dan memukul budak .
14 . boleh mengusir orang yang mengganggu perempuan penduduk lingkungan
istana .
32
Makanan & Penampilan dan Strategi Politik pada Masvarakat Jawa Kuno
Isi prasasti Trp tahun 954 CEaka/1032 M menyebutkan bahwa raja telah
member, anugerah kepada Rakai Pangkaja Dyah Tumambong karena jasanya
kepada raja pada waktu raja harus menyingkir dari Wwatan Mas ke Patakan . la
telah melakukan doa dan puja kepada Bhatari agar supaya raja memperoleh
kemenangan dalam peperangan, is berjanji jika pennohonannya terkabul, is akan
mengajukan permohonan pada raja agar desa Trp dijadikan sinter. Setelah raja
mendapat kemenangan, permohonan tersebut di luluskan dan menambah gelar
keban~gsawanan pada Rakai Pangkaja Dyah Tumambong, yaitu gelar Rakai Halu
(pewaris kedua tahta dan disebut `saksat ari nira yaitu menjadi seperti adiknya)
sehingga namanya menjadi Rakai Halu Dyah Tumambong(Tejowasono,2003,1 17)
Pada masa Kadiri dan Singhasari, diperoleh keterangan tentang hak
istimewa, yaitu bahwa para pemuka di thani (desa) di HantaK dan JariK serta
para samya haji katandan sakapat, diberikan hak untuk mempunyai rumah
bertiang delapan . Ciri lain dari rumah yang menandakan pemiliknya mendapat
hak istimewa adalah rumah dengan bukur(bangunan meninggi) atau waruga
(sejenis bangunan kecil, mungkin serambi yang ditinggikan atau langkan) di
tengah, waruga di bagian belakang, mempunyai salu(balai-balai) yang berpapan
dan berbangku yang dibubut . Demikian pula penggunaan banantn sejenis kain
halus, untuk bagian-bagian tertentu di dalam rumah, seperti tirai dan rurnbai-
rumbai di bagian atas, untuk penutup palunan(bejana) dan untuk palarana
(tempat duduk) adalah merupakan hak istimewa juga .(Sedyawati 1994,297) .
Hak istimewa Iainnya yang berkenaan dengan penampilan misalnya hak
untuk menegakan sepasang payung, hak memasang payung putih sepasang,
boleh mendirikan payung di depan (prasasti Lawadan), boleh mernasang
sepasang payung putih dan sepasang payung kuning (prasasti Hring), boleh
memasang payung di atas dan di sisi rumah (prasasti Panumbangan) . Hak
33
fur/ al . 1a/.lrkeol(Wi Indonesia . Nomor 4 Juni 2008
istimewa yang berkenaan dengan jenis pakaian dan perhiasan adalah diberi
hak untuk mengenakan doclot tinulis dan perhiasan-perhiasan seperti gelang,
sisir, dan ikat pinggang yang terbuat dari emas dan dihias intan (prasasti
firing), scorang tokoh di kidul ni pasar (prasasti Panumbangan) dibolehkan
memakai pakaian yang digambari dengan enias (Sedyawati 1991, 298) . Pada
masa Singhasari, hak istimewa juga berupa ijin menanam tanaman tertentu,
misalnya hak menanam galuguh, kamale yang merambat di rumah, serta
menanam kmban kunr di depan rumah . Masih banyak lagi jenis-jenis hak
istimewa yang belum diketahui artinya .
Selera oleh Bourdieu dibedakan atas tiga zona yaitu legitimate taste,
middle Brow taste, dan popular taste berdasarkan kelas sosial dan pendidikan
(kapital budaya) bahwa dalam masyarakat Jawa Kuno atas dasar somber
prasasti sistem pembedaan selera itu juga terlihat . Kelas dominan ditandai
dengan sejumlah selera yang berkait dengan sesuatu yang langka dan yang
bernilai tinggi dan mahal (Bourdieu 2002 :16 .183) . Namun Bourdieu
menamhahkan bahwa kelas sosial juga dibedakan atas kelas hahitusnya yang
menentukan arah orientasi social, selera, cita-cita, cara berfikir dan etos
(Bourdieu 2002 :372) . Pendapat Bourdieu bahwa modal ekonorni dan mo-
dal budaya lebih penting dibandingkan modal lainnya pada masyarakat mod-
ern . Pada masyarakat Jawa Kuno (tradisonal) modal simbolik
(jabatan,gelar,status tinggi dll), men jadi penting bersama dengan modal
ekonorni dan modal budaya dalam membedakan diri (distinction) .
Konsumsi, Budaya dan penampilan yang tergambar dari isi prasasti-
prasasti Jawa Kuno jelas menandai kelas sosial yang dominan pada masa
itu, jadi budaya yang berlaku masa tersebut adalah budaya kaum dominant
yang didukung dengan modal ekonomi, budaya dan simbolik yang kuat .
Mengingat bahwa prasasti-prasasti masa itu dikeluarkan oleh raja dan
penguasa dapatlah disimpulkan bahwa pemberian hadiah berupa hak istimewa
merupakan strategi politik untuk melanggengkan kekuasaan raja .
Daftar Bacaan :
Anderson, Benedict ROG.
1986 Gagasan Tentang Kekuasaan dalam Kebudayaan Jawa,Dalam : Budia
rdjo,Miriam (peny) Aneka Pemikiran Tentang Kuasa dan Wibawa, Penerbit
Sinar Harapan, Jakarta .
Anderson, Benedict ROG.
1990 Language and Power : Exploring Political Culture on Indonesia, Cornell
34
4!akanan & Penampilan dan Strategi Politik pada ,49asyarakat Jawa Kuno
University Press, Ithaca, New York .
Bourdieu, Pierre
2002 Distinction, A Social Critique of The Judgement of Taste, Translated by
Richard Nice, Harvard University Press, Cambridge, Massachusetts
Bourdicu, Pierre
1990 Language and Symbolic Power, Translated by Gino Raymond and Matthew
Adamson, Polity Press, Malden,MA,02148 USA
Haryatrnoko
2003 Menyingkap Kepalsuan Budaya Penguasa, Dalam : Majalah Basis,Edisi Khusus
Pierre Bourdieu . no 11-12 th .k e 52 November-Desember, Yogyakarta
Moedjanto, G
1987 Konsep Kekuasaan Jawa ; Penerapannya oleh Raja-raja Mataram PT .Gramedia,
Jakarta
Moertono, Soemarsaid
1985 Negara dan Usaha Bina Negara di Jawa Masa Lampau, Yayasan Obor, Jakarta
Ras J .J
2001 Sacral Kingship in Java, Dalam ; Klokke, Marijke J . & Karel R van Kooij(ed) .
Fruits of Inspiration, Studies in Honour of Prof J .G de Casparis,Egbert
Forsten Groningen, The Netherlands .
Soedjatmoko,dkk(ed)
1995 Historiografi Indonesia : Sebuah Pengantar, PT.Gramedia Pustaka Utama,
Jakarta.
Sedyawati, Edi
1990 Arsitektur Indonesia Masa I-lindu-Budha : Tinjauan Fungsi Sosial, Dalam :
Lembaran Sastra, Seri Penerbitan Ilmiah FSU1, Depok .
Sedyawati, Edi
1994 Pengarcaan Ganeoea Masa Kadiri dan SiKhasari ; Suatu Tinjauan Sejarah
Kesenian,Jakarta, Leiden : EFEO-LIPI-Rijks Universiteitte Leiden
hejowasono .N .Susanti
2003 Airlangga, Raja Pembaharu di Jawa pada Abad ke-Il Masehi, Disertasi,
F I B-U 1, Depok .
2003 Kepemimpinan Jawa di Abad ke- I I Masehi, Penelitian dibeayai Pusat Penelitian
FIB-Ul, Depok .
2004 Kehidupan Sosial Masyarakat pada Masa Pemerintahan rajaAirlangga, Makalah
dipresentasikan pada Diskusi Panel Airlangga . Diselenggarakan oleh
Pemerintah Daerah Jombang bekerja sama dengan Asisten Deputi Urusan
Arkeologi Nasional . Jombang .
2005Antara Prasasti dan Naskah : Data Sejarah di dalam Prasasti-prasasti Airlangga
dan Kakawin Arjunawiwaha, Makalah dipresentasikan di dalam Seminar
Internasional Jawa Kuno, Depok .
35
lurnal Jrkeologi Indonesia, rVomor d Juni 2008
PENGELOLAAN INFORMASI
DI TAMAN WISATA CANDI PRAMBANAN
Kajian tentang Keterkaitannya dengan
Peningkatan Apresiasi Masyarakat terhadap
Benda Cagar Budaya
(Sugeng Riyanto - Balai Arkeologi Yogyakarta)
A. PENDAHULUAN
James Deetz (1967 : 8) menggambarkan tiga tingkatan dalam penelitian
arkeologi mulai dari tahap observasi, deskripsi, hingga eksplanasi . Melalui
tiga tahapan ini arkeolog . . . he able to say inanv things about past culture
based on their scanty and imperfect remains (Deetz, 1967 :8) . Akan tetapi
"say many things about past culture " saja ternyata belum cukup dan bukan
akhir dari kegiatan penelitian arkeologi . Tahap pasca penelitian, khususnya
yang berkaitan dengan publikasi sebenarnya sudah lama disadari akan art]
pentingnva . Hal ini bukan sekedar sebagai tanggung jawab profesi, akan
tetapi Iebih penting dari itu adalah tanggung jawab moral amok
mengkomunikasikan hash penelitian arkeologi kepada khalayak (Joukowsky,
1980 : 457) .
DI sisi lain, beberapa ahli telah sepakat bahwa warisan budaya adalah
milik masyarakat leas ; dan sebagai konsekwensinya, semua kegiatan yang
berkaitan dengan warisan budaya, baik berupa penelitian, penyelamatan,
pengelolaan dan pemanfaatannya harus tetap mengutamakan kepentingan
masyarakat leas (Tanudirjo, et.al ., 1993/1994 : 5). Sementara itu, berkaitan
dengan pemanfaatan, Cleere (1989 : 9-10) menjelaskan bahwa manajemen
sumber daya arkeologi memiliki tiga tumpuan pemanfaatan, yaitu : ideologik
yang terkait erat dengan pendidikan (edukasional) antara lain untuk
mewujudkan "cultural identity" ; ekonoinik yaitu keuntungan ekonomik
36
Pengelolaan Informasi di 7aman Wisata Candi Prambanan
B . KERANGKA PERSOALAN
Jumlah pengunjung yang sangat besar (tahun 2002 tercatat 899 .463
wisatawan nusantara dan 86 .6 13 wisatawan mancanegara) seharusnya tidak
hanya dilihat sebagai potensi ekonomik saja, tetapijuga untuk kepentingan
ideolo,gik, khususnya untuk wisatawan nusantara (wisnus) . Dengan demikian,
pengunjung yang didominasi oleh wisatawan nusantara ini dapat dijadikan
sebagai sasaran untuk mendidik mereka dalam rangka peningkatan apresiasi
terhadap benda cagar budaya .
Masalahnya adalah, bagaimana tanggapan pengunjung dan stake holders
atas ragam dan bentuk pengemasan informasi yang ada di kawasan wisata
Candi Prambanan ? Pertanyaan ini dengan sendirinya mendorong pertanyaan
37
Jurnal 4rkeologi Indonesia, Nomor d Juni 2008
lain . yaitu substansi dan bentuk pengemasan informasi seperti apa yang
diinginkan dan dibutuhkan oleh pengunjung maupun stakeholders ? Jawaban
atas dua pertanyaan di atas dalarn batasan tertentu dapat digunakan sebagai
salah sate cermin dan bahan dalarn menyusun konsep pengemasan informasi
yang ideal di Candi Prambanan sehingga dapat lebih mengena sasaran dan
pada gilirannya dapat meningkatkan apresiasi masyarakat terhadap benda
cagar budaya .
38
Pengelolaan Informasi di Tarnan {Visata Candi Prambanan
39
Jurnal :lrkeologi Indonesia, Nomor 4 Juni 2008
2 . Tanggapan Stakeholders
Secara umum, kecenderungan tanggapan slakeholders atas layanan
informasi di Candi Prambanan meliputi : MUM cukup, sangat Iemah, cukup
untuk sebagian pengunjung, sangat kurang, cukup meskipun pet - Iii
pengembangan, belum memadai, kurang, sangat terbatas, cukup, belum
menvertakan makna kultural, masih berorientasi komersil, sangat parsial,
serta distribusi dan isi belum memadai . Jika tanggapan ini ditempatkan pada
skala penjenjangan dalam kategori, maka diperoleh tanggapan yang berkisar
antara "sangat kurang", "kurang", dan "cukup" . Kategori "sangat kurang"
meliputi tanggapan berupa sangat Iemah, sangat kurang, dan sangat terbatas ;
sedangkan kategori "kurang" meliputi tanggapan berupa belt-1111 lengkap,
makna kultural belum disertakan, berorientasi komersiI, cukup LIMA sebagian
pengunjung, cukup meskipun perlu pengembangan, belum memadai, kurang,
masih kurang, dan belum cukup karena masili parsial ; kategori "cukup"
didasarkan pada tanggapan cukup .
Jika slakeholders eksternal yang berjumlah 14 dianggap sebagai
kuantitas, maka terlihat bahwa slakeholders dalam menanggapi Iayanan
informasi di Candi Prambanan berkecenderungan menganggap masih kurang
atau sangat kurang .
Dari segi substansi, aspek-aspek informasi diinginkan slakeholders
adalah sebagai berikut :
I) pecan moral dan makna kultural termasuk teknologi
2) komprehensifyang meliputi aspek pendidikan, penelitian, dan rekreasi
3) sejarah termasuk Mataram Kuna
4) seluk-beluk pelestarian
5) arsitektur
6) riwayat penemuan Candi Prambanan dan candi di sekitarnya
40
Pengelotac7 Informasi di Taman Wisata Candi Prambanan
Stakeholders
mengusulkan berbagai ragam dan kemasan informasi
yang dapat dikembangkan di Prambanan, yaitu :
41
Jm nal . lrkeologi Indonesia, ..omor -/ Juni 2008
NO SUBSTANSI OPERASIONALISASI
I potensi ilmiah kawasan candi prambanan, a . Perguruan Tinggi
b . Balai Arkeologi
c . BP3
riwayat penemuan candi prambanan, 1 . Perguruan Ilnggi
2 . Balai Arkeologi
3 . BP3
rncavat pengelolaan candi prambanan 1 . BP3
T(peunigaran & pelestarian), 2 . PT Taman
F4 Dinamika pemucaran dan pelestarian I . BP3
(per!indungan, pemeliharaan, pemugaran) 2 . PT Taman
3 Pcrcuruan Tincci
4 riwayat dijadikannya Candi Prambanan sebagai I . BP3
Objek Wisata ' . PT Taman
3 Perguruan Tinggi
potensi pengembangan kawasan Candi I . BP3
Prambanan 2 . PT I am an
3 . Perguruan Tinggi
4 . Balai Arkeoloci
6 pecan moral dan niakna kultural termasuk I . Perguruan I inggi
tcknologi kuna 2 . Balai Arkeologi
7 Kerangka sejarah, termasuk Mataram Kuna 1 . Perguruan Tinggi
2 . Balai Arkeoloi
8 seluk-helukpelestarian BP3
9 Arsitektur 1 . Perguruan Tinggi
2 . Balai Arkeologi
3 . BP3
10 hasil penelitian I . Perguruan Tinggi
2 . Balai Arkeoloci
II acara dan atraksi PT Taman
12 jadwal pementasan Ramayana PT Taman
13 lasilitas taman 1. PT Taman
2 . BP3
14 aturan kunjungan dan ancaman I . PT Taman
2 . BP3
42
Pengetotaan Informasi di 7anrnn Il isaa ('andi PramhancnJ
NO SUBSTANSI OPERASIONALISASI
I Latar belakang kcagamaan I . Perguruan Tinggi
2 . Balai Arkeologi
2 Seni area l . Perguruan Tinggi
2 . Balai Arkeolog)
3 tRelief 1 . Perguruan Tinggi
I 2 . Balai Arkeolog
4 Mitologi 1 . Perguruan Tinggi
2 . Balai Arkeologi
5 Budaya lokal (sekarang) I . LSM
2 . Pemda
6 Kesenian lokal (sekarang) I . LSM
2 . Pemda
7 Kerapian I . LSM
2 . Pemda
43
luriiul .-Irkcoloci Indom'sia, Nomor4Juoi 2008
2) keragaman dan bentuk juga hares disesuaikan dengan keragaman
komunikan, dalani hal ini adalalh pengunjung
3) kemudahan dalam menyerap isi informasi, sehingga sangat diharapkan
penggunaan metode interaktif
4) peniantaatan teknologi informasi untuk menunjang pengemasan informasi
yang lebih komunikatif
~) kerangka dan prinsip-prinsip komunikasi sebagai kerangka dasar
pengelolaan informasi
44
Pengelolaan Informasi di Taman Wisata Candi Prambanan
NO KEMASAN OPERASIONALISASI
1 Buku 1 . Perguruan Tinggi
2. Balai Arkeologi
3 BP3
4. PT Taman
Tiket PT Taman
Kalender event 1 . PT Taman
2 . Pemda
3 . Biro Perjalanan
Brosur / leaflet 1 . Perguruan Tinggi
2 . Balai Arkeologi
3 . BP3
4 . PT Taman
Pengembangan 1 . PT Taman
Pusat Penerangan 2 . BP3
Petugas khusus d 1 PT Taman
lapangan 2 . BP3
7 Papan informasi 1 . PT Taman
2 . BP3
Film / VCD 1 . Perguruan Tinggi
2 . Balai Arkeologi
3 . BP3
4. PT Taman
9 Parneran Foto PT Taman
10 Internet P I Taman
11 Puzzle miniatur BP3
candi
12 CD interaktif I . Perguruan Tinggi
2. Balai Arkeologi
3 . BP3
4 PT Taman
13 Atraksi budaya 1 . PT Taman
2. BP3
45
Jurnnt :lrkeotogi Indonesia, Nomor 4 Juni 2008
46
Pengelolaan Informasi di Taman Wisata Candi Pramhanan
47
Jurnnl .-lrkc ologi Indonesia, Nontor'l Juni 2008
dip] lah guna menentukan kategori gratis atau kategori membayar .
Berdasarkan uraian tersebut, maka konsep operasionalisasi yang
berkaitan dengan distribusi dan akses informasi di Candi Prambanan adalah
sebagai berikut .
NO DISTRIBUSI / AKSES OPERASIONALISASI
I Ilarga tiket tetap seluruh PT Tanlan
_ informasi cuma-cuma
I larga tiket tctap, informasi PT Taman
tersedia lengkap sehingga
,p neunjung d . at memilih
3 Penyediaan informasi awal Selutuh stakeholders
mcngcnai Iayanan informasi _
4 informasi dikelola dalam sistetn PT'I'aman
Paket
5 Pettlgas angproaktif P"l''Faman _
6 Pcla\ anen eksternal 1 . PT "I'aman
2 . Pemda
3 . Biro Perjalanan
Gratis : brosur,
buku. hrosur, leaflet, leaflet, tiket,
Dal e Arkeologi, Ialts,
Ritiuv it pe t mutt tike t, guide, petugas petugas, PnPrn .
BP'. Perguruat Unuun Visual,
Candi Prainbunun lapuman, lilm, pagan, displu - , erh.dre .
TingT[i 1U
dopla , ,v'hvt(r Membayar : huku,
gtra& . film
a
G
Gratis: hrosur,
P ri :n at I"neclolaun
Ill' : . Perguruan huku . hrosur, leaflet, leaflet . tike[,
( andi t'runhamm
Tinggi . PI Ifrnum Tulis, Lisan tikct, guide, petugas I utgas, "ch'a"
IPenn, gar") & Membayar : huku .
human laPm 6pan, achsire
Pcl,,Iarl,ul
Mild['
Gratis : brosur,
Rioayat di'I,dikanma BP3, Perguruan buku, hrosur, leaflet, leaflet, tiket,
Candi Pramhanae Tinggi, PT Umum Tufts, Idart Act, guide, petugas petugas .
sebagai Obiek Wlsata Tartan lapangan, Membayar : huku,
guide
Gratis : brosur .
Dinamika pentugaran
buku . brosur, leaflet, leaflet, tiket. grade .
dart pelestarian BP3 . Perguruan
I ulis, Lisut, tiket, guide, petugtu petugas, Papatt,
tpert indungan, Tiiwgi, PT Umum
Visual lapangan, Illm, papan, display, atuaksc
petncliharrm . Tantan
display, atraksi Membayar : huku,
pem ugaran )
guide, film
48
Pengelolaan Injormasi di "Taman {1-isata Candi Pramhanan
Gratis : Icatlet,
Pcrguruan Kalangan buku, leallel, film,
Potrns ilntiah kawusun Tulis, cchvre.
Tinggi . Balai Akademik, CD-InlcraktiI,
('andi I'mnthanan Visual Membayar : buku,
Arkeolugi, BI'3 %Iahasissta, ,rebs,te
. CD-Liicraktil,
film
Gratis : hrosur,
buku, brosur. Icatlet, leaflet . Act,
pecan nturtl dan ntakna Pcrguruan uket, guute, pctugas penigas . display,
Tulis, Lisan.
kultund tennasuk - hiuggi. Balm tlmum lapangan, film, nrheit,' airaks, .
Visual
teknulogi Arkeolugi dsplaa . CD-hueaknt . Membayar : Ink .,
irchtiR•, utrtksi guide, film, ('I)-
Icterakttl,
Gratis : hrosur,
buku, brosur . Icatlel, Icatlel. iikci,
keC1111ka selaralt. Pcrgurnan like, guido, petueas PC lugaa, display,
lubs, Lisan,
tenn ;uuk NIat :trnm Tinggi, Balai Umum lapangan, film . i,eha c"
VisuaI
Kuna Arkeolugi display, CD-Inteaktil, Membayar : huku,
I nrhsite etude, flint, CD-
Interaktif
I Gratis : h,-m .
huku, brosur . Icotlct,
leaflet, tiket,
l ulis, I_isem, Tiled, pemeas
cc•l uk-belt, pcleslarian BI'3 IIinuin pelugas,papan .
VIsuaI lapangan, lilnl . papan .
Membayar : buku,
CD-lincraktif
guide, Illm
Gratis : brosur,
buku, brosur, leaflet,
Pcrguruan bullet, pelugm.
'I uhs, Lisan, gold", ai gas
arsiteklur Tilt_egi, Balai !intent an displ :ic papan
Visual lapangan, lilm,
Arkeolugi . III", Membayar: buku,
duplas, papan
gaudc, lihn
1
Gratis* hrosur.
huku . hrosur . Icatlet,
Pcrguruan lea hut . tikes .
Tulis, Ilkd, g iulr, peiueas
ha>il palcliiian Tin g i, k3ului Umum pctugas, dupla, .
Visual lapangan, film,
Arkeolugi papan . A1entbayar.
display, papan
haku, vi 1"', 1,1111
Gratis : brosur,
aturan kunjungan dan huku . brosur. leaflet,
, , leaflet, pelugas,
autumn alas BP3 . PI [-an I'm 11 Visual Lisan guide, pctugas
papan- Mendtatar :
pelanggaran lapangan, Pepan
huku, guide
49
Jurnal Arkeologi Indonesia, Nomor 4 Juni 2008
Gratis : brosur,
buku, brosur, leaflet, leaflet, petugas,
Tulis, Lisan,
Budaya lokal (sekarang) LSM, Pemda llmum guide, petugas display.
Visual
lapangan Mcmbayar: buku.
eulde
Gratis : brosur,
buku, brosur, leaflet, leaflet, petugas,
(sekarang lokal
LSM, Pemda Umum guide, petugas display.
( sekarang) Visual Lisan,
Vsual
lapangan Membayar: buku,
I
guide
Gratis : brosur.
buku, brosur, leaflet . leaflet, petugas,
lldis, Lisan,
Leralmun LSM, Pemda Umum guide, petugas display .
Visual
lap:mgan Membayar: buku,
J guide
I'ene .njonp S
Sukd,oi .m rYU7-t.wn
vbM
P<manam m
meAna .k nilni M,ranan Mating &
t5iu
EeEK
ARaiy; lanndap
RCR
50
Pengelolaan Informasi di Taman IYisata Candi Prambanan
Dengan skematik yang tidak linear, maka titik mula proses dapat diawalI
dari titik mana pun . Sesuai dengan tujuan penelitian, maka skerna di atas
dimulai dari tanggapan pengunjung dan stakeholders atas pengelolaan
informasi yang ada di Candi Prambanan . Berdasarkan tanggapan tersebut,
muncul berbagai kecenderungan terutama berkenaan dengan substansi, ragarn
dan bentuk kemasan, serta distribusi dan akses iformasi . Kecenderungan-
kecenclerungan ini kemudian menjadi dasar bagi pengembangan konsep
pengelolaan dan kerangka operas ional1sasi yang se lanjutnya diwuj udkan dal am
bentuk pengelolaan informasi di Candi Prambanan oleh PTTaman . Melalui
media tulis, lisan, maupun visual, berbagai makna kultural dan nilai luhur
dimuat di dalamnya . Media beserta muatan yang ada di dalamnya ini lah
yang disampaikan kepada pengunjung maupun stakeholders . Melalui
penyampaian media dan muatan ini diharapkan akan dapat mendorong efek
berupa peningkatan apresiasi terhadap BCB . Selain itu, dari penyampaian
media beserta nilai dan makna juga dapat mendorong adanya umpan batik
berupa tanggapan sebagai bagian dari proses siklus baru dengan berbagai
perubahan, perkembangan, koreksi, dan seterusnya dan berlangsung secara
berkesinambungan .
F. PEINUTUI'
Persentase pengunjung yang memanfaatkan layanan informasi di Candi
Prambanan dapat dikatakan sangat kurang, yaitu hanya 52 % . Wisatawan
nusantara bahkan kurang dari setengahnya yang memanfaatkan layanan
informasi, yaitu hanya 48,9 %, sedangkan wisatawan mancanegara terhitung
tinggi, yaitu mencapai 80 % .
Pengunjung dan stakeholders pada umumnya juga menyatakan bahwa
ketersediaan dan pengelolaan informasi di Candi Prambanan belum
memuaskan, balk dalam hal substansi, ragarn dan bentuk kemasan, maupun
distribusi dan aksesnya . Berkaitan dengan substansi, terlihat adanya
ketidaksesuaian antara substansi yang diperoleh dengan substansi yang
diinginkan . Sernentara itu ragam dan bentuk kemasan yang juga dianggap
masih sangat kurang, baik dalam hal keragaman, kuantitas, maupun
kualitasnya . Berkenaan dengan distribusi dan akses, pengunjung dan
51
lurnal Arkeologi Indonesia, Nomor 4 Juni 2008
DAFTAR PUSTAKA
Cleere, Henry . 1989 . "Introduction : The Rationale of Archaeological Heritage Man-
agement" . Henry F . Cleere (ed .) Archaeological Heritage Management in
the Modern World. London : Unwin Hyman . HIm . 1-19 .
Deetz . James . 1967 . Invitation to Archaeology . New York : The National History
Press .
Haryono, Timbal . 2003a . "Pengembangan dan Pemanfaatan Aset Budaya dalam
Pelaksanaan Otonomi Daerah" . Makalah disampaikan pada Rapat
Koordinasi Kebudayaan dan Pariwisata diselenggarakan oleh Kementrian
Kebudayaan dan Pariwisata di Jakarta pada tanggal 25-27 Maret 2003 .
_ . 2003b . Pelestarian Warisan Budaya Dunia . Makalah
disampaikan dalam Seminar Pelestarian Candi Prambanan sebagai Warisan
Budaya Dunia di Prambanan, Yogyakarta, 10-11 September 2003 .
Howard, Peter. 2003 . Heritage, Management, Interpretation, Identity . London :
Continuum .
Joukowsky, Martha . 1980 . A Complete Manual of Field Archaeology. Tools and
Techniques of Field Work forArchaeologists . New Jersey : Prenfice-Hale,
Inc .
McGimsey, Charles R . & Hester A . Davis (eds) . 1977 . The Management of Ar-
52
Pengelolaan Informasi di Taman Wisata Candi Prambanan
53
Jurnal .4rkeologi Indonesia, Nomor 4 Juni 2008
Bagyo Prasetyo
Pendahuluan
Kompleks Megalitik Grujugan sebagai obyek penelitian merupakan
pilihan yang cocok untuk dilakukan mengingat kompleks mill mempunyai
temuan obyek megalit yang cukup padat . Sites ini terancarn oleh kerusakan
dan kemusnahan dikarenakan adanya perbedaan kepentingan yang dapat
mengancam kelestarian benda cagar budaya, seperti kepentingan bisnis
(penjarahan para kolektor benda antik), pengolahan lahan untuk pertanian,
dan penguasaan lahan untuk bangunan-bangunan usaha . Banyaknya
pencurian benda cagar budaya serta rusak maupun berpindahnya benda
cagar budaya dari tempat aslinya mengakibatkan perlu adanya percepatan
dalam melakukan pernintakatan (zoning) terhadap Kompleks Megalitik
Gru j ugan .
Sejauh ini penelitian untuk mengungkap keberadaan peninggalan
megalitik di wilayah Grujugan telah dilakukan oleh saijana asing seperti Van
Heekeren pada tahun 1929, Willems tahun 1940, Balai Arkeologi Yogyakarta
tahun 1983 dan Bidang Prasejarah Pusat Penelitian dan Pengembangan
Arkeologi Nasional (dahulu Pusat Penelitian Arkeologi Nasional) pada 2001 .
Dari semua penelitian tersebut, hal yang menarik adalah bahwa sites ini
mempunyai kompleksitas variabel jenis yang cukup beragam yaitu sejumlah
6 jenis yang terdiri dari dolmen, silindris batu (bate kenong), sarkofagus,
kursi batu, arca, dan lumpang . Namun demikian situs dengan wilayah seluas
sekitar 2.925 .000 meter persegi ini nampaknya sudah terancam oleh
54
Kompleks Megalitik Grujugan, Bondowoso, Iowa 7imur
55
Jurnal rlrkeologi Indonesia, Nomor 4 Juni 2008
3. Kelompok ketiga
Kelompok ini terletak di sisi timur jalan raya yang menghubuangkan
kota Bondowoso dengan Jember . Lahan ini tempat obyek megalit terletak
mempunyai leas paling besar dibandingkan dengan kelompok lainnya yaitu
sekitar 1 .350 .000 meter persegi . Batas wilayah pengamatan kelompok ketiga
bertolak dari jalan kampung yang meuju ke Desa Pekauman (megarah ke
Kali Sampeyan) menuju ke utara sampal jalan menuju ke Taman . Adapun
pengamatan ke arah tirnur sampai dengan tepi Kali Sampeyan . Di sudut
timurlaut pertigaan antara jalan raya Bondowoso-Jember dengan plan ke
Pekamman terdapat bangunan berupa pabrik meubel, sedangkan sebagian
besar lahan merupakan perladangan yang ditanami tembakau . Kecuali di
pinggir jalan ke Pekauman serta bagian timur yang mendekati Kali Sampeyan
pada umumnya merupakan daerah perkampungan yang cukup padat . Obyek
megalit yang ditemukan di lahan ini cukup padat dengan jumlah sekitar 277
buah dari berbagai variasi bentuk seperti area (1 buah), sarkofagus (24 buah),
56
Kompleks Pvlegalitik Grujugan, Bondowoso, Jawa Timur
kursi batu (1 buah), dolmen (42 buah), dan silindris batu (209 buah) .
4 . Kelompok keempat
Kelompok ini terletak di sisi timur jalan raya yang menghubungkan kota
Bondowoso dengan Jember, dengan luas lahan sekitar 945 .000 meter persegi .
Batas wilayah kelompok ini bertolak dari jalan kampung yang menuju ke
Desa Pekauman (ke arah Kali Sampeyan) menuju ke selatan sampai ke
arah pedukuhan Pekauman . Adapun pengamatan ke arah timer sampai
dengan tepi Kali Sampeyan . Lingkungan lahan sebagian besar merupakan
perladangan yang ditanami oleh tembakau, sebagian lagi merupakan
perkampungan yang padat seperti di sisi timur yaitu di Dusun Pedaringan
dan Dusun Krajan, serta di sebelah selatan yaitu di Dusun Pekauman . Obyek
megalityang ditemukan di lahan ini berjumlah 40 buah yang terdiri dari dolmen
sebanyak 7 buah dan silindris batu sebanyak 33 buah .
N Jenis Jumla
o h
1 Area 1 0 28
2 Sarkoiagu 24 6 78
S
3 Kursi batu 1 0 28
4 Dolmen 65 18 .36
5 Silindris 263 74 .30
batu
Jumlah 354 100 .0
0
57
,lurnal .lrkeoioLi Indonesia . . omor -l .llni 2008
megalit dengan komposisi berupa sate area, 24 sarkofagus, sate kursi batu .
42 dolmen . dan 209 silindris batu . Kuadran Iainnya yaitu tenggara berupa 40
obvek dan 2 jenis megalit dengan komposisi 7 dolmen dan 33 silindris bate .
Kuadran baratlaut sebanyak 27 obvek dengan 2 jenis megalityaitu I I dolmen
dan 16 silindris bate, serta kuadran baratdaya berupa 10 obyek dengan
jenis megalityaitu 5 dolmen dan 5 silindris bate . label di bawah ini memberikan
gambaran tenting penyeharan obvek megalit pada masing-masing kuadran .
lI
huab bna
h)
2 Sark i01) 100
ofag 00
us (24
buah (I
hua
h)
1 Ku, 100 100
00
balu ( o,
buah (I
bua
h)
4 Unl 16.9 7 .70 64 .6 I 107 100
men . I°% 7% (00
! (7
111 (5 (42
hua buah buah huu (65
hl hl t hua
58
Kornpleks Avlegalitik Grujugan, Bondowoso, Jawa Tint or
-
fN
u Jems Kua Kua Kua Kua Ju
dran dran
i
dran dran ml
i
Bar Bara Tim Ten alt
atla Way urla ggar
ut 1 a ut a
02 ~A rca
Sark 9
ofag
us
3 ~ Dol 12 21 2 40
men
4 Silin 23 l3r 41
dris
Batu_
~Juml 16 6 54 15J 91
No Kuadran Jumlah I
pengamatan
----
I Baratlaut 3
(kelompok
pertama)
2 Baratdaya
_ (kelompok kedua)
F3 Timurlaut
(kelompok ketiga)
Tenggara 42
(kelompok
keempat)
Jumlah 55
59
Jurnal Arkeologi Indonesia, No,nor 4 Juni 2008
60
Kompleks Megalitik Grtyugan, Bondowoso, Jawa 1imur
sebanyak I kelompok .
b . Subvariabel C2 himpunan I silindris batu, 2 dolmen, dan I sarkofagus
sebanyak I kelompok .
4 . Variabel D berupa kelompok dengan komposisi jenis megalit berbentuk
batu silindris dan sarkofagus, mempunyai subvariabel sebanyak 3 buah
yairtu :
a . Subvariabel DI himpunan 3 silindris batu dan I sarkofagus sebanyak 2
kelompok
b . Subvariabel D2 himpunan I silindris batu dan I sarkofagus sebanyak 1
kelompok
5 . Variiabel E berupa kelompok dengan komposisijenis megalit berbentuk
dolmen dan sarkofagus, mempunyai subvariabel sebanyak 3 buah yaitu :
a . Subvariabel El himpunan I dolmen dan I sarkofagus sebanyak 2
kelompok
b . Subvariabel E2 himpunan I dolmen dan 2 sarkofagus sebanyak I
kelompok
6 . Variabel F berupa kelompok dengan jenis 3 buah sarkofagus yang hanya
ditemukan sejumlah satu kelompok
7 . Variiabel G berupa kelompok dengan jenis 2 buah sarkofagus dengan I
buah kursi bate yang hanya ditemukan sejumlah sate kelompok
61
.Imrnal .1rkeologi Indonesia, Nomor 4 Juni 2008
merupakan kawasan arkeologi yang sangat penting balk dari segi akademis
(kegiatan penelitian arkeologi) maupun sebagai kawasan pelestarian benda
cagar budaya . Oleh karena itu upaya pernintakatan yang lebih terukur sangat
perlu dilakukan yaitu :
I . Wilayah A merupakan daerah kawasan arkeologi yang luas dan
menipakan kumpulan dari balk obyek megalit dalam bentuk mengelompok
maupun individual yang tidak boleh dimanfaatkan maupun dikelola oleh
masyarakat balk dalam bentuk pengerjaan ladang maupun dalarn bentuk
bangunan-bangunan (pemukiman maupun usaha-usaha lain) .
2 . Wilayah B merupakan daerah kawasan arkeologi dengan area tertentu
yang merupakan tempat dari obyek megalitdalam bentuk kelompok kecil
(kantong-kantong) . Wilayah ini juga tidak boleh dimanfaatkan maupun
dikelola masyarakat balk dalarn bentuk pengerjaan ladang maupun dalam
bentuk pemukiman atau usaha-usaha lain .
Wilayah C merupakan kawasan arkeologi dengan sejumlah kecil obyek
megalit balk mengelompok maupun individual yang tersebar secara acak .
Wilavah ini masih clapat diijinkan untuk dilakukan kegiatan pengelolaan
lahan (perladangan dan permukiman) namun dengan persyaratan tidak
mengubah, memindahkan bentuk tinggalan megalit yang ada . Namun
demikian tidak diperbolehkan adanya pembangunan-pembangunan barn
dalam bentuk usaha maupun sarana-sarana lain di luar permukiman .
4 . Wilayah D merupakan kawasan bebas, yang terletak di luar jalur itau
kawasan arkeologi . Wilayah ini merupakan daerah bebas pendirian segala
macam bentuk bangunan sesuai dengan peruntukan yang telah diatur
oleh peraturan daerah .
Dal am perencanaan pemintakatan, maka tinggalan obyek megalit yang
dapat dimasukkan ke dalam katagori ini meliputi :
Mintakat A
Keluasan area sekitar 450 .000 meter persegi dengan rincian obyek
megalit meliputi 19 individu (14 silindris batu, I area megalit, 2 dolmen, dan 2
sarkofagus) dan 30 kelompok megalit yang dapat dil That pada tabel di bawah
ini
62
Kompleks AMegalitik Grujugan, Bondowoso, Iowa Iimur
No VariaILel 1 Jumlab 1
I kelompok J
rI Variabel A (silindris 17
bala) I
2 - Variabel B (silindris 5
batu dan sarkofagus)
3 Varialxl C (silindris
bat.' dolmen dan
sarkofaLus)
4 Vanabrl D (sibndris
batu dan .sarkofaps)
5 \4tnabel F. (dolmen 2~
:~~fa is)
I Jmnlalt
Mintakat B
Merupakan kantong-kantong kecil berupa lahan tempat keletakan
kelompok megalit yang berjumlah 8 buah, yang terdiri dari 3 kelompok pada
kuadran timurlaut, 2 kelompok pada kuadran tenggara, dan 3 kelompok pada
kuadran baratlaut . Masing-masing kelompok tersebut merupakan variabel
dari jenis jenis :
hahel 6 Kelompok Megalit dalam Mintakat B
Mintakat C
Pada mintakat ini peninggalan megalit indivudu yang masuk di dalamnya
berjumlah 59 buah dengan rincian sebagai berikut :
Tabel 7 Megalit Individu dalam Mintakat C
N Jems Kua Kua Kua Kua Ju
o dran than dran dran ml
Bar Sara Tin "hen ah
atla [day urla ggar
u[ a
I. .Sark - 3~
otag
2 Ual 10 29 2 36
men
3 SiIin 4 10 0 25
drrn
bat.
Jum1 64
al
63
Jurnal Arkeologi Indonesia, Vonior 4 Jun, 2008
pada kuadran tenggara dan I kelompok pada kuadran baratdaya . Masing-
masing kelompok tersebut merupakan jenis variabel A (silindris batu)
sebanyak 7 kelompok dan variabel B (silindris batu dan dolmen) sebanyak 3
kelompok .
Penutup
Kawasan arkeologi mempunyai kelebihan untuk dimanfaatkan dalarn
kepentingan akademik maupun rekreasi . Namun harus disadari bahwa
pelaksanaan pernanfaatannya dapat berakibat negatif terhadap sumberdaya
budaya itu sendiri . Pada era pembangunan saat ini sering terjadi benturan
kepentingan yang tidak jarang mengancam kelestarian benda cagar budaya
tidak bergerak . Oleh karena itu pernanfaatan yang berwawasan pelestarian
hanya dapat terlaksana apabila masing-masing yang berkepentingan
menerapkan azas keselarasan dan keseimbangan . Kepentingan masing-
masing kelompok diselaraskan sate sarna lain sehingga tidak ada penonjolan
kepentingan di masing-masing fihak . Untuk itu diperlukan adanya koordinasi
terpadu antara lembaga terkait balk dari instansi yang menangani
kearkeologian maupun pernerintah daerah . Penetapan wilayah pemintakatan
(zoning area) terhadap Kompleks Megalitik Grujugan sangat diperlukan dalam
upaya menentukan kawasan arkeologi untuk pernanfaatan pariwisata yang
berwawasan pelestarian .
Kepustakaan
Ileekeren, H .R . van . Megalithischeoverblifjselen in Besoeki, Java . Djawa 11 . 1931,
hal . 1-18 .
Fleekeren, H .R . van . The Bronze Iron Age of Indonesia, VKI . `s-Gravenhage : Martin LIS
Nijhof . 1958 .
Kusumohartono, B . Makna penting Situs Sangiran : Dukungan dari segi penataan
ruang . Evaluasi Hasil Studi Teknis Pengemhangan Cagar Budava
Sangiran . Surakarta : Ditlinbinjarah . 1994 .
Prasetyo, Bagyo . The Distribution of megaliths in Bondowoso (East Java, Indone-
sia) . Bulletin of the Indo-Pacifrc Prehistory Association 19 . IPPA : Can-
berra . 1999 .
Prasetyo . Bagyo . Laporun Penelitian Arkeologi Kahupaten Bondowoso Tahap
III . Bidang Prasejarah Pusat Penelitian Arkeologi . 2001 .
64
Pentingnya Pemasaran Dalam Nfeningkatkan Pelayanan Publik Aluseum
1 . PENDAHULUAN
Museum Nasional merupakan lembaga pelestarian warisan budaya tertua
di lndonesia . Lembaga yang lahir dengan nama ''Bataviaasch Genoolschap
van Kunsten en Wetenschappen" pada tanggal 24 April 1778 didirikan
oleh cendekiawan-cendekiawan Belanda dengan tujuan memajukan ilmu
pengetahuan seperti fisika, sejarah, antropologi, dan sebagainva . Meskipun
dengan kondisi apa adanya-menempati rumah milik salah seorang pendirinya,
J C M Radermacher, dl Jalan Kali Besar Jakarta Kota - mereka
mempublikasikan dan memamerkan hasil penelitiannya kepada publik . Rumah
di jalan Kali Besartersebut menjadi museum pertamadi Indonesia . Seiring
per jalanan waktu maka koleksi yang dimiliki pun semakin bertambah . Maka
pada tahun 1862 dibangunlah gedung bare, yang benar-benar dibangun untuk
sebuah museum, yaitu di Jalan Merdeka Bat - at 12 dan dibuka untuk umum
pada tahun 1868 .
Pada tahun 70 an dunia permusemnan dl Indonesia mengalami
perkembangan amat pesat yang ditandai dengan dibangunnya museum-
museum di seluruh provinsi . Pada masa itu ada satu filosofis yang dijadikan
dasar atau arah untuk meningkatkan fungsi-fungsi museum . Landasan filosofis
itu disebut Nawa Dharma atau sembilan fungsi museum yang terdiri atas, 1)
pengumpulan dan pengamanan warisan alam dan budaya, 2) dokumentasi
dan penelitian ilmiah, 3) konservasi dan preservasi, 4) penyebaran dan
65
,Iurnal .lrkeologi Indonesia, Nomor 4Juni 2008
Il . PUBLIK MUSEUM
A. Pengunjung museum
Pengunjung museum sangat beragam ditinjau dari berbagai aspek, balk
dari,jenis wisatawan, pendidikan, umur, karakteristik, dan lain-lain . Masing-
masing pengunjung mempunyai kebutuhan yang berbeda sate dan Iainnya,
sehingga dalam melayaninya memerlukan perlakuan yang berbeda-beda
puIa . Sebagai contoh, berdasarkan pengamatan yang terus menerus terhadap
wisatawan Jepang di Museum Nasional, mereka umumnya sangat menyukai
koleksi manusia purba yang diistilahkannya sebagal "Jawa Genji", Oleh
karenanya apabila mereka datang dengan waktu kunjungan yang singkat,
dengan hanya membawanya ke ruang prasejarah sudah memberikan
kepuasan kepada mereka .
Dilihat dari aspek pendidikan, pengunjung museum meliputi tingkat tarnan
kanak-kanak hingga perguruan tinggi, bahkan yang sudah bergelar Profesor
Doktor pun kerap datang ke museum . Masing-masing kelompok pendidikan
66
Pentingnva Pemasaran Dalam Rleningkatkan Pelcrranan Publik .tluseum
yang berbeda tidak dapat diperlakukan dengan cara yang sama . Diperlukan
suatu keahljan komunikasi sesuai dengan tingkat pendidikannya . Kalau
mereka datang secara perseorangan atau dengan kelompok kecil tidaklah
banyak menimbulkan masalah, namun bagaimana apabila mereka datang
dengan jumlah besar secara serempak? Tentu saja diperlukan keahlian-
keahlian khusus dalam pengelolaannya . Dengan demikian maka untuk menjadi
pemandu museum tidak hanya sekedar perlu memiliki pengetahuan tentang
koleksi yang dikelola tetapi diperlukan juga penguasaan bahasa yang balk
dan benar, teknik berkomunikasi dan presentasi, bahkan pengetahuan yang
memerlukan pelatihan khusus tentang pendekatan "Group Dynamics"' untuk
mengelola pengunjung dalam kelompok kecil maupun besar .
B. Para Peneliti
Ketika penulis mulai berkecimpung di dunia museum sekitar tahun 1987,
para peneliti museum masih terbatas pada kalangan arkeologi, scjarah .
antropologi, dan kesenian . Seiring dengan perkembangan dunia pendidikan,
maka para peneliti museum pun mengalami pergeseran . Sebagaimana yang
tetjadi di Museum Nasional, terutama setelah dilakukan pengembangan fisik
banaunan kearah Utara yaitu "Gedung Arca Museum Nasional", maka tak
henti-hentinya mahasiswa dari berbagai jurusan memanfaatkan museum
untuk dijadikan objek penelitian mereka . Image masyarakat mengenai mu-
seum yang scram, kusam, bahkan menyeramkan . rupa-rupanya mulal
menghilang dari benak publik kita . Kim, banyak sudah karya mahasiswa
dalam bentuk skripsi, tests, maupun disertasi berkaitan dengan koleksi mu-
seum maupun berbagai aspek museum, seperti Kehumasan, Teknik Arsitektur,
Desain Interior, Teknologi Informasi, hingga jurusan yang banyak diminati
saat in] seperti Komunikasi Visual .
C. Pengguna Museum
Hal yang menggembirakan tidak hanya terjadi karena adanya perubahan
paradigma peneliti museum . Para pengguna museum pun saat ini sudah
67
Jurnal . irkeologi Indonesia, Nomor 4 Juni 2008
68
PeHtin>nva Pc'mararan Dalanr J1eninckatkan Ik , laranan Puhlik .Alu .seuni
Pengetahuan ini penulis peroleh dari 13apak Jen Z A Hans, PhD ketika mengikuti mata
kuliah Strategi Komunikasi dan Negosiasi pada Program Magister Management STIE
IPWIiA .
69
,lurnal :Irkeologi Indonesia, Nomor4Juni 2008
memperlakukan dengan penuh keramah tamahan, diberi snack dan makan slang
coma-coma, dan hadiahnya untuk sang juara pun tak tanggung-tanggung "I3uku
Tabungan" yang nilainya bisa untuk membeli televis] merek terkenal 20" . Maka
tidak disangsikan Iagi betapa para peserta amat sangat merasa peas .
Contoli di atas merupakan ilustrasi bahwa dengan pelayanan yang
maksimal akan dicapai kepuasan pelanggan . Dengan tercapainya kepuasan,
maka mereka akan menjadi alat promosi yang efektif untuk museum kita,
melalui 'berita dari mulut ke mulut', mereka akan menyampaikan pesan
kepada orang-orang lain bahwa betapa bagusnya pelayanan kita .
Suatu saat nanti, seorang turis USA dari negara bagian Idaho akan
memberitahu temannya dari negara bagian California, bahwa dia
mendapatkan „ olisfiiclion', kepuasan, saat mengunjungi Museum Nasional .
Dengan bahasa populer, turfs itu mengatakan : ,Pokoknya rugi banget deli
lo, kalau Io ke Indonesia oak datang ke Museum Nasional
I3iIa ilustrasi di was menjadi suatu kenyataan, maka itu adalah indikasi
keherhasilan pemasaran museum kita .
IV. PE NtJTUP
Melalui uraian yang dipaparkan di atas disadari bahwa tanggung jawah
kita selaku insan museum tidaklah ringan . Karena hares dapat nmenjembatani
antara masyarakat pendukung kebudayaan yang dikelola dengan masyarakat
masa kini dan mendatang sebagai generasi penerus bangsa . Tidak semua
anggota masyarakat mempunyai kepedulian terhadap pelestarian hudaya
hangsa . Di situlah museum memegang peranan penting untuk niengupayakan
agar masyarakat lehih mengenal dan mencintai museum, melalui penyajian
koleksi yang informatifdan komunikatif, serta menyajikan program-program
yang menarik seperti harapan publik .
Sengaja penulis tampilkan di awal penulisan makalah ini sernboyan dari
" Bataviaasch Genootschap van Kunsten en Wetenschappen ", yaitu "7i'n
Nutte van lief Algenneen" yang artinya UNTUK KEPENTINGAN
PUBI .IK . Hal ini dimaksudkan untuk memacu semangat kita selaku insan
museum agar senantiasa meningkatkan pelayanan kepada publik
sebagaimana yang diamanatkan para pendahulu kita . Semoga langkah kita
dalam mengembangkan program-program kegiatan jauh Iebih balk dan
aplikatifserta selalu berupaya mengakomodasi kebutuhan publiknya .
70
Pentingnva Pemasaran Dalam 1Lleningkatkan Pelavanan Pub/ik Aluseum
DAFTAR ACUAN
Sutaarga, MohammadAmir
1980 Capita Selecta, Museografi dan Museologi I, KumpuIan karangan tentang
IImu Permuseuman . Jakarta : Direktorat Permuseuman .
1990/1991 Studi Museologia . Jakarta : Proyek Pembinaan Permuseuman .
1997/1998 Pedoman Penyelenggaraan dan Pengelolaan Museum . Jakarta :
Proyek Pembinaan Permuseuman .
71
Jurnal ;1rkeologi Indonesia, Nomor 4 Juni 2008
W. Djuwita Ramelan
Irchacological Ilerircge,tlcuta c'mcnt (AI IM) digunakan dalam to rum intern asional . :Ar-
chacological Resource Managcmcnt (ARM) digunakan di Inggris_ dan Cultural Resource
Management (CRM) digunakan di Amerika dan di Australia .
Lihat Smith_ Laurajane. Archaeological Lher-,And The Politics olCultural I Icritagc . Lon-
don and New York : Routlege . 2004
72
Penanganan Benda Cagar Budava datam Perspektif hukum
73
/urnal Arkeologi Indonesia, Nomor 4 Juni 2008
Lihat Soeroso, R ., Pengantar Ilmu Hukum . Jakarta : Sinar Grafika . 2002 hlm 158-169
Lihat pula Soeroso. R ., Pengantar llmu Hukum . Jakarta: Sinar Grafika . 2002 hlm 198-215
74
Penanganan Benda Cagar Budaya dalam Perspekaf Hukum
75
,lurnal Arkeologi Indonesia . Nomor 4 Juni 2008
76
Penanganan Benda Cagar Budava dalam Peispektif Hukum
77
Jurnal Arkeologi Indonesia, Nomor 4 Juni 2008
"' Soeroso . R ., Pengantar Ilmu Hukum . Jakarta : Sinar Gratika . 2002 hlm 122-149
78
Penanganan Benda C'agar Budaya dalam Perspektij hukum
" Soeroso, R ., Pengantar Ilmu Hokum . Jakarta : Sinar Grafika. 2002 hlm 122-149
79
Jarnal .-Irkeologi Indonesia, ;''omor 4 Juni 2008
80
Penanganan Benda C'agar Budava dalant Perspc°kti/ Hukum
DI dalam UU RI No . 5 Tahun 1992 Tentang BCB definisi BCB tercantum
dalarn pasal l, yaitu :
1 . benda cagar budaya adalah :
a . benda buatan manusia, bergerak atau tidak bergerak yang berupa
kesatuan atau kelompok, atau bagian-bagiannya atau sisa-sisanya . yang
berun-iur sekurang-kurangnya 50 (lima puluh) tahun, atau mewakili masa
gavayang khas dan mewakili masa gaya sekuranb kurangnya 50 (lima puluh)
tahun . serta dianggap mempunyai nilai penting bagi sejarah, flint pengetahuan,
dan kebudayaan ;
b . benda alarn yang dianggap mempunyai nilai penting bagi sejarah, ilmu
pengetahuan, dan kebudayaan .
2 . Situs adalah lokasi yang mengandung atau diduga mengandung benda
agar budaya termasuk lingkungannya yang diperlukan bag]
pengamanannya .
BCB secara legal tidak saja ada dalarn peraturan perundang-undangan
seperti telah diuraikan sebelumnya, tetapi tercantum pula di dalam berbagai
undang-undang lain . Kekuatan hokum),ang terting`gi mengenai pengembangan
BCB tercantum di dalam Undang-Undang Dasar 1945 pasal 32 ayat I
sebagai berikut :
Negara memajukan kebudayaan nasional Indonesia di tengah peradahan
dunia dengan menjarnin kebebasan masyarakat dalam memelihara dalam
mengembangkan nilai-nilai budayanya .
BCB sebagai kekayaan budaya nasional didukung pula perangkat hokum
yang mengatur masalah lain tetapi masih terkait baik secara langsung dengan
BCB maupun dalam lingkup pengembangan budaya lokal dan nasional .
Undang-undang lain yang secara jelas mencantumkan pelestarian atas BCB
antara lain :
1 . UU RI No . 28 tahun 2002 tentang Bangunan Gedung pada 38 seperti
tampak di bawah ini :
(I) Bangunan gedung dan lingkungannya yang ditetapkan sebagai cagar
budaya sesuai dengan peraturan perundanb undangan hares dilindungi
dan dilestarikan .
(2) Penetapan bangunan gedung dan lingkungannya yang dilindungi dan
dilestarikan sebagairnana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan oleh
Pernerintah Daerah dan/atau Pemerintah dengan memperhatikan
ketentuan perundang-undangan .
81
Jurnal 1 rkeologi Indonesia, Nomor 4 Juni 2008
82
Penanganan Benda Cigar Budara dalam Perspeklif lluktun
83
Journal . l rkeologi Indonesia, .Vonior 4 Juni 2008
h . objek dan daya tarik wisata hasil karya manusia yang berwujud mu-
seum, peninggalan purbakala, peninggalan sejarah, scni hudaya, wisata
agro, wisata tirta, wisata burn, wisata petualangan alam, taman
rekreaksi, dan tempat hihuran .
9 . UU RI No . 32 tahun 2002 tentang Penyiaran juga hares memperhatikan
hal-hal yang berkaitan dengan pengembangan kebudayaan seperti tampak
pada pasal-pasal berikut :
Pasal 4 (2) Dalarn menjalankan fungsi sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1), penyiaran juga mempunyai fungsi ekonomi dan kebudayaan .
Pasal 5 j . memajukan kebudayaan nasional .
Pasal 36 (1) Isi siaran wajib mengandung informasi, pendidikan, hihuran,
dan manfaat untuk pembentukan intelektualitas, watak, moral,
kemajuan, kekuatan bangsa, menjaga persatuan dan kesatuan, serta
mengamalkan nilai-nilai agama dan hudaya Indonesia .
10 .UU RI No . 19 tahun 2002 tentang Hak Cipta secara jelas memberikan
perlindungan atas BCB seperti yangterdapat pada Pasal 10 ayat I berikut :
Negara memegang Hak Cipta atas karva peninggalan prasejarah, sejarah,
dan henda budaya nasional Iainnya .
I1 .UU RI No . 18 tahun 2002 tentang Sistem Nasional Penelitian,
Pen`gemhangan, dan Penerapan Ihi a Pengetahuan dan Teknologi secara
jelas_juga memberikan perlindungan terhadap BCB yang terkandung dalam
Pasal 23 ayat 2 :
Pemerintah menjam in perlindungan bagi pengetahuan dan kearifan lokal,
nilai budaya ash masyarakat, serta kekayaan hayati dan non hayati di
Indonesia .
12 . UU RI No . 39 tahun 1999 tentang Flak Asasi Manusia merupakan cermin
bahwa pemerintah memberikan kewajihan kepada negara dalam
pengemhangan kebudayaan seperti tertuIis pada Pasal 72 :
Kewaj'ban dan tail ggung jawab Pemerintah sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 71, meliputi langkah implementasi yang efektif dalam bidang hokum,
politik, ekonomi, sosial, budaya, pertahanan keamanan negara, dan bidang
lain .
13 . VU RI No . 11 tahun 2005 tentang Pengesahan International Covenant
On Economic, Social And Cultural Rights (Kovenan International
Tentang Hak-Hak Ekonomi, Sosial Dan Budaya) merupakan tindak lanjut
dari penetapan yang dilakukan oleh Majelis Umum Perserikatan Bangsa-
84
Penanganan Benda Cagar Buduvu dalam Pe rspekti/ l tukum
85
Jurnal . l rkeologi Indonesia, ryonior 4 Juni 200
atas tanahnya dapat diberikan hak atas tanah tertentu sesuai dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku, kecuali pacla lokasi si-
tes .
2 . PP No . 47 tahun 1997 tentang RencanaTata Ruang Wilayah Nasional di
memherikan pengaturan atas kawasan BCB sebagaimana tercantum
dalam beherapa pasalnya, yaitu :
Pasal 10 (1) Kawasan lindung sebagainiana dimaksud dalam Paul 9
meliputi :
e . kawasan cagar budaya ;
Pasal 12 (1) Sebaran kawasan lindung dalarn Rencana Tata Ruang
Wilayah Nasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 meliputi
kawasan hutan lindung, kawasan suaka alarn, kawasan pelestarian
alam, dan kawasan cagar budaya yang digamharkan secara indikatif
dalani Lampiran I Peraturan Pemerintah ini .
Paul 37
Kriteria kawasan lindung untuk cagar budaya sebagaimana dimaksud
dalam pasal 10 ayat (6) yaitu tempat serta ruang di sekitar hangunan
hernilai budaya tinggi, sites purbakala dan kawasan dengan bentukan
geologi tertentu yang mempunyai manfaat tinggi untuk pengembangan
ilmu pengetahuan .
Pasal 40 ( I )
Pola pengelolaan kawasan Iindung bertujuan untuk mencegah
timhulnya kerusakan fungsi lingkungan hidup dan mclestarikan fungsi
lindung kawasan yang memherikan perlindungan kawasan
hawahannya, kawasan perlindungan setempat, kawasan suaka alam .
kawasan pelestarian a lam, kawasan cagar budaya, dan kawasan
Iindung lainnya, serta menghindari berbagai usaha clan/arm kegiatan
di kawasan ravvan hencana .
Pasal 41
(5) langkah-langkah pengelolaan kawasan cagar budaya sebagaimana
dimaksud dalani Pasal 10 ayat (I) huruf e herupa perlindungan
kckayaan hudaya bangsa yang meliputi peninggalan-peninggaIan
sejarah, hangunan arkeologi clan monumen nasional, serta
kcanekaragaman bentukan geologi di kawasan cagar budaya untuk
pengembangan ilmu pengetahuan dan pencagahan dari ancaman
kepunahan yang disebabkan oleh kegiatan alani maupun manusia .
86
penanganan Benda Cagar Budava dalam Perspektij flukum
87
J :uvrui .-Irkeolo~iIndonesia, Aomor4Junt20 ,
I,ihat pula Purnadi Purbacaraka dan Soerjono Sukamto, 1979 : 16-17 . dan Juwana, Juwana,
I Iikmahanto, Bunga Rampai I Iukum Ekonorr i dan I Iukum Internasional . Jakarta: Lentera
Ilati . 2001 hlm 120
88
Penanganan Benda Cagar Budaya dalam Perspektif Hukun :
'A Soeroso, R ., Pengantar Ilmu Hukum . Jakarta : Sinar Gratika . 2002 hIm 97-99
89
.Jurnal Arkeol(gi Indonesia, A'omor 4 Juni 2008
DaftarAcuan
Cleere, Henry (ed), Approach to the Archaeological Heritage . Cambridge : Cam-
bridge University Press . 1984 .
Convention Concerning the Protection of the World Cultural and Natural Herit-
age.The General Conference ofthe UNESCO Meeting, Paris 17-21 October
1972 .
ICOMOS Charter for the Protection and Management of the Archaeological Herit-
age . 1990 .
Juwana, Hikmahanto, Bunga Rampai Hokum Ekonomi dan Hokum lntcrnasional .
Jakarta : Lentera Hati . 2001 a
• H ukum Internasional dalam Konflik Kepentingan Ekonomi Negara
Berkembang dan Negara Maju . Pidato Pengukuhan sebagai Guru Besar di
FHUI .200I
Kusumohartono, Bugie, "Manajemen Sumberdaya Budaya : Pendekatan Strategis
dan Taktis" . Makalah dalam SeminarNasional Metodologi RisetArkeologi .
Depok 23-24 Januari 1995 . Depok: Jurusan Arkeologi FSU I .
Merriman, Nick, Public Archaeology . London and New York : Routlege . 2004
Mertokusumo, Sudikno, Mengenal Ilukum . Yogyakarta : Liberti 2003
Purbacaraka, Purnadi dan Soerjono Sukamto, Perundang-undangan dan
Yuriprudensi . Bandung : PenerbitAlumni . 1979
90
Penanganan Benda Cagar Budava dalam Perspektif Hukum
Bhakti . 1993
Smith, Laurajane, Archaeological Thery And The Politics of Cultural Heritage .
London and New York : Routlege . 2004
Soeroso, R ., Pengantar Ilmu Hukum . Jakarta : Sinar Grafika. 2002
Stoner, James AF, dkk, Manajemen . Edisi Bahasa Indonesia, alih bahasa Drs . Alex-
ander Sindoro . Jakarta : PT Prehalindo . 1966
Perjanjian internasional :
1 . Convention Concerning the Protection of the World Cultural and
Natural Heritage (The General Conference of the United Nations
Educational, Scientific and Cultural Organization Meeting, Paris 17-
21 October 1972,
2 . ICOMOS Charter for Protection and Management of the Archaeo-
logical Heritage, ICAHM, Lausanne Switzerland 1990,
3 Charter on the Protection and Management of Underwater Cultural
.
Heritage, 11th ICOMOS General Assemby, Sofia Bulgaria, 5 9
Oktober 1996,
4 . Convention for the Safeguarding of Intangible Cultural Heritage 2003,
5 . ASEAN Declaration on Cultural Heritage, Bangkok Thailand, 25
Jul] 2000 .
91
lurnat .-trkeotoL'i Indonesia . :Nomor d Juni 2008
92
Penanganan Benda Cagar BudaYa dalam Perspekti/ Ilukum
93
Jurnal : l rkeologi Indonesia, Nomor 4 Juni 2008
"l'ing`galan masa lalu khususnya hasil karya seni pada masa klasik (Hin(Iu-
Buddha), balk berupa seni sastra, seni pertunjukan dan seni rupa tidak jarang
membuat kita terkagum-kagum dan sekilas mungkin sempat merenungkan
bagaimana si seniman telah berhasil membuat maha karya yang sangat luar
biasa indahnya, balk dari segi estetika maupun dari segi spiritual .
Untuk dapat menghasilkan karya seni yang berkualitas, para seniman
Hindu di India membuatteks-teks petunjuk berupa berbagai macam `kitab' .
Untuk karya seni sastra petunjuk (alanikara Ostra) yang dipakai antara
lain Kav_vadarsa . Dalam seni bangunan atau arsitektur diperlukan kitab
petunjuk berupa Vastusastra, Silpaprakasa dan Manasara . Untuk
membuat area dipakai kitab petunjuk Silpasastra dan Talamana, sedangkan
untuk seni teater dipakai kitab Natyasastra . Sangat dimungkinkan kitab-
kitab tersebut dikenal dan dipergunakan pula oleh masyarakat Jawa Kuna
dalam mengekspresikan suatu karya seni .
94
Penerapan Kaidah Sad Angga Pada Area PrajfinpSranrit6 Koleksi hluseunn Nasional
95
Jurnal irkeologi Indonesia, Nomor 4 Juni 2008
96
Penerapan Kaidah Sad Angga Pada Arca Prajnaparamita Koleksi Museum Nasional
97
Jurnal .-lrkeologi Indonesia, Nonzor 4 Juni 2008
d1lambangkannya .
Konsep Prantana dipakai untuk menentukan ukuran area, sell in-ga
area prajnaparamita ini memiliki proporsi yang tepat . Perbandingan antara
panjang muka, tinggi dada dan tinggi kaki pada posisi duduk bersila
sempurna biasa diukur berdasarkan aturan pengukuran lulu atau wrguuiu .
Konsep Prnniana pada area Prajnaparamitajuga terlihat pada bentuk
mata seperti busur karena dewi ini sedang beryoga (berseniedl) den-all
kepala agak ditundukkan dengan mata yang terkesan hidup diarahkan
pada hidung . Area ini memakai hiasan kepala yang tinggi (kiriluniukutu)
lengkap dengan permatanya, hiasan telinga, kelat bahu, gelang tangan,
cincin pada kedua ibu jari dan telunjuk pada tangan dan cincin pada ibu
jar'k, ki . Area ini tidak memakai penutup dada tetapi memakai train berpola
yang dipahat sangat detil dan halos dari Batas pimggang hingga mata
kaki .
Konsep Warnikabhangga juga digunakan, mengingat warna bate
yang digunakan dalam pembuatan area (warna abau-abu muda) ini
mendukungkeberadaan dewi kebijaksanaan yang tentu sifatnya bijaksana
dan halos budi pekertinya, dan nampaknya tidak pas apabila bate berwarna
abu-ahu tua . Hal ini dapat dilihat dari tiruan area Pr ajnaparamita yang
dibuat dari bahan batu tahu, berwarna abu-ahu tua . Tiruan area ini
nampak kurang `hidup' dan kurang memiliki daya pesona seperti area
yang as11 .
Konsep Bhdwa pada area ini membawa kita pada suasana emosi
yang tetap atau bertahan (sihayi- hh(iwu) yaitu suasana ketenangan
dan ketentraman batin, karena area menggambarkan seseorang yang
sedang bersemedi dengan penuh ketenangan dan konsentrasi . Apabila
dilihat dari sifatnya yang tenang maka area ini memiliki sifat santa .
Konsep Lawanya digunakan pada area ini, yaitu dengan komposisi
yang cukup rumit dan disertai dengan pahatan dan lekukan yang detil
dan halos menjadi nilai tambah pada area ini . Selain itu penggambaran
dewi yang sedang khusyuk bersemedi ini memancarkan ketenangan,
kekhidmatan clan juga kebijaksanaan .
Perubahan Gaya
Ketika memasuki masa MajapahitAkhir sekitarabad XIV, seni arsitektur
dan seni area mengalami perubahan gaya yang oleh banyak kalangan dianggap
98
Penerapan Kaidah Sad Angga Pada Area Prajn6p6ramit& Koleksi Museum Nasional
megalitik . Salah satu bukti munculnya pengaruh tradisi megalitik pada masa
Majapahit adalah situs bangunan berundak di lereng gunung Penanggungan
DAFTAR PUSTAKA
Fontein, Jan
1990 The Sculpture of Indonesia . National Gallery ofArt, New York .
Holt, Claire
1967 Art In Indonesia : Continuities and Change . Cornell University Press, Ithaca,
New York .
Kramrisch, Stella
1981 Indian Sculpture . Motilal Banarsidass, Shantilal Jain, Shri Jainendra Press,
India .
Maulana, Ratnaesih
1997 Ikonografi Hindu . Fakultas Sastra, Universitas Indonesia .
Sedyawati, Edi
1981 Pertumbuhan Seni Pertunjukan . Penerbit Sinar Harapan, Jakarta .
1994 Pengarcaan Ganeua Masa Kadiri Dan Singhasari, Sebuah Tinjauan Sejarah
Kesenian . LIPI-Rul, Jakarta .
99
Jurnal Arkeologi Indonesia, Nomor 4 Juni 2008
Retno Raswaty
Direktorat Peninggalan Purbakala
Pendahuluan
Munculnya museologi disebabkan adanya tuntutan akan perlunya
perubahan peranan museum bagi masyarakat . Selain itu pengelolaan koleksi
museum juga dituntut harus dilakukan secara professional dan dilaksanakan
oleh tenaga yang terdidik bidangnya . Dalam buku berjudul Proffesional
Training of Museum Personnel in The World : Actual State of the Problem
yang diterbitkan oleh ICOM Training Unit bekerja sama dengan Universitas
Leicester pada tahun 1971, disebutkan bahwa "Museology is museum sci-
ence . It has to do with the study of history and background of museums,
their role in society, specific systems for research, conservation, education
and organization, relationship with the physical environment, and the classi-
fication of different kinds of museums" . Kemudian berkembang konsep New
Muscology yang menggagas bahwa sebuah museum merupakan suatu alat
pendidikan dalam melayani perkembangan kemasyarakatan . Lebih lanjut
lagi dikatakan oleh De Varine, "[ . . .] the museum, for us, is or rather should
he one of the most highly perfected tools that society has available to pre-
pare and accompany its own transformation ." Prinsip utama gagasan in]
adalah sebuah museum tidak bersandar pada benda-benda, tapi pada manusia
(cf. de Varine 1976b : 127 ; de Varine 1985 : 4 ; cf. Hauenschild 1988 :1) .
Walaupun konsep museologi ini digambarkan barn, tapi dengan mengacu
pada fenomena abad 17 dan 18 Masehi, konsep new museologi in i sebenarnya
mengikuti tradisi di antara museum-museum pada abad 19 Masehi yang
1 00
7aman Arkeologi Onrust : Museunt Situs Berkonsep New Museologv?
I Perubahan dilakukan dengan menyarankan untuk merubah detinisi museum dart ICOM
yang dihasilkan dalam International Council of' Museums in 1974 (ICOM 1974 :1 cf.
I lausenchild 1981) : "The museum is a permanent non-profit institution, open to the
public, in the service of society and its development, which does research on the material
evidence of man and his environment, acquires such evidence, preserves it, communi-
cates it and, in particular, displays it for the purpose of study, education and enjoy-
ment ."
101
lurna! :trkeologi Indonesia, Nomor 4 Juni 2008
Berkaitan dengan ini, Maure menulis (I985a :17 : cf. I lausenchiId 1981) : "n museum is a
means, a tool available to a society to find, give form to, mark, demarcate its identity, i .e .
its territory and its frontiers in tine and space, with respect to other societies and other
social and cultural groups ." Rivard (1984a :13f) and Taborsky (1978 :221': 1982 :1-9, cf.
l ahorskv 1985 : cf . I lausenchild 1981) speak in this connection of identity as the totality
of images that a group has of itself ; its past, present and future . The role of, the museum
is . in the first place, to put a population in a position to visualize, he aware of and name
these images . N+hich are manifested at the material and non-material levels in everyday
life . Iahorsky (1978 :23 : cf. I lausenchild 1981) speaks in this regard of the important role
of the nuseum in the process of' "positive inagizing .'a.." The business of museums
must he to realize a population's right "I . . .I to imagize, to name, to define what objects
are, as locally perceived : to define what the local needs arc, and the objects which meet
those needs ."
1 02
Tuincnt Arkeolo i Onrust. Museum Sim .s Bcrkou .sep Nciv Museolo,cs :'
Permasalahan
Bila skcma perbandingan antara museum ideal herkonsep new
museology dan museum tradisional dari Hausenschild diterapkan pada nul-
seum-museum di Indonesia, maka terlihat bahwa sebagian hesar museum-
nurseum di Indonesia masih merupakan museum dalam bentuk tradisional .
Konsep new museology masih belum diterapkan di sini . Hal ini terutama
terlihat pada objektif yang masih berorientasi pada objek, berprinsip utama
melindungi objek sehingga apapun yang dianggap kuno dijadikan koleksi tanpa
melihat visi dan misi serta kemampuan museum itu sendiri . Konsep tradisional
ini terutama masih dianut oleh museum-museum pemerintah yang
memperlihatkan "keseragaman" dalam pengelolaannya . Terlihat dari niasih
digunakannya anggaran pemerintah sebagai cumber dana, pendekatan yang
berorientasi kepada objek dan masa lalu, serta tenaga ahli yang lebih
berorientasi kepada keilmuan . Dilihat dart tugas dan fungsinya, museum-
museum ini terlihat "lebih mendalami kegiatan" pengumpulan, dokumentasi,
penelitian, dan konservasi koleksi tanpa adanya proses pemberian makna,
3 In the case of local and regional museums within an easily defined territory . However,
territoriality is not a basic principle for traditional museums (cf . Hausenscild 1988) .
1 03
Jurnal Arkcologi Indonesia, Nomor 4 Juni 2008
sehingga objek men jadi "beku" begitu dipindahkan dari situs dan hanya nienjadi
objek pamcr yang tidak mampu "berkomunikasi" dengan pengunjung .
Sedangkan unsur mediasi belum diterapkan balk untuk pendekatan kepada
publik maupun koleksi .
Namun demikian, saat in] terlihat adanya suatu gejala yang cukup
menggemhirakan, terutania pada museum-museum yang dikelola oleh pihak
swasta . Museum-museum ini sedang berupaya mengembangkan museum
yang mereka kelola dengan prinsip yang herheda dengan museum tradisional .
Palo musem-museum swasta, pengelolaan ditekankan berorientasi kepada
publik, dimana pengunjung diajak untuk menikmati museum sebagai sarana
leisure dan menikmati pengalaman yang hanya dapat diperoleh di museum
lewat berhagai program menarik dan fasilitas yang menyenangkan
pengunjung . Misalnya, staf yang ramah dan siap membantu, guiding yang
menarik, praktek pembuatan laiigsung replika koleksi di museum, peturasan
yang bersih, dll . Sedangkan dalam pendanaannya, museum swasta bersumber
dari herbagai sektor, antara lain dari penjualan tiket, souvenir, pernanfaatan
museum dan koleksinya untuk keperluan promosi, film, dan media lainnya .
Seiring dengan kemajuan zarnan
dan meningkatnya kebutuhan akan
informasi, saat ini ada beberapa mu-
seum pemerintah yang sedang
mernhuat langkah besar dalam
pengelolaannya . Walaupun belum
secara eksplisit tergambarkan, namun
indikasi ke arah diterapkannya konsep
new museology mulai terlihat .
Perubahan ini terlihat dari mulai
Derma 'a Milan Onrust Abad 18 Masehi
disusunnya program-program
1 04
7uinun .Irkeologi Onrust: Aluseun Sinus l3erkonsep Ac'x Aluscologv9
proses Inl .
Taman Arkeologi Onrust merupakan unit pelaksana teknis Dinas
Kcbuda,aan dan Permuseuman Provinsi DKI Jakarta yang dibentuk tahun
2002 . Dj usianya yang much jni Taman Arkeologi Onrust sedang giat berbenah
din icvvat berbagai program mcmjijki orientasi herbeda dengan museum-
museum pentcrjntah Iajnnya . Oleh karena jtulah adalah suatu hal yang
ntenarik untuk mengetaIiuj apakah Taman Arkeologi Onrust menerapkan
konsep new museologv dalam pembentukan dirinya sebagaj sebuah mu-
scum scjarah terhuka (open air site museum)' .
4 Dal am laporan I('OM yang diterhitkan tahun 1982 herjudul Archaeological Site Mu-
seum . Site museum didchnisikan scbagai 'is a museum conceived and set up in order to
protect natural or cultural properts, moscahle or immovcahle, on its original site, that is,
preserved at the place There such property has been created or discoscred' . 'Site
museum' dap at dIhedakan nacnjadi 4 kategori . yaitu, ecological, ethnographical . histori-
cal dan archaeological (ci.. I ludson 1987 : 144) .
1 05
Jurnal Arkeologi Indonesia, Nornor 4 Juni 2008
1 06
biman .-lrkeologi Onrust :ltuseuni Situs Berkonsep New Iluseologv)
1 07
Jurnal Arkeologi Indonesia, Nomor 4 Juni 2008
tahun 1856 sarana pelabuhan ditambah lagi dengan sebuah dok terapung
gang menurngkinkan perbaikan kapal di laut . Dari gambaran tersebut dapat
dikatakan pulau Onrust merupakan pelabuhan yang cukup penting selain
pelabuhan di Surabaya (Broeze 1979 : 5) .
Peran pulau Onrust mulai tergantikan dengan dibangunnya pelabuhan
Tanjung Priok di Batavia tahun 1774 karena VOC membutuhkan pelabuhan
yang lebih balk dan lebih aman daripada di pulau Onrust (Bruce 1810 : 188) .
Kondisi di pulau Onrust jugs semakin memburuk dan tidak lagi nyaman untuk
dijadikan tempat tinggal karena udara panas, kekurangan air bersih, kondisi
kesehatan dan kebersihan yang semakin buruk . Maka pada tahun 1883
pelabuhan pulau itu dipindahkan ke Tanjung Priok yang lebih menguntungkan
karena dekat dengan sumber air bersih, persediaan perkapalan dan
merupakan pinto gerbang utama kota Batavia (Topogralischen Dienst 1940 :
36 ; cf. Dharmaputra 1985) .
Pada tahun 1911 pulau Onrust dibangun kembali sebagai karantina orang-
orang yang sakit lepra dan sebagai penjara (Umbgrove 1929 : 17) . tJntuk
keperluan itu didirikan 23 bangunan penjara, 12 barak orang sakit, rurnah
dokter, rumah bidan, beberapa buah gudang, kantor dan sarana pelabuhan
(*bid ., : 163) . Fungsi pulau tersebut bertahan sampai tahun 1939
(Topografischen Dienst 1940 : 37 ; cf. Dharmaputra 1985) dan sejak itu pulau
Onrust kembali ditinggalkan . Pulau in i kemudian dijadikan tempat penawanan
para pemberontak yang terlibat dalam "Peristiwa Kapal Tujuh" (Leven
Provincien) . Pada tahun 1940 pulau Onrust dijadikan sebagai tempat tawanan
warga Jerman, yang pada masa berkuasanya Ilitler jadi musuh Belanda .
Pada masa pendudukan Jepang, Onrust dijadikan pen jara bagi para penjahat
kriminal kelas berat . Setelah kernerdekaan Onrust dimanfaatkan sebagai
Rumah Sakit Karantina bagi penderita penyakit menular dari tahun I960-an
(Dharmaputra 1985 ; Attahiyyat 2000 : 24) . Pada tahun 1960-1965 atas
perintah Bung Karno pulau Onrust digunakan sebagai tempat penampungan
bagi para gelandangan dan pengemis ditampung di Pulau Onrust untuk
meningkatkan citra Jakarta . Pada masa itu, tokoh pemberontak DI/Til,
Maridjan Kartosuwiryo, yang tertangkap di Leles, Garut, setelah dijatuhi
hukuman mati juga ditembak di Pulau Onrust . Menurut Bung Karno seperti
diceritakannva pada penulis Solichin Salam, sebelum menjatuhi hukuman
itu, dia terlebih dahulu shalat meminta petunjuk Allah . Sejumlah tokoh Liga
Demokrasi seperti Haji Princen dkk yang menentang Demokrasi Terpimpin
1 08
Taman Arkeologi Onrust : Museum Situs Berkonsep New .Lfuseologv?
Bung Karno juga pernah diasingkan di pulau ini (Shahab 2005) . Pada tahun
1968 terjadi pembongkaran dan pengambilan material bangunan-bangunan
di Pulau Onrust secara besar-besaran oleh penduduk atas izin kepolisian
setempat yang mengakibatkan sebagian besar bangunan tersebut rata dengan
tanah (Attahiyyat 2000 : 24) .
1 09
Jurnal At keologi hidanesia, Namar 4 Juni 2008
haji
a . Penja a
h . Kantor registrasi haji yang kini
difungsikan sebagai mess
karyawan atau tame
c . Bak penampungan air bersih
yang dihangun tahun 1930-an
d . Dermaga ha ."
e . Mcnara keker ahad 20 Masehi Kantor Re,g i.cuzi .ci llaji I'' Onrasl
1 10
ekskavasi penelitian yang telah dila-
kukan di Pulau Onrust dalam kurun
waktu tahun 1979- 1990 oleh Dinas
Museum dan Sejarah DKI Jakarta
(DMS) serta instansi terkait lain ,
seperti Seksi Permuseuman Sejarah '~
2
Kebijakan (Policy)
Sebelum menjadi Taman Arkeologi, Dinas Museum dan Sejarah DKI
Jakarta dengan berdasarkan penggalian-penggalian dan penyelidikan
merencanakan akan membuat taman arkeologis di pulau tersebut . Objektif
Taman Arkeologis ini adalah Onrust akan dikembangkan menjadi museum
historis udara terbuka, dimana pengunjung bisa mendapatkan gambaran
tentang masa silam pulau itu . Kemudian setelah ditetapkan sebagai Taman
Arkeologi Onrusttall un 2002, objektivitas taman arkeologi ini sedikit bergeser,
seperti yang dikemukakan oleh Kepala Taman Arkeologi Onrust, Drs . Taufik
Ahmad . Dikatakan bahwa visi Taman Arkeologi Onrust adalah menjadikan
Taman Arkeologi Onrust sebagai tujuan kunjungan wisata edukasi yang
menarik dan atraktif. Sedangkan misinya adalah tugas dari TAO yang telah
dijabarkan di atas . Objektivitas dari TAO adalah sebuah museum di tengah
taut, berupa museum arkeologi, dengan konsep pelestariannya sendiri harus
memasukan bussiness plan di dalamnya untuk tujuan ekonomis . Hal ini secara
lebih eksplisit dijelaskan bahwa dengan memasukan unsur menarik dan
atraktif maka akan timbal unsur hiburan yang bersifat edukatif . Sedangkan
tujuan ekonomis dijelaskan bahwa semakin menariknya Onrust
11 1
Jiunul A rkeolo,', Indunesiu, N(mlur-1 Jwti _'OOR
1 12
Pulau Onrust, Sakit, Cipir, dan Kelor.
Keempat pulau ini merupakan pulau-
pulau yang digunakan oleh Belanda
sebagai basis pertahanan dalam menjajah
nusantara . Dalam program ini
pengunjung tidak saja mendapatkan
informasi terkait sejarah pulau Onrust
tapi juga informasi terkait pulau-pulau di Rancangan Kaa •asan Wi .sata Scjarah
sekitarnya dalam sejarah kolonial FmpatDalamSata
Belanda di Indonesia sejak abad 17
Masehi s .d . abad 20 Masehi serta masa-masa sesudah kemerdekaan Indo-
nesia .
1 13
Jurnal .-I i keologi Indonesia, Aomor 4 Juni 2008
1 14
Pulau Onrust, Sakit, Cipir, dan Kelor .
Keempat pulau ini merupakan pulau-
pulau yang digunakan oleh Belanda
sebagai basis pertahanan dalam menjajah
nusantara . Dalam program ini
pengunjung tidak saja mendapatkan
informasi terkait sejarah pulau Onrust
tap] juga informasi terkait pulau-pulau di Rancangan Kawasan Wisata Sejarah
sekitarnya dalarn sejarah kolonial EmpalDalamSanu
Belanda di Indonesia sejak abad 17
Masehi s .d . abad 20 Masehi serta masa-masa sesudah kemerdekaan Indo-
nesia .
1 15
hurrral :Irkeolo,'i Indonesia, Aonior -I lion 2008
Potensi Pemikiran
Pulau Onrust merupakan pulau yang kaya akan data sejarah, ekonomi,
sosial, budaya, politik dan budaya yang belum sepenuhnya tersingkap dan
dapat dimengerti . Untuk dapat mengungkapkannya masih sangat diperlukan
berbagai penelitian mendalam di bidang arkeologi, arsitektur, politik, sosial,
ekonomi dan militer sangat diperlukan untuk keperluan ilmu pengetahuan .
Dengan demikian diharapkan di kemudian hart pengunjungTaman Arkeologi
Onrust dapat mendapat gambaran sepenuhnya tentang latar sejarah dan
apa yang melatari pernikiran orang-orang yang tinggal dan berdiam di pulau
Onrust dart berbagai aspek kehidupannya .
1 16
Tamara Arkeologi Onrust : Museum Situs Be konse p New Museologr?
1 17
Jurnal . I rkeoluc ;i Indonesia, Aomor 4 Juni 2008
1 18
Taman Arkeologi Onrust : Museum Situs Berkonsep New Museology?
1 19
Jurnal Arkcologi buloncsiu, Notnor 4 Juni 2008
penanggulangan seperti yang dilakukan saat ini oleh TAO, yaitu dengan
membuat breakwater atau tanggul pemecah ombak di sekeliling Pulau
On rust .
1 20
Tcunnn Arkeologi Onrust: Museum Situs Berkonsep New Museologv?
12 1
Jurnul At keologi b,donesiu, Nomor 4 Juni 2005
----------------
c . Teknik Pendekatan
Taman Arkeologi Onrust memiliki subjek berupa penyajian sebuah
realitas yang kompleks dari sejarah yang pernah terjadi di masa lain, terutama
pada subjek yang berterna kolonialisme dan pemanfaatan bangunan untuk
berbagai kepentingan oleh pernerintah setelah kemerdekaan Indonesia .
Kesemuanya ini merupakan hal yang sangat bermanfaat dimana Taman
Arkeologi Onrust dapat bertindak sebagai lembaga pendidikan yang
1 22
Taman Arkeologi Onrust : Museum Silus Berkonsep New Museologv?
1 23
J1nna1 Arkeologi lnclonesia, Nomor-1 Juni 2008
I I
c . Teknik Pendekatan
Taman Arkeologi Onrust memiliki subjek berupa penyajian sehuah
realitas yang kompleks dari sejarah yang pernah terjadi di masa lain, terutama
pada subjek yang bertema kolonialisme dan pemanfaatan bangunan untuk
berhagai kepentingan oleh pemerintah setelah kcmerdekaan Indonesia .
Kesemuanya ini merupakan hal yang sangat bermanfaat dirnana Taman
Arkeologi Onrust dapat bertindak sebagai lembaga pendidikan yang
1 24
Tamcon .-Irkcologi Onrust : Museum Situs Berkonsep New Muscologv'
1 25
Tahel 2 . Skenra Representa .si Museum hentuk harms cang ideal dam hen ink h u.seun tradisional nsenurut
Hauenschild dihandingkan dengan skenut representa .si Tanuas Arkeologi Onru .st
Penutup
Konsep new museology di Indonesia memang belum sepenuhnya
diterapkan pada museum-museum di Indonesia . Taman Arkeologi Onrust,
merupakan salah satu contoh museum sejarah terbuka (open air site mu-
seum) yang dalam pandangan penulis memiliki potensi untuk menjadi sebuah
museum dengan konsep new museology . Banyak hal yang dapat dilakukan
untuk mengembangkan museum ini, antara lain
1 . Saat in i masih sangat sedikit orang yang tahu tentang pulau Onrust dan
taman arkeologi yang ada di dalamnya . Orang lebih mengenal Onrust
sebagai arena olah raga memancing yang potensial . Oleh karena itulah
harus dilakukan promosi yang Iebih intens guna memasarkan dan
mengenalkan Taman Arkeologi Onrust sebagai Taman Wisata Bersejarah
Terbuka (open site museum) yang harus dikunjungi .
2 . Membuat program-program yang bersifat rekonstruksi informasi yang
dilaksanakan secara berkala, sehingga kegiatan wisata sejarah di Pulau
Onrust dan sekitarnya dapat terus berlangsung . Dengan demikian
keberadaan Taman Arkeologi Onrust sebagai lembaga pendidikan dapat
terus dijaga dan masyarakat sekitarnya akan mendapat manfaat dari
adanya museum situs terbuka ini .
3 . Pelatihan dan Pelatihan untuk para pemandu di Taman Arkeologi Onrust .
Berdasarkan pengamatan penulis pada saat acara Bimbingan dan
Pengenalan Taman Arkeologi Onrust pada Siswa/siswi SMK dan SMA
se DKI Jakarta pada tanggal 4 November 2007 Ialu, terlihat belum adanya
standar di antara mereka . Antara lain terlihat dari diberikannya uraian
informasi sejarah yang tidak tepat kepada para siswa, namun karena
diberikan dengan cara dan gaya yang menarik para siswa sepertinya
tidak ambil perduli akan hal tersebut . Di lain pihak, beberapa pemandu
terlihat mampu memberi informasi yang akurat clan jelas, namun karena
disampaikan dengan gaya yang tidak terlalu menarik maka para siswa
terlihat tidak menaruh perhatian dan memilih untuk berkeliling sendiri .
Hal-hal seperti ini Iah menjadikan dasar bahwa pendidikan dan pelatihan
para pemandu, agar dengan cara dan gaya menarik dapat mengikat
perhatian pengunjung . Dengan demikian informasi yang disampaikan akan
tetap diingat dan dijadikan bahan pembelajaran bagi pengunjung .
4 . Menerapkan konsep pembiayaan yang tidak sepenuhnya tergantung pada
anggaran pemerintah daerah . Antara lain dapat diperoleh dari penjualan
1 27
Jionnal Arkeologi Indonesia, Nomor 4 Jrmti 2008
1 28
Minim Arkeolo,gi Onrust : Mu .cemn Sinus Berkonsep New Museologv :'
1 29
Jurnal . trkrulogi Indonesia, Nonwr 4 Jnni 200
Daftar Pustaka
Attahivvat, Chandrian
2000 Onrust . Jakarta : Dinas Museum dan Pemugaran Provinsi DKI Jakarta
Broeze, F.J . A
1974 "Java Shipping 1820-1850 : A Preliminary Survey"' makalah Konferensi
Internasional mengenai Sejarah Asia ke-6, lkatan Internasional Ahli Sejarah
Asia Tenggara, Jogyakarta, Agustus 26-30)
Dharmaputra, Geofano
1985 Ban(unan, Pemukiman, dan Penduduk di Pulau Onrust Tahun 1803
dan 1864 : Sebuah Kajian Hipotetis . Skripsi . Depok : FSUI
Da,,, cc .
1975 The Policy and Administration of the Dutch in Java . Kuala Lumpur :
Oxford Asia
Dinas Kebudayaan dan Permuseuman Provinsi DKI Jakarta
2003 Itimpunan Peraturan I'entang Seni Budaya dan Permuseuman di
Pros insi DKI Jakarta . ,lakarta : Dinas Kebuda,,aan dan Permuseuman Provinsi
DKI Jakarta
Gar,, Edson and David Dean
Irk The I land Book for Museum . Frome, Somerset : Butler & "Tanner Ltd .
Hauenschild . Andrea
1988 Claims and Reality of New Museology : Case Studies in Canada, The
United States and Mexico . Paris : ICOM
Heuken . A .S .J .
1980 Historical Sites in Jakarta . Jakarta : Cipta Loka Caraka
Hudson, Kenneth
1987 Museum of Influence . British : Cambridge University Press
Krisprihartini Setiowati
1994 Benteng Onrust : Kajian Benteng Berdasarkan Data Artefaktual
den-an Data Piktorial . Skripsi . Depok : FSUI
Mensch, Peter van
1 9 92 Towards a methodology of museology . Tesis PhD . Zagreb : University of
Zagreb
Nanggapati, W.
1979 "Sejarah Pulau Onrust", dalam Laporan Perjalanan Pulau Onrust 1979 : 6-16 .
Jakarta : Dinas Museum dan Sejarah DKI Jakarta .
Rukendi, Cecep
2006 "Potensi Indonesia dalam Peta Persaingan Pariwisata ASEAN :
Komparasi dengan Malaysia, Thailand, dan Singapura", dalam Jurnal
Kepariwisataan Indonesia, Vol . 1, No . 3, September. Jakarta : Litbang
1 30
Taman Arkeologi Onrust : Museum Situs Berkonsep New Museologv?
131
Jurnal Arkeologi Indonesia, Nomor 4 Juni 2008
Lampiran
Gambar 1 . Denah Tata Pamer saat ini
1 32
Taman Arkeologi Onrust : Museum Situs Berkonsep New A-luseologv?
Keterangan Gambar
RP I RUANG PAMER I
RP If RUANG PAMER 11
1 33
Jurnal Arkeologi Indonesia, Nomor 4 Juni 2008
1104 *
1 34
Tamara Arkeologi On rust: Museum Sithis Berkonsep New Museologe?
C)
1 35
k I :