Zaman Praaksara
Kelompok 4 X-IPA
Disusun oleh:
1. Afrizal
2. M. Rivan
3. Nelza Fitri
4. Sri Nadila
SMA KP MARGAHAYU
Kata Pengantar
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa,
karena atas berkat rahmat dan karunia-Nya lah, makalah ini
dapat terselesaikan dengan baik, tepat pada waktunya. Adapun
tujuan penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas
Sejarah Indonesia di tahun ajaran 2022, dengan judul
“PERKEMBANGAN TEKNOLOGI PADA ZAMAN PRA
AKSARA”. Dengan membuat tugas ini diharapkan mampu untuk
lebih mengenal tentang manusia purba di Indonesia.
Penulis menyadari, sebagai seorang pelajar yang masih dalam
proses pembelajaran, penulisan makalah ini masih banyak
kekurangannya. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan
adanya kritik dan saran yang bersifat positif, guna penulisan
makalah yang lebih baik lagi di masa yang akan datang.
Harapan penulis, semoga makalah yang sederhana ini, dapat
memberi manfaat tersendiri bagi teman-teman.
Bandung, 2022
Penyusun
Daftar Isi
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
2. Rumusan Masalah
3. Tujuan
BAB II
PEMBAHASAN
1. Antara Batu dan Tulang
2. Antara Pantai dan Gua
3. Mengenal Api
4. Sebuah Revolusi
5. Konsep Ruang pada Hunian
BAB III
PENUTUP
1. Kesimpulan
2. Saran
DAFTAR PUSAKA
BAB I PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Jika anda berpikir bahwa teknologi hanya ada pada zaman sekarang itu
“Salah Besar”. Jika anda mempelajari ilmu sejarah dan ilmu
pengetahuan alam, anda mungkin akan menemukan bahwa nenek
moyang kita pun sudah mempunyai teknologi tersendiri, meski tak
secanggih sekarang.
Sekalipun belum mengenal tulisan manusia purba sudah
mengembangkan kebudayaan dan teknologi. Teknologi waktu itu
bermula dari teknologi bebatuan yang digunakan sebagai alat untuk
memenuhi kebutuhan. Dalam praktiknya peralatan atau teknologi
bebatuan tersebut dapat berfungsi serba guna. Pada tahap paling awal
alat yang digunakan masih bersifat kebetulan dan seadanya serta bersifat
trial error. Mula-mula mereka hanya menggunakan benda benda dari
alam terutama batu.
Teknologi bebatuan pada zaman ini berkembang dalam kurun waktu
yang begitu panjang. Oleh karena itu, para ahli kemudian membagi
kebudayaan zaman batu di era pra aksara ini menjadi beberapa zaman
atau tahap perkembangan kebudayaan terbagi menjadi 3 yaitu,
Paleolitikum, Mesolitikum, dan Neolitikum.
2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan beberapa
permasalahan yang akan dibahas adalah sebagai berikut:
a) Apa yang dimaksud dengan perkembangan teknologi pada zaman pra
aksara?
b) Kebudayaan apa saja yang ada pada zaman pra aksara?
c) Bagaimanakah proses penemuan api pada zaman pra aksara?
3. Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah di atas, makalah ini bertujuan
sebagai berikut:
a) Untuk mengetahui perkembangan teknologi pada zaman pra
aksara
b) Untuk mengetahui kebudayaan yang ada pada zaman pra
aksara
c) Untuk mengetahui proses penemuan api pada zaman pra
aksara
BAB II PEMBAHASAN
1. Antara Batu dan Tulang
Peralatan yang pada awalnya digunakan manusia purba adalah alat-alat
dari batu yang seadanya dan juga dari tulang. Peralatan ini berkembang
pada zaman paleolitikum atau zaman batu tua. Zaman batu tua ini
bertepatan dengan zaman Neozoikum terutama pada akhir zaman tersier
dan awal zaman quartair.
Zaman ini berlangsung sekitar 600.000 tahun yang lalu. Zaman yang
sangat penting karena terkait dengan munculnya jenis manusia purba.
Zaman ini dikatakan zaman batu tua karena hasil kebudayaan tersebut
terbuat dari batu yang relatif masih sederhana dan kasar. Kebudayaan
zaman paleolitikum ini secara umum terbagi menjadi kebudayaan
Pacitan dan kebudayaan Ngandong.
a. Kebudayaan Pacitan
Kebudayaan ini berkembang di daerah Pacitan-Jawa Timur.
Beberapa alat yang terbuat dari batu ditemukan di daerah ini.
Von Koenigswald dalam penelitiannya tahun 1935 menemukan
beberapa hasil teknologi bebatuan atau alat-alat dari batu di
sungai Baksoka dekat Punung. Alat batu itu masih kasar dan
bentuk ujungnya masih runcing tergantung kegunaannya. Alat
batu ini sering disebut dengan sebutan kapak genggam atau kapak
perimbas. Kapak ini digunakan untuk menusuk binatang atau
menggali tanah saat mencari jenis umbi-umbian. Di samping
kapak perimbas, di Pacitan juga ditemukan alat yang disebut
dengan chopper sebagai alat penetak, dan juga ditemukan alatalat
serpih.Kapak genggam merupakan sejenis kapak yang terbuat
dari batu namun tidak bertangkai, digunakan untuk memukul
bahan makanan atau melempar hewan buruan, atau bisa juga
untuk mengorek tanah untuk mencari umbi-umbian. Alat serpih
merupakan alat yang terbuat dari batu pipih yang diasah dan
berukuran lebih kecil dari kapak genggam berfungsi sebagai alat
untuk penusuk atau pisau. Alat-alat yang terbuat dari tulang dan
kayu digunakan untuk berburu atau bisa juga untuk menangkap
ikan. Alat-alat tersebut oleh Koeningswald digolongkan sebagai
alat “paleolitik” yang bercorak chellean yaitu suatu tradisi yang
berkembang pada tingkat awal paleolitik di Eropa. Pendapat
Koenigswald ini kemudian dianggap kurang tepat setelah Movius
berhasil menyatakan temuan di Punung itu sebagai salah satu
corak perkembangan kapak perimbas di Asia Timur. Tradisi
Kapak perimbas yang ditemukan di Punung itu kemudian dikenal
dengan sebutan Budaya Pacitan. Budaya ini dikenal sebagai
tingkat perkembangan budaya batu awal di Indonesia. Kapak
perimbas itu tersebar di wilayah Sumatera Selatan, Kalimantan
Timur, Sulawesi Selatan, Bali, Flores dan Timor. Daerah
Punung adalah daerah yang paling banyak ditemukan kapak
perimbas dan hingga saat ini merupakan tempat penemuan
terpenting di Indonesia. Pendapat ahli condong kepada jenis
manusia pithecanthropus atau keturunan-keturunannya
sebagai pencipta budaya
Pacitan. Pendapat ini sesuai dengan pendapat tentang umur
budaya Pacitan yang diperkirakan dari tingkat akhir Pleistosen
tengah atau awal permulaan Pleistosen akhir.
b. Kebudayaan Ngandong
Kebudayaan Ngandong berkembang di daerah Ngandong. Di
daerah ini banyak ditemukan alat-alat dari batu dan juga
alatalat dari tulang. Alat-alat dari tulang ini berasal dari tulang
binatang dan tanduk rusa yang diperkirakan digunakan
sebagai belati. Ditemukan juga alat-alat bergerigi. Di Sangiran
ditemukan alat-alat dari batu yang bentuknya seperti kalsedon.
Sebaran artefak dan peralatan paleolitik cukup luas sejak dari
daerah-daerah di Sumatra, Kalimantan, Sulawesi, Bali, Nusa
Tenggara Timur, Nusa Tenggara Barat, dan Halmahera
a. Kebudayaan kjokkenmoddinger
Kjokkenmoddinger merupakan istilah yang berasal dari
bahasa Denmark. Kjokken berarti dapur dan modding
artinya sampah sehingga kjokkenmoddinger berarti
sampah dapur. Dalam hubungannya dengan budaya
manusia, kjokkenmoddinger merupakan tumpukan
timbunan kulit siput dan kerang yang menggunung di
sepanjang pantai Sumatra. Adanya kjokkenmoddinger
ini tentu memberi informasi bahwa manusia purba
zaman mesolitikum umumnya bertempat tinggal di tepi
pantai. Von Stein C pada tahun 1925 melakukan
penelitian di bukit kerang dan menemukan jenis kapak
genggam. Yang berbeda dengan kapak genggam zaman
paleolitikum. Kapak genggam yang ditemukan di bukit
kerang pantai Sumatra timur ini diberi nama Kapak
Sumatra.
3. Mengenal Api
Bagi kehidupan manusia, api menjadi faktor penting dalam kehidupan.
Sebelum ditemukan teknologi listrik, aktivitas manusia sehari-hari
hamper dapat dipastikan tidak dapat terlepas dari api untuk memasak.
Bagi manusia purba, proses penemuan api merupakan bentuk inovasi
yang penting. Berdasarkan data arkeologi, penemuan api terjadi pada
400.000 tahun yang lalu. Penemuan pada periode manusia homo erectus.
Api digunakan untuk menghangatkan badan dari cuaca dingin.
Teknologi api dapat dimanfaatkan manusia untuk berbagai hal. Di
samping itu, penemuan api juga memperkenalkan manusia pada
teknologi memasak makanan yaitu memasak dengan cara membakar dan
menggunakan bumbu dengan ramuan tertentu. Manusia juga
menggunakan api sebagai senjata.
Api digunakan untuk menghalau binatang buas yang menyerang. Api
juga digunakan sebagai sumber penerangan. Melalui api, manusia juga
bisa membuka lahan dengan cara membakar hutan.
Pada mulanya pembuatan api dilakukan dengan cara membenturkan
dan menggosokkan benda halus yang mudah terbakar dengan benda
padat lain. Sebuah batu yang keras, misalnya batu api jika dibenturkan
ke batu yang keras lainnya akan menghasilkan percikan api.
Pembuatan api juga dapat dilakukan dengan menggosok suatu benda
terhadap benda yang lain baik secara berputar, berulang, atau
bolakbalik. Sepotong kayu keras misalnya jika digosokkan pada kayu
lainnya akan menghasilkan panas karena gesekan tersebut kemudian
memunculkan api.
Beberapa penelitian arkeologi di Indonesia sampai saat ini belum
menemukan sisa pembakaran dari periode tersebut. Namun bukan
berarti manusia purba belum mengenal api. Sisa api yang tertua
ditemukan di Tanzania sekitar 1,4 juta tahun yang lalu yaitu berupa
tanah liat kemerahan bersama dengan sisa tulang binatang.
Akan tetapi belum dapat dipastikan apakah manusia purba membuat
api atau mengambilnya dari sumber api alam. Hal yang sama juga
ditemukan di China dimana sisa api berusia sekitar 1 juta tahun yang
lalu. Tapi juga belum bisa dipastikan apakah itu api alam atau buatan
manusia.
4. Sebuah Revolusi
Perkembangan zaman batu yang bisa disebut penting dalam kehidupan
manusia adalah neolitikum atau zaman batu baru. Pada masa neolitikum
juga dapat dikatakan sebagai zaman batu muda karena pada zaman ini
telah terjadi revolusi kebudayaan di mana terjadi perubahan pola hidup
manusia.
Pola hidup food gathering berubah menjadi pola hidup food producing.
Perubahan ini seiring dengan berubahnya jenis pendukung
kebudayaannya. Pada zaman ini telah hidup jenis homo sapiens sebagai
pendukung kebudayaan zaman batu baru.
Mereka mulai mengenal bercocok tanam dan beternak. Sebagai proses
untuk menghasilkan atau memproduksi makanan. Hidup bermasyarakat
dengan bergotong royong mulai dikembangkan. Hasil kebudayaan yang
terkenal di zaman neolitikum ini secara garis besar terbagi menjadi dua
tahap perkembangan