b. Kebudayaan
Ngandong
Kebudayaan Ngandong
berkembang di daerah
Ngandong dan juga
Sidorejo, dekat Ngawi.
Di daerah ini banyak
ditemukan alat-alat
dari batu dan juga alat-
alat dari tulang. Alat-
alat dari tulang ini
berasal dari tulang
binatang dan tanduk
rusa yang diperkirakan
digunakan sebagai
penusuk atau belati.
Selain itu, ditemukan
juga alat-alat seperti
tombak yang bergerigi.
Di Sangiran juga
ditemukan alat-alat
dari batu, bentuknya
indah seperti kalsedon.
Alat-alat ini sering
disebut dengan flake.
Sebaran artefak dan
peralatan paleolitik
cukup luas sejak dari
daerah-daerah di
Sumatra, Kalimantan,
Sulawesi, Bali, Nusa
Tenggara Barat (NTB),
Nusa Tenggara Timur
(NTT), dan
Halmahera.”
Sub bab Bagian 2 Zaman batu terus berkembang Narasi:
memasuki zaman batu madya “Zaman batu terus
Antara Pantai dan Gua atau batu tengah yang dikenal berkembang
zaman Mesolitikum. Hasil memasuki zaman
kebudayaan batu madya ini batu madya atau batu
sudah lebih maju apabila tengah yang dikenal
dibandingkan hasil zaman Mesolitikum.
kebudayaan zaman Hasil kebudayaan
Paleolitikum (batu tua). batu madya ini sudah
Bentuk dan hasil-hasil lebih maju apabila
kebudayaan zaman dibandingkan hasil
Paleolitikum tidak serta merta kebudayaan zaman
punah tetapi mengalami Paleolitikum (batu
penyempurnaan. Bentuk flake tua). Bentuk dan
dan alat-alat dari tulang terus hasil-hasil
mengalami perkembangan. kebudayaan zaman
Secara garis besar Paleolitikum tidak
kebudayaan Mesolitikum ini serta merta punah
terbagi menjadi dua tetapi mengalami
kelompok besar yang ditandai penyempurnaan.
lingkungan tempat tinggal, Bentuk flake dan
yakni di pantai dan di gua. alat-alat dari tulang
terus mengalami
a. Kebudayaan perkembangan.
Kjokkenmoddinger. Secara garis besar
Kjokkenmoddinger istilah kebudayaan
dari bahasa Denmark, Mesolitikum ini
kjokken berarti dapur dan terbagi menjadi dua
modding dapat diartikan kelompok besar yang
sampah (kjokkenmoddinger = ditandai lingkungan
sampah dapur). Dalam tempat tinggal, yakni
kaitannya dengan budaya di pantai dan di gua.
manusia, kjokkenmoddinger
merupakan tumpukan a. Kebudayaan
timbunan kulit siput dan Kjokkenmoddinger.
kerang yang menggunung di Kjokkenmoddinger
sepanjang pantai Sumatra istilah dari bahasa
Timur antara Langsa di Aceh Denmark, kjokken
sampai Medan. Dengan berarti dapur dan
kjokkenmoddinger ini dapat modding dapat
memberi informasi bahwa diartikan sampah
manusia purba zaman (kjokkenmoddinger =
Mesolitikum umumnya sampah dapur).
bertempat tinggal di tepi Dalam kaitannya
pantai. dengan budaya
manusia,
Pada tahun 1925 Von Stein kjokkenmoddinger
Callenfals melakukan merupakan tumpukan
penelitian di bukit kerang itu timbunan kulit siput
dan menemukan jenis kapak dan kerang yang
genggam (chopper) yang menggunung di
berbeda dari chopper yang sepanjang pantai
ada di zaman Paleolitikum. Sumatra Timur
Kapak genggam yang antara Langsa di
ditemukan di bukit kerang di Aceh sampai Medan.
pantai Sumatra Timur ini Dengan
diberi nama pebble atau lebih kjokkenmoddinger
dikenal dengan Kapak ini dapat memberi
Sumatra. Kapak jenis pebble informasi bahwa
ini terbuat dari batu kali yang manusia purba zaman
pecah, sisi luarnya dibiarkan Mesolitikum
begitu saja dan sisi bagian umumnya bertempat
dalam dikerjakan sesuai tinggal di tepi pantai.
dengan keperluannya. Di
samping kapak jenis pebble Pada tahun 1925 Von
juga ditemukan jenis kapak Stein Callenfals
pendek dan jenis batu pipisan melakukan penelitian
(batu-batu alat penggiling). Di di bukit kerang itu
Jawa batu pipisan ini dan menemukan jenis
umumnya untuk menumbuk kapak genggam
dan menghaluskan jamu. (chopper) yang
berbeda dari chopper
b. Kebudayaan Abris Sous yang ada di zaman
Roche Paleolitikum. Kapak
Kebudayaan abris sous roche genggam yang
merupakan hasil kebudayaan ditemukan di bukit
yang ditemukan di gua-gua. kerang di pantai
Hal ini mengindikasikan Sumatra Timur ini
bahwa manusia purba diberi nama pebble
pendukung kebudayaan ini atau lebih dikenal
tinggal di gua-gua. dengan Kapak
Kebudayaan ini pertama kali Sumatra. Kapak jenis
dilakukan penelitian oleh Von pebble ini terbuat
Stein Callenfels di Gua Lawa dari batu kali yang
dekat Sampung, Ponorogo. pecah, sisi luarnya
Penelitian dilakukan tahun dibiarkan begitu saja
1928 sampai 1931. Beberapa dan sisi bagian dalam
hasil teknologi bebatuan yang dikerjakan sesuai
ditemukan misalnya ujung dengan
panah, flakke, batu keperluannya. Di
penggilingan. Juga ditemukan samping kapak jenis
alat-alat dari tulang dan pebble juga
tanduk rusa. Kebudayaan ditemukan jenis
abris sous roche ini banyak kapak pendek dan
ditemukan misalnya di jenis batu pipisan
Besuki, Bojonegoro, juga di (batu-batu alat
daerah Sulawesi Selatan penggiling). Di Jawa
seperti di Lamoncong. batu pipisan ini
umumnya untuk
menumbuk dan
menghaluskan jamu.
b. Kebudayaan
Abris Sous Roche
Kebudayaan abris
sous roche
merupakan hasil
kebudayaan yang
ditemukan di gua-
gua. Hal ini
mengindikasikan
bahwa manusia purba
pendukung
kebudayaan ini
tinggal di gua-gua.
Kebudayaan ini
pertama kali
dilakukan penelitian
oleh Von Stein
Callenfels di Gua
Lawa dekat
Sampung, Ponorogo.
Penelitian dilakukan
tahun 1928 sampai
1931. Beberapa hasil
teknologi bebatuan
yang ditemukan
misalnya ujung
panah, flakke, batu
penggilingan. Juga
ditemukan alat-alat
dari tulang dan
tanduk rusa.
Kebudayaan abris
sous roche ini banyak
ditemukan misalnya
di Besuki,
Bojonegoro, juga di
daerah Sulawesi
Selatan seperti di
Lamoncong.”
Di beberapa situs
yang mengandung
fosil-fosil kayu,
seperti di Kali
Baksoka (Jawa
Timur) dan Kali
Ogan (Sumatra
Selatan) tampak ada
upaya pemanfaatan
fosil untuk bahan
peralatan. Pada saat
lingkungan tidak
menyediakan bahan
yang baik, ada
kecenderungan untuk
memanfaatkan
batuan yang tersedia
di sekitar hunian,
walaupun kualitasnya
kurang baik. Contoh
semacam ini dapat
diamati pada situs
Kedunggamping di
sebelah timur
Pacitan, Cibaganjing
di Cilacap, dan Kali
Kering di Sumba
yang pada umumnya
menggunakan bahan
andesit untuk
peralatan.
c. Perkembangan
Zaman Logam
Mengakhiri zaman
batu masa
Neolitikum maka
dimulailah zaman
logam atau
perundagian. Zaman
logam di Kepulauan
Indonesia berbeda
dengan yang ada di
Eropa. Di Eropa
zaman logam ini
mengalami tiga fase,
zaman tembaga,
perunggu dan besi,
sedangkan di
Kepulauan Indonesia
hanya mengalami
zaman perunggu dan
besi. Beberapa
contoh benda-benda
kebudayaan
perunggu itu antara
lain: kapak corong,
nekara, moko,
berbagai barang
perhiasan. Beberapa
benda hasil
kebudayaan zaman
logam ini juga terkait
dengan praktik
keagamaan misalnya
nekara.”
Sub bab bagian 5 Bentuk arsitektur pada masa Narasi:
pra-aksara dapat dilihat dari “Bentuk arsitektur
Konsep ruang pada hunian tempat hunian manusia pada pada masa pra-aksara
saat itu. Dari pola mata dapat dilihat dari
pencaharian manusia yang tempat hunian
sudah mengenal berburu dan manusia pada saat
melakukan pertanian sederhana itu. Dari pola mata
dengan ladang berpindah pencaharian manusia
memungkinkan adanya pola yang sudah mengenal
pemukiman yang telah berburu dan
menetap. Gambar-gambar melakukan pertanian
dinding goa tidak hanya sederhana dengan
mencerminkan kehidupan ladang berpindah
sehari- hari, tetapi juga memungkinkan
kehidupan spiritual. Cap-cap
adanya pola
tangan dan lukisan di goa yang
pemukiman yang
banyak ditemukan di Papua,
telah menetap.
Maluku, dan Sulawesi Selatan
Gambar-gambar
dikaitkan dengan ritual
dinding goa tidak
penghormatan atau pemujaan
nenek moyang, kesuburan, dan
hanya mencerminkan
inisiasi. Gambar dinding yang
kehidupan sehari-
tertera pada goa-goa hari, tetapi juga
mengambarkan pada jenis kehidupan spiritual.
binatang yang diburu atau Cap-cap tangan dan
binatang yang digunakan untuk lukisan di goa yang
membantu dalam perburuan. banyak ditemukan di
Anjing adalah binatang yang Papua, Maluku, dan
digunakan oleh manusia pra- Sulawesi Selatan
aksara untuk berburu binatang. dikaitkan dengan
ritual penghormatan
Bentuk pola hunian dengan atau pemujaan nenek
menggunakan penadah angin, moyang, kesuburan,
menghasilkan pola menetap dan inisiasi. Gambar
pada manusia masa itu. Pola dinding yang tertera
hunian itu sampai saat ini masih pada goa-goa
digunakan oleh Suku Bangsa mengambarkan pada
Punan yang tersebar di jenis binatang yang
Kalimantan. Bentuk hunian itu diburu atau binatang
merupakan bagian bentuk awal yang digunakan
arsitektur di luar tempat hunian untuk membantu
di goa. Secara sederhana dalam perburuan.
penadah angin merupakan Anjing adalah
suatu konsep tata ruangan yang binatang yang
memberikan secara implisit digunakan oleh
memberikan batas ruang. Pada manusia pra-aksara
kehidupan dengan masyarakat untuk berburu
berburu yang masih sangat binatang.
tergantung pada alam, mereka
lebih mengikut ritme dan Bentuk pola hunian
bentuk geografis alam. Dengan dengan
demikian konsep ruang mereka menggunakan
masih kurang bersifat geometris penadah angin,
teratur. Pola garis lengkung tak menghasilkan pola
teratur seperti aliran sungai, menetap pada
dan pola spiral seperti route manusia masa itu.
yang ditempuh mungkin adalah Pola hunian itu
citra pola ruang utama mereka. sampai saat ini masih
Ruang demikian belum digunakan oleh Suku
mngutamakan arah utama. Bangsa Punan yang
Secara sederhana dapatlah kita
tersebar di
lihat bahwa, pada masa
Kalimantan. Bentuk
praaksara konsep tata ruang,
hunian itu merupakan
atau yang saat ini kita kenal
bagian bentuk awal
dengan arsitektur itu sudah
arsitektur di luar
mereka kenal.
tempat hunian di goa.
Secara sederhana
penadah angin
merupakan suatu
konsep tata ruangan
yang memberikan
secara implisit
memberikan batas
ruang. Pada
kehidupan dengan
masyarakat berburu
yang masih sangat
tergantung pada
alam, mereka lebih
mengikut ritme dan
bentuk geografis
alam. Dengan
demikian konsep
ruang mereka masih
kurang bersifat
geometris teratur.
Pola garis lengkung
tak teratur seperti
aliran sungai, dan
pola spiral seperti
route yang ditempuh
mungkin adalah citra
pola ruang utama
mereka. Ruang
demikian belum
mngutamakan arah
utama. Secara
sederhana dapatlah
kita lihat bahwa,
pada masa praaksara
konsep tata ruang,
atau yang saat ini kita
kenal dengan
arsitektur itu sudah
mereka kenal.”