Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH

Periodisasi Dan Kehidupan Zaman Prasejarah Di Indonesia


Pada Zaman Batu
Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Sejarah Indonesia Purba
Dosen Pembimbing :
Miskawi.M.Pd

Oleh :

1. Ahmad Idam Khalid NIM.208720100101


2. Ahmad Yani NIM.208720100111
3. Ajwar Anastain NIM.208720100131

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SEJARAH

FAKULTAS KEGURUAAN ILMU DAN PENDIDIKAN

UNIVERSITAS PGRI BANYUWANGI

BANYUWANGI
2020
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Zaman Batu adalah periode ketika peralatan manusia secara dominan terbuat dari bahan batu.
Peninggalan alat-alat dari batu bisa dibilang awet, dan bekas-bekas peninggalannya dapat
ditemukan hingga sekarang ini. Namun tidak dipungkiri bahwasanya pada masa ini pula manusia
purba membuat alat-alat dari bahan kayu atau bambu. Namun jejaknya tidak berhasil ditemukan,
karena jenis bahan ini rapuh dan mudah musnah.

Zaman batu tua disebut juga dengan nama Paleolitikum, periode ini merupakan awal dari
berlangsungnya zaman batu atau masa pertama. Seperti yang kita ketahui, zaman batu dibagi
menjadi empat periode, yaitu zaman batu tua (paleolitikum), zaman batu tengah (mesolitikum),
zaman batu muda (neolitikum), dan zaman batu besar (megalitikum).

Pada kesempatan kali ini kita akan membahas secara lengkap dan jelas mengenai pengertian
zaman batu tua (paleolitikum) beserta ciri-cirinya. Pembahasan kali ini sangat menarik, karena
peninggalan zaman batu tua sering kita jumpai di museum-museum dan sering juga dibahas
sewaktu di sekolah, yaitu kapak genggam dan kapak primbas.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka didalam penulisan makalah ini kami akan membahas
tentang:
1. Zaman Batu Tua (Palaeolitikum)
2. Zaman Batu Tengah (Mesolitikum)
3. Zaman Batu Muda (Neolitikum)
4. Zaman Batu Besar (Megalitikum)

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan


Tujuan dan manfaat dari penulisan makalah ini adalah agar kita semua paham dan mengerti
tentang apa dan bagaimana kehidupan pada:
1. Zaman Batu Tua (Palaeolitikum)
2. Zaman Batu Tengah (Mesolitikum)
3. Zaman Batu Muda (Neolitikum)
4. Zaman Batu Besar (Megalitikum)
BAB II
PEMBAHASAN

A. Zaman Batu Tua (Palaeolitikum)

Pengertian Zaman Batu Tua Paleolitikum


Berdasarkan arti katanya, pengertian zaman batu tua atau Paleolitikum adalah zaman yang
memiliki ciri-ciri khas berupa perkembangan alat-alat yang terbuat dari bahan batu. Kata
Paleolitikum berasal dari bahasa Yunani, terdiri dari dua kaya, yaitu palaios artinya purba
dan lithos berarti batu. Zaman ini diperkirakan berlangsung kurang lebih pada 600.000 tahun
yang lalu.

Artinya zaman batu tua terjadi pada masa pleistosen atau diluvium. Alat-alat berbahan batu
yang dibuat masih sangat sederhana dan kasar. Dalam pembuatannya, tidak diasah maupun
dipolis sehingga alat-alat dari bahan batu buatan manusia periode ini masih dibilang secara kasar.
Kemudian jika dilihat dari sudut pandang mata pencahariannya, zaman batu tua disebut
sebagai masa berburu dan meramu makanan tingkat sederhana.

Manusia pendukung zaman paleolitikum adalah Pithecantropus Erectus, Meganthropus


Paleojavanicus, Homo Wajakensis dan Homo Soloensis. Fosil manusia ini berhasil ditemukan di
sepanjang aliran sungai Bengawan Solo. Mereka memiliki kebudayaan Pacitan dan Ngandong.
Kebudayaan Pacitan pada tahun 1935, Von Koenigswald berhasil menemukan alat-alat dari
bahan batu, salahsatunya kapak genggam di daerah Pacitan.

Seperti namanya, kapak ini digunakan dengan cara digenggam dengan tangan. Kapak ini
dikerjakan melalui cara masih sangat kasar. Beberapa pakar menyebutkan alat pada zaman
Paleolithikum dengan nama chopper. Alat ini ditemukan di Lapisan Trinil. Tidak hanya di
Pacitan, alat-alat dari masa Paleolitikum juga ditemukan di daerah Lahat (Sumatera Selatan),
Gombong (Jawa Tengah), dan Sukabumi (Jawa Barat).
1. Jenis Manusia Pada Zaman Batu Tua (Paleolitikum)
Berdasar pada penemuan fosil manusia purba, jenis manusia purba yang hidup pada zaman
Paleolitikum yaitu Pithecanthropus Erectus, Homo Wajakensis, Meganthropus paleojavanicus,
dan Homo Soliensis. Fosil-fosil manusia purba ini berhasil ditemukan di aliran Sungai
Bengawan Solo.
2. Kebudayaan Pada Zaman Batu Tua (Paleolitikum)
Berdasar pada daerah penemuannya maka alat-alat kebudayaan Paleolitikum itu dapat
dikelompokkan menjadi kebudayaan Pacitan dan kebudayaan Ngandong. Kebudayaan Pacitan
salah satunya adalah kapak genggam. Jenis kapak ini berhasil ditemukan di daerah Pacitan pada
tahun 1935 oleh Von Koenigswald.

Kemudian kebudayaan Ngandong ditandai dengan berhasilnya menemukan alat-alat dari tulang,
flakes, ujung tombak bergigi, dan alat penusuk dari tanduk rusa. Peninggalan-peninggalan ini
berhasil di temukan di Ngandong dan Sidoarjo. Kebudayaan ini pula di dukung oleh penemuan
lukisan pada dinding goa seperti lukisan tapak tangan berwarna merah dan lukisan babi hutan di
Goa Leang Pattae, Sulawesi Selatan.

Zaman Paleolitikum ditandai dengan kebudayaan manusia yang masih begitu sederhana.
Beberapa ciri kehidupan manusia pada zaman Paleolitikum, yaitu:

1. Hidup berpindah-pindah atau disebut Nomaden.


2. Berburu atau Food Gathering.
3. Dan menangkap ikan.

Alat-Alat Zaman Batu Tua (Paleolitikum)


Pada zaman ini alat-alat terbuat dari batu yang masih tetap kasar dan belum pula dihaluskan.
Contoh alat-alat tersebut meliputi :
1. Kapak Genggam

Kapak genggam disebut juga dengan istilah "chopper". Kapak ini banyak ditemukan di daerah
Pacitan, Jawa Timur. Dinamakan kapak genggam karena jenis kapak ini tidak mempunyai
tangkai dan cara penggunaannya di genggam. Fungsi kapak genggam yaitu untuk menggali
umbi-umbian, menguliti binatang dan memotong sesuatu.
2. Kapak Primbas

Kapak ini memiliki fungsi sebagai senjata. Selain itu, kapak juga digunakan untuk merimbas
kayu dan memahat tulang. Jenis kapak ini ditemukan di Sukabumi (Jabar), Gombong (Jateng)
dan Lahat (Sumsel).

3. Alat-alat dari Tulang Binatang dan Tanduk Rusa

Selain dari bahan batu, peninggalan zaman batu tua atau paleolitikum lainnya yaitu dari bahan
tulang binatang. Jenis peninggalan ini termasuk ke dalam kebudayaan Ngandong. Contohnya
seperti digunakan untuk ujung tombak, dan alat penusuk.

4. Flakes

Flakes adalah alat-alat berukuran kecil yang dibuat dari bahan batu Chalcedon. Flakes biasanya
digunakan untuk mengupas makanan, berburu, menangkap ikan atau mengumpulkan umbi-
umbian. Flakes termasuk dari kebudayaan Ngandong
B. Zaman Batu Tengah (Mesolitikum)

Secara bahasa, mesolitikum mempunyai arti batu tengah “Bahasa Yunani: mesos “tengah”,
lithos batu”. Zaman Mesolitikum sendiri ialah zaman batu madya atau tengah. Lalu, kenapa
diartikan dengan kata tengah?
Hal itu disebabkan, zaman ini terjadi bersamaan dengan masa holosen yang terjadi sekitar
10.000 tahun silam. Di zaman inilah manusia dipercaya maish menggunakan batu untuk
peralatan sehari-hari.

Faktor Perkembangan Budaya


 Keadaan alamnya relatif stabil, sehingga manusia di zaman ini dapat hidup dengan lebih tenang,
sehingga dengan hal itu mereka dapat mengembangkan kebudayaan dengan lebih nyaman.
 Adapaun manusia pendung di Zaman Mesolitikum yakni homo sapiens lebih cerdas dari
pendahulunya.

Ciri-ciri Zaman Mesolitikum


Adapaun ciri yang menunjukan Zaman Mesolitikum, diantaranya yaitu:
 Hidup menetap, sebab telah memiliki tempat tinggal yang resmi seperti gua dan pantai.
 Memiliki kemampuan bercocok tanam meski teknik yang digunakan masih sangat sederhana.
 Sudah mengenal atau bisa membuat kerajian gerabah.
 Masih menerapkan sistem food gathering atau mengumpulkan makanan.
 Alat yang digunakan hampir sama dengan zaman palaeolithikum, yakni alat yang terbuat dari
bahan batu dan teksturnya masih kasar.
 Adanya sampah dapur yang disebut dengan kjoken mondinger.
Kebudayaan Zaman Mesolitikum
Peradaban Abris Sous Roche “Abris = Tinggal, Sous = Dalam, Roche = Gua”
Perdaban ini dimana manusia telah tinggal disuatu gua yang dapat kita jumpai pada kebudayaan
sampung bone di gua lawa, dekat sampung ponorogo, Jawa Timur.
Beberapa temuan di lamoncong, sulawesi selatan tahun 1928-1931 oleh van Stein Callenfels
seperti:
 tulang manusia jenis Papua Melanesoid
 flakes
 alat-alat dari tulang
 tanduk juga semakin memperkuat adanya kebudayaan ini.
Hal ini juga didukung dengan temuan lukisan berupa cap tangan dan juga binatang di gua raha,
pulau muna, sulawesio tenggara serta danau sentani papua.

Tinggal di tepi pantai


Selain di dalam gua, manusia di Zaman Mesolitikum juga tinggal di sepanjang pantai dengan
mendirikan rumah panggung sederhana.
Hal ini juga menghasilkan berbagai tumpukan sampah yang berasal dari kulit siput dan kerang
yang tertampung tepat di bawah rumah. Sampah tersebut disebut sebagai kjokken moddinger
(kjokken = dapur, moddinger = sampah).
Temuan sampah dapur ini banyak terdapat di daerah pantai timur Sumatra antara Langsa sampai
Medan.

Peninggalan Berupa Kapak Sumatra


Kapak Sumatra ini sama dengan kapak yang ditemukan di Pegunungan Bacson dan daerah
Hoabinh, Tonkin, Yunan Selatan.
Sehingga para ahli menyimpulkan bahwa di Tonkin terdapat pusat kebudayaan pra-aksara Asia
Tenggara yang selanjutnya diberi nama dengan Kebudayaan Bacson-Hoabinh.

Kepercayaan Zaman Mesolitikum


Sistem kepercayaan yang dianut pada Zaman Mesolitikum yakni animisme dan dinamisme.
Bukti adanya kepercayaan animisme dan dinamisme ini terdapat pada lukisan di Goa
Leang-Leang, Sulawesi dengan gambar telapak tangan wanita serta gambar hewan yang
diyakini bisa mengusir roh jahat.
Kehidupan Zaman Mesolitikum
Tentunya pada Zaman Mesolitikum, manusianya lebih cerdas jika dibandingkan dengan para
pendahulunya. Mereka telah hidup menetap di dalam gua. Dan pantai serta telah memahami cara
bercocok tanam meski teknik yang digunakan masih sangat sederhana.
Karena mereka memilih goa dan pantai sebagai tempat tinggal, maka banyak pula penemuan
kebudayaan pada zaman itu di dalamnya.
Zaman Mesolitikum juga masih menggunakan peralatan yang terbuat dari tulang dan tanduk
sebagai peralatan sehari-hari untuk mengumpulkan makanan.
Manusia zaman ini telah memiliki kemampuan dalam hal membuat gerabah dari bahan tanah liat.
Benda pada Zaman Mesolitikum yang pernah ditemukan diantaranya yaitu:
 kapak genggam sumatra (sumatralith pebble culture)
 flake (flakes culture) di daerah toala
 alat dari bahan tulang (bone culture) di sampung.

Peninggalan dari zaman ini banyak ditemukan di pulau sumatra, pulau jawa, pulau bali, dan nusa
tenggara bagian timur.
Tak hanya itu, manusia di zaman ini juga mempunyai kecerdasan yang lebih dari para
pendahulunya yaitu zaman paleolitikum.
Dengan tatanan sosial yang lebih rapih, tenang, tertata. Serta maju pada waktu itu menjadi bukti
Zaman Mesolitikum ini lebih maju atau baik.

Manusia Pendukung Zaman Mesolitikum


Adapaun manusia pendukung zaman mesolitikum yakni bangsa melanosoid. Bangsa
tersebut seperti nenek moyang orang Sakai, Aeta, Aborigin serta Papua.

Alat pada Zaman Mesolitikum


Beberapa alat yang digunakan pada Zaman Mesolitikum, diantaranya seperti:
Pebble Sumatra (kapak genggam sumatra)
Kapak genggam sumatra atau yang dikenal juga sebagai Pebble Sumatra ditemukan oleh
PV VAN Stein Callenfels di tahun 1925 saat ia sedang melakukan penelitian di bukit
kerang.
Bahan dari pembuatan kapak ini yaitu berupa batu kali yang dipecah-pecah.
Hachecourt (kapak pendek)
Kapak pendek atau hachecourt juga ditemukan oleh PV VAN Stein Callenfelsdi bukit
kerang. Namun bentuk dari kapak ini tidaklah sama, sesuai dengan namanya, ukuran dari
kapak ini lebih pendek dari kapak sebelumnya. Sehingga dinamakan Hachecourt.

Pipisan
Pipisan merupakan batu penggiling lengkap dengan landasannya. Tak hanya digunakan
sebagai penggiling makanan, alat ini juga difungsikan untuk menghaluskan cat merah yang
berasal dari tanah merah.

Peninggalan
Adapaun peninggalan pada Zaman Mesolitikum, diantaranya sebagai berikut:
Abis sous roche
Abis sous roche merupakan goa yang menjadi tempat tinggal atau rumah manusia pada
zaman mesolitikum kala itu.
Abis sous roche pertama kali ditemukan di goa Lawa oleh Dr. Van Stein Callenfels ada
tahun 1928-1931.

Kjokkenmoddinger (sampah dapur)


Kjokkenmoddinger merupakan istilah yang berasal dari bahasa Denmark yakni kjokken
(dapur) serta modding (sampah).
Kjokkenmoddinger sendiri merupakan fosil yang berupa tumpukan dari kulit kerang dan
siput yang tingginya mencapai ± 7 meter.
Adanya penemuan ini juga memperkuat bahwa manusia pada zaman ini telah hidup
menetap, sebab kebanyakan dari fosil ini ditemukan disepanjang tepi patai timur Sumatera,
antar daerah Medan sampai Langsa.
dr. P.v. Van stein callenfels ditahun 1925 melakukan penelitian untuk kjokkenmoddinger.
Lalu ia menemukan kapak genggam yang berbeda dengan zaman paleolitikum.

Kebudayaan Tulang dari Sampung (Sampung Bone Culture)


Sebagian besar temuan dari zaman ini berupa tulang, sehingga para ahli arkeolog
menyebutnya sebagai sampung bone culture.
Kebudayaan Bacson-Hoabinh
Bacson hoabinh adalah kebudayaan yang ditemukan di dalam bukit kerang serta gua yang
berada di Indo-china, sumatera timur, serta melaka.
Disini juga ditemukan alat lain seperti batu giling.
Cukup unik dibanding dengan yang lain. Jika ada seseorang yang meninggal, peninggalan
yang satu ini akan memposisikan mayat dengan kondisi berjongkok. Serta mencatnya
dengan warna merah.
Konon hal itu “agar mengembalikan hayat bagi mereka yang masih hidup”.

Kebudayaan Toala
Sebagian besar dari kebudayaan Toala membuat alat yang berasal dari bahan batu dengan
bentuk menyerupai batu api berasal dari eropa. Sebagai contoh: kaleson, jaspis, obsidian
dan kapur.
Berbeda dengan bacson hoabinh, penemuan ini akan menguburkan orang yang meninggal
di dalam gua dan pada saat tulang mayat telah mengering akan diambil kembali. Dan
diberikan kepada keluarganya sebagai bentuk kenang-kenangan.
Pada umumnya, kaum perempuan pada masa itu akan menggunakan tulang tersebut
sebagai kalung.
Zaman Mesolitikum ini telah mengalami banyak kemajuan dalam bidang kebudayaan.
Manusia di zaman ini telah mempunyai tempat tinggal semi permanen, mengenal cara
bercocok tanam. Hingga mempunyai kemampuan untuk membuat kerajinan dari gerabah.
Hal tersebut tentu saja sebagai bukti bahwa manusia pada Zaman Mesolitikum mengalami
perkembangan dan mulai berinovasi.

C. Zaman Batu Muda (Neolitikum)


Sekitar tahun 1.500 merupakan zaman Neolitikum dan perubahan dalam kehidupan manusia
pada saat itu sudah mengalami perkembangan dari zaman sebelumnya. Mereka telah memulai
kehidupan dengan menetap di suatu tempat dan bercocok tanam. Berikut adalah ulasan tentang
zaman Neolitikum dan ciri-ciri, serta peninggalannya.

Zaman Neolitikum dan Ciri-ciri serta Peninggalannya


Zaman Neolitikum artinya zaman batu muda. Di Indonesia, zaman Neolitikum dimulai sekitar
1.500 SM. Cara hidup untuk memenuhi kebutuhannya telah mengalami perubahan pesat, dari
cara food gathering menjadi food producting, yaitu dengan cara bercocok tanam dan memelihara
ternak.
Pada masa itu manusia sudah mulai menetap di rumah panggung untuk menghindari bahaya
binatang buas. Manusia pada masa Neolitikum ini pun telah mulai membuat lumbung-lumbung
guna menyimpan persediaan padi dan gabah. Tradisi menyimpan padi di lumbung ini masih bisa
dilihat di Lebak, Banten.
Masyarakat Baduy di sana begitu menghargai padi yang dianggap pemberian Nyai Sri Pohaci.
Mereka tak perlu membeli beras dari pihak luar karena menjualbelikan padi dilarang secara
hukum adat. Mereka rupanya telah mempraktikkan swasembada pangan sejak zaman nenek
moyang.
Pada zaman ini, manusia purba Indonesia telah mengenal dua jenis peralatan, yakni beliung
persegi dan kapak lonjong. Beliung persegi menyebar di Indonesia bagian Barat, diperkirakan
budaya ini disebarkan dari Yunan di Cina Selatan yang berimigrasi ke Laos dan selanjutnya ke
Kepulauan Indonesia.
Kapak lonjong tersebar di Indonesia bagian timur yang didatangkan dari Jepang, kemudian
menyebar ke Taiwan, Filipina, Sulawesi Utara, Maluku, Irian dan kepulauan Melanesia. Contoh
dari kapak persegi adalah yang ditemukan di Bengkulu, terbuat dari batu kalsedon; berukuran
11,7×3,9 cm, dan digunakan sebagai benda pelengkap upacara atau bekal kubur.
Sedangkan kapak lonjong yang ditemukan di Klungkung, Bali, terbuat dari batu agats; berukuran
5,5×2,5 cm; dan digunakan dalam upacara-upacara terhadap roh leluhur.
Selain itu ditemukan pula sebuah kendi yang dibuat dari tanah liat; berukuran 29,5×19,5 cm;
berasal dari Sumba, Nusa Tenggara Timur. Kendi ini digunakan sebagai bekal kubur. Anda
sekarang sudah mengetahui Zaman Neolitikum.

Ciri-ciri Zaman Batu Neolitikum (Zaman Batu Muda)


Zaman neolitikum (zaman batu baru) kehidupan masyarakatnya semakin maju. Manusia tidak
hanya sudah hidup secara menetap tetapi juga telah bercocok tanam.
Masa ini penting dalam sejarah perkembangan masyarakat dan peradaban karena pada masa ini
beberapa penemuan baru berupa penguasaan sumber-sumber alam bertambah cepat. Berbagai
macam tumbuh-tumbuhan dan hewan mulai dipelihara dan dijinakkan. Hutan belukar mulai
dikembangkan, untuk membuat ladang-ladang. Dalam kehidupan bercocok tanam ini, manusia
sudah menguasai lingkungan alam beserta isinya.
Masyarakat pada masa bercocok tanam ini hidup menetap dalam suatu perkampungan yang
dibangun secara tidak beraturan. Pada awalnya rumah mereka masih kecil-kecil berbentuk
kebulat-bulatan dengan atap yang dibuat dari daun-daunan. Rumah ini diduga merupakan corak
rumah paling tua di Indonesia yang sampai sekarang masih dapat ditemukan di Timor,
Kalimantan Barat, Nikobar, dan Andaman. Kemudian barulah dibangun bentuk-bentuk yang
lebih besar dengan menggunakan tiang. Rumah ini berbentuk persegi panjang dan dapat
menampung beberapa keluarga inti. Rumah-rumah tersebut mungkin dibangun berdekatan
dengan ladang-ladang mereka atau agak jauh dari ladang. Rumah yang dibangun bertiang itu
dalam rangka menghindari bahaya dari banjir dan binatang buas.
Oleh karena mereka sudah hidup menetap dalam suatu perkampungan maka tentunya dalam
kegiatan membangun rumah mereka melaksanakan secara bergotong-royong. Gotong-royong
tidak hanya dilakukan dalam membangun rumah, tetapi juga dalam menebang hutan, membakar
semak belukar, menabur benih, memetik hasil tanaman, membuat gerabah, berburu, dan
menangkap ikan.
Masyarakat bercocok tanam ini memiliki ciri yang khas. Salah satunya ialah sikap terhadap alam
kehidupan sudah mati. Kepercayaan bahwa roh seseorang tidak lenyap pada saat orang
meninggal sangat mempengaruhi kehidupan mereka.
Upacara yang paling menyolok adalah upacara pada waktu penguburan terutama bagi mereka
yang dianggap terkemuka oleh masyarakat. Biasanya yang meninggal dibekali bermacam-
macam barang keperluan sehari-hari seperti perhiasan, periuk, dan lain-lain agar perjalanan si
mati ke alam arwah terjalin keselamatannya. Jasad seseorang yang telah mati dan mempunyai
pengaruh kuat biasanya diabadikan dengan mendirikan bangunan batu besar. Jadi, bangunan itu
menjadi medium penghormatan, tempat singgah, dan lambang si mati. Bangunan-bangunan yang
dibuat dengan menggunakan batu-batu besar itu pada akhirnya melahirkan kebudayaan yang
dinamakan megalitikum (batu besar).
Kemajuan masyarakat dalam masa neolitikum ini tidak saja dapat dilihat dari corak kehidupan
mereka, tetapi juga bisa dilihat dari hasil-hasil peninggalan budaya mereka. Yang jelas mereka
semakin meningkat kemampuannya dalam membuat alat-alat kebutuhan hidup mereka. Alat-alat
yang berhasil mereka kembangkan antara lain: beliung persegi, kapak lonjong, alat-alat obsidian,
mata panah, gerabah, perhiasan, dan bangunan megaltikum. Beliung persegi ditemukan hampir
seluruh kepulauan Indonesia, terutama bagian barat seperti desa Sikendeng, Minanga Sipakka
dan Kalumpang (Sulwasei), Kendenglembu (Banyuwangi), Leles Garut (Jawa Barat), dan
sepanjang aliran sungai Bekasi, Citarum, Ciherang, dan Ciparege (Rengasdengklok). Beliung ini
digunakan untuk alat upacara.
Kapak lonjong ditemukan terbatas hanya di wilayah Indonesia bagian timur seperti Sulawesi,
Sangihe-Talaud, Flores, Meluku, Leti, Tanibar dan Papua. Kapak ini umumnya lonjong dengan
pangkal agak runcing dan melebar pada bagian tajaman. Bagian tajaman diasah dari dua arah
sehingga menghasilkan bentuk tajaman yang simetris.
Alat-alat obsidian merupakan alat-alat yang dibuat dari batu kecubung. Alat-alat obsidian ini
berkembang secara terbatas di beberapa tempat saja, seperti: dekat Danau Kerinci (Jambi),
Danau Bandung dan Danau Cangkuang Garut, Leuwiliang Bogor, Danau Tondano (Minahasa),
dan sedikit di Flores Barat.
Kebudayaan Batu Muda (Neolithikum)
Hasil kebudayaan zaman batu muda menunjukkan bahwa manusia purba sudah mengalami
banyak kemajuan dalam menghasilkan alat-alat. Ada sentuhan tangan manusia, bahan masih
tetap dari batu. Namun sudah lebih halus, diasah, ada sentuhan rasa seni. Fungsi alat yang dibuat
jelas untuk pengggunaannya. Hasil budaya zaman neolithikum, antara lain.
Kapak Persegi
Kapak persegi dibuat dari batu persegi. Kapak ini dipergunakan untuk mengerjakan kayu,
menggarap tanah, dan melaksanakan upacara. Di Indonesia, kapak persegi atau juga disebut
beliung persegi banyak ditemukan di Jawa, Kalimantan Selatan, Sulawesi, dan Nusa tenggara.

Kapak Lonjong
Kapak ini disebut kapak lonjong karena penampangnya berbentuk lonjong. Ukurannya ada yang
besar ada yang kecil. Alat digunakan sebagai cangkul untuk menggarap tanah dan memotong
kayu atau pohon. Jenis kapak lonjong ditemukan di Maluku, Papua, dan Sulawesi Utara.

Mata Panah
Mata panah terbuat dari batu yang diasah secara halus. Gunanya untuk berburu. Penemuan mata
panah terbanyak di Jawa Timur dan Sulawesi Selatan.

Gerabah
Gerabah dibuat dari tanah liat. Fungsinya untuk berbagai keperluan.

Perhiasan
Masyarakat pra-aksara telah mengenal perhiasan, diantaranya berupa gelang, kalung, dan anting-
anting. Perhiasan banyak ditemukan di Jawa Barat, dan Jawa Tengah.

Alat Pemukul Kulit Kayu


Alat pemukul kulit kayu digunakan untuk memukul kulit kayu yang akan digunakan sebagai
bahan pakaian. Adanya alat ini, membuktikan bahwa pada zaman neolithikum manusia pra-
aksara sudah mengenal pakaian.
D. Zaman Batu Besar (Megalitikum)
Zaman Megalitikum merupakan zaman batu besar. Disebut zaman batu besar karena pada masa
itu manusia yang hidup menggunakan batu yang berukuran besar sebagai peralatan sehari-hari.

Maka dari itu, masa megalitikum disebut juga sebagai zaman batu. Menurut hasil analisis dari
para ahli arkeolog menyebutkan ciri-ciri masa megalitikum terletak pada fosil yang temukan.

Dimana di zaman ini terdapat banyak sekali peninggalan berupa kapak batu, rumah batu dan
perlengkapan lain yang terbuat dari batu.

Ciri-ciri Zaman Megalitikum


Telah mengetahui system pembagian kerja.
Telah ada pemimpin atau kepala suku.
Sudah memanfaatkan logam untuk dijadikan peralatan sehari-hari.
Sudah menerapkan sistem food producing atau bercocok tanam.
Sudah ada norma-norma yang berlaku.
Menggunakan sistem hokum rimba(primus interpercis) yakni memilih yang terkuat dari yang
terkuat.

Kehidupan
Kehidupan sosial
Berkembang sejak zaman neolitimkun hinggazaman perunggu manusia pada zaman megalitikum
sudah bisa membuat serta meninggalkan kebudayaaan di zaman batu besar.

Kehidupan kebudayaan
Megalitikum meninggalkan kebudayaan yang cukup unik dan menarik. Bahkan di zaman modern
sekarang ini, kita masih dapat menjumpai kebudayaan tersebut.

Hal terebut disebabkan adanya suku di Indonesia yang masih tetap melestarikan kebudayaan
yang ada di masa megalitikum.

Contohnya saja bangunan dengan batu yang berundak, hal tersebut sama dengan peninggalan
yang ada di zaman ini yang disebut pundek berundak.

Selain itu, ciri dari kehidupan budaya di zaman megalitikum ditandai dengan banyaknya temuan
yang terbuat dari bahan dasar batu.
Beberapa temuan tersebut diantaranya adalah sebagai berikut:
kapak persegi
kapak lonjong
menhir
dolmen
kubur batu
waruga
sarkobagus
puden berudakarca

Kehidupan ekonomi

Alat-alat yang digunakan berbahan dasar batu.

Kehidupan kepercayaan
Mulai berinisiatif untuk mendirikan bangunan batu yang berukuran besar atau megalitik sebagai
tempat beribadah.Budaya megalitik inilah yang menjadi ciri khas asli dari nenek moyang
Indonesia sebelum menerima pengaruh dari hindu islam serta kolonial.

Manusia Pendukung Zaman Megalitikum


jenis manusia zaman megalitikum
Terdapat beberapa jenis manusia pendukung yang hidup di zaman megalitikum, diantaranya
sebagai berikut:
Meganthropus paleojavanicus ( manusia berukuran besar )
Pithecanthropus ( manusia kera), dan terbagi menjadi tiga bagian, yaitu:
a. Pithecanthropus erectus (manusia kera yang jelannya tegak atau tegap)
b. Pithecanthropus mojokertensis (manusia kera yang berasal dari Mojokerto)
c. Pithecanthropus soloensis (manusia kera yang berasal dari Solo)

Peninggalan Zaman Megalitikum


Zaman yang mulai berkembang sejak revolusi Neolithikum, masa megalitikum memang lebih
maju daripada zaman pendahulunya.
Adapun beberapa hasil kebudayaan dan peninggalan dari masa megalitikum yang dapat kita
jumpai hingga sekarang, diantaranya sebagai berikut:
Dolmen
Meja batu yang digunakan sebagai tempat sesaji dan pemujaan terhadapt nenek moyang yang
berfungsi sebagai penutup sarkofagus.
Dolmen banyak ditemukan di daerah Besuki, Jawa Timur dan dikenal sebagai pandhusa.

Kubur Batu
Peti yang digunakan sebagai tempat menyimpan jenaza yang terbuat dari batu. Daerah yang
banyak ditemukan kubur batu diantaranya: Bali, Pasemah “Sumatera Selatan”, Wonosari
“Yogyakarta”, Cepu “Jawa Tengah” dan Cirebon “Jawa Barat”.

Sarkofagus
Sarkofagus juga merupakan peti yang digunakan untuk menyimpan jenazah, hanya saja bentuk
dari sarkofagus seperti palung atau lesung yang terbuat dari batu utuh dan telah diberi penutup.
Sarkofagus banyak ditemukan di daerah Bali dan Bondowoso “Jawa Timur”
Punden Berundak
Punden berundak adalah bangunan yang berteras-teras yang digunakan sebagai tempat pemujaan
roh nenek moyang. Dalam perkembanyannya, pundek berundak juga disebut sebagai bentuk
awal dari candi di Indonesia.
Pundek berundak banyak ditemukan di daerah Lebak Sibedug “Banten Selatan”, Leles “Garut”
serta Kuningan “Jawa Barat”.

Menhir
Menhir adalah sebuah batu besar tunggal yang bentuknya seperti tiang atau tugu, fungsinya
sebagai tanda peringatan arwah nenek moyang.
Menhir ini banyak ditemukan di daerah Pasemah “Sumatra Selatan”, Ngada “Flores”, Rembang
“Jawa Tengah” serta Lahat “Sumatra Selatan”.
Lengkapi juga kegiatan belajar kamu dengan mengunjugi halaman Zaman Mesozoikum dengan
teknik pembahasan yang menarik!

Arca atau Patung


Arca atau patung adalah batu yang berbentuk binatang atau manusia untuk melambangkan nenek
moyang serta digunakan sebagai pujaan.
Arca atau patung ini banyak ditemukan di daerah Pasemah “Sumatra Selatan” serta lembah Bada
Lahat “Sulawesi Selatan”.
BAB II
PENUTUP

A. Kesimpulan
Demikianlah makalah yang sangat sederhana ini dibuat, semoga memberikan manfaat dan
menambah wawasan bagi pembaca semua.

B. Saran
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna, oleh karena itu kritik dan
saran yang membangun sangat penulis harapkan demi kesempurnaan dimasa yang akan datang.

Anda mungkin juga menyukai