BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Pariwisata merupakan salah satu sektor yang diandalkan pemerintah untuk
memperoleh devisa dari penghasilan non migas. Peranan pariwisata dalam pembangunan
nasional, disamping sebagai sumber perolehan devisa juga banyak memberikan
sumbangan terhadap bidang-bidang lainnya, diantaranya menciptakan dan memperluas
lapangan usaha, meningkatkan pendapatan masyarakat dan pemerintah, mendorong
pelestarian lingkungan hidup dan budaya bangsa, memperkokoh persatuan dan kesatuan
bangsa. Indonesia mempunyai potensi besar untuk menjadi kawasan tujuan wisata dunia,
karena mempunyai tiga unsur pokok yang membedakan Indonesia dengan negara lain.
Hal tersebut merupakan daya tarik wisatawan untuk mengunjungi Indonesia, karena rasa
keingintahuannya, potensi pertama adalah masyarakat (people), masyarakat Indonesia
terkenal dengan keramahannya dan bisa bersahabat dengan bangsa manapun, potensi
kedua adalah alam (nature heritage), Indonesia mempunyai alam yang indah, yang
tidak dipunyai negara-negara lain, misalnya pegunungan yang ada di setiap pulau,
pantai yang indah, goa, serta hamparan sawah yang luas dan enak untuk dinikmati,
potensi ketiga adalah budaya (cultural heritage), Indonesia merupakan negara yang
mempunyai kekayaan budaya yang beragam. Setiap suku, Kota, dan pulau mempunyai ciri
khas, baik dari segi logat, baju, bangunan rumah, musik, maupun upacara-upacara adat dan
transportasi tradisionalnya, semuanya menjadi ciri khas bangsa Indonesia sebagai
bangsa yang kaya budaya, ketiga unsur tersebut yang akan mendukung pesatnya
kemajuan pariwisata Indonesia. Indonesia dikenal mempunyai sejarah dan budaya yang
beraneka ragam, budaya juga meliputi sistem pengetahuan dan sistem ide gagasan
yang diciptakan oleh manusia sebagai makhluk yang berbudaya, berupa perilaku dan
benda-benda yang bersifat nyata, seperti pola-pola perilaku, bahasa, peralatan hidup,
organisasi sosial, religi, seni dan lain-lain, yang semuanya ditujukan untuk membantu
manusia dalam melangsungkan kehidupan bermasyarakat.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana sejarah terbentuknya Museum Purbakala Sangiran?
2. Bagaimana keadaan geo-stratigrafi dan pertanggalan manusia purbaHomo erectus yang
ada di Sangiran?
3. Bagaimana pemeliharaan dan pelestarian benda-benda yang terdapat di museum sangiran
4. Bagaimana pengembangan situs sangiran?
C. TUJUAN PENULISAN
1. Bagaimana sejarah terbentuknya Museum Purbakala Sangiran?
2. Bagaimana keadaan geo-stratigrafi dan pertanggalan manusia purbaHomo erectus yang
ada di Sangiran?
3. Bagaimana pemeliharaan dan pelestarian benda-benda yang terdapat di Museum Purbakala
Sangiran?
4. Bagaimana pengembangan Museum Purbakala Sangiran?
D. MANFAAT PENULISAN
1. Mengenali keadaan geologi umum daerah Sangiran dan membandingkannya dengan data
literatur.
2. Menambah pengetahuan tentang Museum Purbakala Sangiran
3. Menambah referensi tentang Museum Purbakala Sangiran
BAB II
PEMBAHASAN
Situs Sangiran memunyai luas sekitar 59, 2 km² (SK Mendikbud 070/1997) secara
administratif termasuk kedalam dua wilayah pemerintahan, yaitu: Kabupaten Sragen
(Kecamatan Kalijambe, Kecamatan Gemolong, dan Kecamatan Plupuh) dan Kabupaten
Karanganyar (Kecamatan Gondangrejo), Provinsi Jawa Tengah (Widianto & Simanjuntak,
1995). Pada tahun 1977 Sangiran ditetapkan oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan
Indonesia sebagai cagar budaya. Oleh Karenanya Dalam sidangnya yang ke 20 Komisi
Warisan Budaya Dunia di Kota Marida, Mexico tanggal 5 Desember 1996, menetapkan
Sangiran sebagai salah satu Warisan Budaya Dunia “World Heritage List” Nomor :
593. Dengan demikian pada tahun tersebut situs ini terdaftar dalam Situs Warisan Dunia
UNESCO.
Pada awalnya Sangiran adalah sebuah kubah yang dinamakan Kubah Sangiran.
Puncak kubah ini kemudian melalui proses erosi sehingga membentuk depresi. Pada depresi
itulah dapat ditemukan lapisan tanah yang mengandung informasi tentang kehidupan di masa
lampau. Museum Sangiran beserta situs arkeologinya, selain menjadi obyek wisata yang
menarik juga merupakan arena penelitian tentang kehidupan pra sejarah terpenting dan
terlengkap di Asia, bahkan dunia.
Gambar. Lokasi Museum Purbakala Sangiran
Di museum dan situs Sangiran dapat diperoleh informasi lengkap tentang pola
kehidupan manusia purba di Jawa yang menyumbang perkembangan ilmu pengetahuan
seperti Antropologi, Arkeologi, Geologi, Paleoanthropologi. Di lokasi situs Sangiran ini pula,
untuk pertama kalinya ditemukan fosil rahang bawah Pithecantropus erectus (salah satu
spesies dalam taxon Homo erectus) oleh arkeolog Jerman, Profesor Von Koenigswald. Di
area situs Sangiran ini pula jejak tinggalan berumur 2 juta tahun hingga 200.000 tahun masih
dapat ditemukan hingga kini. Relatif utuh pula. Sehingga para ahli dapat merangkai sebuah
benang merah sebuah sejarah yang pernah terjadi di Sangiran secara berurutan.
Bentang lahan situs tersebut meliputi areal seluas ± 48 km 2 yang berbentuk seolah
seperti kubah (dome), sehingga situs tersebut dinamakan dengan SangiranDome. Situs
Sangiran merupakan salah satu situs manusia purba yang sangat berperan penting dalam
perkembangan penelitian di bidang palaeoanthropology di Indonesia. Pada tahun 1934
penelitian yang dilakukan oleh G.H.R. von Koenigswald yang menemukan beberapa alat
sepih yang terbuat dari batu kalsedon di atas bukit Ngebung, arah Baratlaut Sangiran Dome.
Berdasarkan penelitian geologis, situs Sangiran merupakan kawasan yang tersingkap
lapisan tanahnya akibat proses orogenesa (pengangkatan dan penurunan permukaan tanah)
dan kekuatan getaran di bawah permukaan bumi (endogen) maupun di atas permukaan
bumi (eksogen). Aliran Sungai Cemoro yang melintasi wilayah tersebut juga mengakibatkan
terkikisnya kubah Sangiran menjadi lembah yang besar yang dikelilingi oleh tebing-tebing
terjal dan pinggiran-pinggiran yang landai. Beberapa aktifitas alam di atas mengakibatkan
tersingkapnya lapisan tanah/formasi periode pleistocen yang susunannya terbentuk pada
tingkat-tingkatpleistocen bawah (lapisan Pucangan), pleistocen tengah (lapisan Kabuh),
danpleistocen atas (lapisan Notopuro). Fosil-fosil manusia purba yang ditemukan di laipsan-
lapisan tersebut berasosiasi dengan fosil-fosil fauna yang setara dengan lapisan Jetis, lapisan
Trinil, dan lapisan Ngandong.
Diperkirakan situs Sangiran pada masa lampu merupakan kawasan subur tempat
sumber makanan bagi ekosistem kehidupan. Keberadaanya di wilayah katulistiwa, pada
jaman fluktuasi jaman glassial-interglassial menjadi tempat tujuan migrasi manusia purba
untuk mendapatkan sumber penghidupan. Dengan demikian kawasan sangiran pada
kala pleistocen menjadi tempat hunian dan ruang subsistensi bagi manusia pada masa itu.
Tempat-tempat terbuka seperti padang rumput, semak belukar, hutan kecil dekat
sungai atau danau menjadi pilihan sebagai tempat hunian manusia pada kalapleistocen.
Mereka membuat pangkalan (station) dalam aktifitas perburuan untuk m,endapatkan sumber
kebutuhan hidupnya. Pilihan situs Sangiran dome sebagai pangkalan aktifitas perburuan
mengingatkan kita dengan living floor (lantai hidup) atau old camp site di lembah Olduvai,
Tanzania (Afrika). Indikasi suatu situs sebagai tempat hunian dan ruang subsistensi adalah
temuan fosil manusia purba, fauna, dan artefak perkakas yang ditemukan saling berasosiasi.
Secara geo-stratigrafis, Situs Sangiran yang posisinya berada pada depresi Solo di
kaki Gunung Lawu ini dahulu merupakan suatu kubah (dome) yang tererosi di bagian
puncaknya sehingga menyebabkan terjadinya reverse (kenampakan terbalik). Kondisi
deformasi geologis seperti ini kemudian semakin diperjelas oleh aliran Kali Brangkal,
Cemoro dan Pohjajar (anak-anak cabang Bengawan Solo) yang mengikis situs ini mulai di
bagian utara, tengah dan selatan. Akibat dari kikisan aliran sungai tersebut maka
menyebabkan lapisan-lapisan tanah tersingkap secara alamiah dan memperlihatkan berbagai
jejak fosil (manusia purba dan hewan vertebrata) (Widianto & Simanjuntak 1995).
Sejarah atau riwayat penelitian di Situs Sangiran bermula dari laporan GHR. Von
Koenigswald yang menemukan sejumlah alat serpih dari bahan batuan jaspis dan kalsedon di
sekitar bukit Ngebung pada tahun 1934 (Koenigswald, 1936). Temuan alat-alat serpih yang
kemudian terkenal dengan istilah ‘Sangiran Flakes-industry’ tersebut diperkirakan berasal
dari lapisan (seri) Kabuh Atas yang berusia Plestosen Tengah. Namun hasil pertanggalan
tersebut banyak dikritik oleh para ahli (de Terra, 1943; Heekeren, 1972) karena temuan
tersebut dihubungkan dengan konteks Fauna Trinil yang tidak autochton (Bartstra dan
Basoeki, 1984: 1989) atau bukan dari hasil pengendapan primer (Bemellen, 1949).
Penelitian di situs ini menjadi semakin menarik dan berkelanjutan ketika pada tahun
1936 ditemukan fragmen fosil rahang bawah (mandibula) manusia purba Homo erectus yang
kemudian disusul oleh temuan fosil-fosil lainnya. Setelah masa pasca Koenigswald atau pada
sekitar tahun 1960-an, penelitian terhadap fosil-fosil hominid dan paleotologis di situs ini
kemudian diambil alih oleh para peneliti dari Indonesia (antara lain T. Jacob dan S. Sartono)
serta terus berkelanjutan sampai sekarang. Penelitian yang sangat ‘spektakuler’ terjadi ketika
Puslit Arkenas melakukan kerjasama penelitian dengan Museum National d’Histoire
Naturelle (MNHN), Perancis melalui ekskavasi besar-besaran selama 5 tahap (tahun 1989 –
1993) di bukit Ngebung yang menghasilkan sejumlah temuan secara ‘insitu’ dan
pertanggalan absolut yang sangat menarik. Penelitian Situs Sangiran semakin berkembang
pesat dalam dekade lima tahun belakangan ini setelah Balar Yogya ikut berpartisipasi
langsung dan melakukan program-program penelitian secara intensif dan terpadu (Widianto
1997; Jatmiko 2001).
2. Formasi Pucangan
Formasi ini berada diatas lapisan atau formasi kalibeng. Sekitar 1.800.000 – 700.000
tahun yang lalu formasi ini merupakan rawa pantai dan di dalam lapisan ini terbentuk
endapan diatomit yang mengandung cangkang diatomea laut. Formasi ini berupa lempung
hitam dan mulai terbentuk dari endapan lahar Gunung Merapi purba dan Gunung Lawu
purba. Formasi Pucangan banyak mengandung fosil manusia purba dan hewan
mamalia, antara lain reptil (buaya dan kura-kura), mamalia, rusa, bovidae, gajah, babi,
monyet, domba, dan fosil kayu. Berumur 1.8 juta s/d 700 ribu tahun lalu. Dengan lapisan:
Lapisan lempung hitam (kuning) dari endapan air tawar
Lapisan batuan kongkresi
Lapisan lempung volkanik (Tuff) (ada 14 tuff)
Lapisan batuan nodul
Lapisan batuan diatome warna kehijauan
4. Formasi Kabuh
Pada periode berikutnya terjadi letusan gunung yang hebat di sekitar Sangiran, berasal
dari Gunung Lawu, Merapi dan Merbabu purba. Letusan hebat telah memuntahkan jutaan
kubik endapan pasir vulkanik, kemudian diendapkan oleh aliran sungai yang ada di
sekitarnya saat itu. Aktivitas vulkanik tersebut tidak hanya terjadi dalam waktu yang singkat,
tetapi susul-menyusul dalam periode lebih dari 500.000 tahun. Aktivitas alam ini
meninggalkan endapan pasir fluvio-volkanik setebal tidak kurang dari 40 meter, dikenal
sebagai Formasi Kabuh. Lapisan ini mengindikasikan daerah Sangiran sebagai lingkungan
sungai yang luas saat itu: ada sungai utama dan ada pula cabang-cabangnya dalam suatu
lingkungan vegetasi terbuka. Salah satu sungai purba yang masih bertahan adalah Kali
Cemoro.
Berbagai manusia purba yang hidup di daerah Sangiran mulai 700.000 hingga 300.000
tahun kemudian terpintal oleh aliran pasir ini. "Mereka" diendapkan pada sejumlah tempat di
Sangiran. Badak, antilop dan rusa yang ada di grenzbank masih tetap ada pada Formasi
Kabuh.Stegodon sp ditemani jenis lain, Elephas hysudrindicus dan Epileptobos
groeneveldtii (banteng).
Saat itu mereka masih meneruskan tradisi pembuatan alat serpih bilah. Pada Kala
Plestosen Tengah inilah Sangiran menunjukkan lingkungan yang paling indah: hutan terbuka
dengan berbagai sungai yang mengalir, puncak dari kehidupan Homo erectus beserta
lingkungan fauna dan budayanya. Lapisan ini merupakan lapisan yang paling banyak
menghasilkan fosil manusia dan binatang. Berumur 700 ribu s/d 250 ribu tahun lalu. Dengan
Lapisan:
Lapisan konglomerat
Lapisan batuan grenzbank sebagai pembatas
Lapisan lempeng vulkanik (tuff) (ada 3 tuff)
Lapisan pasir halus silang siur
Lapisan pasir gravel.
5. Formasi Notopuro
Formasi Notopuro yang berada pada lapisan teratas di situs Sangiranini sekitar 500.000 –
250.000 tahun yang lalu dengan litologi breksi laharik dan batu gamping tufaan yang
diakibatkan oleh banyaknya aktivitas vulkanik. Lahar vulkanik diendapkan kembali di daerah
Sangiran, yang juga mengangkut material batuan andesit berukuran kerikil hingga
bongkah. Di dalam lapisan ini banyak ditemukan artefak batu hasil budaya manusia yang
berupa serpih-bilah (sehingga Sangiran dijuluki industri serpih-bilah Sangiran), kapak
perimbas, bola batu, kapak penetak, dan kapak persegi. Selain itu, lapisan ini juga ditandai
oleh endapan lahar, breksi, pasir dan juga banyak ditemukan alat serpih, fosil kerbau dan
kijang.
Setelah pembentukan Formasi Notopuro, terjadilah pelipatan morfologi secara umum di
Sangiran, yang mengakibatkan pengangkatan Sangiran ke dalam bentuk kubah raksasa. Erosi
K. Cemoro berlangsung terus-menerus di bagian puncak kubah sehingga menghasilkan
cekungan besar yang saat ini menjadi ciri khas dari morfologi situs Sangiran. Berumur
250 ribu s/d 15 ribu tahun lalu. Dengan lapisan:
Lapisan lahar atas
Lapisan teras
Lapisan batu pumice
6. Formasi Teras Solo (Kali Pasir)
Berumur 15 ribu s/d 1.5 ribu tahun lalu. Dimana hanya memiliki lapisan endapan sungai
batu kerikil dan kerakal.
c. Tulang paha
Ditemukan dari Desa Ngebung, Kecamatan kalijambe, Kabupaten Sragen pada
tanggal 4 Februari 1989 pada lapisan tanah lempung warna abu – abu dari endapan
ditemukan pada formasi pucangan atas.
d. Tengkorak kerbau
Ditemukan oleh Tardi Pada tanggal 20 November 1992 di Dukuh Tanjung, Desa Dayu
Kecamatan Gondangrejo, Kabupaten Karanganyar pada lapisan tanah Warna coklat
kekuning-kunginan yang bercampur pasir ditemukan formasi kabuh berdasarkan penanggalan
geologi berumur 700.000-500 tahun
e. Gigi Elephas Namadicus
Ditemukan di situs cagar budaya sangiran Pada tanggal 12 Desember 1975, Pada lapisan
tanah pasir bercampur kerikil berwarna cokelat ditemukan pada Formasi kabuh
Fragmen gajah purba
Hidup di daerah cagar budaya sangiran. Jenisnya adalah:
Mastodon
Stegodon
Elephas
f. Tulang rusuk (Casta) Stegodon Trigonocephalus
Ditemukan oleh Supardi pada tanggal 3 Desember 1991 di Dukuh Bukuran, Desa
Bukuran Kecamatan kalijambe Kabupaten Sragen pada lapisan lempung warna abu –
abu dari endapan pucangan atas.
g. Ruas tulang belakang (Vertebrae)
Ditemukan di situs cagar budaya sangiran pada tanggal 15 Desember 1975 di lapisan
tanah pasir berwarna abu – abu pada formasi kabuh bawah.
h. Tulang jari (Phalanx)
Ditemukan di situs sangiran pada tanggal 28 oktober 1975 pada lapisan tanah pasir
kasar warna cokelat kekuning-kuningan pada formasi kabuh.
A. KESIMPULAN
1. Sangiran adalah sebuah situs arkeologi (Situs Manusia Purba) di Jawa, Indonesia.
Sangiran terletak di sebelah utara Kota Solo dan berjarak sekitar 15 km (tepatnya di
desa krikilan, kec. Kalijambe, Kab.Sragen). Gapura Situs Sangiran berada di jalur jalan
raya Solo–Purwodadi dekat perbatasan antara Gemolong dan Kalioso (Kabupaten
Karanganyar). Gapura ini dapat dijadikan penanda untuk menuju Situs Sangiran, Desa
Krikilan. Jarak dari gapura situs Sangiran menuju Desa Krikilan ± 5 km.
2. Ditemukan lebih dari 13.685 fosil 2.931 fosil ada di Museum, sisanya disimpan di
gudang penyimpanan. Sebagai World Heritage List (Warisan Budaya Dunia). Museum ini
memiliki fasilitas-fasilitas diantaranya: ruang pameran (fosil manusia, binatang purba),
laboratorium, gudang fosil, ruang slide, menara pandang, wisma Sangiran dan kios-kios
souvenir khas Sangiran.
3. Keadaan geo-stratigrafi Dari pengamatan stratigrafi batuannya, ada beberapa formasi,
diantaranya :
Formasi Kalibeng
Formasi Pucangan
Formasi Grenzbank
Formasi Kabuh
Formasi Notopuro
Formasi Teras Solo (Kali Pasir)
4. Upaya pemerintah yang dicanangkan untuk mengembangkan situs Manusia Purba Sangiran
antara lain :
Melengkapi kompleks Museum Manusia Purba Sangiran dengan bangunan audio visual di
sisi timur museum. Dan Bupati Sragen mengubah interior ruang kantor dan ruang pertemuan
menjadi ruang pameran tambahan.
Pemerintah merencanakan membuat museum yang lebih representative menggantikan
museum yang ada secara bertahap. Didirikan bangunan perkantoran tiga lantai yang terdiri
dari ruang basemen untuk gudang, lantai I untuk Laboratorium, dan lantai II untuk
perkantoran. Program selanjutnya adalah membuat ruang audio visual, ruang transit untuk
penerimaan pengunjung, ruang pameran bawah tanah, ruang pertemuan, perpustakaan, taman
purbakala, dan lain-lain.
Menghadirkan investor – investor guna memaksimalkan pengadaan pembangunan yang
lebih lanjut dengan didukung fasilitas – fasilitas yang memadai.
Melakukan beberapa pengenalan – pengenalan mengenai Situs Purbakala Sangiran kepada
publik nasional.
B. SARAN
Sebagai warga negara yang baik dan khususnya kita sebagai mahasiswa harus bisa
melestarikan kekayaan budaya baik itu wisata maupun sejarah bangsa. Agar tidak punah oleh
waktu. Selain itu kita juga harus bisa menjaganya agar tetap lestari dan berkembang.