Anda di halaman 1dari 45

LAPORAN

KULIAH LAPANGAN PALEONTOLOGI


BERBAGAI JENIS TEMUAN FOSIL
DI SITUS MANUSIA PURBA
SANGIRAN

DOSEN PENGAMPU :
Drs. MARIDI M.Pd

Disusun oleh :

1.
2.

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2012

1
BAB I
PENDAHULUAN

A. Sekilas Tentang Situs Manusia Purba Sangiran


Sangiran adalah sebuah situs arkeologi di Jawa, Indonesia. Area
ini memiliki luas 48 km dan terletak di Jawa Tengah, 15 kilometer sebelah
utara Surakarta di lembah Sungai Bengawan Solo dan terletak di kaki
gunung Lawu. Secara administratif Sangiran terletak di kabupaten Sragen
dan kabupaten Karanganyar di Jawa Tengah. Pada tahun 1977 Sangiran
ditetapkan oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia sebagai
cagar budaya. Pada tahun 1996 situs ini terdaftar dalam Situs Warisan
Dunia UNESCO.

Gb 1 : Peta lokasi Situs Manusia Purba SANGIRAN

Sangiran adalah sebuah situs arkeologi (Situs Manusia Purba) di


Jawa, Indonesia. Sangiran terletak di sebelah utara Kota Solo dan berjarak
sekitar 15 km (tepatnya di desa krikilan, kec. Kalijambe, Kab.Sragen).
Gapura Situs Sangiran berada di jalur jalan raya SoloPurwodadi dekat
perbatasan antara Gemolong dan Kalioso (Kabupaten Karanganyar).
Gapura ini dapat dijadikan penanda untuk menuju Situs Sangiran, Desa
Krikilan. Jarak dari gapura situs Sangiran menuju Desa Krikilan 5 km.

2
Situs Sangiran memunyai luas sekitar 59, 2 km (SK Mendikbud
070/1997) secara administratif termasuk kedalam dua wilayah
pemerintahan, yaitu: Kabupaten Sragen (Kecamatan Kalijambe,
Kecamatan Gemolong, dan Kecamatan Plupuh) dan Kabupaten
Karanganyar (Kecamatan Gondangrejo), Provinsi Jawa Tengah (Widianto
& Simanjuntak, 1995). Pada tahun 1977 Sangiran ditetapkan oleh Menteri
Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia sebagai cagar budaya. Oleh
Karenanya Dalam sidangnya yang ke 20 Komisi Warisan Budaya Dunia di
Kota Marida, Mexico tanggal 5 Desember 1996, menetapkan Sangiran
sebagai salah satu Warisan Budaya Dunia World Heritage List Nomor :
593. Dengan demikian pada tahun tersebut situs ini terdaftar dalam Situs
Warisan Dunia UNESCO.
Keberadaan Situs Sangiran sangat bermanfaat untuk mempelajari
kehidupan manusia pra sejarah karena situs ini dilengkapi dengan fosil
manusia purba, hasil-hasil budaya manusia purba, fosil flora dan fauna
purba beserta gambaran stratigrafinya. Kehadiran Sangiran merupakan
contoh gambaran kehidupan manusia masa lampau karena situs ini
merupakan situs fosil manusia purba paling lengkap di Jawa.
Tahun 1934 antropolog Gustav Heinrich Ralph von Koenigswald
memulai penelitian di area tersebut. Pada tahun-tahun berikutnya, hasil
penggalian menemukan fosil dari nenek moyang manusia pertama,
Pithecanthropus erectus ("Manusia Jawa"). Ada sekitar 60 lebih fosil
lainnya di antaranya fosil Meganthropus palaeojavanicus telah ditemukan
di situs tersebut.
Di museum Sangiran yang terletak di wilayah ini juga dipaparkan
sejarah manusia purba sejak sekitar 2 juta tahun yang lalu hingga 200.000
tahun yang lalu, yaitu dari kala Pliosen akhir hingga akhir Pleistosen
tengah. Di museum ini terdapat 13.086 koleksi fosil manusia purba dan
merupakan situs manusia purba berdiri tegak yang terlengkap di Asia.
Selain itu juga dapat ditemukan fosil hewan bertulang belakang, fosil
binatang air, batuan, fosil tumbuhan laut serta alat-alat batu.

3
Pada awalnya penelitian Sangiran adalah sebuah kubah yang
dinamakan Kubah Sangiran. Puncak kubah ini kemudian melalui proses
erosi sehingga membentuk depresi. Pada depresi itulah dapat ditemukan
lapisan tanah yang mengandung informasi tentang kehidupan di masa
lampau.
Museum Sangiran adalah museum arkeologi yang terletak di
Kecamatan Kalijambe, Kabupaten Sragen, provinsi Jawa Tengah,
Indonesia. Museum ini berdekatan dengan area situs fosil purbakala
Sangiran. Situs Sangiran memiliki luas mencapai 56 km meliputi tiga
kecamatan di Sragen (Gemolong, Kalijambe, dan Plupuh) serta Kecamatan
Gondangrejo yang masuk wilayah Kabupaten Karanganyar. Situs Sangiran
berada di dalam kawasan Kubah Sangiran yang merupakan bagian dari
depresi Solo, di kaki Gunung Lawu (17 km dari kota Solo). Museum
Sangiran beserta situs arkeologinya, selain menjadi obyek wisata yang
menarik juga merupakan arena penelitian tentang kehidupan pra sejarah
terpenting dan terlengkap di Asia, bahkan dunia.
Di museum dan situs Sangiran dapat diperoleh informasi lengkap
tentang pola kehidupan manusia purba di Jawa yang menyumbang
perkembangan ilmu pengetahuan seperti Antropologi, Arkeologi, Geologi,
Paleoanthropologi. Di lokasi situs Sangiran ini pula, untuk pertama kalinya

4
ditemukan fosil rahang bawah Pithecantropus erectus (salah satu spesies
dalam taxon Homo erectus) oleh arkeolog Jerman, Profesor Von
Koenigswald.
Lebih menarik lagi, di area situs Sangiran ini pula jejak tinggalan
berumur 2 juta tahun hingga 200.000 tahun masih dapat ditemukan hingga
kini. Relatif utuh pula. Sehingga para ahli dapat merangkai sebuah benang
merah sebuah sejarah yang pernah terjadi di Sangiran secara berurutan.
Bentang lahan situs tersebut meliputi areal seluas 48 km2 yang
berbentuk seolah seperti kubah (dome), sehingga situs tersebut dinamakan
dengan Sangiran Dome. Terletak di wilayah administrasi Kabupaten
Sragen Provinsi Jawa Tengah, Sangiran berada 15 km ke arah Utara kota
Surakarta. Situs Sangiran merupakan salah satu situs manusia purba yang
sangat berperan penting dalam perkembangan penelitian di bidang
palaeoanthropology di Indonesia. Pada tahun 1934 penelitian yang
dilakukan oleh G.H.R. von Koenigswald yang menemukan beberapa alat
sepih yang terbuat dari batu kalsedon di atas bukit Ngebung, arah Baratlaut
Sangiran Dome.
Berdasarkan penelitian geologis, situs Sangiran merupakan
kawasan yang tersingkap lapisan tanahnya akibat proses orogenesa
(pengangkatan dan penurunan permukaan tanah) dan kekuatan getaran di
bawah permukaan bumi (endogen) maupun di atas permukaan bumi
(eksogen). Aliran Sungai Cemoro yang melintasi wilayah tersebut juga
mengakibatkan terkikisnya kubah Sangiran menjadi lembah yang besar
yang dikelilingi oleh tebing-tebing terjal dan pinggiran-pinggiran yang
landai. Beberapa aktifitas alam di atas mengakibatkan tersingkapnya
lapisan tanah/formasi periode pleistocen yang susunannya terbentuk pada
tingkat-tingkat pleistocen bawah (lapisan Pucangan), pleistocen tengah
(lapisan Kabuh), dan pleistocen atas (lapisan Notopuro). Fosil-fosil
manusia purba yang ditemukan di laipsan-lapisan tersebut berasosiasi
dengan fosil-fosil fauna yang setara dengan lapisan Jetis, lapisan Trinil,
dan lapisan Ngandong.

5
Diperkirakan situs Sangiran pada masa lampu merupakan kawasan
subur tempat sumber makanan bagi ekosistem kehidupan. Keberadaanya di
wilayah katulistiwa, pada jaman fluktuasi jaman glassial-interglassial
menjadi tempat tujuan migrasi manusia purba untuk mendapatkan sumber
penghidupan. Dengan demikian kawasan sangiran pada kala pleistocen
menjadi tempat hunian dan ruang subsistensi bagi manusia pada masa itu.
Tempat-tempat terbuka seperti padang rumput, semak belukar,
hutan kecil dekat sungai atau danau menjadi pilihan sebagai tempat hunian
manusia pada kala pleistocen. Mereka membuat pangkalan (station) dalam
aktifitas perburuan untuk m,endapatkan sumber kebutuhan hidupnya.
Pilihan situs Sangiran dome sebagai pangkalan aktifitas perburuan
mengingatkan kita dengan living floor (lantai hidup) atau old camp site di
lembah Olduvai, Tanzania (Afrika). Indikasi suatu situs sebagai tempat
hunian dan ruang subsistensi adalah temuan fosil manusia purba, fauna,
dan artefak perkakas yang ditemukan saling berasosiasi.

Lokasi dan Gambaran Lingkungan Situs


Situs Sangiran terletak di sebelah utara kota Solo dan berjarak
sekitar 15 Km. Situs Sangiran yang mempunyai luas sekitar 59, 2 Km (SK
Mendikbud 070/1997) ini secara administratip termasuk ke dalam dua
wilayah pemerintahan; yaitu Kabupaten Sragen (Kecamatan Kalijambe,
Kecamatan Gemolong dan Kecamatan Plupuh) dan Kabupaten
Karanganyar (Kecamatan Gondangrejo), Provinsi Jawa Tengah (Widianto
& Simanjuntak 1995).
Secara geo-stratigrafis, Situs Sangiran yang posisinya berada pada
depresi Solo di kaki Gunung Lawu ini dahulu merupakan suatu kubah
(dome) yang tererosi di bagian puncaknya sehingga menyebabkan
terjadinya reverse (kenampakan terbalik). Kondisi deformasi geologis
seperti ini kemudian semakin diperjelas oleh aliran Kali Brangkal, Cemoro
dan Pohjajar (anak-anak cabang Bengawan Solo) yang mengikis situs ini
mulai di bagian utara, tengah dan selatan. Akibat dari kikisan aliran sungai

6
tersebut maka menyebabkan lapisan-lapisan tanah tersingkap secara
alamiah dan memperlihatkan berbagai jejak fosil (manusia purba dan
hewan vertebrata) (Widianto & Simanjuntak 1995).

Geo-Stratigrafi dan Pertanggalan Manusia Purba Homo erectus


Sangiran adalah sebuah situs paleontologis yang terlengkap di
Indonesia dan cukup terkemuka di dunia. Keberadaan situs ini secara resmi
telah diakui oleh UNESCO sebagai salah satu situs warisan budaya dunia
sejak bulan Desember 1996 (Widianto 2000).
Dari sekitar 100 individu temuan fragmen fosil manusia purba yang
didapatkan di Indonesia, hampir 65% -nya berasal dari Situs Sangiran dan
mencakup sekitar 50 % dari populasi taxon Homo erectus di dunia. Pada
umumnya fosil-fosil tersebut ditemukan secara kebetulan (temuan
penduduk) dan dalam bentuk fragmenter; yaitu antara lain berupa tulang-
tulang tengkorak, mandibula dan femur. Fosil-fosil tersebut ditemukan
pada beberapa tempat atau lokasi utama di Pulau Jawa; yaitu antara lain di
Pati Ayam, Sangiran, Ngandong dan Sambungmacan (Jawa Tengah) serta
di daerah Trinil dan Perning (Jawa Timur). Berdasarkan bentuk fisik dan
lingkungan endapan asalnya, secara umum temuan fosil-fosil manusia
purba di Indonesia dikategorikan menjadi 3 kelompok utama (Widianto,
1996); yaitu kelompok Pithecanthropus Arkaik yang berasal dari Formasi
Pucangan (Plestosen Bawah) yang ditaksir mempunyai usia antara 1,7
0,7 tahun. Termasuk dalam kelompok ini adalah Meganthropus
palaeojavanicus dan Pithecanthropus Mojokertensis. Kelompok kedua
adalah jenis Pithecanthropus Klasik yang berasal dari Formasi Kabuh
(Plestosen Tengah) yang mempunyai usia sekitar 800.000 400.000 tahun.
Jenis kelompok ini (Homo erectus) yang paling banyak ditemukan di
Sangiran. Kelompok yang ketiga adalah Pithecanthropus Progresif yang
berasal dari Formasi Notopuro (Plestosen Atas) dan mempunyai umur
antara 400.000 100.000 tahun. Termasuk dalam kelompok ini adalah

7
temuan Homo Soloensis dari Ngandong dan Trinil (Widianto 1996, Semah
et.al. 1990).

B. TUJUAN PENULISAN
a. Untuk menjelaskan sejarah berdirinya Sangiran
b. Untuk menjelaskan penemu-penemu situs Sangiran
c. Untuk dapat menjelaskan pemeliharaan dan pelestarian benda-benda
yang terdapat di museum sangiran
d. Untuk menjelaskan sumbangan sangiran bagi ilmu pengetahuan
e. Untuk menjelaskan proses terjadinya manusia

C. MANFAAT
Laporan ini dibuat untuk memenuhi tugas laporan dari kegiatan
StudyTour yang diadakan oleh mahasiswa pendidikan Biologi Universitas
Sebelas Maret. Diharapkan agar Laporan ini bermanfaat bagi pelajar,
selain sebagai bahan bacaan pribadi, dapat juga menambah wawasan
tentang kehidupan prasejarah. Bagi para sejarawan juga dapat menjadikan
laporan ini sebagai tambahan referensi., selain itu juga dapat dijadikan
koleksi kepustakaan tentang prasejarah ,yang dapat digunakan sewaktu
waktu.

8
BAB II
PEMBAHASAN

A. Sejarah Singkat
Sejarah atau riwayat penelitian di Situs Sangiran bermula dari
laporan GHR. Von Koenigswald yang menemukan sejumlah alat serpih
dari bahan batuan jaspis dan kalsedon di sekitar bukit Ngebung pada tahun
1934 (Koenigswald, 1936). Temuan alat-alat serpih yang kemudian
terkenal dengan istilah Sangiran Flakes-industry tersebut diperkirakan
berasal dari lapisan (seri) Kabuh Atas yang berusia Plestosen Tengah.
Namun hasil pertanggalan tersebut banyak dikritik oleh para ahli (de Terra,
1943; Heekeren, 1972) karena temuan tersebut dihubungkan dengan
konteks Fauna Trinil yang tidak autochton (Bartstra dan Basoeki, 1984:
1989) atau bukan dari hasil pengendapan primer (Bemellen, 1949).
Penelitian di situs ini menjadi semakin menarik dan berkelanjutan
ketika pada tahun 1936 ditemukan fragmen fosil rahang bawah
(mandibula) manusia purba Homo erectus yang kemudian disusul oleh
temuan fosil-fosil lainnya.
Setelah masa pasca Koenigswald atau pada sekitar tahun 1960-an,
penelitian terhadap fosil-fosil hominid dan paleotologis di situs ini
kemudian diambil alih oleh para peneliti dari Indonesia (antara lain T.
Jacob dan S. Sartono) serta terus berkelanjutan sampai sekarang. Penelitian
yang sangat spektakuler terjadi ketika Puslit Arkenas melakukan
kerjasama penelitian dengan Museum National dHistoire Naturelle
(MNHN), Perancis melalui ekskavasi besar-besaran selama 5 tahap (tahun
1989 1993) di bukit Ngebung yang menghasilkan sejumlah temuan
secara insitu dan pertanggalan absolut yang sangat menarik. Penelitian
Situs Sangiran semakin berkembang pesat dalam dekade lima tahun
belakangan ini setelah Balar Yogya ikut berpartisipasi langsung dan
melakukan program-program penelitian secara intensif dan terpadu
(Widianto 1997; Jatmiko 2001).

9
Seandainya Von Koenigswald tahun 1934 tidak menginjakkan
kakinya di Sangiran, maka situs manusia purba yang terletak di wilayah
kabupaten Sragen dan Karanganyar tersebut mungkin tidak akan pernah
dikenal. Sebab sejak kunjungan Koenigswald, nama Sangiran muncul
dalam ranah ilmu pengetahuan sebagai situs penemuan alat batu.
Jauh sebelum Koenigswald datang, Eugene Dubois, penemu fosil
manusia purba Trinil, sebenarnya pernah mendatangi Sangiran, tahun
1893. Sayang, ketika itu Dubois tak tertarik dengan Sangiran yang kering
dan tandus. Dokter muda tersebut pun mengalihkan penelitiannya ke
Trinil, hingga akhirnya di desa yang terletak di tepi Bengawan Solo di
wilayah Madiun ini, Dubois menemukan fosil tulang paha dan tengkorak
manusia purba. Kelak temuan ini dikenal dengan nama Pithecanthropus
Erectus atau Si Manusia Berjalan Tegak.
Situs Sangiran berawal ketika Von Koenigswald menemukan
peralatan batu purba tahun 1934. Penemuan tersebut kemudian disusul
temuan-temuan berikutnya yang seperti tak berkesudahan. Dua tahun
setelah temuan itu misalnya, seorang penduduk setempat menemukan
rahang bawah fosil manusia purba di lapisan Pucangan Atas di Sangiran,
menyusul fosil-fosil lain pada tahun-tahun berikutnya.
Kini penemuan fosil di situs Sangiran telah mencapai sekitar 60
individu manusia purba, tersebar pada lahan luas menempati wilayah
Kabupaten Sragen di utara dan Kabupaten Karanganyar di selatan. Jumlah
keseluruhan telah melebihi 50 persen dari seluruh temuan fosil manusia
purba di dunia.
Sekadar informasi, situs serupa hanya ada dalam hitungan jari di
dunia. Di Asia terbatas di Cina, India, dan Indonesia. Di Eropa ditemukan
di Jerman, Perancis, Rusia, dan baru-baru ini di Inggris. Benua Afrika
lebih menonjol dengan kekunaan yang lebih tua, antara lain di Ethiopia,
Kenya, dan Afrika Selatan. Indonesia bukan hanya memiliki Sangiran,
tetapi juga situs lain di sepanjang aliran Bengawan Solo, seperti

10
Sambungmacan, Trinil, Ngawi dan Ngandong. Selebihnya dijumpai di
Kedungbrubus, Patiayam, dan Perning.
Situs Sangiran pada akhirnya menjadi lahan penelitian tak
berkesudahan. Lebih dari 70 tahun sejak penemuan fosil pertamanya, situs
ini seperti menawarkan misteri kehidupan purba yang tiada ujung.

Sejarah Sangiran
Tahun 1893 Untuk pertama kali Sangiran didatangi peneliti
Eugene Dubois. Tetapi penelitian singkat itu tidak
menghasilkan temuan yang dicari sehingga dokter
dan ahli anatomi tidak berminat melanjutkannya.
Tahun 1932 Untuk pertama kali wialyah Sangiran dipetakan
oleh LJC van Es ke dalam peta geologi berskala
1:20.000
Tahun 1934 Dengan berpedoman pada peta tersebut, GHR von
Koenigswald untuk pertama kali melakukan survei
eksploratif dan berhasil menemukan berbagai
peralatan manusia purba.
Tahun 1936 Seorang penduduk menyerahkan sebuah fosil
temuannya kepada GHR von Koenigswald yang
ternyata adalah rahang kanan manusia purba.
Temuan ini tercatat sebagai temuan pertama fosil
manusia purba dari Sangiran yang kemudian
diberinya kode S1 (Sangiran 1).
Tahun 1937 sd Dengan bantuan penduduk setempat pada tahun
1941 1937, 1938, 1939 dan 1941 Von Koenigswald
brhasil menemukan fosil manusia purba Homo
erectus.
Tahun 1969 Ditemukan fosil Homo erectus terlengkap di
Indonesia sekaligus merupakan satu-satunya fosil

11
terlengkap di Asia yang ditemukan beserta dengan
wajahnya.
Tahun 1977 Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pendidikan
dan Kebudayaan Nomor 070/0/1977 tanggal 15
Maret 1977, daerah Sangiran ditetapkan sebagai
daerah Cagar Budaya yang dilindungi oleh undang-
undang.
Tahun 1977 Pusat Penelitian Arkeologi Nasional dan Balai
Arkeologi Jogjakarta mulai melakukan penelitian
secara intensif hingga sekarang yang diantaranya
berhasil menghimpun fosil-fosil manusia dari
Formasi Pucangan dan Grenzbank. Selain itu, juga
menemukan gigi geraham hominid dan fosil
binatang yang terletak pada Formasi Kabuh yang
berkonteks dengan beberapa alat batu masif dan
serpih.
Tahun 1988 Dalam rangka kepentingan kepariwisataan,
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan
bekerjasama dengan Departemen Pariwisata, Pos
dan Telekomunikasi mendirikan Museum
Prasejarah Sangiran. Museum ini terletak di Desa
Krikilan, di samping sebagai obyek wisata juga
sebagai ajang pendidikan dan penelitian.
8 Oktober 1993 Transaksi fosil tengkorak manusia purba
(Pithtchantrophus erectus) terjadi antara penduduk
Sangiran dan Dr Donald Tyler seharga Rp
3.800.000. Sindikat fosil itu dapat terbongkar,
tetapi tidak ada proses tindak lanjut secara hukum
dari pelakunya.
20-23 Mei 1994 Pemerintah mulai melakukan pengembangan Situs

12
Sangiran dengan penyelenggaraan pertemuan-
pertemuan yang dalam kesempatan ini bertema
"Studi Perlindungan dan Pengembangan Situs
Sangiran".
4-6 April 1995 Evaluasi Hasil Studi Perlindungan dan
Pengembangan Situs Sangiran.
8-10 Juni 1995 Penyusunan Naskah Nominasi Situs Sangiran
untuk diusulkan ke dalam Daftar Warisan Dunia.
11-13 Studi Rencana Induk/Master Plan Pengembangan
September Situs Sangiran dilakukan.
1995

Tahun 1995 Menyadari pentingnya nilai Situs Sangiran bagi


perkembangan dunia ilmu pengetahuan khususnya
maslah pemahaman evolusi manusia dan
lingkungan alam, pemerintah mengusulkan situs ini
ke UNESCO untuk dapat dimasukkan ke dalam
World Heritage List atau daftar warisan dunia.
17 Januari Rapat Evaluasi Studai Master Plan (Rencana
1996 Induk) Situs Sangiran.

5 Desember Situs Sangiran ditetapkan sebagai Warisan Budaya


1996 Dunia (World Culture Heritage) oleh UNESCO
sebagai kawasan "The Early Man Site" dengan No
Penetapan (World Heritage List) C 593.
Januari 1997 Mawardi, penduduk setempat menemukan fosil
atau tengkorak Homo erectus.
23 April 2002 Rapat rencana kerja pmda Sragen untuk
pengembangan Sangiran tahun 2002 dengan materi
rapat: rencana pembentukan Badan Otorita Daerah,

13
pengembangan infra struktural kawasan Sangiran
untuk pariwisata, pembangunan menara pandang di
Desa Pagerejo.
Mei 2002 Badan Perencana Pembangunan Daerah Kabupaten
Karanganyar bekerjasama dengan Pusat Penelitian
Lingkungan Hidup Lembaga Penelitian Universitas
Sebelas Maret Surakarta mengadakan studi
kelayakan terhadap tempat pembuangan sampah
akhir di Desa Dayu dan Desa Jeruk Sawit,
Kecamatan Gondangrejo, Kabupaten Karanganyar.
Hasil Penelitian menyatakan kedua empat tersebut
layak untuk dijadikan tempat pembuangan sampah
akhir.
17 Juni 2002 Rapat Koordinasi Pemberdayaan Msyarakat
Sangiran bersama Lembaga Pengabdian Msyarakat
UNS, Surakarta.
25 Juni 2002 Rapat Koordinasi Pengembangan Sangiran oleh
Direktirat Purbakala dan permuseuman di Jakarta.
26 Juni 2002 Rapat Koordianasi Pembentukan Badan Otorita
Sangiran yang selanjutnya diberi nama Unit
Koordinasi Pengembangan Kawasan Sangiran.
3 Juli 2002 Pertemuan antara Pemerintah Kabupaten
Karanganyar dan penduduk Kecamatan
Gondangrejo, mengenai arti penting Situs Sangiran
di Kecamatan Gandangrejo, Kabupaten
Karanganyar, dengan kesimpulan masyarakat
Gondangrejo tidak mendukung keberadaan Situs
Cagar Budaya Sangiran dan menghendaki
wilayahnya dikeluarkan dari wilayah Cagar Budaya
Sangiran.

14
15 Juli 2002 Pemda Karanganyar mengeluarkan surat No.
430/4071.12 tentang permohonan pencabutan
Kecamatan Gondangrejo dikeluarkan dari kawasan
Cagar Budaya.
31 Agustus Pemkab Karanganyar mengeluarkan surat tentang
2002 permohonan pencabutan kawasan Cagar Budaya,
pada wilayah yang akan digunakan untuk TPA
(tempat pembuangan akhir sampah) seluas 13 ha di
Desa Dayu, Kecamatan Gondangrejo.
Desember 2002 Dinas Pariwisata Provinsi Jawa Tengah mulai
membenahi Museum Sangiran dengan mengisi
vitrin-vitrin dan partisi di ruang pertemuan yang
akhirnya berubah menjadi ruang pamer.
Februari 2003 Pemerintah maupun lembaga profesi Ikatan Ahli
Arkeologi Indonesia mengecam rencana Pemkab
Karanganyar untuk membangun TPA di Desa
Dayu. Alasannya lokasi tersebut merupakan zona
inti dari keseluruhan Situs Sangiran dan tidak jauh
dari tempat tersebut terbukti potensi terhadap
temuan fosil-fosil manusia purba. Pemerintah
menyrankan agar calon lokasi tempat pembuangan
sampah dipindahkan di Desa Gares, Kecamatan
Gondagrejo. Permasalahan konflik ini sampai
sekarang masih mengambang.
Tahun 2003 Lembaga profesi Ikatan Ahli Arkeologi Indonesia
mengecam rencana Pemkab Sragen membangun
menara pandang dan infrastruktur lainnya di Desa
Pagerejo karena daerah tersebut merupakan zona
inti dari Situs Sangiran dan di lokasi tersebut pada
1952 ditemukan fosil manusia purba Megantrophus

15
paleojavanicus yang menggemparkan dunia ilmu
pengetahuan. Tapi pihak Pemkab Sragen tetap
bersikeras membangun menara pandang dan
infrastruktur lainnya untuk kepentingan
kepariwisataan.
Tahun 2004 Penyusunan master plan Sangiran yang melibatkan
stakeholder terkait.
Juni 2005 Tim penelitian ekskavasi di Desa Dayu
menemukan atap tengkorak belakang.
Tahun 2007 Pemerintah membentuk lembaga Unit Pelaksana
Teknis setingkat eselon III/a yang mengelola
khusus masalah Sangiran dengan nomenklatur
Balai Pelestarian Situs Manusia Purba sangiran.

16
B. Lapisan-lapisan tanah/Stratigrafi situs Sangiran

Lapisan stratigrafi yang ada di Sangiran sangatlah lengkap. Lapisan


stratigrafi tersebut mulai dibentuk pada akhir kala Pliosen yang pada
saat itu merupakan lingkungan laut dalam (Formasi Kalibeng). Di
dalam lapisan lempung biru, selain mengandung foraminifera dan jenis
mollusca laut (turitella, arca, nasarius, dan lain-lain) juga ditemukan
fosil ikan, kepiting, dan gigi ikan hiu.
Formasi Pucangan (sekitar 1.800.000 700.000 tahun yang lalu)
merupakan rawa pantai dan di dalam lapisan ini terbentuk endapan
diatomit yang mengandung cangkang diatomea laut. Fauna yang dapat
ditemukan di lapisan ini antara lain reptil (buaya dan kura-kura),
mamalia, rusa, bovidae, gajah, babi, monyet, domba, dan fosil kayu.
Lapisan berikutnya adalah grenzbank (700.000 tahun yang lalu),
terbentuk karena adanya lipatan di Pegunungan Kendeng sehingga relief
baru mengalami erosi dan membentuk endapan konglomerat gamping.
Di lapisan ini juga ditemukan fosil mamalia dan gamping koral.
Formasi berikutnya adalah Formasi Kabuh (700.000 500.000 tahun
yang lalu). Formasi ini terbentuk akibat adanya lipatan perbukitan
sehingga terendapkan lanau, pasir, pasir besi bersilang siur dengan
konglomerat dan batu gamping. Fauna yang dapat ditemukan pada
lapisan ini antara lain fosil harimau, antilope, dan gajah. Lapisan ini juga

17
kaya akan fosil manusia Homo erectus.
Formasi Notopuro (500.000 250.000 tahun yang lalu) dengan litologi
breksi laharik dan batu gamping tufaan yang diakibatkan oleh
banyaknya aktivitas vulkanik. Di dalam lapisan ini banyak ditemukan
artefak batu hasil budaya manusia yang berupa serpih-bilah (sehingga
Sangiran dijuluki industri serpih-bilah Sangiran), kapak perimbas, bola
batu, kapak penetak, dan kapak persegi.

18
C. Beberapa peneliti situs sangiran dari Indonesia antara lain :
Prof. Sartono (dari ITB)
Prof. Teuku Jacob (Guru besar UGM: ahli Paleoantropologi.
Prof. Suyono (Puslit ARKENAS)
Ir. Otto Sudarmadji (LIPI)
Ir. Darwin Kadar (Ahli Fosil)
Dr. Hari Widianto ( Kepala Balai Arkeologi Yogyakarta)
D. Situs Sangiran menyimpan beberapa kelompok potensi temuan yang
diantaranya adalah :
Kelompok manusia purba : Pithecantropus erectus, P. mojokertensis,
Homo sapiens.
Kelompok binatang air laut dan air tawar : fosil-fosil Foraminifera,
Mollusca, Gastropoda, gigi ikan hiu, penyu, kura-kura.
Kelompok binatang darat (Vertebrata)
Gajah (Mastogon, Stegodon, dan Elephas)
Banteng, rusa, badak
Kelompok batuan (peralatan)
Alami : batu lintang, batu meteor
Kebudayaan : kapak genggam, bola batu, manik-manik (kalung),
senjata, batu akik
Kelompok Tanah
Tanah diatom : terdapat pada lapisan kalibeng , untuk keramik,
bahan isolasi, campuran genteng, asbes.
Tambang jenis golongan C yaitu tanah/ lempung bentonite di
lapisan Kalibeng yang berwarna abu-abu tua agak biru
mengandung fosfor.
Air Asin
Lain-lain : fosil kayu, cetakan daun

19
E. Berbagai Jenis Temuan Fosil Di Situs Manusia Purba Sangiran
Sebanyak 50 (lima puluh) individu fosil manusia Homo erectus
telah ditemukan. Jumlah ini mewakili 65 % dari fosil Homo erectus yang
ditemukan di seluruh Indonesia atau sekitar 50 % dari populasi Homo
erectus di dunia .Keseluruhan fosil yang telah ditemukan sampai saat ini
adalah sebanyak 13.809 buah. Sebanyak 2.934 fosil disimpan di Ruang
Pameran Museum Sangiran dan 10.875 fosil lainnya disimpan di dalam
gudang penyimpanan. Dilihat dari hasil temuannya, Situs Sangiran
merupakan situs pra sejarah yang memiliki peran yang sangat penting
dalam memahami proses evolusi manusia dan merupakan situs purbakala
yang paling lengkap di Asia bahkan di dunia. Berdasarkan hal tersebut,
Situs Sangiran ditetapkan sebagai Warisan Dunia nomor 593 oleh Komite
World Heritage pada saat peringatan ke-20 tahun di Merida, Meksiko.
Dari sekitar 100 individu temuan fragmen fosil manusia purba yang
didapatkan di Indonesia, hampir 65% -nya berasal dari Situs Sangiran dan
mencakup sekitar 50 % dari populasi taxon Homo erectus di dunia. Pada
umumnya fosil-fosil tersebut ditemukan secara kebetulan (temuan
penduduk) dan dalam bentuk fragmenter; yaitu antara lain berupa tulang-
tulang tengkorak, mandibula dan femur. Fosil-fosil tersebut ditemukan
pada beberapa tempat atau lokasi utama di Pulau Jawa; yaitu antara lain di
Pati Ayam, Sangiran, Ngandong dan Sambungmacan (Jawa Tengah) serta
di daerah Trinil dan Perning (Jawa Timur). Berdasarkan bentuk fisik dan
lingkungan endapan asalnya, secara umum temuan fosil-fosil manusia
purba di Indonesia dikategorikan menjadi 3 kelompok utama (Widianto,
1996); yaitu kelompok Pithecanthropus Arkaik yang berasal dari Formasi
Pucangan (Plestosen Bawah) yang ditaksir mempunyai usia antara 1,7
0,7 tahun. Termasuk dalam kelompok ini adalah Meganthropus
palaeojavanicus dan Pithecanthropus Mojokertensis. Kelompok kedua
adalah jenis Pithecanthropus Klasik yang berasal dari Formasi Kabuh
(Plestosen Tengah) yang mempunyai usia sekitar 800.000 400.000 tahun.
Jenis kelompok ini (Homo erectus) yang paling banyak ditemukan di

20
Sangiran. Kelompok yang ketiga adalah Pithecanthropus Progresif yang
berasal dari Formasi Notopuro (Plestosen Atas) dan mempunyai umur
antara 400.000 100.000 tahun. Termasuk dalam kelompok ini adalah
temuan Homo Soloensis dari Ngandong dan Trinil (Widianto 1996, Semah
et.al. 1990).
Sangiran terkenal sebagai situs purbakala yang paling lengkap di
seluruh dunia. Di wilayah ini ditemukan sedikitnya 80 individu manusia
purba. Jumlah ini diperkirakan mencapai 50 persen jenis habitat manusia
purba di dunia saat itu.
Koleksi akan selalu bertambah, karena setiap musim hujan
kawasan Sangiran selalu mengalami erosi yang sering menyingkapkan
temuan fosil dari dalam tanah.
Koleksi yang ada di Museum Sangiran antara lain fosil manusia,
fosil hewan, fosil tumbuhan, batu-batuan, sedimen tanah, peralatan batu
yang dulu pernah dibuat, dan digunakan manusia purba yang pernah
tinggal di Sangiran.
Koleksi-koleksi tersebut sebagian besar masih disimpan di gudang
dan sebagian lagi dipajang di ruang pameran. Ruang pameran saat ini ada
tiga ruang. Ruang utama berisi vitrin ditambah diorama, dan ruang
pameran.
Data di museum itu sebagian besar pengunjung yang datang adalah
wisatawan dari manca negara terutama dari Jepang, Jerman, Belanda,
Singapura, Malaysia, Brunei, Inggris, Amerika Serikat (AS), Kanada, dan
Filipina. Jumlah wisatawan yang datang ke lokasi itu hingga kini
mendekati angka 100.000. Pada tahun 2006 pendapatan dari penjualan
karcis mencapai Rp 60,7 juta. Angka ini cukup menggembirakan untuk
mengukur animo masyarakat terhadap museum ini.
Sangiran bukan hanya surga bagi para arkeologi dunia, melainkan
juga para wisatawan. Utamanya wisatawan yang datang ke wilayah ini
adalah ingin menyaksikan lokasi purba tempat tinggal manusia zaman
dulu.

21
Dahulunya wilayah
Sangiran adalah dasar laut dan
rawa-rawa. Dasar laut dan rawa-
rawa itu naik ke permukaan karena
proses geologis. Wilayah itu pun
mengalami erosi sehingga
sebagian puncaknya terkikis. Di
antara kikisan inilah yang
menyimpan fosil-fosil dan artefak
budaya manusia purba.
Masyarakat di wilayah itu sangat maklum dengan fosil-fosil hewan
purba seperti stegodon dan elephas sp (gajah purba), bovidae (kerbau sapi)
dan sebagainya. Bahkan di antara lapisan-lapisan itu juga ditemukan
kerang dan hewan laut purba.
Sebagian dari hewan-hewan kerang itu dijadikan cendera mata
untuk para wisa- tawan yang datang. Kepala Balai pelestarian Situs
Sangiran, Harry Widianto menyebutkan hewan kerang dan laut lainnya
memang masih diperbolehkan diperjualbelikan, karena jumlahnya masih
sangat banyak di lokasi situs Sangiran. Hanya benda-benda artefak hasil
budaya manusia dan hewan besar yang harus dilaporkan ke pihaknya jika
masyarakat menemukan.
Ini karena sangat banyaknya fosil yang ada di Sangiran sehingga
untuk koleksi hewan laut yang kecil kami sudah kelebihan koleksi. Yang
kami fokuskan adalah pada artefak dan hewan-hewan besar dan terutama
pencarian fosil manusia purba, ujarnya.
Bangunan museum Sangiran terletak diatas gundukan tanah, untuk
menuju kesana pengunjung harus menaiki jalur trap yang diatur rapi.
Museum itu terdiri dari beberapa ruangan yang nampaknya sudah penuh
dengan temuan fosil. Terdapat juga ruang laboratorium, gudang dan
kantor. Perluasan gedung sedang berlangsung dan tanah disitu telah
diperiksa bukan lokasi peninggalan fosil purba. Serombongan pengunjung

22
biasanya dipandu oleh seorang petugas museum yang menjelaskan segala
sesuatu yang berkaitan dengan semua benda temuan purbakala yang
berada di setiap ruangan. Pemandu ini layaknya seorang interpreter di
Taman Nasional. Memang petugas museum Sangiran ini terdiri dari
banyak disiplin ilmu. Ada ahli purbakala, atau arkaelog, ahli biologi,
geologi, antropologi, dan mungkin juga ahli-ahli lain.
Mereka bergiliran menjadi pemandu dengan koordinasi yang baik.
Dalam ruangan laboratorium pengunjung diberi penjelasan tentang cara
membersihkan setiap temuan fosil. Peralatan pembersih terdiri dari kuas
berbagai ukuran, tatah, pisau, gunting, bahkan gergaji mesin elektronik.
Cairan berbagai zat kimia juga dipergunakan. Bahkan pengunjung diberi
kesempatan mencoba-coba ikut membersihkan fosil yang masih
terbungkus batuan endapan. Setelah temuan fosil bersih baru akan
diidentifikasi jenis, sifat, dan struktur untuk diketahui macam fosil
tersebut. Bahkan bila terpotong-potong saat ditemukan akan disambung
dengan lem perekat.
Menarik sekali adalah cerita ditemukanya gading gajah stegodon
sepanjang lima meter. Waktu diketemukan oleh tim purbakala masih
terpisah pisah. Setelah bersih, bagian bagian yang terpisah disambung.
Kemudian diidentifikasi, dan ternyata adalah fosil gading gajah purba.
Demikian cerita salah satu anggauta tim diantaranya bernama Suwarno
penduduk setempat. Sekarang pak Suwarno berjualan cindera mata dan
memiliki souvenir shop. Banyak rumah penduduk dirubah bentuknya
menjadi souvenir shop. Mereka menjual tiruan peralatan manusia purba,
ukiran dari aneka rupa jenis batu, manik manik, fosil kayu (petrified wood)
dsb.
Lain lagi cerita diketemukanya manusia purba yang termasuk
Homo erectus Tipik. Fosil manusia purba ini diketemukan di situs
Sangiran 17 oleh penduduk setempat bernama Towikromo pada tahun
1969, di desa Dayu. Fosil Sangiran 17 yang berusia 500.000 tahun
merupakan fosil terbaik yang pernah diketemukan di Asia, karena yang

23
paling lengkap dengan bagian mukanya. Semua temuan fosil atau benda
purbakala harus diserahkan kepada petugas museum atau kepada Dinas
purbakala setempat. Kabarnya penduduk sudah mentaati peraturan
tersebut. Namun masih diperlukan adanya pengawasan oleh semua instansi
terkait, untuk mencegah perburuan fosil dan dijual sampai ke manca
negara. Dengan jarak kurang lebih 5 km sebelah barat bangunan museum
terdapat bangunan gedung berlantai tiga yang berfungsi sebagai menara
pandang. Dari lantai atas dapat dilihat seputar cekungan Sangiran. Menara
pandang ini dilengkapi juga dengan sebuah teropong jauh. Dari sini dapat
dilihat alur lapisan lapisan berbagai umur yang banyak mengandung fosil
purbakala.
Di lantai bawah gedung ini ada disediakan ruangan audio visual
yang berkapasitas 60 tempat duduk. Audio visual mengenai proses evolusi
manusia (animasi) dapat ditayangkan atas permintaan dengan bayaran Rp.
40.000,- Waktu tayangan ke layar kurang lebih 25 menit. Proses evolusi
manusia digambarkan mengikuti kaidah survival of the fittest menurut
teori evolusi Charles Darwin.
Ciri utama yang membedakan kemajuan evolusi barangkali salah
satunya adalah besarnya volume tengkorak. Manusia modern volume
tengkorak diatas 1400 cc, sedang yang primitif dibawah 400 cc. Homo
erectus berada pada kisaran 800 1300 cc. Sementara kera besar (simpase,
gorila, orang utan) kurang dari 350 cc.

F. Koleksi Fosil Museum Sangiran


Sebanyak 50 (lima puluh) individu fosil manusia Homo erectus
telah ditemukan. Jumlah ini mewakili 65 % dari fosil Homo erectus yang
ditemukan di seluruh Indonesia atau sekitar 50 % dari populasi Homo
erectus di dunia .Keseluruhan fosil yang telah ditemukan sampai saat ini
adalah sebanyak 13.809 buah. Sebanyak 2.934 fosil disimpan di Ruang
Pameran Museum Sangiran dan 10.875 fosil lainnya disimpan di dalam
gudang penyimpanan. Dilihat dari hasil temuannya, Situs Sangiran

24
merupakan situs pra sejarah yang memiliki peran yang sangat penting
dalam memahami proses evolusi manusia dan merupakan situs purbakala
yang paling lengkap di Asia bahkan di dunia. Berdasarkan hal tersebut,
Situs Sangiran ditetapkan sebagai Warisan Dunia nomor 593 oleh Komite
World Heritage pada saat peringatan ke-20 tahun di Merida, Meksiko.
Koleksi Museum Sangiran
1. Fosil manusia, antara lain Australopithecus africanus,
Pithecanthropus mojokertensis (Pithecantropus robustus),
Meganthropus palaeojavanicus, Pithecanthropus erectus, Homo
soloensis, Homo neanderthal Eropa, Homo neanderthal Asia, dan
Homo sapiens.
2. Fosil binatang bertulang belakang, antara lain Elephas namadicus
(gajah), Stegodon trigonocephalus (gajah), Mastodon sp (gajah),
Bubalus palaeokarabau (kerbau), Felis palaeojavanica (harimau), Sus
sp (babi), Rhinocerus sondaicus (badak), Bovidae (sapi, banteng), dan
Cervus sp (rusa dan domba).
3. Fosil binatang air, antara lain Crocodillus sp (buaya), ikan dan
kepiting, gigi ikan hiu, Hippopotamus sp (kuda nil), Mollusca (kelas
Pelecypoda dan Gastropoda), Chelonia sp (kura-kura), dan
foraminifera.
4. Batu-batuan, antara lain Meteorit/Taktit, Kalesdon, Diatome, Agate,
Ametis.
5. Alat-alat batu, antara lain serpih dan bilah, serut dan gurdi, kapak
persegi, bola batu dan kapak perimbas-penetak.

Fosil Yang Lain


1. Fosil kayu yang terdiri dari
a. Fosil kayu
Temuan dari Dukuh Jambu, Desa Dayu, Kecamatan Gondangrejo
Kabupaten Karanganyar. Ditemukan pada tahun 1995 pada lapisan
tanah lempung. Warna abu-abu, ditemukan pada formasi pucangan.

25
b. Fosil batang pohon
Temuan dari Desa krikilan, Kecamatan Kalijambe, Kabupaten
Sragen. Fosil ini ditemukan pada tahun 1977 pada lapisan tanah
lempung. Warna abu-abu dari endapan, ditemukan pada Formasi
pucangan.
2. Tulang hasta (Ulna) Stegodon Trigonocephalus
Ditemukan di kawasan cagar sangiran pada tanggal 23 november 1975
di tanah lapisan lempung warna abu abu Formasi kubah bawah.
3. Tulang paha
Ditemukan dari Desa Ngebung, Kecamatan kalijambe, Kabupaten
Sragen pada tanggal 4 Februari 1989 pada lapisan tanah lempung warna
abu abu dari endapan ditemukan pada formasi pucangan atas.
4. Tengkorak kerbau
Ditemukan oleh Tardi Pada tanggal 20 November 1992 di Dukuh
Tanjung, Desa Dayu Kecamatan Gondangrejo, Kabupaten
Karanganyar pada lapisan tanah Warna coklat kekuning-kunginan yang
bercampur pasir ditemukan formasi kabuh berdasarkan penanggalan
geologi berumur 700.000-500 tahun.
5. Gigi Elephas Namadicus
Ditemukan di situs cagar budaya sangiran Pada tanggal 12 Desember
1975, Pada lapisan tanah pasir bercampur kerikil berwarna cokelat
ditemukan pada Formasi kabuh
6. Fragmen gajah purba
Hidup di daerah cagar budaya sangiran. Jenisnya adalah:
a. Mastodon
b. Stegodon
c. Elephas
7. Tulang rusuk (Casta) Stegodon Trigonocephalus
Ditemukan oleh Supardi pada tanggal 3 Desember 1991 di Dukuh
Bukuran, Desa Bukuran Kecamatan kalijambe Kabupaten Sragen pada
lapisan lempung warna abu abu dari endapan pucangan atas.

26
8. Ruas tulang belakang (Vertebrae)
Ditemukan di situs cagar budaya sangiran pada tanggal 15 Desember
1975 di lapisan tanah pasir berwarna abu abu pada formasi kabuh
bawah.
9. Tulang jari (Phalanx)
Ditemukan di situs sangiran pada tanggal 28 oktober 1975 pada lapisan
tanah pasir kasar warna cokelat kekuning-kuningan pada formasi
kabuh.
10. Rahang atas Elephas Namadicus
Rahang ini dilengkapi sebagian gading ditemukan oleh Atmo di Dukuh
Ngrejo, Desa Samomorubuh Kecamatan Plupuh Kabupaten Sragen
pada tanggal 24 April 1980 pada lapisan Grenz bank antara formasi
pucangan dan kabuh.
11. Tulang kaki depan bagian atas (Humerus)
Bagian fosil ditemukan oleh Warsito Desa Krikilan, Kecamatan
Kalijambe, Kabupaten Sragen pada tanggal 28 Desember 1998 pada
lapisan tanah lempung warna abu abu dari formasi pucangan atas
kala pleistosen bawah.
12. Tulang kering
Ditemukan oleh Warsito di Dukuh Bubak Desa Ngebung, Kecamatan
Kalijambe, Kabupaten Sragen pada tanggal 4 januari 1993 lapisan
tanah lempung warna abu abu dari formasi pucangan atas.
13. Fosil Molusca
a. Klas Pelecypoda
b. Klas Gastropoda
14. Binatang air
1. Tengkorak buaya (Crocodilus Sp.)
ditemukan pada tanggal 17 Desember 1994 oleh Sunardi di Dukuh
Blimbing, Desa Ngebung, Kecamatan kalijambe kabupaten Sragen
pada formasi pucangan
2. Kura kura (Chlonia Sp.)

27
Ditemukan pada tanggal 1 Februari 1990 oleh hari Purnomo Dukuh
Pablengan, Desa krikilan , Kecamatan Kalijambe, kabupaten
Sragen pada Formasi pucangan
3. Ruas tulang belakang ikan
Ditemukan pada tanggal 20 November 1975 oleh Suwarno di
Desa Bukuran, Kecamatan Kalijambe, Kabupaten Sragen pada
formasi pucangan

G. Pemeliharaan Terhadap Sangiran


Perlindungan terhadap kawasan ini (Sangiran) bias dikatakan cukup
ketat sebab beberapa waktu lalu ada beberapa benda purba (fosil) yang
berhasil diselundupkan ke luar negeri. Maka untuk menjaga agar benda-
benda tersebut tidak dijual kepada orang lain, maka masyarakat setempat
yang berhasil menemukan benda-benda sejarah diminta untuk
menyerahkan ke museum purbakala sangiran dan mereka akan
mendapatkan imbalan.
Selain mendirikan museum situs prasejarah sangiran untuk menjaga
kawasan sangiran, pemerintah juga mengeluarkan Undang-undang tentang
perlindungan cagar budaya sangiran, yaitu:
1) Mengeluarkan SK. Mendikbud No. 70 / 111 / 1977 dan menetapkan
sangiran sebagai cagar budaya. Semua fosil-fosil di wilayah sangiran
dilindungi dan setiap temuan harus diserahkan kepada pemerintah.
2) UU No. 5 Tahun 1992 tentang benda cagar budaya yang lebih keras
yaitu, menetapkan sangiran sebagai cagar budaya ( UNESCO )
Meskipun pemerintah telah membuat peraturan perundang-undangan
tentang perlindungan cagar budaya, tetapi pada kenyataannya masih
mengalami beberapa masalah yaitu;
a. Daerah yang seluas 32 km hanya diawasi oleh tenaga yang sangat
terbatas. Daerah itu hanya dijaga oleh 27 personil, termasuk 8 orang
bertugas sebagai satpam.

28
b. Adanya tradisi memberi hadiah terhadap penemu fosil yang telah
berlangsung sejak jaman pendudukan Belanda.
c. Para pembeli asing menawarkan harga yang lebih tinggi dibandingkan
dari pemerintah, sehingga banyak penduduk setempat yang menjual
fosil temuannya kepada pembeli asing.

H. Sumbangan Sangiran Untuk Masyarakat Sekitar Dan Ilmu


Pengetahuan
Sangiran memberi sumbangan tersendiri bagi masyarakat, khususnya
di daerah sekitar situs sangiran dan masyarakat Indonesia, serta masyarakat
dunia pada umumnya. Dengan kehadiran sangiran, masyarakat setempat
dapat penghasilan dengan cara menjual berbagai macam fosil yang
merupakan hasil temuan di situs sangiran.
Selain untuk masyarakat setempat, Sangiran juga memberi sumbangan
tersendiri bagi masyarakat Indonesia yaitu sebagai sumbangan
pengetahuan. Sedangkan untuk dunia Sangiran dijadikan situs penelitian
dan study evolusi manusia purba oleh para ahli dari berbagai penjuru
dunia.
Sangiran juga memberi sumbangan yang sangat berarti bagi ilmu
pengetahuan yaitu sebagai salah satu tempat bagi orang-orang yang ingin
mengetahui situs prasejarah dan suaka purbakala sangiran. Secara khusus
bagi mahasiswa yang menekuni ilmu sejarah, dimana sangiran menyimpan
peninggalan-peninggalan masa lampau. Selai itu juga sangiran menjadi
sumber bahan penulisan buku-buku prasejarah di Indonesia.

I. Peranan Situs Sangiran Dalam Pembelajaran Biologi


Situs Sangiran sangat berperan penting dalam pembelajaran Biologi
yaitu dalam hal studi lapangan atau juga bisa disebut dengan situs Sangiran
sebagai laboratorium terbuka dalam pembelajaran Biologi.
Seperti yang kita ketahui bahwa dalam materi pelajaran bologi terdapat
satu bab yang berkaitan dengan situs Sangiran yaitu Evolusi dan

29
Paleontologi. Teori Evolusi menyatakan bahwamakhluk berevolusi dari
makhluk primitif selama berjuta-juta tahun lalu. Dan paleontologi
merupakan ilmu yang membahas mengenai kehidupan di masa lalu.
Kemudian, di Situs Sangiran ditemukan banyak fosil-fosil purba yang
mana fosil-fosil tersebut menjadi bukti adanya evolusi.
Fosil-fosil yang ditemukan dominan di situs Sangiran adalah
Pithecanthropus erectus dan vertebrata Steghodon (gajah) yang ditemukan
pertamakali oleh Eugene Dubois di Ngawi, Jatim. Temuan ini sama
dengan yang ada di Sangiran, Trinil.
Pada tahun 1936/1937 Van Koenigwald menemukan rahang bawah
(mandibula) dan sekeping atap tengkorak Pithecanthropus Erectus di
Sangiran,lokasinya di Dukuh Bapang.
Setelah masa itu, banyak ditemukan kelompok-kelompok manusia
purba lainnya, yaitu:
Pithecanthropus Erectus Homo Erectus
P. Mojokertensis P. Erectus Sangiran seusia dengan fosil
Mojokerto
Homo Sapiens (lebih muda dari P. Erectus)
Kelompok vertebrata air laut yang ditemukan ada:
Foraminifera,molusca, gastropoda, gigi ikan hiu, penyu.
Perbedaan antara Molusca dan gastropoda air tawar dan air laut adalah:
Molusca laut bentuknya spiral, pamjang,kepala besar meruncing
/lancip.
Perbedaan antara penyu dan kura kura adalah:
ukuran karapak dari kura kura pas-pasan sedangkan untuk penyu
karapaknya bisa mencapai panjang lebar > 50 cm.
Fosil vertebrata darat yang ditemukan adalah
Gajah: (gading)
Mastodon
Thecodon
Elephas

30
Banteng tengkorak
Rusa
Harimau
Kerbau (tengkorak)
Badak (Rhinocheros) rahang atas
Selain itu, terdapat pula bebatuan dan tembaga. Untuk bebatuan,
terdapat bebatuan yang masih alami maupun yang berupa batu hasil
kebudayaan (peralatan / senjata). Untuk batu hasil kebudayaan ada kapak
genggam, bola batu (digunakan untuk melempar buruan), manik-manik
(perhiasan), akik (cincin). Untuk batu asli, ada batu rintang (warna-warni),
fosil kayu, batu meteor, tembaga (jenis golongan C), untuk tembaga jenis
golongan C terdapat tanah bentonit (abu abu tua,mengandung zat fosfor,
terdapat dilapisan Kalibeng) dapat dimanfaatkan sebagai pelumas. Tanah
Diatom: terdapat pada lapisan Kalibeng (fosil dari protista) dan ada pula
air asin (terdapat di tiga tempat) menunjukkan bahwa dulu Sangiran adalah
laut yang mengalami penaikan akibat adanya tenaga endogen dan terjadi
pelipatan.
Kemudian di Situs Sangiran juga terdapat museum purbakala. Di
museum tersebut pengunjung dapat melihat secara langsung adanya fosil
fosil manusia purba (tengkorak-tengkorak manusia purba) dengan urutan-
urutan mencapai ke tingkat yang lebih sempurna.
Di dalam museum tersebut juga terdapat replika yang menunjukkan
bahwa manusia berevolusi dari simpanse ketingkat yang lebih tinggi yaitu
manusia. Di depan replika terdapat suatu replika yang menggambarkan
kehidupan jaman purba, yaitu manusia purba berburu menggunakan bola
batu dan memakan daging buruan mentah mentah, kemudian digambarkan
pula alam disekitarnya yang masih terlihat alamidan berada di dekat
sumber air. Dalam replika tersebut juga digambarkan bahwa manusia
purba berbulu panjang disekujur tubuhnya ini bisa menceritakan pada
siswa bahwa bulu panjang itu digunakan sebagai isolator terhadap dingin
(iritabilita),kemudian otot yang dimiliki oleh manusia purba besar, yang

31
mana otot lengan terlihat lebih besar dan panjang, hal ini bisa juga
membawa pesan pada siswa bahwa aktivitas manusia purba lebih fokus ke
otot lengan, seperti berburu (memerlukan kekuatan lengan)dan menggali
ubi (juga memerlukan kekuatan otot lengan).
Pada gambar gambar di dinding juga ditunjukkan pula vegetasi yang
dominan pada masa itu dengan ditemukannya polen gymnospermae pada
suatu lapisan tanah dengan jumlah yang relatif banyak. Selain itu terdapat
pula gambar yang menunjukkan adanya perubahan goegrafis dari bumi
ditiap kisaran jaman, selain itu terdapat pula gambar yang menunjukkan
proses terbentuknya bumi (antarikasa) melalui big bang.

J. Managemen Dan Kelembagaan


Salah satu obyek wisata yang menarik di Kabupaten Sragen adalah
Museum Sangiran yang berada di dalam kawasan Kubah Sangiran. Kubah
tersebut terletak di Depresi Solo, di kaki Gunung Lawu (kurang lebih 17
km dari Kota Solo). Kehadiran Sangiran merupakan contoh gambaran
kehidupan manusia masa lampau karena situs ini merupakan situs fosil
manusia purba paling lengkap di dunia. Luasnya mencapai 56 kilometer
persegi yang meliputi tiga kecamatan di Kabupaten Sragen, yaitu
Kecamatan Gemolong, Kalijambe dan Plupuh serta satu kecamatan di
Kabupaten Karanganyar, yaitu Gondangrejo.
Museum Purbakala Sangiran terletak di Desa Krikilan Kecamatan
Kalijambe, Kabupaten Sragen kurang lebih 3 Kilometer dari Jalan Solo
Purwodadi. Museum ini dibangun pada tahun 1980 yang menempati areal
seluas 16.675 meter persegi. Bangunan tersebut bergaya Joglo yang terdiri
atas : Ruang Pameran yaitu ruang utama tempat koleksi terdisplay; Ruang
Laboraturium yaitu tempat dilakukannya proses konservasi terhadap fosil-
fosil yang ditemukan; Ruang Pertemuan yaitu ruang yang digunakan
segala kegiatan yang diadakan di museum;Ruang display bawah tanah;
Ruang audio visual; Ruang Penyimpanan koleksi fosil-fosil, Mushola dan
Toilet.

32
Sangiran merupakan situs terpenting untuk ilmu pengetahuan terutama
untuk penelitian di bidang antropologi, arkeologi, biologi,
paleoanthropologi, geologi dan tentu saja untuk bidang kepariwisataan.
Keberadaan Situs Sangiran sangat bermanfaat dalam mempelajari
kehidupan manusia prasejarah karena situs ini dilengkapi dengan koleksi
fosil manusia purba, hasil-hasil budaya manusia prasejarah, fosil-fosil flora
fauna prasejarah beserta gambaran stratigrafinya.
Sangiran dilewati oleh sungai yang sangat indah, yaitu Kali Cemoro
yang bermuara di Bengawan Solo. Daerah iniliah yang mengalami erosi
tanah sehingga lapisan tanah yang terbentuk nampak jelas berbeda antara
lapisan tanah yang satu dengan lapisan tanah yang lain. Dalam lapisan-
lapisan tanah inilah yang hingga sekarang banyak ditemukan fosil-fosil
manusia maupun binatang purba.
Sampai saat ini, Situs Manusia Purbakala Sangiran masih menyimpan
banyak misteri yang perlu untuk diungkap. Sebanyak 50 individu fosil
manusia Homo Erectus yang ditemukan. Jumlah ini mewakili 65% dari
fosil Homo Erectus yang ditemukan di seluruh Indonesia atau sekitar 50%
dari populasi Homo Erectus di dunia (Widianto : 1995, 1). Keseluruhan
fosil yang ditemukan sampai saat ini adalah sebanyak 13.809 buah.
Sebanyak 2.934 fosil disimpan di Ruang Pameran Museum Sangiran dan
10.875 fosil lainnya disimpan di dalam gudang penyimpanan. Beberapa
fosil manusia purba disimpan di Museum Geologi Bandung dan
Laboraturium Paleoanthropologi Yogyakarta. Dilihat dari hasil temuannya,
Situs Sangiran merupakan situs prasejarah yang memiliki peran yang
sangat penting dalam memahami proses evolusi manusia dan merupakan
situs purbakala yang paling lengkap di Asia bahkan di dunia. Berdasarkan
hasil tersebut, Situs Sangiran ditetapkan sebagai Warisan Dunia Nomor
593 oleh Komite World Heritage pada saat Peringatan ke-20 tahun di
Marida, Meksiko.
Di kawasan Museum Purbakala Sangiran telah dilengkapi sarana dan
prasarana kepariwisataan seperti Menara Pandang, Homestay, Audio

33
Visual, Guide, Taman Bermain, Souvenir Shop dan Fasilitas Mini Car
yang dapat digunakan pada wisatawan untuk berkeliling di Situs Sangiran.
Museum Purbakala Sangiran dapat dijangkau dengan menggunakan
kendaraan pribadi, bus pariwisata maupun angkutan umum.
Visi
Lestarinya Situs Sangiran sebagai pusat penelitian manusia purba yang
mampu memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi masyarakat baik pada
tingkat dunia, regional, nasional, maupun lokal
Misi
Melestarikan dan melindungi bentang alam, tinggalan alam dan budaya
purba Sangiran yang unik dan sangat penting bagi ilmu pengetahuan,
sejarah, dan kebudayaan
Menciptakan jalinan kerjasama yang padu di antara para stakeholders,
baik dari lingkungan pemerintah, sektor swasta, akademisi, maupun
masyarakat dalam rangka pelestarian dan pengembangan situs Sangiran
Meningkatkan kesejahteraan masyarakat secara berkelanjutan untuk
menciptakan kondisi yang kondusif bagi upaya pelestarian situs Sangiran
Menyelenggarakan penelitian dalam rangka interpretasi berkelanjutan
terhadap nilai-nilai penting situs Sangiran untuk kepentingan sejarah,
ilmu pengetahuan, dan kebudayaan
Menjadikan Sangiran sebagai pusat informasi dan pengkajian data
tentang manusia purba di Indonesia
Menyajikan nilai-nilai penting dan pengetahuan tentang situs Sangiran,
baik bagian-bagiannya maupun secara keseluruhan, kepada khalayak
Mengembangkan wisata pendidikan yang ramah lingkungan dan
berdampak positif bagi kesejahteraan masyarakat setempat
Tujuan
Menyelenggarakan upaya-upaya pelestarian dan perlindungan terhadap
sumberdaya budaya dan alam

34
Menyelenggarakan penelitian dalam rangka menafsirkan nilai-nilai
penting situs Sangiran untuk kepentingan sejarah, ilmu pengetahuan,
dan kebudayaan
Menyajikan nilai-nilai penting dan pengetahuan tentang situs Sangiran
di Indonesia kepada khalayak
Meningkatkan peran-serta masyarakat untuk terlibat secara langsung
dalam pelestarian Situs Sangiran
Mengembangkan kegiatan kepariwisataan yang berwawasan
pelestarian di situs Sangiran
Merencanakan pembangunan infrastruktur
Menjalin kerjasama di antara stakeholders
Sasaran
Membuat kerangka acuan bersama bagi pemerintah, akademisi, sektor
swasta, masyarakat serta pihak-pihak lain yang peduli dalam
melakukan kegiatan di dalam kawasan
Menetapkan garis-garis besar arahan manajemen situs
Membuat panduan untuk evaluasi dan monitoring
Delapan pokok Rencana Induk
1. Organisasi Pengelolaan
2. Pengelolaan Situs dan Lingkungan
3. Pengelolaan Penelitian
4. Pengelolaan Kepariwisataan
5. Pengelolaan Sarana dan Prasarana
6. Pemberdayaan Masyarakat
7. Pengelolaan Penyajian Informasi
8. Mekanisme Pemantauan dan Evaluasi
Situs Sangiran telah ditetapkan sebagai Warisan Dunia merupakan
situs manusia purba di Indonesia yang mempunyai nilai penting bagi
sejarah umat manusia sehingga perlu dilestarikan.Untuk melestarikan situs
tersebut perlu dibentuk suatu lembaga yang secara khusus dan terpadu
mengelola situs dan kawasan di sekitar sangiran.Sehubungan dengan hal

35
tersebut dan agar pelaksanaan kegiatan lembaga tersebut dapat berjalan
dengan baik dan berhasil guna maka dibentuk suatu Balai Pelestarian
Situs Manusia Purba Sangiran dengan Peraturan Menteri Kebudayaan dan
Pariwisata tentang Organisasi dan Tata Kerja Balai Pelestarian Situs
Manusia Purba Sangiran.
Peraturan Menteri Kebudayaan dan Pariwisata yang mendasari
dibentuknya Organisasi dan Tata Kerja Balai Pelestarian Situs Manusia
Purba Sangiran. yaitu :
1. Undang-undang Nomor 5 tahun 1992 tentang Benda Cagar
Budaya(Lembaran Negara RI Tahun 1992 Nomor 27,Tambahan
Lembaran Negara RI Nomor 3470)
2. Peraturan pemerintah Nomor 10 Tahun 1993 tentang Pelaksanaan
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1992 Tentang Benda Cagar
Budaya(Lembaran Negara RI Tahun 1993 Nomor 14,Tambahan
Lembaga Negara RI Nomor 3516)
3. Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 1995 tentang Pemeliharaan dan
Pemanfaatan Benda Cagar Budaya di Museum(Lembaran Negara RI
Tahun 1995 Nomor 35 Tambahan Negara RI Nomor 3599)
4. Keputusan Presiden Nomor 187/M Tahun 2004,sebagaimana telah
diubah beberapa kali terakhir dengan Keputusan Presiden Nomor 20/P
tahun 2006
5. Peraturan presiden Nomor 9 tahun 2005 tentang Kedudukan,Tugas dan
Fungsi,Susunan Organisasi,dan Tata Kerja Kementerian Negara
Republik Indonesia,sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir
dengan Peraturan Presiden Nomor 91 tahun 2006
6. Peraturan presiden nomor 10 tahun 2005 tentang Unit Organisasi dan
Tugas Eselon I Kementerian Negara Republik Indonesia,sebagaimana
telah diubah beberapa kali terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor
91 Tahun 2006
7. Peraturan Menteri Kebudayaan dan Pariwisata Nomor
PM.17/HK.001/MKP-2005 tentang Organisasi dan Tata Kerja

36
Departemen Kebudayaan dan Pariwisata,sebagaimana telah diubah
terakhir dengan Peraturan menteri Kebudayaan dan Pariwisata Nomor
PM.07/HK.001/MKP-2007,dan
8. Memperhatikan Surat Persetujuan Menteri Pendayagunaan Aparatur
Negara Nomor B/242/M.PAN/1/2007 tanggal 31 januari 2007 perihal
Usul
Pembentukan Balai Pelestarian Situs Manusia Purba Sangiran.

1. Kedudukan Tugas dan Fungsi


Berdasarkan Peraturan Menteri Kebudayaan dan Pariwisata tentang
Organisasi dan Tata Kerja Balai Pelestarian Situs Manusia Purba Sangiran,
Balai Pelestarian Situs Manusia Purba Sangiran memiliki kedudukan
berdasarkan Pasal I yaitu:
1) Balai Pelestarian Situs Manusia Purba Sangiran merupakan Unit
Pelaksana
Teknis di lingkungan Departemen Kebudayaan dan
Pariwisata,berkedudukan dibawah dan bertanggungjawab kepada
Direktur Peninggalan Purbakala.
2) Balai Pelestarian Situs Manusia Purba Sangiran dipimpin Oleh seorang
kepala
Balai Pelestarian Situs Manusia Purba Sangiran memiliki Tugas
berdasarkan Pasal 2 yaitu:
a. Balai Pelestarian Situs Manusia Purba Sangiran mempunyai tugas
melaksanakanpengamanan,penyelamatan,penertiban,perawatan,pengawe
tan,penataanlahan,survey,ekskavasi,analisis,penyajian,bimbinganedukasi
,kerjasama,pemberdayaan masyarakat,dokumentasi,publikasi,dan
ketatausahaaan
Balai Pelestarian Situs Manusia Purba Sangiran memiliki fungsi
berdasarkan Pasal 3 yaitu :

37
a. Pelaksanaan pengamanan,penyelamatan, dan penertiban peninggalan
purbakala bergerak dan tidak bergerak yang berada di lapangan
maupun tersimpan di ruangan.
b. Pelaksanaan perawatan dan pengawetan peniggalan purbakala
bergerak maupun tidak bergerak yang berada di lapangan maupun
tersimpan di ruangan serta penataan lahan situs
c. Pelaksananan survei dan ekskavasi peninggalan purbakala bergerak
maupun tidak bergerak
d. Pelaksanaan inventarisasi dan registrasi peninggalan purbakala
bergerak dan tidak bergerak yang berada di lapangan maupun yang
tersimpan di ruangan
e. Pelaksanaan analisis laboratorium peninggalan sejarah purbakala
situs Sangiran
f. Pelaksanaan penyajian koleksi dan pelayanan teknis peninggalan
sejarah dan purpakala situs sangiran
g. Pelaksanaan dokumentasi dan publikasi peninggalan purbakala
bergerak maupun tidak bergerak serta situs dan kawasan
h. Pelaksanaan urusan tata usaha dan rumah tangga Balai Pelestarian
Situs Manusia Purba Sangiran
2. Susunan Organisasi
Berdasarkan pasal 4 :
(1) Balai Pelestarian Situs Manusia Purba Sangiran terdiri dari:
a. Seksi Pelestarian;
b. Seksi Eksplorasi;
c. Seksi Pemanfaatan:
d. Subbagian Tata Usaha;
e. Kelompok Jabatan Fungsional
(2).Bagan Susunan Organisasi Balai Pelestarian Situs Manusia Purba
Sangiran sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tercantum dalam
lampiran yang tidak dipisahkan dalam peraturan ini
Berdasarkan Pasal 5 :

38
a. Seksi Pelestarian
Mempunyai tugas :
Melakukan Urusan pengamanan,penyelamatan,penertiban
perawatan,pengawetan peninggalan purbakala bergerak dan tidak
bergerak yang berada dilapangan maupun tersimpan di ruangan serta
penataan lahan situs
b. Seksi eksplorasi
Mempunyai tugas:Melakukan urusan survei, ekskavasi, analisis
laboratorium inventarisasi, registrasi peninggalan purbakala bergerak
dn tidak bergerak yang berada di lapangan maupun tersimpan di
ruangan
c. Seksi Pemanfaatan
Mempunyai tugas:Melakukan urusan penyajian koleksi,pelayanan
teknis, pendokumentasian dan penyebarluasan informasi peninggalan
purbakala bergerak dan tidak bergerak serta situs dan kawasan
d. Subbagian tata usaha
Mempunyai tugas : Melakukan urusan persuratan, keuangan,
kepegawaian, ketatalaksanaan, perlengkapan, rumah tangga, ketertiban
dan keamanan kantor
Berdasarkan pasal 6:
Kelompok jabatan fungsional mempunyai tugas :melaksanakan
kegiatan sesuai dengan tugas jabatan fungsional masing-masing
berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku
Berdasarkan pasal 7:
Kelompok jabatan fungsional terdiri dari sejumlah tenaga dalam
jenjang jabatan fungsional yang diatur berdasarkan peraturan perundang-
undangan yang berlaku kelompok jabatan fungsional dikoordinasikan oleh
pejabat fungsional senior yang ditunjuk oleh kepala balai
3. Tata kerja
Berdasarkan pasal 8 : Dalam melaksanakan tugasnya setiap pimpinan
satuan organisasi dilingkungan balai wajib

39
menerapkan prinsip koordinasi, integrasi dan
sinkronisasi baik di lingkungan masing-masing
maupun dengan instansi diluar balai sesuai
dengan bidang tugasnya masing-masing
Berdasarkan pasal 9 : Setiap pimpinan satuan organisasi wajib
mengawasi pelaksanaan tugas bawahannya
masing-masing dan apabila terjadi penyimpangan
agar mengambil langkah-langkah yang
diperlukan sesuai dengan peraturan perundang-
undangan yang berlaku
Berdasarkanpasal10 : Setiap pimpinan satuan organisasi
bertanggungjawab memimpin dan
mengkoordinasikan bawahannyan masing-masing
dan memberikan bimbingan serta petunjuk bagi
pelaksanaannya tugas bawahannya.
Berdasarkan pasal 11: Setiap pimpinan satuan organisasi wajib
mengikuti dan mematuhi petunjuk serta
bertanggungjawab kepada masing-masing dan
menyampaikan laporan berkala tepat pada
waktunya
Berdasarkan pasal 12: Setiap laporan yang diterima oleh pimpinan
satuan organisasi dari bawahan,wajib diolah dan
dipergunakan sebagai bahan untuk penyusunan
laporan lebih lanjut
Berdasarkan pasal 13:Dalam menyampaikan laporan masing-masing
kepada atasannya,tembusan laporan wajib
disampaikan pula kepada satuan organisasi lain
yang secara fungsional mempunyai hubungan
kerja
Berdasarkan pasal 14: Dalam melaksanakan tugasnya pimpinan satuan
organisasi dibantu oleh satuan organisasi di

40
bawahnya dan dalam rangka pemberian
bimbingan kepada bawahan masing-masing wajib
mengadakan rapat berkala
4. Organisasi Pengelolaan
1.1 Kebijakan
Perlu dibentuk organisasi pengelola khusus untuk menangani
Sangiran baik dalam aspek pelestarian, pengembangan, dan
pemanfaatan, serta penelitian
1.2 Strategi
Mengusulkan pembentukan lembaga pengelola dan menyusun struktur
organisasi pengelola yang berkedudukan di Sangiran dan
bertanggungjawab langsung kepada Direktorat Jendral Sejarah dan
Purbakala (setaraf dengan Museum Nasional)
Jaringan Kerja Pengelolaan Situs Sangiran

Departemen Menkokesra
BudPar (vocal point)

Ditjen Pokja KNIU UNESCO


Pemda Sepur Wardun UNESCO Jakarta

Pusat
Sangiran

41
Struktur Kelembagaan Organisasi Pengelolaan

Depbudpar Pemerintah
Provinsi/Kabupaten

Ditjen Sepur

Direktorat Museum Ka Pus


PurMus Nasional Sangiran

Kabag TU

BP3 Bid Bid Bid Bid


Jateng Penelitian Pelestarian Museum Pemanfaatan

Kelompok Jabatan
Fungsional Peneliti/Pamong
Budaya

BAGAN SUSUNAN ORGANISASI


BALAI PELESTARIAN SITUS MANUSIA PURBA SANGIRAN
KEPALA
Dr. Herry Widianto

SUBBAGIAN TATA
USAHA

SEKSI PELESTARIAN SEKSI EKSPLORASI SEKSI PEMANFAATAN


Drs. Rusmulia Tjiptadi Drs. Muh. Hidayat Sukardi, S.Si
Hidayat M, Hum

KELOMPOK JABATAN
FUNGSIONAL
(belum ada)

42
43
BAB III
PENUTUP

KESIMPULAN
Sangiran adalah sebuah situs arkeologi (Situs Manusia Purba) di Jawa,
Indonesia. Sangiran terletak di sebelah utara Kota Solo dan berjarak sekitar 15
km (tepatnya di desa krikilan, kec. Kalijambe, Kab.Sragen). Gapura Situs
Sangiran berada di jalur jalan raya SoloPurwodadi dekat perbatasan antara
Gemolong dan Kalioso (Kabupaten Karanganyar). Gapura ini dapat dijadikan
penanda untuk menuju Situs Sangiran, Desa Krikilan. Jarak dari gapura situs
Sangiran menuju Desa Krikilan 5 km.
Hingga saat ini telah ditemukan lebih dari 13.685 fosil 2.931 fosil ada
di Museum, sisanya disimpan di gudang penyimpanan. Sebagai World
Heritage List (Warisan Budaya Dunia). Museum ini memiliki fasilitas-fasilitas
diantaranya: ruang pameran (fosil manusia, binatang purba), laboratorium,
gudang fosil, ruang slide, menara pandang, wisma Sangiran dan kios-kios
souvenir khas Sangiran.
Bertolak dari uraian terdahulu ada beberapa hal yang dapat diambil
sebagai kesimpulan dari penulisan laporan ini.
Situs Sangiran pada awalnya merupakan laut dangkal dan daerah payau
kemudian terjadi proses pengangkatan dan pelipatan lapisan tanah.
Di Sangiran di temukan Fosil-fosil manusia purba yang merupakan
gambaran evolusi asal-usul manusia, seperti di ketemukannya fosil
Australopithecus Africanus, Pithecanthropus Mojokertensis,
Pithecantrophus Erectus, Pithecantrophus Soloensis dan Homo Sapiens
(Manusia Wajak).
Sangiran memberi sumbangan yang sangat besar bagi ilmu pengetahuan
dimana Sangiran merupakan obyek penelitian bagi semua level
pendidikan, terutama bagi para mahasiswa yang mengambil jurusan
sejarah dan arkeolog. Dengan adanya fosil-fosil tersebut di sangiran, maka
pemerintah mengeluarkan undang-undang yang melindungi situs sangiran.

44
DAFTAR PUSTAKA

Poesponegoro, Marwati D. 1981. Sejarah Nasional Indonesia I. Cetakan I.


Jakarta: Depdiknas.
Santosa, Hery. 2000. Sejarah Kebudayaan Indonesia. Yogyakarta: Universitas
SanataDharma.
Tjiptadi, Rusmulia. et al. 2004. Museum Situs Sangiran Sejarah Evolusi
Manusia Purba
Beserta Situsnya. Koperasi Museum Sangiran.
http://www.sangiran.info/ diakses pada 23 November 2010
http:/www.sragenkab.go.id /. diakses pada 23 November 2010

45

Anda mungkin juga menyukai