Anda di halaman 1dari 13

TUGAS

BIOTEKNOLOGI

Disusun oleh:

HADAINA ZULFAH / K4311031

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

2013
1. A. Jelaskan mekanisme regulasi lac operon pada gambar (b) dan (c)

Operon merupakan sekelompok gen yang diapit secara bersamaan oleh


sepasang promotor dan terminator. Gen-gen pada satu operon akan diekspresikan
secara bersamaan melalui inisiasi transkripsi pada promotor yang sama dan
berakhir pada terminator yang sama. Pada operon laktosa terdapat tiga gen yaitu
lac-Z, lac- Y, dan Lac A, yang masing-masing menyandikan -galaktosidase
permease, dan transasetilase. Gen-gen yang berada pada satu operon mempunyai
hubungan fungsi dalam metabolisme Pengaturan ekspresi operon laktosa dilakukan
oleh suatu protein regulator yang akan berinteraksi dengan promotor. Protein
regulator tersebut akan menentukan inisiasi translasi yang dilakukan oleh
transkriptase. Protein pengatur dihasilkan oleh gen regulator, yaitu gen yang
produk ekspresinya berperan mengatur ekspresi gen lain. Dalam kasus operon
laktosa terdapat dua gen regulator yaitu gen lac-i dan gen crp. Gen Lac i
berhubungan dengan kehadiran laktosa, sedangkan gen crp berhubungan dengan
kehadiran glukosa. Gen yang diatur tersebut dinamakan gen struktural, sebagai
contoh gen lac Z, Lac Y, dan Lac A pada operon laktosa. Jadi gen regulator
berperan mengatur ekspresi gen struktural.

Gambar (b), menunjukkan proses pengendalian negative. Gen Lac-i akan


menghasilkan suatu polipeptida, yang kemudian setiap empat polipeptida akan
membentuk satu molekul protein tetramer yang berperan sebagai regulator. Dalam
proses regulasi protein tetramer ini akan menempel pada suatu wilayah promotor
yang disebut operator. Penempelan itu terjadi karena ada kecocokan tertentu antara
runtunan basa operator dengan protein regulator atau yang disebut dengan
repressor. Represor menempel pada operator. Penempelan menyebabkan RNA
polimerase tidak dapat melakukan transkripsi gen-gen struktural, sehingga operon
mengalami represi (penekanan). Proses ini akan terjadi secara terus menerus
selama tidak ada induser di dalam sel. Ini disebut dengan mekanisme efisiensi
seluler karena sel tidak perlu mengaktifkan operon jika memang tidak ada induser
sehingga energi seluler dapat dihematAkibat adanya protein regulator yang
menempati wilayah operator maka transkriptase tidak dapat melakukan inisiasi
translasi, sehingga gen-gen yang terdapat di belakang promotor menjadi tidak
terekspresi. Protein regulator seperti di atas bersifat menghalangi atau menekan
terjadinya transkripsi, maka disebut inhibitor Lawan sifat dari represor disebut
aktivator, yaitu yang bersifat mendorong terjadinya ekspresi gen.

Gambar (c) menunjukkan Proses pengendalian positif. jika ada induser


yaitu laktosa, maka induser melekat pada bagian represor dan mengubah struktur
dari represor, sehingga mengubah allosterik konformasi molekul represor. Hal ini
mengakibatkan represor tidak dapat menempel lagi pada operator dan represor
tidak mampu menghambat transkripsi, sehingga RNA polimerase akan terus
berjalan.

Kehadiran laktosa pada media tumbuh akan mendorong terjadinya ekspresi


operon laktosa atau terjadi sintesis -galaktosidase. Berarti kehadiran laktosa harus
mampu melepaskan protein regulator dari promotor agar terjadi ekspresi gen lac-Z,
untuk menghasilkan -galaktosidase, gen lac Y menghasilkan Permease dan untuk
gen lac A akan menghasilkan transacetylase. Dalam sistem regulasi ini laktosa
yang diambil oleh bakteri dapat berinteraksi dengan protein regulator dan asosiasi
yang akan mengubah konfigurasi molekul protein regulator. Perubahan konfigurasi
pada protein represor menyebabkan protein tersebut menjadi tidak mampu
berasosiasi dengan operator. Dengan tidak adanya inhibitor pada promotor maka
transkriptase menjadi tidak terhalang untuk melakukan inisiasi transkripsi dan
terjadi ekspresi gen-gen pada operon laktosa.

B. Jelaskan peranan protein pengantur (camp dan CAP), sebagai activator transkripsi
lac Z, lac Y dan Lac A pada regulasi positif Lac operon

Ekspresi operon Lac juga diatur oleh keberadaan glukosa laktosa. Bila
bakteri telah mengkonversi laktosa menjadi glukosa, dan bila kuantitas glukosa
sudah mencukupi maka -galaktosidase harus dihentikan sintesisnya. Regulasi oleh
glukosa ini disebut represi katabolit atau represi glukosa. Proses regulasi ini
melibatkan tiga komponen yaitu glukosa, cAMP (cyclic AMP), dan CAP (protein
aktivator/ represor). CAP merupakan protein yang berperan mengaktifkan enzim
transkriptase, protein ini disandikan oleh gen regulator crp Asosisasi antara CAP
dengan transkriptase menyebabkan transkriptase menjadi aktif dan mampu
mengkatalisis proses transkripsi; tanpa CAP transkriptase menjadi tidak aktif.

Glukosa mengatur aktivitas CAP melalui pengaturan cAMP. Antara CAP


dan cAMP dapat terbentuk asosiasi, dan asosiasi ini akan menyebabkan CAP aktif
berperan sebagai aktivator; CAP yang terbebas dari cAMP tidak dapat berperan
sebagai aktivator. Kuantitas cAMP berbanding terbalik dengan kuantitas glukosa.
Saat glukosa di dalam sel berjumlah kecil cAMP ditemukan berada dalam jumlah
yang besar, dan bila kuantitas glukosa dalam sel meningkat maka cAMP akan
menurun. Dalam keadaan kuantitas rendah cAMP tidak dapat berasosiasi dengan
CAP, akibatnya CAP tidak dapat menjadi aktivator. Jadi pada saat glukosa rendah
cAMP berada dalam jumlah besar dan membentuk asosiasi cAMP-CAP yang
berperan menjadi aktivator enzim transkriptase, sehingga terjadi transkripsi operon
laktosa. Ketika glukosa meningkat sampai jumlah tertentu cAMP menurun
sehingga tidak terbentuk asosiasi cAMP-CAP, dan CAP tidak dapat berperan
sebagai aktivator dan transkripsi operon laktosa tidak berlangsung.

2. Jelaskan mekanisme cloning DNA dari sebuah gen pada plasmid dan transformasi
plasmid rekombinan ke dalam sel inang bakteri E.coli yang menggunakan blue-white
selection pada koloni

Kloning DNA dari sebuah gen pada plasmid

Kloning DNA adalah metode untuk memurnikan atau mengidentifikasi dan


memperbanyak suatu potongan DNA tertentu (klon) yang dikehendaki dari campuran
potongan-potongan DNA yang kompleks.Ketika keseluruhan DNA dari suatu
organisme diekstraksi, akan diperoleh seluruh gen yang dimiliki organisme tersebut.
Pada kloning gen, hanya gen (DNA) tertentu yang diisolasi, dimurnikan, dan
diperbanyak (diklon). nSumber DNA untuk diklon DNA kromosomcDNA
(complementary DNA) yang disintesis menggunakan mRNA sebagai cetakan

Metoda untuk memasukkan DNA ke dalam sel inang dengan memotong DNA
menggunakan enzim endonuklease restriksi adalah sebagai berikut :

Ujung lengket (sticky ends)

Ujung tumpul (blunt ends)

Ujung lengket dan tumpul (Blunt & Sticky ends)


Selanjutnya proses penyambungan (pasting) DNA dapat dilakukan dengan
cara sebagai berikut :

Pembentukan ikatan-H pada ujung-ujung yang komplemen (sticky ends)

Ligase membentuk ikatan fosfodiester untuk merekatkan benang-benang DNA

Diperlukan suatu wahana (vehicle) untuk memasukkan suatu potongan DNA


dari sebuah gen pada plasmid. Plasmid merupakan DNA bukan kromosom
(extrachromosomal DNA) yang secara alami dimiliki suatu jasad. Bentuknya benang
ganda (double strands DNA, dsDNA) sirkular Plasmid buatan (Artificial plasmids)
dapat dibuat dengan menambahkan potongan-potongan DNA lain.

Sel inang yang telah mengandung DNA rekombinan dibiakkan dalam medium
padat, sehingga membentuk koloni. Koloni yang terbentuk merupakan sekumpulan
sel yang identik karena hasil pembiakan sebuah sel. Koloni yang dapat tumbuh pada
media seleksi ini adalah koloni yang berasal dari bakteri transforman saja.

Cara Mengklon DNA pada plasmid dan transformasi plasmid rekombinan ke


dalam sel inang bakteri E.coli

Umumnya transformasi bertujuan mengekspresikan suatu gen tertentu di


dalam sel inang. Agar gen yang berupa fragmen DNA (biasa disebut insert) ini dapat
masuk, ia harus dibuat menjadi DNA plasmid dulu dengan menyisipkannya pada
suatu DNA vektor. Berikut ini tahapan-tahapan insersi gen ke plasmid/vektor.
Insert Digestion (image from biochem.arizona.edu)

Plasmid (Vector) Digestion (image from biochem.arizona.edu)


Insert-Plasmid Ligation (image from biochem.arizona.edu)

Cara memastikan transformasi berhasil

Kita tahu bahwa setiap sel termasuk bakteri memiliki sistem pertahanan diri
terhadap benda asing termasuk DNA. Jika sel bakteri menemukan adanya DNA asing,
maka enzim restriksi sebagai penjaga benteng akan memotong-motong DNA tersebut
hingga menjadi pendek dan tak berfungsi lagi. Agar DNA plasmid yang
ditransformasi tidak dicincang oleh enzim restriksi, maka ia harus memiliki bagian
yang dinamakan ori atau origin of replication yang dikenali oleh bakteri yang
bersangkutan. Ori ini berfungsi mengelabui bakteri agar tidak menganggapnya
sebagai DNA asing. Ori juga merupakan signal agar bakteri tersebut melakukan
replikasi alias penggandaan DNA plasmid secara independen seiring dengan replikasi
DNA genomnya.

Untuk membedakan antara bakteri yang sudah dimasuki DNA plasmid dengan
tidak,cara yang paling umum adalah dengan seleksi antibiotik. Kita tahu umumnya
bakteri tidak dapat hidup pada media yang mengandung antibiotik. Untuk itu pada
DNA plasmid yang kita transformasikan harus ada gen penyandi antibiotik resisten
agar bakteri hostnya menjadi tahan hidup di media yang mengandung antibiotik. Jadi
bakteri yang tidak berhasil disusupi oleh plasmid akan mati dengan sendirinya.
Reaksi Ligasi tidak akan 100% berhasil menyambungkan vektor dan insert.
Bisa saja terjadi vektor berligasi sendiri (vector self-ligation), atau justru insert yang
berligasi sendiri (insert self-ligation). Insert biasanya disisipkan di pertengahan gen
lacZ yang merupakan penyandi lacZ- subunit dari enzim -galactosidase, subunit
lainnya, yaitu lacZ-w subunit dihasilkan oleh gen yang terdapat pada kromosom
bakteri host-nya. Enzim ini dapat memecah substrat seperti X-gal (suatu galaktosa
yang dimodifikasi) menjadi galaktosa dan pre-chromophore 5-bromo-4-chloro-3-
hydroxyindole, yang selanjutnya dioksidasi menjadi 5,5-dibromo-4,4-dichloro-
indigo yang berwarna biru.

Mechanism of X-gal degradation by -galactosidase (image from


biochem.arizona.edu)

Jika gen LacZ ini masih utuh, maka koloni bakteri akan berwarna biru akibat
pengaruh zat warna indigo yang dihasilkan. Tetapi jika insert berhasil disisipkan
(diligasikan) dengan vektor, otomatis gen lacZ-nya akan terdisrupsi alias rusak dan
ujung-ujungnya tidak mampu menghasilkan indigo yang berwarna biru, sehingga
koloni bakteri akan berwarna putih. Jadi hanya koloni putih yang tumbuh pada media
yang mengandung antibiotik dan X-Gal sajalah yang kemungkinan mengandung gen
yang kita transformasikan. Inilah yang dinamakan seleksi biru-putih.
Insert-Plasmid Ligation (image from biochem.arizona.edu)

3. Baru baru ini kita mendapatkan informasi penting pada media elektronik tentang
langkah pembuktian dengan DNA forensic dari tersangka pengkonsumsi zat Narkoba
melalui uji DNA Fingerprinting (sidik jadi DNA) menggunakan DNA yang berasal
dari sel mukosa mulut yang tertinggal pada lintangan bekas hisap yang dicocokkan
dengan DNA tersangka, jelaskan bagaimana mekanisme uji DNA tersebut

DNA fingerprint adalah salah satu bagian dari bioteknologi forensik yang
merupakan teknik untuk mengidentifikasi seseorang berdasarkan pada profil
DNAnya. Ada dua aspek DNA yang digunakan dalam DNA fingerprinting, yaitu di
DNA yang seragam dalam satu individu terdapat dan variasi genetik yang terdapat
diantara individu. Prosedur DNA fingerprinting memiliki kesamaan dengan
mencocokkan sidik jari seseorang dengan orang lain. Hanya saja perbedannya adalah
proses ini dilakukan tidak menggunakan sidik jari, tetapi menggunakan DNA individu
karena secara individu DNA seseorang itu unik. Istilah DNA typing atau identifikasi
DNA sebenarnya merupakan istilah yang lebih tepat dibandingkan DNA
fingerprinting atau DNA profiling, akan tetapi istilah tersebut sama saja dan
penggunaan istilah tersebut bervariasi tergantung pada preferensi seseorang.

Analisa DNA fingerprinting adalah teknik analisis untuk mengidentifikasi


suatu individu berdasarkan pada fragmen DNA-nya. Keuntungannya: dapat
mengetahui hubungan kekerabatan dan karakterisasi individu. DNA fingerprinting
setiap individu berbeda-beda sehingga dapat digunakan sebagai bukti forensik pada
kasus kejahatan. Tes DNA ini bisa digunakan pada DNA yang terdapat pada inti sel
atau DNA mitokondria.

Pada tahun 1981 ditemukan mitokondrial DNA (mtDNA), yaitu DNA yang
terdapat pada sitoplasma mitokondria, merupakan molekul yang berbentuk melingkar,
double helix, dan berukuran 16.569 pasang basa. DNA mitokondria mengkode 2
rRNA, 22 tRNA dan 13 protein yang berfungsi dalam rantai respirasi. Setiap sel
mempunyai 1000 hingga 10000 copy mtDNA, sehingga mtDNA dapat ditemukan
pada sampel yang sangat sedikit).

Ada tiga karakteristik mtDNA yang dapat dijadikan alat yang signifikan untuk
keperluan analisis forensik. Pertama, mtDNA mempunyai copy number yang tinggi,
meskipun di dalam sel yang tidak mengandung inti [Robin and Wong, 1988]. Jumlah
copy per sel yaitu sekitar 1000-10.000 sehingga mtDNA dapat digunakan untuk
analisis sampel dengan jumlah DNA yang sangat terbatas, atau DNA yang mudah
terdegradasi, apabila analisis DNA inti tidak dapat dilakukan [Moore and Isenberg,
1999]. Kedua, mtDNA manusia diturunkan secara maternal sehingga setiap individu
pada garis keturunan ibu yang sama akan mempunyai tipe mtDNA yang identik.
Karakteristik mtDNA ini sangat berguna untuk penyelidikan kasus orang hilang atau
menentukan identitas seseorang dengan membandingkan mtDNA korban terhadap
mtDNA saudaranya yang segaris keturunan ibu [Moore and Isenberg]. Ketiga,
mtDNA mempunyai laju polimorfisme yang tinggi dengan laju evolusinya sekitar 5-
10 kali lebih cepat dari DNA inti. D-loop merupakan daerah yang mempunyai tingkat
polimorfismeter tinggi dalam mtDNA dimana terdapat dua daerah hipervariabel
dengan tingka variasi terbesar antara individu-individu yang tidak mempunyai
hubungan kekerabatan. Karena itu, dalam penentuan identitas seseorang atau studi
forensik dapat dilakukan hanya dengan menggunakan daerah D-loop mtDNA saja.

Salah satu teknik analisis DNA adalah menggunakan PCR. PCR (Polymerase
Chain Reaction) merupakan suatu metode sintesis DNA in vitro. Prinsipnya sama
dengan sintesis DNA secara in vivo (kloning), tetapi menggunakan dua buah primer
yang masing-masing komplementer terhadap kedua untaian DNA yang berlawanan.
Dengan PCR satu molekul DNA dapat diperbanyak atau diamplifikasi sehingga
diperoleh hasil akhir berupa sebuah fragmen DNA dengan ukuran tertentu yang dapat
diamati dengan jelas dalam elektroforesis gel agarosa. PCR merupakan metoda yang
cepat untuk memperbanyak satu segmen DNA, sangat selektif, sehingga tidak
diperlukan langkah pemurnian DNA sebelumnya. Hasil amplifikasi 106-108 kali lebih
banyak jika dibangdingkan dengan konsentrasi awalnya.

Teknik PCR sangat sensitif dan dapat menganalisis sampel DNA hingga 1 ng
(1 nanogram=1/1000.000.000 gram), akan tetapi sampel forensik minimal untuk hasil
optimal ialah 2-8 ng (Reno J, Fisher R.C, Robinson L, Brennan N, Travis J.
Postconviction DNA Testing: Recommendation for Handling Requests. 1999.
http://www.ojp.usdoj.gov/nij)

Uji DNA Fingerprinting menggunakan DNA yang berasal dari sel mukosa mulut

Metode yang dilakukan dalam mengidentifikasi tersangka pengkonsumsi


narkoba menggunakan sel epitel rongga mulut yang pertama adalah mengambil bahan
dan menyiapkan templat . Templat mtDNA yang akan diamplifikasi diambil dari sel-
sel epitel rongga mulut korban. Pengambilan sel epitel dilakukan dengan cara
memasukkan kertas saring Whatman yang sudah steril ukuran 2x2 cm2 ke dalam
mulut korban, kemudian kertas tersebut dihisap dan dikeringkan. Selanjutnya kertas
tersebut dipotong kecil-kecil dengan gunting yang steril dan hasil potongannya
dimasukkan ke dalam tabung mikro 1,5 mL (Eppendorf) yang siap untuk dilisis dalam
volume akhir 300 mL dengan metode Maniatis

Langkah selanjutnya ialah amplifikasi templat dengan PCR. Amplifikasi 0,4


kb daerah D-loop dilakukan dengan menggunakan sepasang primer M1/M2 proses
PCR dilakukan dengan kondisi PCR pada Aquadro dan Greenberg (1983). Hasil PCR
dielektroforesis dengan penghantar arus pada tegangan 75 volt selama 45 menit,
sebagai marker digunakan adalah pUC19/HinfI (Amercham life science). Hasil
elektroforesis divisualisasi dengan lampu UV seri 9814-312 nm (cole parmer)

Hasil pengumpulan sampel berupa sel-sel epitel rongga mulut baik milik
tersangka maupun yang diduga milik keluarga tersangka yang melekat pada kertas
saring ukuran 2 x 2 cm2, selanjutnya dipotong kecil-kecil dan hasil pemotongannya
dilisis dengan metode Maniatis [Sambrook et al., 1989] yaitu dengan menggunakan
bufer lisis dan proteinase K. Tween-20 dalam bufer lisis berprinsip seperti detergen
yang mempunyai ekor hidrofob dan bagian yang hidrofil. Ekor hidrofob Tween dapat
mengganggu integritas fosfolipid yang merupakan salah satu komponen membran sel
sehingga integritas membran sel rusak. Sementara proteinase K dapat mendegradasi
protein membran sel dan juga membran mitokondria, sehingga kedua pereaksi bekerja
secara simultan dalam memecah membran sel dan sekaligus memecah membran
mitokondria sehingga DNA yang terdapat dalam matriks mitokondria dapat keluar
dari sel sedangkan aktivitas enzim nuklease yang dapat mendegradasi DNA bila DNA
keluar dari sistem sel dihambat oleh adanya EDTA dalam bufer lisis. Lisis dilakukan
pada suhu 560C selama 1 jam agar seluruh sel diperkirakan terlisis semua sementara
suhu 560C merupakan suhu kerja optimal proteinase K [Sambrook et al., 1989].
Setelah 1 jam, sampel diinkubasi pada suhu 950C selama 5 menit untuk
mendeaktivasi kerja proteinase K yang dapat menghambat kerja enzim DNA
polimerase pada proses PCR. Dengan teknik sentrifugasi mtDNA terdapat dalam
supernatan. Filtrat hasil lisis merupakan templat DNA untuk proses PCR.

Proses PCR dilakukan untuk mengamplifikasi 0,4 kb daerah D-loop dengan


menggunakan sepasang primer M1 dan M2. Hasil PCR dianalisis dengan
elektroforesis gel agarosa 1,2 % (b/v), sebagai standar digunakan plasmid
pUC19/HinfI. Semua sampel memberikan hasil amplifikasi fragmen berukuran sekitar
0,4 kb yang terletak diantara pita 517 pb dan pita 396 pb standar pUC19/HinfI.
Kontrol positif proses PCR digunakan sampel sel darah yang sudah berhasil
diamplifikasi pada kondisi PCR yang sama dan menggunakan sepasang primer M1
dan M2. Kontrol positif memberikan hasil amplifikasi fragmen berukuran sekitar 0,4
kb. Sedangkan kontrol negatif digunakan ddH2O steril sebagai pengganti templat.
Kontrol negatif tidak memberikan hasil amplifikasi.

Anda mungkin juga menyukai