BIOTEKNOLOGI
Disusun oleh:
SURAKARTA
2013
1. A. Jelaskan mekanisme regulasi lac operon pada gambar (b) dan (c)
B. Jelaskan peranan protein pengantur (camp dan CAP), sebagai activator transkripsi
lac Z, lac Y dan Lac A pada regulasi positif Lac operon
Ekspresi operon Lac juga diatur oleh keberadaan glukosa laktosa. Bila
bakteri telah mengkonversi laktosa menjadi glukosa, dan bila kuantitas glukosa
sudah mencukupi maka -galaktosidase harus dihentikan sintesisnya. Regulasi oleh
glukosa ini disebut represi katabolit atau represi glukosa. Proses regulasi ini
melibatkan tiga komponen yaitu glukosa, cAMP (cyclic AMP), dan CAP (protein
aktivator/ represor). CAP merupakan protein yang berperan mengaktifkan enzim
transkriptase, protein ini disandikan oleh gen regulator crp Asosisasi antara CAP
dengan transkriptase menyebabkan transkriptase menjadi aktif dan mampu
mengkatalisis proses transkripsi; tanpa CAP transkriptase menjadi tidak aktif.
2. Jelaskan mekanisme cloning DNA dari sebuah gen pada plasmid dan transformasi
plasmid rekombinan ke dalam sel inang bakteri E.coli yang menggunakan blue-white
selection pada koloni
Metoda untuk memasukkan DNA ke dalam sel inang dengan memotong DNA
menggunakan enzim endonuklease restriksi adalah sebagai berikut :
Sel inang yang telah mengandung DNA rekombinan dibiakkan dalam medium
padat, sehingga membentuk koloni. Koloni yang terbentuk merupakan sekumpulan
sel yang identik karena hasil pembiakan sebuah sel. Koloni yang dapat tumbuh pada
media seleksi ini adalah koloni yang berasal dari bakteri transforman saja.
Kita tahu bahwa setiap sel termasuk bakteri memiliki sistem pertahanan diri
terhadap benda asing termasuk DNA. Jika sel bakteri menemukan adanya DNA asing,
maka enzim restriksi sebagai penjaga benteng akan memotong-motong DNA tersebut
hingga menjadi pendek dan tak berfungsi lagi. Agar DNA plasmid yang
ditransformasi tidak dicincang oleh enzim restriksi, maka ia harus memiliki bagian
yang dinamakan ori atau origin of replication yang dikenali oleh bakteri yang
bersangkutan. Ori ini berfungsi mengelabui bakteri agar tidak menganggapnya
sebagai DNA asing. Ori juga merupakan signal agar bakteri tersebut melakukan
replikasi alias penggandaan DNA plasmid secara independen seiring dengan replikasi
DNA genomnya.
Untuk membedakan antara bakteri yang sudah dimasuki DNA plasmid dengan
tidak,cara yang paling umum adalah dengan seleksi antibiotik. Kita tahu umumnya
bakteri tidak dapat hidup pada media yang mengandung antibiotik. Untuk itu pada
DNA plasmid yang kita transformasikan harus ada gen penyandi antibiotik resisten
agar bakteri hostnya menjadi tahan hidup di media yang mengandung antibiotik. Jadi
bakteri yang tidak berhasil disusupi oleh plasmid akan mati dengan sendirinya.
Reaksi Ligasi tidak akan 100% berhasil menyambungkan vektor dan insert.
Bisa saja terjadi vektor berligasi sendiri (vector self-ligation), atau justru insert yang
berligasi sendiri (insert self-ligation). Insert biasanya disisipkan di pertengahan gen
lacZ yang merupakan penyandi lacZ- subunit dari enzim -galactosidase, subunit
lainnya, yaitu lacZ-w subunit dihasilkan oleh gen yang terdapat pada kromosom
bakteri host-nya. Enzim ini dapat memecah substrat seperti X-gal (suatu galaktosa
yang dimodifikasi) menjadi galaktosa dan pre-chromophore 5-bromo-4-chloro-3-
hydroxyindole, yang selanjutnya dioksidasi menjadi 5,5-dibromo-4,4-dichloro-
indigo yang berwarna biru.
Jika gen LacZ ini masih utuh, maka koloni bakteri akan berwarna biru akibat
pengaruh zat warna indigo yang dihasilkan. Tetapi jika insert berhasil disisipkan
(diligasikan) dengan vektor, otomatis gen lacZ-nya akan terdisrupsi alias rusak dan
ujung-ujungnya tidak mampu menghasilkan indigo yang berwarna biru, sehingga
koloni bakteri akan berwarna putih. Jadi hanya koloni putih yang tumbuh pada media
yang mengandung antibiotik dan X-Gal sajalah yang kemungkinan mengandung gen
yang kita transformasikan. Inilah yang dinamakan seleksi biru-putih.
Insert-Plasmid Ligation (image from biochem.arizona.edu)
3. Baru baru ini kita mendapatkan informasi penting pada media elektronik tentang
langkah pembuktian dengan DNA forensic dari tersangka pengkonsumsi zat Narkoba
melalui uji DNA Fingerprinting (sidik jadi DNA) menggunakan DNA yang berasal
dari sel mukosa mulut yang tertinggal pada lintangan bekas hisap yang dicocokkan
dengan DNA tersangka, jelaskan bagaimana mekanisme uji DNA tersebut
DNA fingerprint adalah salah satu bagian dari bioteknologi forensik yang
merupakan teknik untuk mengidentifikasi seseorang berdasarkan pada profil
DNAnya. Ada dua aspek DNA yang digunakan dalam DNA fingerprinting, yaitu di
DNA yang seragam dalam satu individu terdapat dan variasi genetik yang terdapat
diantara individu. Prosedur DNA fingerprinting memiliki kesamaan dengan
mencocokkan sidik jari seseorang dengan orang lain. Hanya saja perbedannya adalah
proses ini dilakukan tidak menggunakan sidik jari, tetapi menggunakan DNA individu
karena secara individu DNA seseorang itu unik. Istilah DNA typing atau identifikasi
DNA sebenarnya merupakan istilah yang lebih tepat dibandingkan DNA
fingerprinting atau DNA profiling, akan tetapi istilah tersebut sama saja dan
penggunaan istilah tersebut bervariasi tergantung pada preferensi seseorang.
Pada tahun 1981 ditemukan mitokondrial DNA (mtDNA), yaitu DNA yang
terdapat pada sitoplasma mitokondria, merupakan molekul yang berbentuk melingkar,
double helix, dan berukuran 16.569 pasang basa. DNA mitokondria mengkode 2
rRNA, 22 tRNA dan 13 protein yang berfungsi dalam rantai respirasi. Setiap sel
mempunyai 1000 hingga 10000 copy mtDNA, sehingga mtDNA dapat ditemukan
pada sampel yang sangat sedikit).
Ada tiga karakteristik mtDNA yang dapat dijadikan alat yang signifikan untuk
keperluan analisis forensik. Pertama, mtDNA mempunyai copy number yang tinggi,
meskipun di dalam sel yang tidak mengandung inti [Robin and Wong, 1988]. Jumlah
copy per sel yaitu sekitar 1000-10.000 sehingga mtDNA dapat digunakan untuk
analisis sampel dengan jumlah DNA yang sangat terbatas, atau DNA yang mudah
terdegradasi, apabila analisis DNA inti tidak dapat dilakukan [Moore and Isenberg,
1999]. Kedua, mtDNA manusia diturunkan secara maternal sehingga setiap individu
pada garis keturunan ibu yang sama akan mempunyai tipe mtDNA yang identik.
Karakteristik mtDNA ini sangat berguna untuk penyelidikan kasus orang hilang atau
menentukan identitas seseorang dengan membandingkan mtDNA korban terhadap
mtDNA saudaranya yang segaris keturunan ibu [Moore and Isenberg]. Ketiga,
mtDNA mempunyai laju polimorfisme yang tinggi dengan laju evolusinya sekitar 5-
10 kali lebih cepat dari DNA inti. D-loop merupakan daerah yang mempunyai tingkat
polimorfismeter tinggi dalam mtDNA dimana terdapat dua daerah hipervariabel
dengan tingka variasi terbesar antara individu-individu yang tidak mempunyai
hubungan kekerabatan. Karena itu, dalam penentuan identitas seseorang atau studi
forensik dapat dilakukan hanya dengan menggunakan daerah D-loop mtDNA saja.
Salah satu teknik analisis DNA adalah menggunakan PCR. PCR (Polymerase
Chain Reaction) merupakan suatu metode sintesis DNA in vitro. Prinsipnya sama
dengan sintesis DNA secara in vivo (kloning), tetapi menggunakan dua buah primer
yang masing-masing komplementer terhadap kedua untaian DNA yang berlawanan.
Dengan PCR satu molekul DNA dapat diperbanyak atau diamplifikasi sehingga
diperoleh hasil akhir berupa sebuah fragmen DNA dengan ukuran tertentu yang dapat
diamati dengan jelas dalam elektroforesis gel agarosa. PCR merupakan metoda yang
cepat untuk memperbanyak satu segmen DNA, sangat selektif, sehingga tidak
diperlukan langkah pemurnian DNA sebelumnya. Hasil amplifikasi 106-108 kali lebih
banyak jika dibangdingkan dengan konsentrasi awalnya.
Teknik PCR sangat sensitif dan dapat menganalisis sampel DNA hingga 1 ng
(1 nanogram=1/1000.000.000 gram), akan tetapi sampel forensik minimal untuk hasil
optimal ialah 2-8 ng (Reno J, Fisher R.C, Robinson L, Brennan N, Travis J.
Postconviction DNA Testing: Recommendation for Handling Requests. 1999.
http://www.ojp.usdoj.gov/nij)
Uji DNA Fingerprinting menggunakan DNA yang berasal dari sel mukosa mulut
Hasil pengumpulan sampel berupa sel-sel epitel rongga mulut baik milik
tersangka maupun yang diduga milik keluarga tersangka yang melekat pada kertas
saring ukuran 2 x 2 cm2, selanjutnya dipotong kecil-kecil dan hasil pemotongannya
dilisis dengan metode Maniatis [Sambrook et al., 1989] yaitu dengan menggunakan
bufer lisis dan proteinase K. Tween-20 dalam bufer lisis berprinsip seperti detergen
yang mempunyai ekor hidrofob dan bagian yang hidrofil. Ekor hidrofob Tween dapat
mengganggu integritas fosfolipid yang merupakan salah satu komponen membran sel
sehingga integritas membran sel rusak. Sementara proteinase K dapat mendegradasi
protein membran sel dan juga membran mitokondria, sehingga kedua pereaksi bekerja
secara simultan dalam memecah membran sel dan sekaligus memecah membran
mitokondria sehingga DNA yang terdapat dalam matriks mitokondria dapat keluar
dari sel sedangkan aktivitas enzim nuklease yang dapat mendegradasi DNA bila DNA
keluar dari sistem sel dihambat oleh adanya EDTA dalam bufer lisis. Lisis dilakukan
pada suhu 560C selama 1 jam agar seluruh sel diperkirakan terlisis semua sementara
suhu 560C merupakan suhu kerja optimal proteinase K [Sambrook et al., 1989].
Setelah 1 jam, sampel diinkubasi pada suhu 950C selama 5 menit untuk
mendeaktivasi kerja proteinase K yang dapat menghambat kerja enzim DNA
polimerase pada proses PCR. Dengan teknik sentrifugasi mtDNA terdapat dalam
supernatan. Filtrat hasil lisis merupakan templat DNA untuk proses PCR.