Anda di halaman 1dari 3

Nama : Rabbani Yusuf

Kelas : 10 Akuntansi 1

Museum Sangiran

Museum sangiran adalah museum arkeologi yang terletak di Kecamatan Kalijambe, Kabupaten
Sragen Provinsi Jawa Tengah, Indonesia. Museum ini berdekatan dengan area situs fosil purbakala
sangiran yang merupakan salah satu situs Warisan Dunia.

Disana terdapat lapisan tanah situs Sangiran, Lapisan tanah situs Sangiran tersusun oleh lapisan
tanah berumur dari 2.400.000 tahun lalu hingga sekarang yang diendapkan secara tidak terputus,
merupakan lapisan tanah yang terlengkap di Benua Asia.

Ruang 1: Situs Sangiran telah diakui dunia sebagai salah satu warisan budaya dunia yang banyak
berkontribusi penting dalam menyingkap misteri asal muasal manusia atau yang oleh Darwin di
sebut sebagai “missing link”. Kontribusi penting tersebut dengan ditemukannya 50% temuan Homo
erectus di Sangiran sehingga menjadi panduan terhadap perkembangan ilmu pengetahuan. Selain
temuan Homo erectus, Situs Sangiran memiliki kekayaan temuan fosil baik fosil binatang maupun
tumbuhan, artefak dan stratigrafi tanah. Kesemuannya dapat dimanfaatkan dalam pengembangan
ilmu pengetahuan terutama tentang pengetahuan prasejarah.

Kekayaan yang ada di Situs Sangiran mengundang banyak peneliti dari dalam dan luar negeri untuk
meneliti dan mengungkap sejarah demi ilmu pengetahuan. Penelitian di Situs Sangiran diawali
peneliti asing sebelum Indonesia merdeka. Peneliti asing yang berjasa pada pengenalan Situs
Sangiran pada dunia adalah von Koenigswald. Penelitian yang dilakukannya berhasil mengenalkan
Situs Sangiran dengan berbagai potensinya pada dunia.

Pasca kemerdekaan, banyak peneliti dalam negeri yang melanjutkan upaya penelitian yang diawali
sejak pra kemerdekaan Indonesia. Para peneliti tersebut seperti Teuku Jacob, Sartono, dan Soejono.
Hasil dari penelitian yang dilakukan peneliti asing maupun dalam negeri tersebut merupakan sebuah
kerja keras tanpa henti. Hasil penelitian itu disajikan di Museum Sangiran agar dapat dinikmati
masyarakat luas.

Sejak diresmikannya museum klaster pada 19 Oktober 2014, para wisatawan dapat berkunjung
dengan tujuan rekreasi dan berwisata tidak hanya di Museum Sangiran Klaster Krikilan saja tetapi
juga museum lainnya, yaitu Bukuran, Ngebung, Manyarejo serta Dayu. Semua museum ini memiliki
tema yang berbeda-beda, memiliki keistimewaannya masing-masing.

Museum Sangiran Klaster Krikilan merupakan pusat informasi manusia purba yang menyajikan
berbagai informasi tentang Situs Sangiran. Museum ini dibagi dalam tiga ruang pamer dengan tema
berbeda yang ketiganya memanjakan pengunjung dengan kekayaan informasi tentang Situs
Sangiran.

Museum Sangiran Klaster Bukuran dengan tema evolusi manusia, membawa para pengunjung
menambah pengetahuan tentang evolusi yang awalnya dicetuskan oleh Darwin. Diawali dengan
pengunjung merasakan sensasi saat pertama memasuki ruang pamer.
Museum Sangiran Klaster Ngebung bertemakan historis Situs Sangiran, disuguhkan materi
penelitian di Desa Ngebung yang berhasil menemukan banyak artefak berupa alat manusia
purba yang merupakan budaya manusia purba. Selain itu pengunjung diberikan pengetahuan
kala awal penelitian yang dilakukan Koenigwald, masyarakat masih percaya bahwa fosil-fosil yang
ada disekitarnya dapat sebagai obat, jimat, benda magis yang semuanya dimitoskan dalam
kepercayaan masyarakat.

Museum Sangiran Klaster Dayu mengangkat tema penelitian terkini yang dilakukan peneliti-
peneliti muda dengan hasil temuannya. Selain itu pengunjung dapat menyaksikan langsung
lapisan-lapisan tanah yang disajikan khusus bagi pengunjung Museum Dayu. Kesemuanya itu
didapatkan dari penelitian yang panjang dan tak kenal lelah. Pengunjung dapat dengan mudah
menyaksikan kebesaran Situs Sangiran yang ada di Dayu yang menyimpan banyak misteri
kehidupan pra sejarah.

Museum Sangiran Klaster Manyarejo merupakan museum lapangan yang menyajikan kondisi
penelitian. Di museum ini, pengunjung diberi berbagai informasi tentang proses penelitian
melalui materi kotak galian. Selain itu pengunjung dimanjakan dengan berbagai informasi yang
disajikan berupa temuan yang ada di Manyarejo, teknologi tradisional yang digunakan manusia
hingga yang di hasilkan dari teknologi tersebut.

Museum tersebut buka dari hari Selasa-Minggu mulai dari jam 08.00-16.00 WIB dan dihari Senin
tutup guna pembersihan koleksi museum. (Wiwit Hermanto).

Ruang 2: Setelah membahas dunia dan Nusantara, pada bagian ini disajikan informasi yang
lebih khusus lagi tentang Situs Sangiran sebagai situs hominid terpenting berikut dengan
tinggalan-tinggalannya. Beberapa topik yang dipresentasikan adalah: kondisi geologis dan
geografis, evolusi lingkungan alam sejak kala Plestosen hingga sekarang, bio-stratigrafi, dan
beberapa temuan yang menjadi ciri dari perubahan lingkungan yang pernah terjadi di
Sangiran.

Sejarah geologi Sangiran dimulai ketika terjadi sedimentasi Formasi Kalibeng berusia 2,4 juta
tahun. Formasi ini mempunyai material berupa lempung biru dengan analisis polen
menunjukkan bahwa Sangiran pada saat ini dibatasi oleh hutan bakau lebat. Kondisi
lingkungan ini tidak memungkinkan penemuan mamalia kontinental.

Ruang 3: Secara fisik, selama lebih dari 1 juta tahun Homo erectus hidup di Jawa (Sangiran
dan sepanjang aliran Bengawan Solo) mereka telah berkembang menjadi 3 tipe evolutif
yaitu arkaik, tipik, dan progresif. Tipe arkaik adalah Homo erectus tertua yang hidup pada
Kala Plestosen Bawah 1,5 – 0,9 juta tahun silam. Homo erectus Tipik hidup pada Kala
Plestosen Tengah antara 0,9 – 0,25 juta tahun silam. Sementara itu, Homo erectus tipe
progresif hidup pada sekitar 150.000 tahun silam.

Alam telah membentuk kehidupan di Sangiran sejak 2 juta yang lalu. Alam pun menyimpan
rekaman kehidupan tersebut dengan baik pada setiap lapisan tanah purbanya. Dan karena
proses alam pula kita sekarang dapat mempelajari kehidupan masa lalu untuk membangun
masa depan yang lebih baik.
Temuan fosil manusia, artefak, fosil fauna, di Situs Sangiran berkaitan erat secara
kontekstual dengan perlapisan tanah yang meyimpan temuan-temuan tersebut. Tidak hanya
menjadi sedimen geologi semata, lapisan tanah yang diendapkan dari Kala Pliosen Atas
hingga Pleistosen Tengah tersebut dapat menggambar perubahan evolusi manusia, budaya,
lingkungan, dan fauna sejak 2,4 juta tahun silam.

Homo erectus telah memiliki kemampuan memilih bahan dan membuat alat untuk
membantu memenuhi kebutuhan hidupnya. Walaupun masih sederhana, mereka
menciptakan berbagai jenis perkakas dari batu dari bahan batu pilihan, yaitu jasper dan
kalsedon. Sangiran flakes industry merupakan teknologi pembuatan alat batu yang khas dari
Sangiran dan artefak-artefak tersebut diantaranya berasal dari lapisan tanah rawa berusia 1,
2 juta tahun silam dan menjadi bukti budaya manusia paling tua di Indonesia. Ciri
khas Sangiran flakes industry sebagai teknologi paleolitik dari Sangiran adalah teknologi
pembuatannya yang masih sederhana dengan ukuran yang relatif kecil. Pada
perkembangannya, ketika lingkungan Sangiran berubah dan bahan baku berkualitas sulit
ditemukan, Homo erectus beradaptasi dengan membuat alat dari bahan alam yang ada,
yaitu andesit-basaltik yang banyak ditemukan di Formasi Notopuro bagian bawah.

Anda mungkin juga menyukai