Anda di halaman 1dari 13

Punden berundak adalah salah satu hasil budaya Indonesia pada zaman megalitik (megalitikum) atau zaman batu

besar.
Punden berundak merupakan bangunan yang tersusun bertingkat dan berfungsi sebagai tempat pemujaan terhadap roh
nenek moyang.

punden berundak

Sebagai budaya asli buatan nenek moyang Indonesia, punden berundak tetap dipertahankan keberadaanya oleh nenek
moyang kita. Meskipun saat agama Hindu-Budha datang membawa paham ke-Tuhanan yang berbeda, punden berundak
masih tetap digunakan dalam pembangunan tempat ibadah berupa candi seperti Candi Borobudur. Hal inilah yang
membuat candi-candi di Indonesia memilki ciri khas yang unik.
Candi Ijo dengan alas berupa unden berundak / candi borobudur yang berbentuk punden berundak
Waruga atau kuburan tua, adalah peti kubur peninggalan zaman megalithic orang Minahasa - Daerah Sulawesi
Utara (Sulut) yang berkembang pada awal abad ke-13 SM. Tetapi kemunculannya di tafsir pada sekitar abad ke-16
pertengahan.

Waruga pertama muncul di daerah bukit Kelewer, Treman dan Tumaluntung Kabupaten Minahasa Utara (Minut)
dan terus berkembang diberbagai daerah di Sulawesi Utara sampai pada awal abad 20 Masehi.

Menurut catatan sejarah, waruga berasal dari bahasa Tombulu, yakni dari kata Wale Maruga yang berarti rumah
dari badan yang akan kering. Sedangkan dalam arti lainnya, yakni Wale Waru atau Kubur dari Domato (jenis
tanah lilin).

Umur waruga tidak dapat dipastikan, karena bangsa Minahasa pada saat itu belum mengenal tulisan. Namun
berdasarkan berbagai sumber, waruga telah ada sebelum zaman Kristianisasi atau sebelum abad 16 Masehi.
Waruga terdiri dari dua bagian, yaitu bagian badan dan bagian tutup. Bagian badan berbentuk kubus dan bagian
tutup berbentuk menyerupai atap rumah.

Waruga berfungsi sebagai wadah penguburan mayat atau orang yang sudah meninggal. Pada zaman pra-sejarah
masyarakat Minahasa percaya bahwa roh leluhur memiliki kekuatan magis, sehingga wadah kubur mereka harus
dibuat sebaik dan seindah mungkin.

Menhir .
Menhir
Fungsi: -sebagai tempat pemujaan untuk penghormatan terhadaparwah nenek moyang
2.
Dolmen atau Stonehenge,adalah meja batu,
Dolmen fungsi: -
Sebagai tempat sesaji dan pemujaan kepada roh nenekmoyang,- Adakalanya di bawah dolmen dipakai untuk
meletakkanmayat, agar mayat tersebut tidak dapat dimakan olehb i n a t a n g b u a s m a k a k a k i m e j a n y
a d i p e r b a n y a k s a m p a i mayat tertutup rapat oleh batu
Sarkopagus atau keranda mayat dari batu, yaitu batu besar bentuknya seperti palung dan diberi penutup yang juga
terbuat dari batu. Fungsinya sebagai kuburan atau peti mayat. Tradisi jaman megalitikum ini menempatkan mayat dalam
keranda dengan cara ditekuk.Di Indonesia banyak diketemukan di wilayah Bali, sedang di kabupaten Jember hanya
diketemukan di situs Seputih kecamatan Mayang dan Sukosari kecamatan Sukowono.

Menhir adalah tugu dari batu tunggal, fungsinya sebagai tanda peringatan suatu peristiwa atau sebagai tempat pemujaan
roh nenek moyang. Oleh karena itu menhir banyak dipuja orang. Sebagai budaya Megalitikum menhir tidak banyak
diketemukan Indonesia. Untuk wilayah kabupaten Jember hanya tiga buah yaitu dilokasi situs Doplang Desa Kamal
Kecamatan Arjasa.
Kubur Batu adalah kuburan dalam tanah dimana sisi samping, alas dan tutupnya diberi semacam papan papan dari
batu. Fungsinya adalah untuk menguburkan mayat. Didalam tradisi kubur batu, disertakan pula benda benda artefak
sebagai bekal kubur berupa : gerabah, manik manik, gelang dan perhiasan lain. Terletak dilokasi situs Doplang Desa
Kamal Kecamatan Arjasa.
Prasasti Batu Dakon, yang disebut juga Prasasti Batu Congklak atau Prasasti Kebon Kopi II, saya kunjungi dengan
berjalan kaki dari Prasasti Ciaruteun. Setelah bertanya arah dua kali, sampailah saya ke lokasi Prasasti Batu Dakon
yang berjarak sekitar 20 meter dari tepi jalan, di dalam sebuah cungkup.

Prasasti Batu Dakon pada cungkup yang di dalamnya


terdapat dua buah batu dakon, yang satu berbentuk tidak beraturan dan kasar dengan lubang berjumlah belasan dengn
ukuran besar kecil, dan batu dakon kedua berbentuk lebih teratur dan halus dengan jumlah lubang yang lebih banyak
lagi. Di sebelahnya terdapat dua buah batu menhir berukuran kecil.

Moko
Propinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) Kaya Akan Kebudayaan, Salah Satunya Adalah Warisan Zaman Perundagian
( Zaman Perunggu ) Yang Banyak Kita Jumpai Di Kabupaten Alor. Moko, Setidaknya Demikianlah Warga Masyarakat
Yang Beribukota Kalabahi Ini Menamai Nekara Perunggu Ini. Berbagai Ritual Adat Yang Berlangsung Di Nusa Kenari Ini
Kerap Kali Menggunakan MokoSebagai Salah Satu Panel Ritual Adat. Hal Yang Paling Menyolok Adalah
Penggunaan MokoSebagai Mahar Atau Mas Kawin Yang Dalam Wilayah Nusa Tenggara Timur Ini Banyak Dikenal
Sebagai Belis.

Besarnya Belis Atau Mahar Yang Ditetapkan Dalam Adat Istiadat Perkawinan Didalam Kekerabatan Masyarakat Alor
Secara Gamblang Dapat Menggambarkan Status Sosial Dari Yang Bersangkutan, Semakin Besar Jumlah Mahar Atau
Belis Dalam Bentuk Moko Ini, Menunjukan Semakin Tingginya Derajat Atau Status Sosialnya. Sampai Saat Ini Pun,
Penggunaan MokoSebagai Belis Atau Mas Kawin Ini Masih Menjadi Tradisi Yang Tetap Dilaksanakan Di Kabupaten Alor
Ini.

Candrasa Perunggu
Sejenis kapak upacara. Mempunyai mata kapak melebar ke samping. Kedua ujungnya melengkung ke dalam.
Pada gagang terdapat motif geometris dikombinasikan dengan motif lengkung kecil. Motif hias seperti ini umum dijumpai
pada kapak-kapak perunggu dari masa prasejarah. Candrasa digunakan sebagai perlengkapan upacara.

C a n d r a s a , N e k a r a p e r u n g g u ( M o k o ) ,
Nekaraberbentuk seperti dandang.Banyak ditemukan di daerah : Sumatera, Jawa Bali, Sumbawa,Roti, Leti, Selayar dan Kep.
Kei.
Fungsi: - Untuk acara keagamaan- Sebagai maskawin.-Sebagai sarana upacara minta hujan (biasanya diatas
nekaradiberi hiasan katak, menurut kepercayaan katak dianggapsebagai binatang yang dapat mendatangkan hujan.)

Anda mungkin juga menyukai