Anda di halaman 1dari 2

Zaman Megalitikum (zaman batu besar) adalah periode ketika manusia mengembangkan tradisi

kebudayaan yang terbuat dari batu-batu besar. Perkembangan kebudayaan ini dimulai dari zaman
Neolitikum hingga zaman Perunggu.

Pada era ini, manusia mulai mengenal kepercayaan dalam fase paling awal. Terutama berkaitan dengan
kepercayaan terhadap roh nenek moyang.

Melansir dari Wikipedia, kebudayaan megalitikum menurut Von Heine Geldern tersebar melalui dua
gelombang yang berbeda.

Gelombang pertama yaitu Megalitik Tua, menyebar ke Indonesia pada zaman Neolitikum (2500-1500
SM) dan dibawa oleh pendukung Kebudayaan Kapak Persegi (Proto Melayu).

Gelombang kedua yaitu Megalitik Muda, menyebar ke Indonesia pada zaman Perunggu (1000 SM-1
Masehi) dan dibawa oleh pendukung Kebudayaan Dongson (Deutro Melayu).

Periode inilah saat manusia menggunakan batu berukuran besar sebagai pondasi dari bangunan hingga
tempat beribadah kepada arwah nenek moyang. Tradisi kebudayaan ini terlihat dari bangunan batu-
batu besar seperti dolmen, kubur batu, sarkofagus, punden berundak, menhir, arca, dan patung.

Di sebagian wilayah Indonesia bahkan masih bisa terlihat bangunan-bangunan besar sebagai bagian
kebudayaan ini. Misalnya pada tradisi adanya batu besar oleh suku bangsa Nias, Sumba, Toraja,
sebagian suku Batak, suku bangsa Bali, Sunda Badui, hingga sebagian Jawa.

Peninggalan Zaman Megalitikum

Pada zaman Megalitikum, masyarakat zaman dahulu sudah mengetahui sistem produksi makanan dan
bercocok tanam. Mereka juga telah mengetahui sistem pembagian kerja dan kepala suku.

Dengan kehidupan yang sudah cukup terstruktur di masa lampau, terdapat beberapa peninggalan
Zaman Megalitikum yang masih ada hingga saat ini, yakni sebagai berikut:

1. Dolmen

Dolmen merupakan meja batu besar berbentuk pipih dengan permukaan yang rata. Meja ini memiliki
empat batu panjang sebagai penyangganya. Batu ini digunakan untuk meletakkan roh, menaruh sesaji,
menutup sarkofagus, hingga tempat duduk ketua suku agar mendapatkan kekuatan magis dari leluhur.

Peninggalan Dolmen masih ada hingga saat ini. Kawan dapat menemukannya di daerah Sumatera
Selatan dan Jawa Timur. Selain itu, terdapat juga di Eropa, Asia, dan Afrika.

2. Menhir
Berbeda dengan Dolmen yang berbentuk horizontal, Menhir merupakan sebuah tugu atau tiang
berbentuk tegak yang terbuat dari batu. Batuan Menhir ini biasa dibangun sebagai tanda peringatan
kepada orang yang telah meninggal atau arwah nenek moyang.

Menhir dibangun dengan konsep kepercayaan dinamisme, yakni saat orang-orang memberikan
penghormatan kepada arwah nenek moyang yang dipercaya menetap di tempat tertentu seperti
Menhir.

Selain itu, Menhir juga berfungsi untuk mengikat binatang persembahan untuk nenek moyang, kepala
suku, dan menampung roh-roh yang datang ke tempat tersebut. Hingga saat ini, Kawan dapat
menemukan Menhir di daerah Sumatera Selatan atau Kalimantan.

3. Sarkofagus

Selanjutnya, ada Sarkofagus, peninggalan Zaman Megalitikum ini merupakan peti jenazah atau peti mati
yang memiliki bentuk mirip dengan lesung dengan penutupnya. Layaknya peti mati zaman modern,
mayat di sarkofagus diletakkan secara telentang atau miring dengan posisi tangan menyilang atau lurus.

Sarkofagus masih bisa Kawan temukan di daerah Jawa Timur, Bondowoso, Minahasa, Sumba, Tapanuli,
dan Bali.

4. Punden Berundak

Bangunan berundak-undak dan bertingkat menyerupai anak tangga ini bernama Punden Berundak.
Peninggalan Zaman Megalitikum ini dibuat sebagai tempat memuja roh nenek moyang.

Punden Berundak biasanya dibuat oleh masyarakat di dataran rendah untuk membuat bangunan tinggi
semacam gunung atau punden berundak yang di puncaknya terdapat arwah nenek moyang.

Peninggalan yang satu ini biasanya dibuat sebagai bahan dasar pembuatan candi atau keraton karena
memiliki bentuk yang berundak-undak cukup tinggi. Punden berundak masih bisa Kawan temukan di
Cianjur, Kuningan, Garut, Sukabumi, atau Banten.

5. Waruga

Waruga merupakan kubur batu yang berbentuk kubus atau bulat dengan tutupnya yang mirip dengan
atap rumah dan bagian bawah yang berbentuk kotak vertikal dengan rongga di tengahnya.

Berbeda dengan Sarkofagus dengan mayat yang disimpan secara terlentang, dalam Waruga, mayat
ditempatkan dalam kondisi jongkok terlipat. Hingga saat ini, Waruga dapat Kawan temukan di daerah
Minahasa dan Bali.

Anda mungkin juga menyukai