A. ZAMAN NEOLITIHIKUM
1. Pengertian Zaman Neolithikum
Neolitikum berasal dari kata Neo yang artinya baru dan Lithos yang artinya
batu. Neolitikum berarti zaman baru, hasil kebudayaan yang terkenal pada zaman
Neolitikum ini adalah jenis kapak persegi dan kapak lonjong. Nama kapak persegi
diberikan oleh Van Heine Heldern atas dasar penampang lintangnya yang berbentuk
persegi panjang atau trapesium. Masa pleistosen berakhir berganti dengan masa
holosen. Hal itu ditandai dengan naiknya permukaan laut sehingga daratan
menyempit dan iklim menjadi lebih panas (kering). Pada masa ini berarti manusia
purba sudah mengalami peningkatan, yaitu dari pengumpul makanan (food gatherer)
menjadi penghasil makanan (food producer).
c. Mata Panah terbuat dari batu yang diasah secara halus. Gunanya untuk berburu.
Penemuan mata panah terbanyak di Jawa Timur dan Sulawesi Selatan.
a. Penguburan Langsung
Mayat hanya dikuburkan sekali, yaitu langsung dikubur di dalam tanah atau
diletakkan dalam sebuah wadah kemudian dikuburkan di dalam tanah dengan
upacara. Cara meletakkan mayat ada dua cara, yaitu membujur dan
terlipat/meringkuk. Mayat selalu dibaringkan mengarah ke tempat roh atau arwah
para leluhur (misalkan di puncak gunung). Sebagai bekal dalam perjalanan ke dunia
roh, disertakan bekal kubur yang terdiri atas seekor anjing, unggas, dan manik-manik.
Contoh penguburan seperti ini adalah penguburan di Anyer (Jawa Barat) dan di
Plawangan, Rembang (Jawa Tengah).
Kebudayaan pada zaman megalitikum ada 3 yaitu, pasamah, nias dan sumba:
f. Arca batu
Arca batu banyak di temukan di beberapa tempat di wilayah indonesia,
diantaranya pasemah, sumatra selatan dan sulawesi tenggara. Bentuknya dapat
menyerupai binatang atau manusia dengan ciri negrito. Di pasemah ditemukan arca
yang dinamakan batu gajah, yaitu sebongkah batu besar berbentuk bulat diatasnya
terdapat pahatan wajah manusia yang mungkin merupakan perwujudan dari nenek
moyang yang menjadi objek pemujaan.
g. Waruga,
Waruga adalah kubur batu yang tidak memiliki tutup, waruga banyak
ditemukan di situs Gilimanuk, Bali. Waruga adalah kubur atau makam leluhur orang
minahasa yang terbuat dari batu dan terdiri dari dua bagian. Bagian atas berbentuk
segitiga seperti bubungan rumah dan bagian bawah berbentuk kotak yang bagian
tengahnya ada ruang.
Kekuatan alam yang besar seperti petir, topan, banjir dan gunung meletus
dianggap menakutkan dan mengerikan sehingga mereka memujannya. Selain memuja
benda-benda dan binatang yang menakutkan dan dianggap gaib, manusia purba juga
menyembah arwah leluhurnya. Mereka percaya bahwa roh para nenek moyang
mereka tinggal di tempat tertentu atau berada di ketinggian misalnya di atas puncak
bukit atau puncak pohon yang tinggi. Untuk tempat turunnya roh nenek moyang
inilah didirikan bangunan megalitik yang pada umumnya dibuat dari batu inti yang
utuh, keudian diberi bentuk atau dipahat sesuai dengan keinginan atau inspirasi. Jadi
secara ringkas kepercayaan manusia purba pada masa ini dapat dibedakan menjadi 2
macam yakni:
a. Dinamisme
Kepercayaan kepada kekuatan gaib yang terdapat pada benda-benda tertentu,
misalnya pada pohon, batu besar, gunung, gua, azimat dan benda-benda lain yang
dianggap keramat.
b. Animisme
Kepercayaan kepada roh nenek moyang atau leluhur, mereka percaya,
manusia setelah meninggal rohnya tetap ada dan tinggal di tempat-tempat tertentu dan
harus diberi sesajen pada wktu-waktu tertentu.