Anda di halaman 1dari 6

Nama : Mohammad Fitra Ramadhan

NIM : 200110401021

SALAH SATU PENINGGALAN MEGALITIKUM DI JEMBER

PENDAHULUAN

Perkembangan Megalitikum bermula dari zaman Neolitikum hingga zaman Perunggu. Di


zaman tersebut, manusia sudah mengenal akan kepercayaan terhadap roh nenek moyang.
Walaupun mereka masih dalam tingkat pertama .Peninggalan benda-benda Megalitikum di Jawa
Timur yang tepatnya di Desa Kamal, Arjasa, Jember yang ternyata masih terdapat potensi besar
dalam bidang purbakalaan. Hal ini terbukti dengan banyaknya peninggalan prasejarah. Sehingga
kabupaten Jember merupakan salah satu kabupaten yang memiliki benda peninggalan pada masa
megalitikum yang tidak sedikit dan sangat bermanfaat bagi ilmu pengetahuan tentang prasejarah.

Di desa ini terdapat 5 jenis benda peninggalan Megalitikum, yaitu Dolmen, Menhir, Batu
kenong, Lesung, dan Peti Kubur Batu. Dari 5 peninggalan tersebut, kami mengunjungi 3
diantaranya, Yaitu : Dolmen, Menhir, dan Batu kenong. Keseluruhan benda tersebut memiliki
fungsi masing-masing yang tidak jauh berbeda satu sama lain. Siapa sangka disekitar kita
ternyata masih terdapat potendi besar dalam bidang purbakalaan. Hal ini terbukti dengan
banyaknya peninggalan prasejarah. Benda peninggalan pada masa megalitikum ini tidak sedikit
dan sangat bermanfaat bagi ilmu pengetahuan tentang prasejarah. Semoga kita masih bisa
merawat dan menjaga benda-benda tersebut untuk tetap dilestarikan.

PEMBAHASAN

A. Tradisi megalithikum yang ada di Indonesia


Bangunan-bangunan Megalitikum sudah banyak tersebar di berbagai
MancaNegara, salah satunya di Indonesia. Dimana salah satunya terletak di Desa Kamal,
Arjasa, Jember, Jawa Timur. Berjarak sekitar 15 km dari pusat kota Jember. Di Desa
tersebut terdapat 5 jenis benda peninggalan Megalitikum yaitu Dolmen, Menhir, Batu
Kenong, Lesung, dan Peti Kubur Batu.
Menurut para ahli peneliti arkeologi sudah terbukti bahwasannya kebudayaan
Megalitikun bukan hanya dihubungkan dengan penggunaan batu-batu besar, melainkan
penggunaan batu-batu kecil dan kayu juga dianggap sebagai peninggalan Megalitikum.
Apabila fungsinya bersimbolkan dengan pemujaan arwah leluhur dan upacara adat
istiadat setempat. tradisi yang berhubungan dengan pendirian bangunan megakithikum ini
sekarang sebagian sudah musnah dan ada yang masih berlangsung. (Poesponogoro:
1992:205). Pada zaman Megalithikum di Indonesia, manusia purba telah mengenal akan
kepercayaan terhadap kekuatan gaib atau kekuatan diluar nalar manusia. Mereka telah
percaya mengenai hal-hal yang berbau mitos, selain itu mereka juga menyembah roh
leluhur nenek moyangnya. Manusia purba tersebut kemudian menilai bahwa kengerian
itu selalu disebabkan oleh pohon besar yang dinilai terdapat banyak mahluk halus yang
menghuni. Begitu juga terhadap batu besar serta binatang besar yang menakutkan.
Selain memuja benda-benda dan binatang yang menakutkan yang dianggap gaib,
manusia purba juga menyembah arwah leluhurnya. Mereka percaya bahwa para roh
nenek moyang mereka tinggal di tempat tertentu atau berada di ketinggian misalnya di
atas puncak bukit atau puncak pohon yang tinggi. Untuk tempat turunnya roh nenek
moyang inilah didirikan sebuah bangunan Megalitikum yang pada umumnya dibuat dari
batu inti yang utuh, kemudian diberi bentuk atau dipahat sesuai dengan keinginan atau
inspirasi dengan kebanyakan berukuran besar.

B. Penggolongan Zaman Megalithikum


Zaman megalithikum dibagi menjadi dua gelombang yakni, megalitik tua antara
2500 SM hingga 1500 SM dan megalitik muda dari milenium pertama sebelum masehi
(Dari Pusponegoro dan Notosusanto, 1993:206). Terdapat pembedahan antara
Megalithikum Tua dan Megalithikum Muda, Von Heine Geldren memasukkan
megalithikum tua ke dalam Neolithikum. Tradisi ini didukung oleh para pemakai bahasa
Austronesia yang menghasilkan alat-alat beliung persegi dan mulai pula membuat benda
atau bangunan yang disusun dari batu besar seperti dolmen, undak batu, limas (piramid)
berundak dan pelinggis. Penelitian lebih lanjut yang bertolak dari gagasan kosmo-magis
yang mengungkapkan unsur-unsur yang lebih asli lagi yakni tembok batu dan jalan batu.
Sementara pengaruh terhadap perkembangan masyarakat di Indonesia Pada
zaman Megalithikum sangatlah besar. Hal ini dibuktikan dengan hasil pemujaan roh
nenek moyang melahirkan tata cara yang menjaga tingkah laku masyarakat di dunia nyata
supaya sesuai dengan tuntutan hidup di dunia akhirat. Disamping menambah
kesejahteraan di dunia nyata, pada masa tersebut organisasi masyarakat sudah teratur.
Pengetahuan tentang teknologi yang berguna dengan nilai-nilai hidup terus berkembang
antara lain, cara-cara pembiakan ternak, pemilihan benih-benih tanaman dan penemuan
alat-alat baru yang lebih cocok untuk keperluan sehari-hari. Sikap hidup selalu berkisar
pada persoalan-persoalan manusia, bumi, hewan dan tabu.
Kemudian terbentuklah perkampungan yang merupakan pusat kehidupan setelah
pola hidup mengembara di tinggalkan. Sementara itu pendirian candi-candi di Indonesia
merupakan refleksi kelanjutan tradisi Megalithikum. Tentang perubahan tersebut, Von
Heine Geldren telah memberikan pandangannya. Sebelum itu tidak seorang
mengemukakan penjelasan yang di tunjukkan pada tradisi Megalithikum. Selain dari
yang telah terjadi perubahan dari corak dan sifat yang “oud-anheemschoer-indonesisch”
ataupun “prehindoeistisch”, hal ini menjelaskan kepada kita bahwa tradisi megalithikum
ikut menentukan bentuk-susunan percandian di Indonesia.
Tradisi megalithikum telah secara formal mencampurkan diri dalam seni
bangunan maupun seni pahat Jawa-Hindu dan bahwa penggunaan bangunan berundak
yang di hubungkan dengan pemujaan merupakan campuran pandangan masyarakat
Indonesia asli dengan siwaisme (Poesponogoro dan Notosusanto.1992:206-211).
Terdapat Pula Menhir sebagai lambang dari jasa-jasanya yang kemudian menjadi
lambang dari jati dirinya. Dengan upacara-upacara tertentu, roh nenek moyang sangat
dianggap turun kedalam menhir untuk langsung berhubungan dengan para pemujannya.
Kalau untuk roh nenek moyang di dirikan sebuah menhir, maka untuk raganya disediakan
berbagai kuburan seperti keranda, kubur batu, pandhusa atau lain sebagainya. Dan juga
kecuali jasa yang di bawa ke akhirat, maka dalam kuburannya itu disertakan kepada
mayatnya bermacam-macam benda, alat-alat dan perhiasan, sebagai bekal .Selain itu roh
nenek moyang juga di tempatkan yang jauh disana, biasanya diatas gunung guna
menunjukkan letak yang ada. Tidak jarang sebuah menhir didirikan diatas sebuah
bangunan berundak-undak, akan tetapi menhir itu sudah sebagai lambang dari alam
pikiran yang demikian itu cukuplah didirikan punden berundak-undak saja, sedangkan
sering pula terjadi bahwa roh nenek moyang itu dinyatakan dalam patung-patung.
(Soekmono.1973:76-78)
C. Benda-Benda Megalitikum yang ada di Purbalingga
Bangunan Berundak Tinggalan di temukan sejumlah 6 buah, yaitu situs batur,
gampingan, Karanganyar, Kauman, Tegalsari, dan sura. Bangunan berundak pada situs-
situs tersebut memiliki ciri yang hampir sama yaitu berundak gasal, berdenah persegi,
berpagar dan berpintu serta memiliki objek utama di susun teratas antara lain:
1. Menhir
Menhir adalah sebuah batu tegak yang sudah atau belum dikerjakan dan diletakkan
dengan sengaja disuatu tempat untuk memperingati orang yang telah mati. Menhir di
situs penguburan ditemukan berjajar dengan posisi utara – selatan dan berfungsi
sebagai nisan kubur. Di situs pemujaan berada di konteks dengan punden berundak,
lumping batu, batu altar, dan batu dakon. Sedangkan di pemukiman penduduk tidak
memiliki konteks dengan bangunan megalitik lainnya.
2. Dolmen
Dolmen adalah peninggalan megalitik yang bentuknya menyerupai meja batu yang
terdiri dari bongkahan batu yang di tompangi empat buah batu yang salah satu
ujungnya ditanam di bawah tanah. Di Jember hanya di temukan satu buah.
3. Batu Kenong
Batu kenong adalah sebutan untuk megalit yang berupa batu berbentuk silinder atau
membulat dengan tonjolan di puncaknya, menyerupai salah satu alat
musik gamelan, kenong. Benda ini berasal dari tradisi megalitik di Nusantara, dan
diwariskan sampai ke periode klasik dalam sejarah Indonesia.
4. Lesung
Batu lesung adalah jambangan batu yang berbentuk panjang dengan sudut-sudut
membulat. Ada yang menganggap jambangan ini dipergunakan untuk menyimpan
tulang-tulang manusia.
5. Peti Kubur Batu.
Kuburan batu adalah peti jenazah yang terbuat dari batu pipih. Sebagaimana
kebiasaan atau adat jaman purbakala yang dikenal dengan jaman batu.
D. Fungsi dari Benda-Benda Peninggalan pada masa Megalitikum di Purbalingga
a. Punden Berundak berfungsi dari bangunan ini adalah sebagai pemujaan roh nenek
moyang.
b. Menhir berfungsi menhir di Purbalingga adalah sebagai tanda kubur dan media
pemujaan. Dalam pengertian umum biasanya menhir dianggap berfungsi untuk
menghormati seorang tokoh baik yang masih hidup maupun yang sudah meninggal
c. Dolmen berfungsi dolmen berkait dengan upacara pemujaan sebagai tempat
meletakan sesaji.
d. Batu Kenong
Menurut ketua tim cagar budaya Nasional, batu-batu ini diperkirakan sebagai sebuah
simbol kesuburan dan kemakmuran masyarakat kala itu. Selain itu, fungsi batu
kenong adalah untuk alat perontok padi.
e. Lesung
Batu yang sering digunakan pada suatu masa dahulu bagi menumbuk ramuan
untuk memasak. Ia merupakan satu kemestian bagi setiap rumah untuk memilikinya,
dan sering kali digunakan bagi menumbuk.
f. Peti Kubur Batu
Sebagaimana kebiasaan atau adat jaman purbakala yang dikenal dengan jaman batu
masyarakat purba seringa memanfaatkan batu sebagai alat utama, tidak hanya
digunakan untuk memasak, alat bercocok tanama tetapi batu pun juga di gunakan
sebagai alat untuk menyimpan jenasah,

E. KEHIDUPAN SOSIAL
Pada zaman ini manusia melakukan banyak kegiatan yang menyangkut kehidupannya.
Mereka sudah mepunyai aktifitas seperti berbueu dan mengumpulkan makanan, bercocok
tanam. Ciri-cirinya adalah:
- Manusia sudah dapat membuat dan meninggalkan kebudayaan yang terbuat dari batu-
batu besar
- Berkembang dari zaman neolitikum sampai zaman perunggu
- Manusia sudah mengenal kepercayaan utamnya animisme
EVALUASI KRITIS

Anda mungkin juga menyukai