Anda di halaman 1dari 44

MASA PRAAKSARA

DI
INDONESIA
A
Kehidupan Awal
Manusia Indonesia
1. Masa Berburu dan Mengumpulkan
Makanan
Masa berburu dan mengumpulkan makanan
merupakan tahap awal kehidupan manusia
pada masa praaksara.
Pada masa ini kehidupan manusia Indonesia
bergantung pada alam.
Salah satu jenis manusia purba masa ini
adalah Pithecanthropus Erectus.
a. Kehidupan Sosial Budaya
Pada masa berburu dan mengumpulkan makanan,
manusia masih memiliki pengetahuan dan
keterampilan yang terbatas dalam mengelola alam.
Oleh karena itu manusia bergantung pada ikatan
kelompok.
Tugas berburu dilakukan kaum laki-laki, kaum
perempuan bertugas mengumpulkan makanan,
mengasuh anak, dan mengajari anak-anaknya
meramu makanan.
Manusia praaksara menjadikan gua-
gua sebagai tempat tinggal sementara.
Biasanya gua yang berada di dekat
pantai, danau, atau sungai.
“Gua yang Dahulu Berpenghuni; Gua Liang Bua, Flores.
Dihuni Homo Floresiensis”. Foto oleh Rosino
b. Kehidupan Ekonomi
Kegiatan ekonomi berbasis pada aktivitas
berburu dan mengumpulkan makanan.
Manusia hidup dari makanan yang sudah
disediakan oleh alam (food gathering).
Manusia hidup dalam kelompok-kelompok
kecil yang sering berpindah (nomaden).
Manusia menempati daerah-daerah sungai,
danau atau tepi pantai yang menyediakan
banyak binatang buruan.
c. Perkembangan Teknologi
Teknologi yang diciptakan berkaitan erat
dengan peralatan untuk berburu.
Alat-alat yang dihasilkan masih kasar
karena belum mengenal teknik mengasah
batu.
Beberapa alat yang
dihasilkan :
01

Kapak Genggam

02
Kapak Penetak
Alat-alat serpih atau flakes
Alat-alat dari tulang
d. Sistem Kepercayaan
Manusia telah mengenal system kepercayaan
yang masih sangat sederhana yakni memuja
roh nenek moyang.
Salah satu buktinya adalah lukisan cap
tangan.
Diperkirakan dibuat oleh kaum Wanita
dengan cara merentangkan jari-jari tangan
pada dinding gua.
Lukisan cap tangan
dari Gua Tewe,
Kalimantan Timur
Jejak Merah Telapak Tangan, Distrik Kokas Fakfak, Papua
Hematit,
zat pewarna
alami
Manusia pada masa berburu dan
mengumpulkan makanan telah mengenal
upacara penguburan mayat.

Dengan demikian, pada masa ini


berkembang kepercayaan tentang adanya
kehidupan setelah kematian.
2. Masa Bercocok Tanam
Perkembangan volume otak manusia telah
mendorong mereka untuk berpikir kreatif.
Manusia mulai meninggalkan kehidupan
berburu dan mengumpulkan makanan.
Manusia mulai mengembangkan kehidupan
bercocok tanam, dan tinggal di suatu daerah.
a. Kehidupan Sosial Budaya
Kehidupan manusia pada masa ini semakin
kompleks. Mereka sudah mengenal system
masyarakat yang dipimpin kepala suku yang
dipilih dengan system primus interpares.
Primus interpares adalah pemilihan pemimpin
melalui musyawarah di antara sesamanya
berdasarkan kelebihan yang dimiliki.
Manusia sudah membentuk desa-desa kecil
sebagai pemukiman.
Awalnya desa-desa itu tersusun atas
beberapa rumah kecil yang berbentuk
melingkar dengan atap terbuat dari daun-
daunan.
Berkembang menjadi rumah panggung besar
berbentuk persegi Panjang.
Setiap rumah dihuni beberapa keluarga inti.
Bagian bawah rumah biasa digunakan
sebagai tempat hewan ternak.
Seni berkembang semakin kompleks, seni
membuat patung berkembang.
Biasanya diwujudkan dalam bentuk menhir
dan patung megalitik.

Patung biasanya menggambarkan figure


manusia yang dibuat dengan pahatan
sederhana dan dilakukan hanya pada
bagian-bagian tertentu. Digunakan sebagai
media pemujaan roh nenek moyang.
Patung Megalitik
dari Poso, Sulawesi Tengah
b. Kehidupan Ekonomi
Sudah mengembangkan perekonomian berbasis
agraris.
Sistem yang dikembangkan adalah berhuma
atau ladang berpindah.

Telah mengenal system barter yang akhirnya


mendorong terbentuknya kelompok pedagang
dan pasar tradisional.
c. Perkembangan Teknologi
Manusia sudah mampu membuat perlengkapan
pertanian dan perkakas rumah tangga. Sudah
mampu membuat perhiasan dan bangunan
pemujaan yang sebagian besar dibuat dari
batu.

Masa ini, manusia telah mengenal teknik


mengasah batu.
Batu yang dihasilkan pada masa bercocok tanam :

Kapak Persegi, digunakan sebagai


kapak untuk memotong kayu,
cangkul untuk mengolah tanah,
dan tatah untuk mengukir kayu.

Ditemukan di Sumatera, Jawa,


Kalimantan, Sulawesi, Nusa
Tenggara.
Kapak Persegi
Bagian yang tajam diasah
dari dua sisi dan diberi
tangkai seperti kapak
penebang kayu sekarang.

Ditemukan di Maluku,
Papua, Sulawesi Utara, dan
Flores.
Kapak Lonjong
Digunakan untuk berburu
dan menangkap ikan.
Untuk menangkap ikan
digunakan mata panah yang
terbuat dari tulang dan
ujungnya dibentuk gerigi.

Mata Panah

Ditemukan di Sulawesi Selatan dan Jawa Timur


Gurdi dan pisau, digunakan untuk memotong dan
melubangi kayu atau kulit.

Ditemukan di Kawasan tepi danau seperti Danau


Kerinci (Jambi), Danau Bandung, Danau Leuwiliang,
Bogor (Jawa Barat), dan danau-danau di Flores Barat.
Perhiasan

Perhiasan, terbuat dari kalsedon yang biasanya


dibentuk menjadi gelang, kalung, dan anting.
Ditemukan di Tasikmalaya, Cirebon, dan Bandung.
Tembikar & Gerabah

Gerabah, dibuat dari campuran tanah liat dan pasir.


Barang-barang yang dihasilkan yakni periuk, cawan,
piring, dan pedupaan.
Ditemukan di Jawa Timur, Sulawesi Tengah, dan
Sulawesi Utara.
d. Sistem Kepercayaan
Pada masa ini manusia sudah memasuki zaman
megalitikum.
Zaman megalitikum identik dengan pembuatan
bangunan-bangunan besar seperti sarkofagus,
menhir, dolmen, waruga, arca, dan punden
berundak.
Bangunan ini berhubungan dengan kepercayaan
animisme dan dinamisme.
Kepercayaan animisme dan dinamisme masa
ini berkembang pesat.
Manusia telah mengenal upacara penguburan
mayat yang lebih kompleks, terutama ketika
penguburan tokoh masyarakat seperti kepala
suku atau kepala adat.

Tokoh tersebut biasanya dibekali barang-


barang yang biasa dipakai sehari-hari seperti
periuk dan perhiasan.
Jasad kepala suku biasanya mendapat
perlakuan khusus dengan dimasukkan dalam
peti batu seperti sarkofagus, kalamba, dan
waruga.
3. Masa Perundagian
Masa perundagian atau zaman logam
merupakan masa ketika manusia mengenal
pengelolaan logam.

Logam yang dikenal adalah logam jenis


perunggu. Perunggu adalah logam campuran
tembaga dan timah. Ketika digosok, perunggu
terlihat mengkilat seperti emas.
a. Kehidupan Sosial Budaya
Masyarakat diperkirakan sudah mengenal
system pembagian kerja dilihat dari
pengerjaan barang-barang dari logam yang
memerlukan keahlian khusus.

Masyarakat sudah mengenal pelapisan sosial.


Benda-benda logam dijadikan symbol status
sosial.
Masyarakat membentuk kelompok yang lebih
besar dengan penguasaan terhadap sebuah
wilayah.

Desa kecil digabungkan untuk dikembangkan


menjadi kelompok sosial yang besar.

Dipimpin oleh kepala suku terpandang


bergelar datu atau datuk yang didampingi
seorang dukun sebagai penasihat.
b. Kehidupan Ekonomi
Sistem berhuma mulai ditinggalkan dan beralih
ke system pertanian lahan basah atau
persawahan. Mengembangkan sektor pertanian.

Sistem pertanian sudah menggunakan pupuk


dan irigasi yang membantu kesuburan tanah.
Dengan demikian, petani tidak meninggalkan
lahan garapannya dan mulai menetap.
Kegiatan di sektor pertukangan dan
perdagangan mengalami perdagangan.
Keberadaan golongan undagi (tukang)
menyebabkan kegiatan perdagangan yang
pesat.
Benda-benda logam dan gerabah yang
dihasilkan merupakan komoditi bernilai tinggi.
c. Perkembangan Teknologi
Menguasai Teknik pengelolaan logam :

1. Bivalve (setangkup); menggunakan dua


keping cetakan terbuat dari batu (dapat
digunakan berkali-kali).

Hasilnya, kapak corong, kapak


perunggu, nekara, dan bejana perunggu.
2. A Cire Perdue (cetak lilin); diawali dengan
membuat bentuk benda logam dari lilin yang
berisi tanah liat sebagai intinya. Bentuk lilin
dibentuk dengan berbagai pola hias
(digunakan hanya sekali).

Hasilnya, benda perunggu yang memiliki


hiasan rumit ; arca dan patung perunggu.
d. Sistem Kepercayaan
Kepercayaan masyarakat perundagian masih
bersifat animisme dan dinamisme.
Ritual yang dilakukan berwujud kepercayaan
asli.
Berkembang kepercayaan roh nenek moyang
mempengaruhi kehidupan manusia. Karena itu,
roh nenek moyang harus selalu dihormatin dan
diperhatikan dengan berbagai upacara.
Upacara dilakukan di tempat yang dianggap
sebagai tempat bersemayamnya roh nenek
moyang, biasanya di bukit atau gunung.

Di tempat ini kemudian masyarakat membangun


punden berundak sebagai sarana untuk memuja
roh nenek moyang.

Anda mungkin juga menyukai