Anda di halaman 1dari 15

GEOLOGI SITUS BAWÖMATALUÖ, KECAMATAN FANAYAMA,

KABUPATEN NIAS SELATAN, PROVINSI SUMATERA UTARA

THE GEOLOGY OF BAWÖMATALUÖ, FANAYAMA DISTRICT,


SOUTH NIAS REGENCY, NORTH SUMATRA PROVINCE

Naskah diterima: Naskah direvisi: Naskah disetujui terbit:


22-01-2016 27-02-2016 02-03-2016

Lucas Partanda Koestoro


M. Fadlan S. intan
Balai Arkeologi Sumatera Utara
Pusat Penelitian Arkeologi Nasional
Jalan Seroja Raya Gang Arkeologi No. 1, Medan
Jalan Raya Condet Pejaten No. 4, Jakarta Selatan
elpeka2016@yahoo.com
geobugis@yahoo.co.id

Abstrak
Tradisi megalitik Nias merupakan tradisi megalitik berlanjut sebagai hasil pertumbuhan dan
perkembangan budaya yang terjadi sejak masa prasejarah, yang berkembang di Nusantara antara masa
neolitik dan paleometalik. Penelitian di Pulau Nias dilaksanakan di Situs Bawömataluö di wilayah
administratif Desa Bawömataluö, Kecamatan Fanayama, Kabupaten Nias Selatan, Provinsi Sumatera
Utara. Permasalahan yang dibahas adalah berapa satuan morfologi yang menyusun situs, urutan
stratigafi, struktur geologi, dan lokasi sumber bahan batuan. Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui
kondisi lingkungan geologi Situs Bawömataluö dan sekitarnya. Metode yang digunakan adalah survei
geologi, analisis petrologi, dan interpretasi peta. Hasil yang diperoleh bahwa Situs Bawömataluö terletak
pada satuan morfologi bergelombang lemah, yang tersusun oleh Formasi Lelematua. Aspek struktur
geologi menghasilkan data bahwa Situs Bawömataluö terletak pada bagian yang naik (blok hanging
wall) dari suatu sesar naik (thrust fault). Adapun lokasi pengambilan bahan batuan untuk pembuatan
bangunan megalitik berada pada Sungai Batubuaya yang berjarak 1,5 km di arah baratdaya Situs
Bawömataluöa.

Kata kunci: megalitik, geologi, sumber bahan batuan

Abstract
The Megalithic tradition of Nias is a living Megalithic tradition as a result of the cultural development that
has been going on since the prehistoric period. The Megalithic tradition was introduced during a period
between the Neolithic and Palaeometalic. Research on Nias Island was carried out at Bawömataluö Site,
which is administratively located at Bawömataluö Village, Fanayama District, South Nias Regency, North
Sumatra Province. The problems discussed here are the morphological unit that formed the site,
stratigraphical sequence, geological structure, and the source of raw material to make Megalithic objects.
The aim of the research is to understand the geological condition of the natural environment of
Bawömataluö Site and its surroundings. Geological survey, petrology analyses, and interpretation of
geological map are the methods used. The results show that Bawömataluö Site is situated on slightly
wavy morphological unit, which was shaped by Lelematua Formation. Observation on the geological
structure reveals that Bawömataluö Site stands on the uplifted part (block-hanging wall) of a thrust fault.
Regarding the source of raw material to make Megalithic objects, observation reveals that the stones
were taken from Batubuaya River, which is 1.5 kilometres to the southwest of Bawömataluö.

Keywords: megalithic, geology, source of raw material


1. Pendahuluan 2007, 4), menjadi daya tarik bukan hanya
bagi para wisatawan, melainkan juga bagi
Pulau Nias dikenal banyak
para peneliti berbagai bidang ilmu
memiliki peninggalan arkeologis bertradisi
pengetahuan.
megalitik dalam berbagai bentuk termasuk
adat-istiadatnya. Keberadaan objek-objek Sejak beberapa tahun yang lalu,
itu kerap dikaitkan dengan folklore yang kegiatan penelitian di Pulau Nias telah
berkembang di masyarakat setempat yang dilaksanakan oleh Pusat Penelitian
menyebutkan tentang adanya migrasi Arkeologi Nasional dan Balai Arkeologi
Sukubangsa Naga di Assam ke Pulau Nias Sumatera Utara. Demikian juga dengan
(Koestoro & Wiradnyana 2007, 9). Situs Bawömataluö, perkampungan tua
yang berada di wilayah administratif Desa
Menyebut dirinya ono Niha (Orang
Bawömataluö, Kecamatan Fanayama,
Nias), penghuni pulau di Samudera
Kabupaten Nias Selatan, Provinsi
indonesia itu oleh sebagian ahli dipercaya
Sumatera Utara. Kegiatan penelitian itu
merupakan salah satu puak-puak
melibatkan para arkeolog dan geolog atas
berbahasa Austronesia yang datang paling
berbagai objek megalitik yang berada di
awal di Kepulauan Nusantara dari suatu
pulau yang terletak di wilayah perairan
tempat di daratan Asia. Bukti peradaban
Samudera indonesia.
tertua orang-orang Nias dikaitkan dengan
tumbuhkembangnya tradisi megalitik (yang Dalam tulisan ini, pokok
artinya batu besar) yang hingga kini masih permasalahan yang akan dibahas adalah:
dapat dilihat keberadaannya. Meskipun
a) Berapakah satuan morfologi yang
sebagian tradisi itu -- seperti pembuatan
menyusun Situs Bawömataluö dan
monumen-monumen megalitik -- sudah
sekitarnya;
jauh berkurang seiring datang dan
b) Bagaimanakah urut-urutan stratigafi
berkembangnya agama Kristen, namun
dan penyebaran batuan Situs
sebagian masih eksis dalam bentuk
Bawömataluö dan sekitarnya;
upacara-upacara adat. Keberadaan
c) Gejala struktur geologi apa sajakah
peninggalan nenek moyang orang Nias
yang melewati Situs Bawömataluö dan
yang berupa monumen-monumen
sekitarnya dan;
megalitik seperti patung-patung nenek
d) Di manakah lokasi sumberdaya batuan
moyang, meja upacara, pilar-pilar batu dan
untuk pembangunan tinggalan
sebagainya, rumah-rumah berarsitektur
megalitik di Situs Bawömataluö.
tradisional setempat, serta upacara-
upacara adatnya merupakan hal yang Tujuan penelitian ini adalah
menarik perhatian (Koestoro & Wiradnyana mengetahui kondisi lingkungan geologi
Gambar 1. Keletakan Situs Bawomataluo dalam wilayah Provinsi Sumatera Utara
(Sumber: Bakosurtanal, 2003 dengan pengolahan)

Situs Bawömataluö dan sekitarnya secara umum dan Situs Bawömataluö dan
detail yang meliputi geomorfologi, sekitarnya secara khusus. Melalui
stratigrafi, struktur geologi, dan sumber penelitian diharapkan lebih banyak
bahan batuan. Adapun untuk mencapai pengetahuan tentang proses-proses
tujuan yang diharapkan, maka metode yang geologis yang terjadi di daerah yang
digunakan adalah dengan melakukan mengandung banyak objek arkeologis
survei geologi (menentukan batas satuan berupa monumen-monumen megalit yang
morfologi, batas batuan, struktur geologi). mewarnai kebudayaan Nias.

Manfaat yang dapat diperoleh Secara geografis situs ini terletak


dalam penelitian dimaksud adalah pada dua garis lintang yaitu 00°36'51,3"
menambah pengetahuan tentang kondisi Lintang Utara dan 97°46'12,5" Bujur Timur,
geologi Kabupaten Nias Selatan secara dengan ketinggian 263 meter di atas
Gambar 2. Keletakan Situs Bawomataluo dalam peta topografi
(Sumber: Peta Topografi Lembar Teluk Dalam, Edition 1- AMS, 1954)

permukaan air laut, serta tercantum pada Kabupaten Nias Selatan terdiri dari 18
Peta Topografi Lembar Telukdalam kecamatan, di mana terdapat dua
indonesia (NA 47-14) Edition 1-AMS kelurahan dan 354 desa. Kabupaten Nias
(1954), berskala 1:250.000. Selatan berada di sebelah barat Pulau
Sumatera, berjarak ± 92 mil laut dari Kota
Dasar pembentukan Kabupaten
Sibolga dan Kabupaten Tapanuli Tengah.
Nias Selatan, wilayah dengan kandungan
Kabupaten Nias Selatan berada di sebelah
objek arkeologis yang cukup besar, adalah
selatan Kabupaten Nias, berjarak ± 120
Undang-Undang Republik indonesia
km dari Kota Gunungsitoli. Kabupaten Nias
Nomor 9 tahun 2003 tanggal 25 Pebruari
Selatan berbatasan dengan Kabupaten
2003, dan diresmikan di Medan oleh
Nias dan Kabupaten Nias Barat di sebelah
Menteri Dalam Negeri atas nama Presiden
utara, dengan Kepulauan Mentawai di
Republik indonesia pada tanggal 28 Juli
wilayah Provinsi Sumatera Barat di sebelah
2003 (Nias Selatan dalam Angka 2014).
selatan, dengan Kabupaten Mandailing
Kabupaten Nias Selatan Natal dan Pulau Mursala di Kabupaten
mempunyai luas wilayah 1.825,2 km² dan Tapanuli Tengah di sebelah timur, serta
wilayah ini terdiri dari 104 buah pulau.

Gambar 3. Keletakan Situs Bawomataluo dalam peta topografi dalam bentuk tiga dimensi
(Sumber: Peta Topografi Lembar Teluk Dalam, Edition 1- AMS, 1954, dengan pengolahan)
Samudera indonesia di sebelah barat (Nias 6 knot/jam. Curah hujan yang tinggi dan
Selatan dalam angka 2015). relatif hujan turun sepanjang tahun,
seringkali dibarengi badai besar. Musim
Kondisi alamnya berbukit-bukit
badai laut biasanya terjadi antara bulan
sempit dan terjal serta pegunungan,
September sampai November, tetapi
ketinggian bervariasi antara 0--800 meter
kadang terjadi juga badai pada bulan Juni
dpl, yang terdiri atas dataran rendah
(Nias Selatan dalam angka 2015).
sampai bergelombang mencapai 20 %;
tanah bergelombang sampai berbukit-bukit 2. Hasil
28,8 %; dan berbukit sampai pegunungan
Pada dasarnya Pulau Nias adalah
51,2 % dari keseluruhan luas daratan.
satuan tektonostratigrafi melange yang
Kondisi topografi demikian menyulitkan
disebut Kompleks Oyo berumur Eosen
pembuatan jalan-jalan lurus dan lebar.
(Moore dkk. 1979, 161--80). Satuan ini
Tidak mengherankan bila kota-kota utama
terdiri dari batuan lempung bersifat plastis
menempati wilayah tepi pantai (Nias
yang mengandung berbagai jenis dan
Selatan dalam angka 2015). Kondisi alam
ukuran batuan, terutama tersingkap di
yang demikian, di samping struktur batuan
Pulau Nias bagian barat. Satuan yang lebih
dan susunan tanah yang labil,
muda adalah Nias Beds berumur Miosen
mengakibatkan sering terjadi banjir
Bawah hingga Pliosen Bawah, terdiri dari
bandang, dan terdapat patahan jalan-jalan
napal, batulempung gampingan, batupasir,
aspal dengan longsor di sana-sini, bahkan
konglomerat, dan tufa. Satuan ini terutama
terjadi daerah aliran sungai yang
ditemukan di Pulau Nias bagian timur
berpindah-pindah (Nias Selatan dalam
(Pujowalujo 1987, 862--76).
angka 2015).
Berdasarkan asosiasi batuannya,
Berada di daerah khatulistiwa,
stratigrafi umum Pulau Nias diawali dengan
Kabupaten Nias Selatan memiliki curah
terbentuknya batuan dari Kompleks Bancuh
hujan rata-rata 298,60 mm/bulan dan
berumur Oligosen Miosen Awal. Formasi
banyaknya hari hujan dalam setahun
ini penyebarannya menempati hampir di
mencapai 250 hari atau rata-rata 21 hari
sepanjang bagian baratlaut Pulau Nias.
perbulan (catatan pada tahun 2011). Hal ini
Secara tidak selaras, di atas Kompleks
mengakibatkan kondisi alamnya sangat
Bancuh terendapkan batuan sedimen
lembab dan basah. Keadaan iklim
Formasi Lelematua berumur Miosen Awal-
dipengaruhi oleh Samudera indonesia yang
Miosen Akhir dalam lingkungan Sub Litoral-
mengelilinginya. Suhu udara berkisar
Neritik Luar. Penyebaran Formasi
antara 21,7°--31,3° dengan kelembaban
Lelematua umumnya berada di bagian
sekitar 88%, dan kecepatan rata-rata angin
tengah Pulau Nias, memanjang pada arah
baratlaut -- tenggara searah dengan
daratan Pulau Nias. Pada bagian atas,
Formasi Lelematua menjemari dengan
Formasi Gomo bagian atas. Formasi Gomo
ditindih secara tidak selaras oleh Formasi
Gunung Sitoli yang berumur Plio-Plistosen.
Sebaran Formasi Gunung Sitoli sebagian
besar berada pada sisi terluar Pulau Nias,
yakni di bagian timurlaut. Litologi Formasi
Gunung Sitoli sebagian besar terdiri atas
batugamping. Adapun kegiatan selama
Holosen lebih didominasi oleh endapan Gambar 4, Geomorfologi Situs
Bawomataluo
permukaan berupa endapan aluvium yang (Sumber Penulis, 2016)
umumnya berupa endapan rawa dan
2.1. Geomorfologi
pantai, terdiri atas bongkahan
batugamping, pasir, lumpur dan lempung Morfologi atau bentuk bentang alam
dengan ketebalan sekitar 2 meter hingga 5 suatu daerah dipengaruhi oleh beberapa
meter. faktor, yaitu lithologi, struktur geologi, stadia
daerah, dan tingkat erosi yang bekerja
Terkait dengan tujuan yang ingin
(Thornbury 1969).
dicapai, maka penelitian di Situs
Bawömataluö dan sekitarnya, untuk aspek Secara umum keadaan bentang
geologinya ditekankan kepada bentang alam (morfologi) Situs Bawömataluö dan
alam (morfologi), stratigrafi, dan aspek- sekitarnya memperlihatkan kondisi dataran
aspek geologi lainnya. rendah, dan dataran bergelombang.

Gambar 5. Keletakan Situs Bawomataluo dalam peta topografi berbentuk tiga dimensi
(Sumber: Penulis dengan pengolahan, 2016)
Kondisi bentang alam seperti ini, yang Medayauwa, Sungai Majin
apabila diklasifikasikan berdasarkan Sistem Sungai Ndrate, Sungai Lano, Sungai
Desaunettes, 1977 (Todd 1980) yaitu atas Lumono, dan Sungai Luwaha.
prosentase kemiringan lereng dan beda
Dalam pengamatan di lapangan,
tinggi relief suatu tempat, maka Situs
diketahui bahwa pada umumnya stadia
Bawömataluö dan sekitarnya terbagi atas
sungai di wilayah Situs Bawömataluö dan
dua satuan morfologi, yaitu:
sekitarnya memperlihatkan Stadia Sungai
Satuan morfologi dataran Tua (old stadium), dan Stadia Sungai
Satuan morfologi bergelombang lemah Dewasa (mature stadium). Keseluruhan
sungai di wilayah penelitian, memberikan
Ketinggian wilayah Bawömataluö, secara
kenampakan pola aliran rektangular, dan
umum adalah 0 hingga 269 meter di atas
pola aliran sentripetal. Berdasarkan
permukaan air laut.
klasifikasi atas kuantitas air, maka
Pola pengeringan permukaan beberapa sungai yang agak besar
(surface drainage pattern) sungai-sungai di termasuk pada Sungai Periodik/Permanen,
lokasi penelitian menunjukkan bahwa sedangkan sungai-sungai kecil lainnya
sungai-sungainya berarah aliran ke arah termasuk pada Sungai Episodik/intermittent
sungai besar dan mengikuti bentuk bentang (Lobeck 1939; Thornbury 1964).
alam lokasi penelitian.
2.2. Stratigrafi
Sungai induk yang mengalir di
Wilayah Situs Bawömataluö dan
wilayah penelitian dan sekitarnya adalah
sekitarnya tersusun oleh batuan (berurutan
Sungai Batubuaya yang mengalir dari arah
dari muda ke tua) Komplek Bancuh,
utara dan bermuara di Samudera Hindia.
Formasi Lelematua, Formasi Gomo,
Sungai-sungai lainnya yang mengalir di
Formasi Gunungsitoli, dan Aluvium.
wilayah penelitian adalah Sungai
Uraiannya sebagai berikut:
Batubuaya, Sungai Gom, Sungai

Gambar 6. Geologi Situs Bawomataluo (Sumber Djamal dkk, 1994)


Gambar 7. Struktur Geologi Situs Bawomataluo
(Sumber Djamal dkk, 1994 dengan pengolahan)

Aluvium (Qa), terdiri atas endapan juga fosil foraminifera, plankton dan
sungai, rawa dan pantai yang meliputi foraminifera bentonis yang diendapkan
bongkahan batugamping, pasir, lumpur, pada lingkungan sub Litoral-Batial,
dan lempung, dengan ketebalan sekitar berumur Miosen Tengah - Pliosen.
2 meter hingga 5 meter. Aluvium ini Tebal formasi ini berkisar antara 1.250
berumur Holosen (Djamal et al. 1994). meter dan 2.500 meter (Djamal et al.
1994).
Formasi Gunungsitoli (Qtg), terdiri
dari batugamping terumbu, Formasi Lelematua (Tml), terdiri dari
batugamping lanauan, batupasir perselingan batupasir, batulempung,
gampingan, batupasir kuarsa halus dan batulanau, konglomerat dan tuf;
gampingan, napal dan batulempung bersisipan tipis batubara dan serpih;
pasiran. Berlapis baik dan terlipat berlapis baik dan terlipat kuat.
lemah. Formasi ini berumur Plio- Umumnya berstruktur sedimen
Plistosen, terendapkan di wilayah laut pelapisan sejajar. Formasi ini
dangkal. Formasi ini menutupi tak diendapkan dalam lingkungan sub
selaras Formasi Gomo dan Formasi litoral-neritik luar. Formasi ini menutupi
Lelematua. Tebal formasi ini diduga tak selaras Komplek Bancuh. Tebal
sekitar 120 m (Djamal et al. 1994; formasi diduga sekitar 2.000 m. Formasi
Bemmelen 1949). Lelematua berumur Miosen Awal-
Miosen Akhir (Djamal et al. 1994).
Formasi Gomo (Tmpg), terdiri dari
batulempung, napal, batupasir dan Komplek Bancuh (Tomm), terdiri dari
batugamping, bersisipan napal tufan, bongkahan berbagai jenis dan ukuran
tuf dan gambut, berlapis baik dan batuan. Batuan penyusunnya terdiri dari
terlipat kuat. Umumnya berstruktur peridotit, gabro terserpentinkan,
sedimen pelapisan sejajar/paralel serpentinit, basal, sekis, serpih,
lamination. Dalam formasi ini ditemukan konglomerat, breksi, batugamping,
batupasir,dan rijang. Banyak dijumpai diatas memperlihatkan adanya gerak
urat-urat kalsit dan kuarsa. Kompleks ini tektonik yang menerus. Berdasarkan
bersentuhan secara tektonik dengan tafsiran lingkungan pengendapan pada
Formasi Lelematua yang berumur Nias Beds bagian bawah dibandingkan
Miosen Awal - Miosen Akhir. terhadap kedudukan sekarang, maka
Berdasarkan posisi stratigrafinya, ditaksir adanya proses pengangkatan
Komplek Bancuh ditafsirkan terbentuk dengan kecepatan sebesar 20 cm/1000
pada Oligosen awal Miosen Awal tahun (Moore et al. 1979).
(Djamal et al. 1994).
Struktur geologi yang melewati Situs
2.3. Struktur Geologi Bawömataluö dan sekitarnya adalah
patahan (fault), dan lipatan (fold).
Secara tektonik makro, kedudukan
Berdasarkan kenampakan fisiografis dan
Pulau Nias tepat di timur zona penunjaman
pengamatan lapangan, maka struktur
lempengan Samudera indonesia ke bawah
geologi yang ditemukan adalah sesar naik
lempengan Asia, dan merupakan
(thrust fault), dan sinklin (sincline) (Billing
kedudukan dimana terjadi
1972). Sesar naik (thrust fault) terletak di
pembumbungan. Letak zona penunjaman
sebelah barat dan timur dari Situs
yang sejajar Pulau Sumatera, telah
Bawömataluö, sedangkan sinklin (sincline)
menyebabkan pola struktur Pulau Nias
terletak di sebelah barat daya dari Situs
searah dengan struktur regional Pulau
Bawömataluö.
Sumatera, menonjol dalam arah N.NW
(north.northwest) S.SW Unsur struktur geologi di wilayah ini
(south.southwest). Batas antara Kompleks yang berupa lipatan, sesar, dan kelurusan
Oyo dan Nias Beds tidak jelas. Di Pulau dengan arah umum baratlaut-tenggara.
Nias bagian tengah, kedua satuan tersebut Antiklin dan sinklin tak setangkup,
bercampur aduk dalam suatu zona yang beberapa di antaranya menunjam ke arah
searah dengan elongasi regionalnya. baratlaut maupun ke arah tenggara. Sesar
Walaupun demikian, di bagian tenggara, naik yang sejajar dengan lipatan miring ke
batas antara Nias Beds yang masih utuh timurlaut sebesar 30º-- 40º dan merupakan
dan campuran kedua satuan tersebut bidang sentuh antara bancuh dengan
masih dapat dikenali sebagai sesar naik batuan sedimen yang lebih muda. Sesar
yang berkemiringan ke arah SW (south- naik dan lipatan keduanya dipotong oleh
west). Selain itu, refleksi seismik yang ada sesar mendatar dan sesar normal.
memperlihatkan adanya sesar naik sebagai Kelurusan pada batuan Tersier berarah
penampakan yang umum pada outer-arc baratlaut-tenggara. Tektonika yang diawali
ridge (Hamilton 1979). Gejala tersebut pada Oligosen berupa pensesaran naik
Kompleks Bancuh, sehingga berada di bidang keterampilan seperti membuat
permukaan. Di sekitar tinggian Bancuh, patung, parang dan perhiasan lainnya.
selama Miosen Awal Pliosen Awal terjadi
Bawömataluö (yang artinya dalam
sedimentasi Formasi Lelematua dan
bahasa Nias adalah bukit matahari)
Formasi Gomo. Pada Pliosen Plistosen
merupakan kampung baru yang selesai
terjadi pengangkatan dan periukan yang
dibangun pada 1865 di pertapakan yang
melibatkan semua satuan batuan. Kegiatan
merupakan pengganti Desa Orahili yang
tektonika diduga masih berlangsung
dibakar pihak Belanda pada tahun 1860.
sampai sekarang, sebagaimana
Sekarang desa inilah yang paling terkenal,
ditunjukkan oleh undak terumbu Kuarter
paling terpelihara, dan memiliki omo sebua
dari Formasi Gunungsitoli, dan
yang terbesar di Nias.
pengangkatan koral yang masih tumbuh
(Djamal et al. 1994). Bentuk pemukiman megalitik
Bawömataluö tampaknya sesuai dengan
3. Pembahasan
bentuk bukit yang ada. Pemerataan bukit
3.1. Situs Bawömataluö dilakukan pada tempat-tempat penting
dengan cara memangkas dan menimbun.
Situs Bawömataluö berada di
Hal itu dilakukan untuk mendapatkan lahan
wilayah Desa Bawömataluö, Kecamatan
yang diinginkan, yang memungkinkan
Fanaya, Kabupaten Nias Selatan, yang
pendirian rumah tinggal maupun rumah
secara geografis terletak pada 00°36'51,3"
adat. Bentuk pemukiman Bawomataluwo
lintang utara dan 97°46'12,5" bujur timur,
menyerupai huruf T. Rumah hunian dan
dengan ketinggian 263 meter di atas
rumah adat terdapat pada bagian pinggir
permukaan airlaut. Situs ini merupakan
pemukiman, sementara di bagian belakang
perkampungan tradisional yang menjadi
rumah sebagian merupakan jurang yang
aset pariwisata Pulau Nias, dan terkenal
dalam. Berdasarkan informasi para tetua
dengan atraksi lompat batunya.
masyarakat, diketahui bahwa dahulu
Perkampungan ini dihuni sekitar 2000 jiwa.
Bawömataluö juga dilengkapi parit-parit
Rumah penduduk berjajar rapat mengikuti
yang cukup dalam, ditambah pohon-pohon
jalan utama dengan orientasi timurlaut
bambu berduri yang bertujuan untuk
baratdaya. Situs Bawömataluö dikelilingi
mempersulit musuh yang akan menyerang.
lembah dan jurang terjal. Pada lembah tak
jauh dari situs terdapat mata air yang Objek megalitik di perkampungan ini
memiliki debit cukup besar. Selain itu air berupa pahatan-pahatan dalam bentuk
juga didapatkan dari bukit-bukit di batu datar dan menhir. yang diletakan
sekitarnya yang dialirkan melalui pipa. secara horisontal dan vertikal (berdiri).
Penduduknya banyak bergerak dalam Megalit dalam posisi horisontal disebut
daro-daro dan yang vertikal disebut naitaro, terpancung karena bagian atasnya datar.
yang dikaitkan dengan jenis kelamin laki- Batu ini menyimbolkan keperkasaan karena
laki dan perempuan. digunakan sebagai tempat melatih pemuda
dalam mempertahankan diri dari musuh di
Rumah Adat (Omo Hada/Omo
masa lampau. Fungsi ini sekarang berubah
Sebua), memiliki panjang berkisar 30
menjadi atraksi ketangkasan bagi
meter, lebar 9 meter, dan tinggi ruangan
wisatawan. Ukuran batu loncat adalah:
3,85 meter. Papan setebal sekitar 5
panjang alas 1,4 meter, lebar alas 1 meter,
centimeter digunakan baik sebagai dinding
lebar bagian atas 1,1 meter dan lebar atas
maupun lantai. Konstruksi tiang kayu yang
60 cm, dan keseluruhan 2,1 meter.
saling berpotongan, yang pada dasarnya
menghasilkan bidang-bidang segitiga Di Situs Bawömataluö ada sebuah
merupakan konstruksi rumah yang mampu batu bergores, yang berbentuk lonjong
menopang beban berat di atasnya. yang diletakkan di bagian depan omo hada.
Batu bergores tersebut bagian
Berada tidak jauh dari batu
permukaannya berbentuk rata dengan
lingkaran sebagai pusat perkampungan,
tatanan batu yang menjadi lantai halaman
terdapat batu loncat berbentuk piramida
situs. Goresannya berjumlah 37 buah.

Gambar 8. Rumah Adat (Omo Hada - Omo Sebua) (Dok: Puslit Arkenas) (kiri atas); Gambar
9. Batu Loncat (Dok: Puslit Arkenas) (kanan atas); Gambar 10. Batu Bergores (Dok: Puslit
Arkenas) (kiri bawah); Gambar 11. Pagar Batu (Dok: Puslit Arkenas) (kanan bawah)
Bentuk goresannya berupa garis-garis lurus batuan-batuan di beberapa sungai,
dengan penempatan tak beraturan. Bentuk khususnya di Sungai Batubuaya adalah
goresannya dapat dibagi atas dua sebagai berikut:
kelompok (pembagian kelompok dibuat
Basalt, termasuk jenis batuan beku,
untuk memudahkan melihat pola);
dengan warna segar hitam keabu-abuan
kelompok pertama berjumlah 30 buah,
dan lapuk berwarna hitam kelam. Tekstur
berbentuk lurus dengan goresan cekung.
kristalinitas adalah holohyalin, tekstur
Kelompok ini dilihat dari panjang
granularitas adalah porfiroafanitik, tekstur
goresannya terbagi atas 3 bagian, yaitu
fabrik bentuk kristal adalah subhedral -
yang memiliki panjang 6 cm, 8 cm dan 12
anhedral, tekstur fabrik relasi adalah
cm; kelompok yang kedua berbentuk
hypidiomorphic - allotriomorphic.
bulatan dengan diameter 1--3 cm dan
Berstruktur vesicular - scoria, dengan
kedalaman goresannya berkisar 1 mm--1
komposisi mineral utama adalah plagioklas,
cm.
olivin, piroksen, hornblende, biotit.
Pagar batu yang diamati pada Sedangkan komposisi mineral tambahan
penelitian adalah apatit, iron ore, spinel, rutil, zircon,
dan mafic mineral. Klasifikasi berdasarkan
Timur, menempati bagian sebelah utara tempat terbentuknya, basalt termasuk pada
Situs Bawömataluö, berjarak sekitar 300 batuan beku lelehan (volcanic rocks),
meter dari pintu keluar kampung. Pagar di sedangkan klasifikasi berdasarkan sifat
lokasi ini berbahan batugamping, memiliki kimia dan komposisi mineralnya, basalt
panjang sekitar 30 meter, lebar 2 meter dan termasuk batuan beku basa (Huang, et al.
tinggi sekitar 1 meter. 1962).

3.2. Lokasi Sumber Bahan Batuan Adanya kesamaan batuan tersebut,


dibandingkan dengan lokasi-lokasi lainnya,
Penentuan lokasi sumber bahan
maka sungai Batubuaya dianggap paling
batuan untuk megalitik di Situs
potensial sebagai lokasi pengambilan
Bawömataluö, dilakukan melalui analisis
bahan batuan untuk peninggalan megalitik
petrologi, baik terhadap tinggalan megalitik
di Situs Bawömataluö. Selain itu, informasi
di Situs Bawömataluö, maupun terhadap
Bapak Hikayat Manao (Ama Gibson)
batuan penyusun wilayah situs yang
menyebutkan bahwa batuan-batuan yang
ditemukan di sungai-sungai dalam bentuk
digunakan dalam pembuatan batu besar
singkapan (outcrop) maupun boulder.
sebagai batu datar atau daro-daro, batu
Hasil analisis petrologi, baik tegak dan lain sebagainya kemungkinan
terhadap tinggalan megalitik maupun diambil dari lokasi ini. Batuan sebagai
bahan baku objek megalit umumnya adalah royong serta nilai-nilai luhur lainnya
batu hitam (batu itö) yang diambil dari (Sukendar et al. 2008, 20).
Sungai (idanö) Batubuaya dengan jarak 1,5
Dalam penelitian akeologi keadaan
km ke arah N218ºE (baratdaya) dari situs
sumberdaya lingkungan sangat perlu untuk
Bawömataluöa.
diperhatikan. Hal ini disebabkan adanya
Sumber bahan merupakan salah keterkaitan antara sumberdaya lingkungan
satu variabel penting dalam melakukan dengan hasil budaya serta manusianya.
rekonstruksi tentang kehidupan tradisi Lingkungan akan sangat mempengaruhi
megalitik. Hal ini disebabkan dalam keberhasilan masyarakat dalam
pembuatan megalitik, tempat pengambilan mengembangkan sumberdaya alam agar
bahan batuan dapat dipergunakan sebagai dapat diolah dan dimanfaatkan sebagai
tolok ukur perilaku dan nilai luhur bangsa. kemampuan adaptasi dan keluwesan
Melalui sumber bahan dapat diketahui dan lingkungan (plasticity) dalam
diperkirakan jumlahan orang/penarik batu memanfaatkan lingkungan, biotik maupun
yang begitu besar dari tempat sumber abiotik. Lingkungan akan memberikan
bahan ke desa. Cara bekerja yang kemudahan untuk pertumbuhan atau
diberlakukan untuk membawa batu itu berkembangnya suatu budaya, namun ada
menunjukkan sifat kebersamaan dan juga lingkungan yang kurang bersahabat
gotong royong. Adapun melalui pengenalan sehingga justru akan menjadi kendala
akan jarak yang harus ditempuh dari dalam pengembangan budaya yang
sumber bahan ke desa/perkampungan dilaksanakan oleh pendukungnya. Sangat
dapat diperkirakan jumlahan waktu yang membesarkan hati bahwa dalam penelitian
dibutuhkan. Selanjutnya dengan ini ternyata dijumpai data yang luar biasa
mengetahui lama upacara tarik batu maka yang dapat digunakan sebagai bahan
akan dapat diperkirakan jumlah babi yang informasi tentang salah satu aktivitas dalam
harus dikurbankan. Demikianlah penelitian pembangunan megalitik (Sukendar et al.
di Pulau Nias menunjukkan bahwa 2008, 41).
pengenalan akan lokasi pengambilan
Hasil penelitian ini memperlihatkan
bahan baku megalitik menjadi penting.
bahwa orang-orang, khususnya para
Dengan demikian dapat dinyatakan bahwa
bangsawan dari Bawömataluö mengambil
pengenalan sumber bahan dan jarak
bahan batuan di sungai tersebut. Bahkan
tempuhnya ke perkampungan, akan
beberapa bentuk megalitik telah diberikan
memberikan informasi menyangkut
nama pembuat antara lain A Hita. Bentuk
demografi kompleks pemukiman megalitik,
batu yang sudah diberi nama merupakan
aspek kebersamaan, dan ide gotong
bahan atau barang yang belum jadi yang
tidak boleh diganggu gugat. Sedangkan terletak di sebelah barat daya dari Situs
batu-batu yang sudah diberi tanda untuk Bawömataluö.
memahatnya juga banyak ditemukan tetapi
Tinggalan megalitik yang terdapat di
belum mempergunakan nama pemilik. Batu
Bawömataluö adalah rumah adat (omo
yang hanya diberi tanda cara memahat
hada-omo sebua), batu loncat, batu
masih dapat dimanfaatkan orang lain tetapi
bergores, dan pagar batu. Objek megalitik
batu-batu yang telah bernama sangat
di perkampungan ini berupa pahatan-
dilarang untuk dimanfaatkan, apalagi
pahatan dalam bentuk batu datar dan
dicuri.
menhir. yang diletakan secara horisontal
4. Penutup (tidur) dan vertikal (berdiri).

Bentang alam (morfologi) Situs Terkait peninggalan bertradisi


Bawömataluö dan sekitarnya terbagi atas megalitik di bagian selatan Pulau Nias di
dua satuan morfologi, yaitu, satuan Samudera indonesia ini, penentuan lokasi
morfologi dataran, dan satuan morfologi pengambilan bahan batuan yang dilakukan
bergelombang lemah. Ketinggian wilayah melalui analisis petrologi, hasilnya
secara umum adalah 0 -- 269 meter di atas menyatakan bahwa bahan batuan untuk
permukaan air laut. Wilayah Situs pembangunannya diambil dari Sungai
Bawömataluö dan sekitarnya tersusun oleh Batubuaya yang berjarak 1,5 km ke arah
batuan adalah sebagai berikut, Aluvium N218ºE (barat daya) dari situs
(Qa) berumur Holosen, Formasi Bawömataluö.
Gunungsitoli (Qtg) berumur Plio-Plistosen
Daftar Pustaka
dengan lingkungan pengendapan laut
Badan Pusat Statistik Kabupaten Nias
dangkal, Formasi Gomo (Tmpg) berumur Selatan. 2014. Nias Selatan
Miosen Tengah-Pliosen dengan lingkungan Dalam Angka. Telukdalam: BPS
Kabupaten Nias Selatan
pengendapan sub Litoral-Batial, Formasi
Badan Pusat Statistik Kabupaten Nias
Lelematua (Tml) berumur Miosen Awal- Selatan. 2015. Nias Selatan
Miosen Akhir dengan lingkungan Dalam Angka. Telukdalam: BPS
Kabupaten Nias Selatan
pengendapan sub litoral-neritik luar, dan
Bemmelen, R.W. van. 1949. The Geology
Komplek Bancuh (Tomm) berumur of indonesia. Vol.IA. The Hague:
Oligosen awal Miosen Awal. Struktur Martinus Nijhoff

geologi yang melewati Situs Bawömataluö Djamal, B., W. Gunawan, T.O. Simanjuntak
& N. Ratman. 1994. Peta Geologi
dan sekitarnya adalah sesar naik (thrust Lembar Nias, Sumatera. Bandung:
fault) yang terletak di sebelah barat dan Pusat Penelitian dan
Pengembangan Geologi
timur dari situs, sedangkan sinklin (sincline)
Huang, Walter T , 1962. Petrology.
McGraw-Hill Book Company
Koestoro, Lucas Partanda & Ketut
Wiradnyana. 2007. Tradisi
Megalitik di Pulau Nias. Medan:
Balai Arkeologi Medan & UNESCO
Lobeck, A.K. 1939. Geomorphology, An
introduction To The Study of
Landscape. New York, London:
Mc Graw Hill Book Company inc.
Moore G.F., Et al. 1979. Sedimentology
and Paleobathymetry of Neogene
Trench-Slope Deposits, Nias
Island, indonesia. Journal of
Geology,Vol. 88. Chicago: The
University of Chicago. hal. 161
180

Kuarter Sumatera Utara,


Gempabumi Sarulla Tarutung, dan
Rumah Adat Tapanuli Nias:
Sumbangan Pemikiran Geologi
Terhadap Rancangan Arsitektur
Proceedings
PIT- IAGI XVI, Bandung, 7 10
Desember 1987, hal. 862--876
Sukendar, Haris, Fadhila. A. Arifin, M.
Fadhlan. S.I., Aliza Diniasti & Ketut
Wiradnyana. 2008. Laporan
Penelitian Arkeologi Pariwisata
(Arkeowisata) Di Kabupaten Nias
Selatan. Jakarta: Pusat Penelitian
dan Pengembangan Arkeologi
Thornbury,W.D. 1964. Principle of
Geomorphology. New York,
London: John Willey and Sons,
inc.
Todd, D.K. 1980. Groundwater Hidrology.
New York: John Willey & Sons inc.

Anda mungkin juga menyukai