Anda di halaman 1dari 9

PUSTAKA

PUSTAKA V ol.. XVIII,


Vol XVIII, N
Noo.1
.1 •• F66 - 71 2018
ebruari P-ISSN : 2528-7508
E-ISSN : 2528-7516

PENGELOLAAN CAGAR BUDAYA UNTUK KEPENTINGAN PUBLIK


DI KABUPATEN GIANYAR, BALI

Zuraidah
Program Studi Arkeologi, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Udayana
ida_arkeounud@yahoo.com

Abstrack
This study aims at finding the management of cultural heritages which are publically utilized.
The locations of the study are Pegulingan temple, TirtaEmpul temple, Mengening temple,
GunungKawi temple, and Goa Gajah. There are two stages of method applied in the study.
The first, method and technic of collecting data (observation, interview and library study);
the second isthe method ofqualitative data analysis. The results of the study show that the
management applied to the five cultural heritages is the combination of management between
the government (the District of Gianyar and BPCB Bali) and the local people. The involvement
of the local people shows the application of the concept of CRM in which the people are
benefited by the existence the archeological sites around their residences.

Keywords: management, cultural heritages, public interest

PENDAHULUAN setiap pengelolaan cagar budaya. Perbedaan


Mengelola sebuah cagar budaya untuk kepentingan biasa terjadi antar pemangku
kepentingan publik baik untuk kepentingan kepentingan. Pengelolaan cagar budaya dijalankan
pendidikan, penelitian, agama, dan objek wisata untuk memenuhi kepentingan masyarakat secara
budaya merupakan sebuah tantangan yang harus umum. Atas dasar ketentuan itu, pengelolaan
dipikirkan secara matang oleh para pemangku diarahkan agar memberi manfaat kepada publik
kepentingan (stakeholder) agar nantinya ada secara keseluruhan. Pengelolaan cagar budaya
keseimbangan antara objek cagar budaya itu tidak pernah berdiri sendiri. Hal ini terutama
sendiri dan masyarakat yang memanfaatkannya. karena pemanfaatannya menyangkut banyak pihak
Peninggalan sejarah Bali Kuna telah banyak yang berkepentingan oleh karena itu diperlukan
memberikan kontribusi dalam memperkaya kerjasama lintas sektoral (Rahardjo, 2011).
lokalitas yang ada sehingga dapat memberikan Pengelolaan cagar budaya oleh masyarakat
manfaat bagi masyarakat pendukung kebudayaan adat di Bali bukan hal yang baru terjadi, tetapi
tersebut hingga saat ini. Manfaat tersebut dapat sudah berlangsung lama, hal ini dikarenakan
dilihat dari banyaknya situs arkeologi yang dijadikan sebagian besar cagar budaya hingga saat ini
destinasi wisata baik lokal maupun internasional masih difungsikan oleh masyarakat untuk
tanpa mengubah peruntukannya sebagai tempat kegiatan keagamaan. Kentalnya pelestarian
suci yang masih aktif dipraktikkan masyarakat budaya leluhur di Bali menjadi sebuah daya tarik
sekitarnya (living monument), sehingga secara tersendiri bagi wisatawan untuk berkunjung ke
langsung atau tidak memberikan sumbangan dalam Bali yang kemudian menyebabkan perkembangan
konteks peningkatan kesejahteraan masyarakat pemanfaatan sebuah cagar budaya menjadi objek
disekitarnya (Ardhana, 2014:5). wisata budaya dan kepentingan-kepentingan publik
Persoalan pemanfaatan merupakan lainnya. Cagar budaya yang berupa pura, tentunya
problematika umum yang biasa terjadi pada dalam pemanfaatannya di sektor pariwisata harus

66
Pengelolaan Cagar Budaya untuk Kepentingan Publik di Kabupaten Gianyar Bali .............................................. Zuraidah

mengikuti aturan-aturan yang ditetapkan oleh kaidah yang semestinya karena tidak adanya acuan
penyungsung pura. Beberapa cagar budaya di nasional tersebut (Suantika, 2012).
Kabupaten Gianyar yang sudah dimanfaatkan Penelitian ini bertujuan untuk menelusuri
untuk kepentingan publik, diantaranya Pura bagaimana bentuk-bentuk pengelolaan cagar
Pegulingan, Pura Tirtha Empul, Pura Mengening, budaya yang sudah dikembangkan di Kabupaten
Candi Tebing Gunung Kawi, Pura Gua Gajah, Gianyar. Apakah bentuk-bentuk pengelolaan
Pura Kebo Edan, Pura Pengukur-Ukuran, Pura tersebut sudah dijalankan sesuai dengan kaidah
Penataran Sasih, Pura Pusering Jagat, dan masih pengelolaan cagar budaya dengan memperhatikan
banyak lagi lainnya. aspek-aspek kelestarian situs arkeologi. Sehingga
Menurut Undang-Undang Nomor 11 Tahun hasil akhir dari penelitian ini juga bertujuan untuk
2010 tentang Cagar Budaya, disebutkan bahwa menemukan model-model pengelolaan situs yang
cagar budaya adalah warisan budaya bersifat efektif pada situs arkeologi di Kabupaten Gianyar.
kebendaan berupa Benda Cagar Budaya,
Bangunan Cagar Budaya, Struktur Cagar Budaya, METODE PENELITIAN
Situs Cagar Budaya, dan Kawasan Cagar Budaya Lokasi yang dijadikan tempat penelitian
di darat dan/ atau air yang perlu dilestarikan adalah Pura Pegulingan, Pura Tirta Empul, Pura
keberadaannya karena memiliki nilai penting bagi Mengening, Candi Tebing Gunung Kawi dan Pura
sejarah, ilmu pengetahuan, pendidikan, agama dan Goa Gajah. Pemilihan ke lima situs arkeologi
kebudayaan melalui proses penetapan. Sedangkan didasarkan atas pertimbangan beragamnya
pengelolaan adalah upaya terpadu untuk karakter data yang dimiliki masing-masing
melindungi, mengembangkan, dan memanfaatkan situs. Pura Pegulingan dengan latar belakang
Cagar Budaya melalui kebijakan pengaturan agama Budha dengan bentuk stupa tunggal yang
perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan untuk merupakan lambang agama Budha. Pura Tirtha
sebesar-besarnya kesejahteraan rakyat. Empul merupakan situs arkeologi yang berbentuk
Berdasarkan latar belakang di atas maka kolam petirtaan. Pura Mengening berbentuk
rumusan masalah penelitian ini adalah bagaimana seperti candi-candi tipe candi Jawa Timur. Candi
sistem pengelolaan yang selama ini sudah Tebing Gunung Kawi merupakan candi pahat
dijalankan, apakah dalam pengelolaannya sudah pada tebing yang berbeda dari candi-candi yang
melibatkan masyarakat di sekitarnya, sehingga dibangun di Jawa. Dan Pura Goa Gajah dengan
masyarakat juga mendapatkan keuntungan dari keunikannya yang pernah difungsikan oleh 2 latar
keberadaan cagar budaya. Hal tersebut sesuai keagamaan yang berbeda yaitu Hindu dan Budha.
dengan yang diamanatkan dalam undang-undang Pertimbangan berikutnya adalah pemanfaatan
cagar budaya, bahwa dalam pengelolaan cagar ke lima objek tersebut dalam bidang pariwisata
budaya harus memperhatikan kesejahteraan budaya, tentunya menimbulkan berbagai kendala
rakyat. dalam pengelolaannya karena cagar budaya
Pada dasarnya kegiatan manajemen didasari tersebut di atas masih bersifat living monument
oleh lima langkah kegiatan, yaitu membuat sehingga ada berbagai kepentingan yang bermain
perencanaan, menyusun organisasi, menyusun di dalamnya.
jaringan kerja, melaksanakan kegiatan dan Ada 2 tahapan metode dalam penelitian ini yaitu
mengadakan pengawasan. Dalam hal pengelolaan metode pengumpulan data dan metode pengolahan
sumberdaya arkeologi ini sangat jelas terlihat data. Tahap Pengumpulan data dilakukan melalui
bahwa secara nasional kita belum memiliki tatacara observasi, studi pustaka, dan wawancara. Pada
pengelolaan sumberdaya arkeologi yang dapat tahap observasi dilakukan pengamatan secara
dijadikan acuan/guideline. Dengan demikian langsung pada objek-objek yang sudah ditentukan
dalam penanganan sumberdaya arkeologi sering untuk selanjutnya dilakukan pencatatan lapangan,
terjadi hal-hal yang tidak sesuai dengan kaidah- pendeskripsian dan dokumentasi dalam bentuk

67
PUSTAKA Vol. XVIII, No.1 • Februari 2018

foto. Studi pustaka diharapkan mampu melengkapi Dusun Basangambu, Desa Manukaya, Kecamatan
data yang berhasil dikumpulkan di lokasi Tampaksiring, Kabupaten Gianyar. Pada situs ini
penelitian. Sumber pustaka merujuk pada buku, terdapat bangunan candi yang berbentuk stupa
laporan penelitian, jurnal, skripsi maupun karya sebagai tempat pemujaan agama Budha. Bangunan
ilmiah lainnya yang relevan dengan penelitian, stupa sekarang terletak di area Pura sebagai tempat
dan wawancara merupakan salah satu bagian pemujaan agama Hindu. Selain stupa induk,
yang penting dalam suatu penelitian kualitatif. di situs ini juga ditemukan materai dari tanah
Wawancara yang diterapkan adalah wawancara liat yang berisi mantra-mantra Budha, stupika,
bebas dan wawancara teratur. Metode ini penting fragmen arca Budha, relief gana, dan beberapa
untuk mendapatkan informasi tentang bentuk- fragmen bangunan.
bentuk pengelolaan cagar budaya di Kabupaten Pura Pegulingan saat ini dikelola secara
Gianyar yang selama ini sudah berjalan. Informan bersama-sama antara pihak pemerintah (BPCB)
meliputi; pihak BPCB, Pemda, masyarakat dan dan masyarakat adat Desa Basangambu (Banjar
pelaku industri pariwisata. Basangambu dan Banjar Belahan). Pihak BPCB
Pada tahap pengolahan data, digunakan analisis (Balai Pelestarian Cagar Budaya Provonsi Bali)
deskriptif-kualitatif. Langkah kerja analisis sementara ini telah menempatkan 3 orang juru
kualitatif ini adalah mengolah data sesuai dengan pelihara situs (jupel) yang bertugas merawat,
sifat data yang telah terkumpul selama penelitian menjaga, melindungi dan memelihara lingkungan
yang kemudian dideskripsikan/dijabarkan dalam situs beserta tinggalan arkeologi yang ada di
bentuk kalimat. dalamnya. Secara keseluruhan pihak BPCB
bertanggung jawab terhadap teknis pelestarian
HASIL DAN PEMBAHASAN situs. Sedangkan masyarakat adat khususnya
Cagar budaya di Kabupaten Gianyar sudah masyarakat Banjar Basangambu dan Banjar
banyak dimanfaatkan untuk kepentingan Belahan juga turut berpartisipasi menjaga areal
publik, diantaranya untuk aktivitas keagamaan, situs Pegulingan yang juga dimanfaatkan oleh
pendidikan, penelitian, dan objek wisata. masyarakat sebagai tempat peribadatan.
Pemanfaatan terjadi karena adanya potensi yang Menurut informasi yang didapat dari Jro
dimiliki masing-masing cagar budaya tersebut, Mangku Wayan Weda menjelaskan bahwa
dimana pada cagar budaya tersebut terkandung dana untuk pengelolaan Pura Pegulingan
nilai-nilai penting seperti; nilai ilmu pengetahuan, seperti perbaikan pura bila terdapat kerusakan,
nilai estetika, nilai kesejarahan, nilai ekonomi, dan mengadakan upacara agama (piodalan yang
nilai ideologi. jatuh setiap purnama ke-5), dan lainnya terkait
Mengacu pada nilai-nilai yang terkandung pada pembangunan semua dana yang dikeluarkan
cagar budaya, hal itu merupakan dasar pentingnya berasal dari desa setempat yang masing-masing
upaya mengelola sebuah cagar budaya yang harus kepala keluarga dibebani biaya tergantung besar
tetap memperhatikan kaidah kelestarian dari atau kecilnya biaya pembangunan atau upacara
pemanfaatan cagar budaya. Adapun penelitian agama tersebut. Gambar 1 di atas menunjukkan
ini membahas pada beberapa cagar budaya keberadaan stupa yang terdapat dalam area pura
yang terletak di Kabupaten Gianyar, yaitu Pura yang berlatar agama Hindu, maka Situs Pegulingan
Pegulingan, Pura Tirtha Empul, Pura Mengening, ini difungsikan sebagai tempat pemujaan agama
Candi Tebing Gunung Kawi, dan Pura Gua Gajah. Hindu dan Budha. Situs ini juga dimanfaatkan
Penjelasan masing-masing cagar budaya dapat untuk kepentingan pendidikan, penelitian dan
dilihat pada uraian di bawah ini; objek wisata. Berkaitan dengan pemanfaatannya
1. Pura Pegulingan tersebut belum ada retribusi yang diberlakukan
kepada para wisatawan yang berkunjung ke objek
Secara administrasi Pura Pegulingan terletak di tersebut (data wawancara tahun 2015).

68
Pengelolaan Cagar Budaya untuk Kepentingan Publik di Kabupaten Gianyar Bali .............................................. Zuraidah

menjadi 12 jaladwara. Bagian jeroan terdapat


sebuah candi sebagai tempat pemujaan utama
yang disertai sebuah lingga dan arca Ganesa.
Kawasan situs Tirta Empul sudah banyak
dimanfaatkan untuk kepentingan publik,
diantaranya sebagai tempat suci keagamaan bagi
umat Hindu, objek wisata, media pendidikan
dan penelitian, dan juga kegiatan melukat
(pembersihan diri) di dalam petirtaan (lihat gambar
3). Pemanfaatan Tirta Empul untuk kepentingan
publik ini sudah dikelola oleh 2 lembaga, yaitu
Gambar 1. Bangunan Stupa Pegulingan di dalam lembaga pemerintahan dan masyarakat sekitar
areal Pura. situs Pura Tirta Empul. Lembaga pemerintah
(Sumber: Dokumen Pribadi)
dibagi lagi menjadi dua dari Pemda Gianyar dan
Balai Pelestarian Cagar Budaya Provinsi Bali.
2. Pura Tirta Empul Pihak BPCB Provinsi Bali mempunyai tugas
merawat, menjaga, melindungi, dan sewaktu-
Lokasi Pura Tirta Empul bersebelahan dengan waktu melalukan kegiatan konservasi terhadap
Istana Presiden Republik Indonesia (lihat gambar tinggalan arkeologi yang sangat bernilai tinggi baik
2) yang terletak di Tampaksiring. Kompleks Pura bagi ilmu pengetahuan, pariwisata, dan keagamaan.
Tirta Empul terdiri dari bangunan pura, petirtaan, Setiap enam bulan sekali pihak BPCB Provinsi Bali
dan artefak arkeologi. Petirtaan yang ada di melakukan observasi untuk mengetahui kinerja
kompleks ini ini mempunyai sumber mata air yang dari petugas BPCB yang ditempatkan di situs Pura
sebagian dialirkan kejaringan irigasi yang dapat Tirta Empul. Situs Pura Tirta Empul sementara ini
mengairi sawah yang cukup luas di desa Pejeng, memiliki petugas juru pelihara situs (jupel) dari
sebagian lagi dialirkan kesebuah kolam pemandian BPCB yang berjumlah 2 orang satu sudah menjadi
yang ada di sebelah timur, dan sisanya dialirkan ke pegawai negeri sipil dan satunya lagi pegawai
Sungai Pakerisan yang berada di sisi timur pura. honorer.
Sedangkan masyarakat sangat berperan aktif di
dalam mengelola situs Pura Tirta Empul dengan
membersihkan areal pura secara keseluruhan,
perawatan, perlindungan, dan pembangunan.
Segala bentuk pelestarian yang dilakukan oleh
masyarakat, anggaran dananya dikeluarkan oleh
desa setempat dari hasil pembagian retribusi
antara Pemda Gianyar dan masyarakat setempat.
Masyarakat yang secara khusus mengelola situs
Pura Tirta Empul (pengemong) terdiri dari tiga
Gambar 2. Istana Presiden di Tampaksiring banjar, yaitu: Banjar Tagtag, Banjar Manukaya Let,
(Sumber: Dokumen Pribadi)
dan Banjar Bantas. Ketiga banjar tersebut bersama-
Secara horizontal bangunan Pura Tirta Empul sama mengelola dan merawat Pura Tirta Empul
dibagi menjadi 3 halaman, jaba sisi (halaman luar) (Wawancara dengan Bapak Made Mahwiarnata
jaba tengah (halaman tengah) dan jeroan (halaman (Bedesa Adat Manukaya Let)).
utama). Pada bagian jaba sisi terdapat kolam Berdasarkan hasil wawancara dengan Bendesa
permandian yang diperuntukkan untuk umum, Adat Manukaya Let bahwa segala pemasukan ke
jaba tengah terdapat pancuran air yang terbagi objek wisata Tirta Empul dibagi menjadi dua, yaitu

69
PUSTAKA Vol. XVIII, No.1 • Februari 2018

60℅ masuk ke Pemda, dan 40℅ lagi masuk ke desa dewasa, dan Rp 7.500 untuk anak-anak dan harga
(Pura Tirta Empul). karcis tersebut sudah termasuk peminjaman kamen
dan selendang (seluruh wisatawan yang masuk ke
kawasan Tirta Empul diwajibkan menggunakan
kamen dan selendang).

3. Pura Mengening

Pura Mengening terletak di Banjar Saraseda,


Desa Tampaksiring Kecamatan Tampaksiring. Di
Pura Mengening terdapat reruntuhan bangunan
dan disebut Prasada. Prasada ini memiliki corak
arsitektur seperti candi-candi di Jawa. Pada bilik
Gambar 3. Pemanfaatan Pura Tirta Empul sebagai Prasada ditemukan lingga-yoni sehingga dapat
objek wisata dipastikan bahwa bangunan Prasada diperuntukkan
(Sumber: Dokumen Pribadi)
untuk pemujaan Dewa Siwa (Srijaya, 2014: 54).
Pengelola di kawasan situs Pura Mengening ada
dua, yaitu lembaga pemerintahan dan masyarakat
sekitar situs Pura Mengening. Lembaga pemerintah
yaitu Balai Pelestarian Cagar Budaya Bali yang
bertugas merawat, menjaga, melindungi, dan
memelihara kawasan suci pura beserta tinggalan
arkeologi dengan menempatkan juru pelihara situs
sebanyak 2 orang (1orang PNS dan 1 lagi pegawai
honorer). Sedangkan masyarakat sangat berperan
aktif di dalam mengelola situs Pura Mengening
khususnya masyarakat Banjar Saraseda dengan
membersihkan areal pura secara keseluruhan,
Gambar 4. Kegiatan persembahyangan di Pura Tirta perawatan, perlindungan, dan pembangunan,
Empul Dana untuk pengelolaan situs Pura Mengening
(Sumber: Dokumen Pribadi)
seperti perbaikan pura bila terdapat kerusakan,
mengadakan upacara agama (piodalan), dan
yang lainnya terkait pembangunan semua dana
yang dikeluarkan berasal dari desa setempat yang
masing-masing kepala keluarga dibebani biaya
tergantung besar atau kecilnya jangkuan biaya
pembangunan atau upacara agama tersebut.
Kawasan Pura Mengening selain dimanfaatkan
sebagai tempat suci bagi umat agama Hindu, juga
merupakan tempat melukat/penyucian diri, media
pendidikan dan kawasan pariwisata.
Gambar 5. Kegiatan melukat (pembersihan diri) di
Tirta Empul 4. Candi Tebing Gunung Kawi
(Sumber: http://kebudayaan.kemdikbud.go.id/bpcbbali)

Karcis masuk yang dikenakan oleh pengelola Candi Gunung Kawi merupakan candi yang
situs Tirta Empul yaitu sebesar Rp 15.000 untuk bentuknya berbeda dengan candi-candi pada

70
Pengelolaan Cagar Budaya untuk Kepentingan Publik di Kabupaten Gianyar Bali .............................................. Zuraidah

umumnya di Jawa. Dimana candi ini dibuat Pihak BPCB Bali bertanggungjawab terhadap
dalam bentuk pahatan pada kompleks cerukan. perlindungan tinggalan-tinggalan arkeologi
Tipe candi yang dipahatkan merupakan candi yang ada, sedangkan Pemda Gianyar terkait
tipe menara (menjulang tinggi seperti menara) bertanggungjawab terhadap pengembangan Candi
dipahatkan dengan bagian kaki, badan dan atap Tebing Gunung Kawi sebagai salah satu destinasi
yang berbentuk mengerucut semakin atas semakin wisata budaya yang ada di Kabupaten Gianyar.
kecil. Pada kompleks ini juga terdapat ceruk/gua- Masyarakat Adat Desa Penaka sebagai
gua yang diperkirakan berfungsi sebagai tempat penyusung pura mendapat pembagian retribusi 50
pertapaan. % dan 50 % masuk ke Pemda Gianyar. Retribusi
Ada 10 buah pahatan candi pada tebing-tebing diperoleh dari tiket masuk, penyewaan selendang
padas, yang diperkirakan dibangun oleh Raja Anak dan kamen, penyewaan kios-kios yang ada di
Wungsu yang merupakan putra dari Raja Udayana sekitar kompleks Candi Tebing Gunung Kawi dan
dan Gunapriyadarmapatni. Kompleks candi yang parkir. Dari pihak BPCB Bali menempatkan 4
berjumlah 5 terletak di sebelah timur, 4 pahatan pegawainya sebagai juru pelihara situs.
candi terletak di sebelah barat dan 1 pahatan candi
lagi terletak di sebelah tenggara. 5. Pura Gua Gajah
Pada kelompok lima (5) pahatan candi yang
dipahatkan dari utara ke selatan, pada candi nomor Nama Gua Gajah diperkirakan berasal
1 terdapat prasasti pendek yang menggunakan dari Lwa Gajah yang disebutkan dalam Kitab
huruf Kediri Kuadrat dan berbunyi haji lumah i Negarakertagama. Gua Gajah terletak di Desa
jalu yang artinya raja yang didharmakan di Jalu. Bedulu Kecamatan Blahbatuh Kabupaten Gianyar.
Pada candi ke 2 dari kompleks ini juga terdapat Diperkirakan pada zaman dahulu Situs Gua Gajah
tulisan yang berbunyi rwa-(da) kira. Sedangkan dipergunakan sebagai tempat pemujaan untuk
candi-candi yang lain tidak terdapat prasasti Agama Hindu dan Budha (Siwa Budhist). Hal ini
(Srijaya, 2014: 49). diperkuat dengan temuan-temuan artefak Siwa
dan Budha. Peninggalan yang bersifat Siwasitis
dapat dilihat pada sebuah Gua yang mempunyai
lorong berbentuk “T”. Di dalam gua terdapat Arca
Ganesha dan Trilingga. Sedangkan peninggalan
yang bercorak Budha dapat dilihat dari temuan
arca-arca Budha, stupa, arca Hariti. Pada kompleks
Situs Gua Gajah juga terdapat sebuah Petirtaan
yang berisi 6 buah arca pancuran.
Pengelola situs di kawasan Pura Gua Gajah ada
dua, yaitu lembaga pemerintahan dan masyarakat
Gambar 6. Pemanfaatan Gunung Kawi sebagai objek sekitar situs Pura Gua Gajah. Lembaga pemerintah
wisata dibagi lagi menjadi dua dari Pemda Gianyar
(Sumber: www.gianyarkab.go.id)
dan pihak BPCB Bali. Pemda Gianyar bertugas
Pemanfaatan kompleks Candi Tebing Gunung membersihkan dan merawat pada bagian atas dari
Kawi untuk kepentingan publik selama ini sudah parkir, bertugas memberikan informasi terkait situs
berlangsung dan dikelola secara bersama-sama Pura Gua Gajah, dan adanya petugas loket untuk
antara pihak BPCB Bali, Pemda Gianyar, dan peminjaman kamen, selendang, dan lain-lainnya.
Masyarakat Adat. Masyarakat adat terlibat dalam Pihak BPCB Bali bertugas merawat, memelihara,
pengelolaannya karena di dalam areal tersebut dan sewaktu-waktu melalukan kegiatan konservasi
terdapat sebuah pura yang difungsikan oleh terhadap tinggalan arkeologi yang kaya akan unsur
masyarakat sebagai tempat persembahyangan. sejarah (terdapat 2 juru pelihara situs yang sudah

71
PUSTAKA Vol. XVIII, No.1 • Februari 2018

Gambar 7. Pemanfaatan Gua Gajah untuk Kepentingan Publik

berstatus PNS). suci (keagamaan) oleh masyarakat umum dan


Keterlibatan masyarakat sekitar sangatlah masyarakat Desa Bedulu khususnya dan setiap 1
penting di dalam mengelola situs Pura Gua Gajah tahun sekali dilakukan upacara agama (piodalan/
yang bertugas menjaga, membersihkan lingkungan puja wali) yang jatuhnya pada purname ke pat.
situs Pura Gua Gajah, dan melakukan tugas Pura Gua Gajah juga dimanfaatkan sebagai objek
(ngayah) ketika ada upacara agama(piodalan). pariwisata, sebagai media pendidikan karena sarat
Dari segi pengamanan siang hari sudah terdapat dengan nila budaya dan sejarah masa lalu.
satpam dan polisi pariwisata yang ditugaskan oleh Peran serta dan tanggung jawab masyarakat
pemerintah daerah. Sedangkan pengamanan pada dalam pengelolaan sumberdaya budaya dalam
malam hari dilakukan oleh beberapa masyarakat rangka otonomi daerah harus lebih ditingkatkan
(mekemit). karena berperan penting sebagai usaha menuju
Distribusi hasil retribusi di situs Gua Gajah pengelolaan sumberdaya budaya yang /berbasis
masing-masing dibagi rata dalam artian 50% ke masyarakat karena masyarakat merupakan salah
Pemda dan 50% lagi dibagi menjadi tiga bagian, satu stakeholder. Sumberdaya budaya juga harus
yaitu 20% untuk pemeliharaan situs dan sekitarnya, dapat memberikan manfaat dan keuntungan
12% ke desa adat, dan 8% kepada arkeolog yang ekonomi kepada masyarakat setempat (Ardika,
membantu di dalam melestarikan situs. Tiket 2002). Selain itu, sumberdaya arkeologi dapat
masuk menuju situs Pura Gua Gajah dibagi menjadi dimanfaatkan sebagai objek wisata budaya,
dua bagian, karcis untuk dewasa dikenakan sebesar bahkan untuk objek-objek yang masih berfungsi
Rp 15.000 dan anak-anak dikenakan sebesar Rp seperti semula dapat dikembangkan sebagai objek
7.500. Tiket masuk tersebut kedudukannya sama wisata religi. Sumberdaya arkeologi yang bersifat
antara pengunjung lokal maupun pengunjung dead monument pemanfaatannya tidak banyak
luar dan karcis tersebut sudah lengkap dengan menimbulkan masalah, tetapi untuk sumberdaya
peminjaman kamen dan selendang. Hasil retribusi arkeologi yang bersifat living monument
tersebut berasal dari tiket masuk, penyewaan kios pengelolaannya sering memunculkan masalah-
dan parkir kendaraan. masalah yang disebabkan oleh adanya konflik
Dana untuk pengelolaan situs Pura Gua kepentingan (Kasnowihardjo, 2001).
Gajah didapatkan dari pembagian retribusi Dapat dikatakan bahwa secara legalitas ke lima
yang sebesar 20% untuk pemeliharaan seperti objek penelitian yaitu; Pura Pegulingan, Pura Tirta
perbaikan bangunan jika terjadi kerusakan dan Empul, Pura Mengening, Candi Tebing Gunung
lain sebagainya, sedangkan yang 12% ke desa Kawi, dan Pura Gua Gajah merupakan kawasan
adat tersebut digunakan untuk upacara agama cagar budaya yang dilindungi oleh Undang-
(piodalan) undang Cagar Budaya No 11 Tahun 2010, maka
Pura Gua Gajah dimanfaatkan sebagai tempat dalam pengelolaannya yang menyangkut teknis

72
Pengelolaan Cagar Budaya untuk Kepentingan Publik di Kabupaten Gianyar Bali .............................................. Zuraidah

pelestarian cagar budaya ditangani oleh pihak mengembangkan potensi pariwisata yang ada di
BPCB Bali, yang merupakan unit pelaksana teknis masing-masing desa.
kementerian pendidikan dan kebudayaan di bidang Bentuk pemanfaatan cagar budaya di atas tidak
pelestarian cagar budaya yang ada di wilayah hanya terbatas sebagai objek wisata budaya, tetapi
kerjanya dan bertanggung jawab kepada Direktur juga dimanfaatkan untuk;
Jendral Kebudayaan. - Kegiatan upacara (persembahyangan).
Pemda Gianyar sebagai pembuat kebijakan Ke-lima objek penelitian difungsikan
daerah terkait dengan pengembangan sebagai tempat kegiatan keagamaan oleh
kepariwisatan di Kabupaten Gianyar mempunyai masyarakat. Masing-masing objek tersebut
tugas dan wewenang untuk mempromosikan cagar terdapat pura di dalamnya, yang masing-
budaya yang ada di wilayah kerjanya sebagai salah masing disungsung oleh desa adat.
satu daerah tujuan wisata budaya. Selain itu, pihak - Kegiatan melukat merupakan bagian dari
Pemda Gianyar juga telah mengadakan kerjasama ritual keagamaan dalam agama Hindu, yang
dengan berbagai pihak yang bermain di industri memiliki tujuan untuk membersihkan dan
pariwisata untuk ikut serta mempromosikan cagar menyucikan pribadi secara lahir dan batin
budaya di Kabupaten Gianyar. Berdasarkan perda dari hal-hal yang bersifat skala-niskala.
Nomor 3 Tahun 1991 tentang kepariwisataan Melukat dilakukan di Petirtaan yang ada di
disebutkan bahwa Pariwisata yang dikembangkan Pura Mengening dan Pura Tirta Empul.
di Daerah Bali adalah Pariwisata Budaya. Pariwisata - Kegiatan pendidikan, ke-lima objek penelitian
budaya yang dimaksud adalah jenis kepariwisataan juga difungsikan sebagai tempat untuk
yang dalam perkembangan dan pengembangannya belajar sejarah masa lampau. Berdasarkan
menggunakan kebudayaan daerah Bali yang dijiwai hasil wawancara didapatkan data kunjungan
oleh agama Hindu. yang dilakukan oleh sekolah yang ada
Pura Pegulingan, Pura Tirta Empul, Pura di Kabupaten Gianyar maupun dari luar
Mengening, Candi Tebing Gunung Kawi, dan Kabupaten.
Pura Gua Gajah ini merupakan living monument, - Kegiatan Penelitian, ke-lima objek penelitian
maka masyarakatpun turut serta dan terlibat juga sudah sering dijadikan sebagai lokasi
secara aktif dalam pengelolaannya. Situs-situs penelitian dari berbagai disiplin ilmu, baik
arkeologi tersebut mempunyai peran yang cukup peneliti yang berasal dari dalam negeri
penting dalam kehidupan masyarakat Gianyar maupun mancanegara.
secara khusus, dan masyarakat luas secara umum.
Sehingga dapat dikatakan bahwa pemanfaatan cagar Pengelolaan cagar budaya yang dimanfaatakan
budaya untuk kepentingan publik mengandung untuk kepentingan publik harus memperhatikan
adanya nilai kebermaknaan sosial bagi masyarakat. kondisi fisik dari objek arkeologi itu sendiri dan
Dimana keberadaannya selain mengandung nilai- ketersediaan sarana prasarana pendukung untuk
nilai sejarah, pendidikan, ilmu pengetahuan, kenyamanan masyarakat yang memanfaatkan
juga mengandung nilai ekonomi jika situs-situs cagar budaya. Berdasarkan penelitian yang
arkeologi itu dikembangkan menjadi objek wisata, dilakukan, manajemen situs-situs arkeologi di atas
atau dapat dikatakan bahwa sebuah cagar budaya sebagian besar telah dikelola dengan baik, hal ini
harus mampu memberikan manfaat ekonomi bagi terlihat telah tersedianya sarana dan prasarana
masyarakat. Keterlibatan masyarakat Gianyar yang memadai, seperti sarana parkir, pengamanan,
dalam pengelolaan cagar budaya di atas, memang toilet, art shop, rumah makan, jalan menuju obyek,
belum maksimal, walaupun desa adat mendapat pertamanan yang masing-masing ditempatkan
pembagian hasil retribusi dari pemanfaatannya pada fungsi masing-masing lahan, kemudian
sebagai objek wisata budaya. Masyarakat masih dilengkapi pula oleh papan informasi dan larangan.
sangat bergantung pada peran pemerintah untuk Walaupun tidak bisa dipungkiri masih banyak

73
PUSTAKA Vol. XVIII, No.1 • Februari 2018

kekurangan juga dalam pengelolaannya. Adanya DAFTAR PUSTAKA


berbagai tekanan pembangunan yang dilakukan 2010 Undang-undang RI Nomor 11 Tahun 2010
disekitar kawasan situs juga akan mempengaruhi tentang Cagar Budaya. Kementerian Pendidikan
kelestarian situs itu sendiri. dan Kebudayaan Republik Indonesia.
Ardhana, I Ketut, 2014. Raja Udayana Warmadewa.
PENUTUP Denpasar: Pustaka Larasan.
Pengelolaan cagar budaya tidak sepenuhnya Ardika, I Wayan, 2002. “Pengelolaan Sumberdaya
dibebankan pada pihak pemerintah saja, Budaya Dalam Kaitannya Dengan Pelaksanaan
tetapi semua elemen masyarakat juga harus Otonomi Daerah” dalam Manfaat Sumberdaya
dilibatkan karena masyarakat juga telah Arkeologi Untuk Memperkokoh Integrasi
memanfaatkan keberadaan cagar budaya yang ada. Bangsa. Denpasar: PT. Upada Sastra.
Pemanfaatannya untuk kepentingan publik dapat Ardika, I Wayan, 2015. Warisan Budaya Perspektif
dilihat dari adanya kegiatan keagamaan, kegiatan Masa Kini. Denpasar: Udayana University
pariwisata, kegiatan pendidikan, dan penelitian. Press.
Sehingga berdasarkan hasil analisis data Kasnowihardjo, Gunadi 2011. Manajemen
yang diperoleh di lapangan, dapat disimpulkan Sumberdaya Arkeologi. Makassar: Lembaga
bahwa pengelolaan pada objek penelitian yaitu Penerbitan Universitas Hasanuddin.
Candi Pegulingan, Tirta Empul, Candi Gunung Srijaya, I Wayan, 2014. “Jejak Tinggalan Arkeologi
Kawi, Candi Mengening, dan Goa Gajah dikelola Raja Udayana di Bali” dalam Raja Udayana
sepenuhnya oleh masing-masing desa adat yang Warmadewa. Denpasar: Pustaka Larasan.
secara administrasi melingkupi objek arkeologi Suantika, I Wayan, 2012. “Pengelolaan Sumberdaya
tersebut. Sedangkan Balai Pelestari Cagar Budaya Arkeologi”, dalam Forum Arkeologi. Denpasar :
menangani dan bertanggungjawab terhadap Balai Arkeologi Denpasar.
masalah pelestarian dan perlindungan benda Sumber internet:
cagar budaya yang ada di masing-masing objek. http://kebudayaan.kemdikbud.go.id/bpcbbali
Pengembangan kepariwisataan dikelola oleh diakses 10 Agustus 2017
Pemda Gianyar. https://www.gianyarkab.go.id diakses 10 Agustus
2017

74

Anda mungkin juga menyukai