1, April 2015
Email: putu.sri77@gmail.com
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk: (1) Memahami sistem pengelolaan perpustakaan
Gedong Kertya dalam wujud praktik-praktik sosial; (2) Memahami kebijakan
Pemerintah Kabupaten Buleleng dalam rangka menumbuhkembangkan
perpustakaan Gedong Kertya sebagai asset daerah yang menyimpan kekayaan
intelektual masyarakat Bali. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah
penelitian kualitatif dengan memahami fenomena sosial dari perspektif partisipan
atau menurut perspektif emik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengelolaan
perpustakaan Gedong Kertya sangat khas karena layanan yang diberikan di
tempat itu tidak ditemukan pada perpustakaan lainnya. Kebijakan yang mengatur
tentang sumber daya manusia maupun sumber daya finansial di Gedong Kertya
hingga saat ini belum ada sehingga kebutuhan yang diperlukan belum bisa
tercapai dengan optimal. Anggaran yang sangat minim telah menyebabkan
Gedong Kertya terpaksa menghentikan kegiatan yang dianggap penting bagi
kelangsungan kebudayaan Bali.
Abstract
This study aims to: (1) understand the library management in Gedong Kertya in
the form of social practice; (2) understand the government policy of Buleleng
regency in developing Gedong kertya as the asset that has intellectual property
of Balinese. This study uses qualitative research methods to understand social
fenomenon from the perspective of participants. The results of this research
showed that the management of Gedong Kertya is very unique and cannot find at
the other libraries. The policy about human resources and financial resources in
Gedong Kertya never exist so that everything they need in managing their library
cannot realize and this caused the services given to user is not optimal. Limited
financial resource pushed Gedong Kertya to stop any activities that remain
important for sustainability of Balinese culture.
tersebut, yayasan ini juga bertujuan menyerang Lombok (Riana, 2009: xiii).
melacak naskah lontar yang ditulis Terbitan lainnya berupa buku dua jilid
dalam bahasa Jawa Kuno dan yang ditulis oleh Dr. W.F. Stutterheim
Pertengahan, bahasa Bali dan Sasak. berjudul Oudhheden van Bali. Buku ini
Selain itu, kegiatan yang dilakukan di merupakan buku klasik yang membahas
yayasan ini adalah berbagai aktivitas tentang Pejeng dan peninggalan-
intelektual seperti menerbitkan buku dan peninggalan purbakalanya. Desa Pejeng
majalah. dan desa-desa di sekitarnya memang
Pada tanggal 14 September 1928, kaya akan peninggalan purbakala
yayasan ini dibuka untuk umum oleh karena dahulunya diperkirakan sebagai
Gubernur Jenderal Hindia Belanda pusat kerajaan Dinasti Warmadewa.
A.C.D. de Graff. Untuk mengingatkan Saat ini Gedong Kertya berada di
tanggal bersejarah tersebut, pada pintu bawah pengelolaan Pemerintah
masuk yayasan tersebut dipahatlah Kabupaten Buleleng. Berkenaan dengan
sebuah candra sengkala yang itu berarti pula pengelolaan Gedong
menandakan tanggal pembukaan Kertya sepenuhnya menjadi tanggung
yayasan tersebut dalam tahun Saka, jawab Pemerintah Kabupaten Buleleng.
yaitu gambar manusia menaiki gajah Apapun bentuk modal yang dibutuhkan
dengan busur panah di tangannya dan bagi kelangsungan hidup Gedong
orang yang terkena panah itupun mati. Kertya, yakni modal insani, modal
Makna dari Chandra Sengkala tersebut finansial, modal sosial dan modal
adalah sebagai berikut: manusia teknologi sepenuhnya menjadi tanggung
nilainya 1; gajah (asta-diggaja) nilainya jawab Pemerintah Kabupaten Buleleng.
8; panah (panca-bana) nilainya 5 dan Koleksi utama Perpustakaan
orang mati (sunya) nilainya 0. Jadi Gedong Kertya adalah lontar. Dengan
gambar Chandra Sengkala tersebut demikian tidak mengherankan jika
menunjukkan tahun Saka 1850 atau Gedong Kertya disebut pula
1928 Masehi. perpustakaan lontar. Jumlah koleksi
Dalam perkembangan lontar saat ini adalah lontar asli 1.757
selanjutnya, para sarjana Belanda cakep, salinan lontar 7.211 buah
dibantu oleh cerdik pandai yang berasal (4000an naskah disalin ke dalam lontar,
dari Bali mengeluarkan terbitan berupa sisanya adalah salinan isi lontar di atas
Mededeelingen atau majalah. Majalah kertas) dan buku 8.490 judul (data
ini terus berkembang dan hingga tahun statistik perpustakaan Gedong Kertya
1930, yayasan ini sudah menerbitkan tahun 2014).
lima nomor. Yayasan Kertya Liefrink- Koleksi lontar yang ada di Gedong
Van der Tuuk juga menerbitkan buku Kertya diklasifikasi berdasarkan tulisan I
atau teks sejarah. Terbitan pertama Nyoman Kadjeng yang berjudul
adalah Kidung Pamancangah yang “Voorloping Overzicht van de op Bali
diterbitkan dalam huruf Latin berikut Aanwezige Literatuurschat”. Adapun
ulasan dari Dr. C.C. Berg. Tokoh ini juga penggolongan naskah-naskah tersebut
sangat berjasa dalam hal menemukan adalah sebagai berikut.
salinan Nagara Krtagama di Lombok (1) Weda. Merupakan Kitab Suci Agama
pada tahun 1894 – pada saat Belanda Hindu yang dapat dikelompokkan ke
dalam Weda yang berbahasa masuk pada klas ini antara lain Niti
Sansekerta, Jawa Kuno, dan Bali. Praja, Niti Sastra dan Raja Niti.
Lontar ini terdiri dari Weda Indik (3) Wariga. Merupakan kelompok lontar
Maligia, Weda Pangentas, Weda yang berisi pengetahuan yang terkait
Panglukatan, dan Weda dengan astronomi serta astrologi,
Sawawedana. Selain itu, lontar yang ilmu bahasa, bangunan, mitologi dan
tergolong sebagai kelompok Weda pengobatan tradisional Bali.
juga terdiri dari: Kelompok lontar ini terdiri dari:
a. Mantra yang merupakan doa-doa a. Wewaran, tentang hari baik dan
yang ditujukan kepada Ida hari buruk berdasarkan kalender
Sanghyang Widhi Waça, Tuhan Hindu.
Yang Waha Esa. Judul lontarnya b. Tutur Upadesa, berisikan petuah-
antara lain: Atmaraksa, petuah dan filosofi Hindu.
Pabersihan, Pangastawa, c. Kanda, terdiri dari ilmu-ilmu praktis
Pujastawa, Tirta Gamana. seperti ilmu bangunan, ilmu
b. Kalpasastra yang berisi tuntunan pengeliakan (black & white magic).
berbagai ritual Agama Hindu d. Usadha, koleksi yang berisi
seperti Banten Pangentas, tentang pengobatan tradisional.
Bebantenan, Caru Suci, Indik (4) Ithihasa. Kelompok lontar yang
Galungan, Manca Balikrama, berisikan cerita-cerita kepahlawanan
Pacecaron, Pangabenan, Hindu yang ditulis dalam bahasa
Pawintenan, Plutuk, Sang Sansekerta, Jawa Kuno, maupun
Kulputih. Bahasa Bali. Ithihasa terdiri dari
(2) Agama. Terdiri dari lontar sebagai beberapa kelompok yaitu:
berikut: a. Parwa, tentang epik Mahabarata
a. Palakerta yang berisikan berbagai yang terdiri dari 18 parwa.
tata aturan kemasyarakatan b. Kekawin, merupakan prosa dalam
seperti Agama, Purwadigama, bentuk wirama yang diikat dengan
Awig-awig, Kerta ring Sawah, Stri guru lagu. Contohnya: kekawin
Sanggraha, Pamastuning Cor, Sutasoma, Barata Yudha, dan
Widi Pamincatan, Adigama, lain-lain.
Paswara, Kutaragama, dan c. Kidung, adalah tembang yang
sebagainya. digubah dalam bentuk bahasa
b. Sasana yang membahas tentang Kawi/Jawa Kuno, contohnya
kesucian moral, terdiri dari Dasa Tantri.
Sila, Dewa Sesana, Kerta d. Geguritan adalah tembang
Bujangga, Mantra Sesana, Putra macapat.
Sesana, Raja Sesana, Resi (5) Babad. Merupakan karya sastra yang
Sesana, Sarasamuscaya, Sila digolongkan dalam lontar yang
Krama, Sila Sesana, Sang Prabu menceritakan asal-usul kekeluargaan
dan lain-lain. berbagai klan di Bali dan cerita-cerita
c. Niti yang mengajarkan hukum dan yang mengandung unsur sejarah.
perundang-undangan pada zaman Kelompok ini terdiri dari:
kerajaan di Bali; lontar yang
a. Babad, tentang silsilah keturunan Kolonial Belanda. Pada masa itu, upaya
keluarga-keluarga di Bali seperti pengadaan koleksi dapat dilakukan
Babad Pande, Babad Arya Wang dengan lebih mudah karena pemerintah
Bang Pinatih, dan lain-lain. penjajahan dapat menyita begitu saja
b. Hikayat/Sejarah, contohnya koleksi lontar yang dimiliki oleh
Pararaton. masyarakat baik yang dimiliki oleh
c. Runtuhnya Kerajaan, contohnya perseorangan maupun sebuah klan.
uug Badung, uug Buleleng, dan Tentu saja tidak semua koleksi lontar
lain sebagainya. diperoleh dengan cara ini, banyak pula
(6) Tantri. Kelompok lontar yang lontar yang diperoleh secara sukarela
berisikan cerita pewayangan, folklore, dari masyarakat yang menyerahkan
dan catatan muhibah raja-raja di Bali, lontar koleksinya secara sukarela atau
terdiri dari: dengan imbalan uang.
a. Tantri Hindu, yaitu cerita Tantri Pada masa sekarang ini,
yang bersumber dari cerita-cerita pengadaan koleksi lontar di Gedong
Hindu di India. Kertya saat ini dilakukan dengan cara,
b. Tantri Bali, yaitu Satua Pegantihan 1) membeli dari masyarakat perorangan
(folklore) asli Bali. atau klen, 2) meminjam dari masyarakat
c. Surat Pengeling-eling, yaitu surat- untuk disalin, 3) menerima penyerahan
surat dari para Raja yang lontar dari perseorangan atau klan, dan
ditujukan kepada rakyatnya. 3) membuat lontar baru dari berbagai
(7) Lelampahan. Merupakan kelompok sumber yang semula ditulis dalam
lontar yang berisikan skenario atau tulisan latin pada media kertas.
lakon pertunjukan kesenian-kesenian Mengingat Gedong Kertya
di Bali seperti kesenian gambuh, arja, merupakan perpustakaan khusus, maka
wayang, drama gong dan layanan yang ada di sana juga berbeda
pertunjukan kesenian lainnya. dengan perpustakaan pada umumnya.
Layanan yang dimiliki perpustakaan
Berdasarkan penggolongan Gedong Kertya antara lain: (a) Layanan
naskah-naskah yang tersimpan di transkripsi dan penerjemahan lontar; (b)
Gedong Kertya maka jelas terlihat konsultasi pemberian nama anak; (c)
bahwa isinya beragam. Walaupun isinya konsultasi Dewasa Ayu; (d) konsultasi
sangat beragam namun sangat kental pengobatan tradisional; (e) pelayanan
bemuatan Agama Hindu. Dengan pembacaan lontar atau prasasti; (f)
demikian maka tidak berlebihan jika layanan pembelian lontar; (g) layanan
dikatakan bahwa Gedong Kertya tidak membuat Prasi; (h) saksi ahli di
saja memuat kekayaan budaya Bali, pengadilan; (i) penulisan awig-awig
tetapi juga nilai-nilai moralitas yang desa pakraman mamakai huruf dan
sangat berguna bagi bahasa Bali.
penumbuhkembangan masyarakat Bali Koleksi Gedong Kertya terdiri dari
yang berbasiskan Agama Hindu. lontar beserta naskah dan buku-buku
Koleksi yang terdapat di sana kuno yang memiliki kandungan
sebagain besar merupakan koleksi yang pengetahuan yang bernilai sangat tinggi
berasal pada masa Pemerintahan bagi masyarakat Bali. Oleh sebab itu
tindakan pelestarian atau preservasi, lontar bisa menjadi ingatan bukan hanya
konservasi dan restorasi terhadap bagi orang Bali tetapi juga bagi dunia.
koleksi tersebut menjadi kegiatan yang Sumber daya manusia merupakan
sangat vital bagi perpustakaan ini untuk unsur yang paling penting dalam
menjaga kelangsungan koleksi secara penyelenggaraan sebuah organisasi
fisik dan isinya. Kegiatan preservasi karena SDM adalah modal atau asset
adalah tindakan yang diambil untuk yang sangat berharga. SDM juga sering
mengantisipasi dan mencegah disebut sebagai modal insani. Berbicara
kerusakan koleksi. Kegiatan ini dapat tentang sumber daya manusia tidak bisa
dilakukan dengan beberapa cara yaitu dilepaskan dari manajemen SDM yang
tindakan konservasi pencegahan juga menyangkut perencanaan,
(preventive conservation), yang penyusunan karyawan, pengembangan
merupakan praktek pemeliharaan karyawan, dan lain-lain.
koleksi dengan cara menjaga Berdasarkan wawancara terhadap
lingkungan sehingga kerusakan atau Kepala Gedong Kertya, begitu pula
kehancuran koleksi dapat diminimalisir berdasarkan pengamatan, kondisi ini
(Kosilov, 2010). Selain tindakan terlihat misalnya pada fakta Gedong
konservasi pencegahan, tindakan yang Kertya sebagai perpustakaan sama
tak kalah pentingnya dalam preservasi sekali tidak memiliki tenaga
adalah interventive conservation, pustakawan. Koleksi Gedong Kertya
tindakan mengurangi resiko kerusakan berkaitan dengan kebudayaan Bali yang
koleksi seperti: preservasi gedung, termuat dalam lontar yang ditulis dalam
penataan lingkungan, preservasi huruf Bali dan berbahasa Jawa Kuno
perabot dan peralatan, preservasi atau Bahasa Sansekerta. Lontar
melalui kropak seng dan kropak kayu, tersebut juga kaya akan pengetahuan
preservasi terhadap lontar, dan tentang agama Hindu yang mencakup
perbaikan lontar yang rusak. masalah tattwa, susila, dan upakara.
Sebagaimana diamanatkan dalam Berkenaan dengan itu maka modal
UU Cagar budaya No. 11 tahun 2010 insani yang dibutuhkan oleh Gedong
pasal 1, bahwa setiap tempat yang Kitya adalah tenaga yang memiliki latar
menyimpan barang budaya perlu belakang pendidikan antropologi, agama
dilestarikan keberadaanya karena Hindu, bahasa Bali dan Jawa Kuno.
memiliki nilai penting bagi sejarah, ilmu Namun, kualifikasi tenaga seperti ini
pengetahuan, pendidikan, agama sama sekali tidak ada di Gedong Kertya.
dan/atau kebudayaan melalui proses Sedangkan tenaga SMA lebih banyak
penetapan. Gedong Kertya sebagai mengurusi masalah administrasi
perpustakaan lontar menyimpan sehingga sama sekali tidak ada
berbagai naskah yang mengandung nilai kaitannya dengan masalah pengkajian
sejarah, pendidikan, agama dan lain terhadap lontar.
sebagainya dapat dikategorikan sebagai Pihak Gedong Kertya dalam setiap
cagar budaya perlu mendapat perhatian kesempatan selalu mengajukan kepada
agar berbagai artefak yang dimiliki di atasannya bahwasannya mereka
dalamnya tetap terjaga dan lestari agar memerlukan karyawan yang memiliki
pengetahuan yang terkandung pada kemampuan dalam mengelola lontar,
perabot seperti rak dan kropak juga Gedong Kertya juga diharapkan akan
sangat diperhatikan guna menjaga lahir berbagai pengetahuan baru yang
kekuatan koleksi. Masih banyak akan memperkaya khasanah ilmu
perabotan yang berasal dari zaman pengetahuan masyarakat Bali terkait
Belanda dipergunakan dalam pengetahuan tradisional.
penyimpanan koleksi yang ada di sana, Setiap kendala yang muncul
disamping ada juga aneka perabot yang akibat tidak adanya kebijakan yang
baru. Perabot yang dimaksud, selain mengatur Gedong Kertya
memberikan nilai estetika, juga penanggulangan agar Perpustakaan
merupakan upaya pencegahan dari Gedong Kertya tetap eksis dan bisa
kerusakan koleksi. Upaya pencegahan berperan secara optimal. Berkenaan
dengan melindungi fisik lontar dilakukan dengan itu maka ada beberapa saran
dengan cara modern dan tradisional tindak yang bisa dikemukakan untuk
yaitu dengan menggunakan kapur arus pengembangan Perpustakaan Gedong
dan silica gel. Cara tradisional yaitu Kertya di masa depan.
dengan mengaplikasikan minyak sereh
dan kemiri bakar pada lontar sehingga (a) Penyadaran Kultural
lontar mudah dibaca dan tetap lentur. Langkah paling awal yang bisa
Sementara untuk perbaikan koleksi dilakukan adalah memberikan
yang rusak khususnya lontar dilakukan penyadaran kultural kepada para aktor
dengan cara yang sangat sederhana, penentu kebijakan di lingkungan
yaitu dengan diberikan selotip dan yang Pemkab Buleleng dan DPRD Buleleng
rusak parah dibuatkan salinannya. bahwa Gedong Kertya yang memuat
Ketiadaan kebijakan yang khusus berbagai warisan budaya Bali memiliki
mengatur Gedong Kertya menjadi salah kedudukan sangat penting bagi
satu penyebab kurang diperhatikannya masyarakat Bali. Prinsip dasar
Gedong Kertya. Keberadaan penyadaran kultural adalah merubah
perpustakaan ini hanya dianggap cara berpikir mereka, yakni melihat
sebagai pelengkap diantara gedung- kemajuan suatu masyarakat tidak hanya
gedung lain yang ada di Buleleng. Untuk diukur berdasarkan pemenuhan
itu diperlukan kesadaran berbagai pihak kebutuhan ekonomi yang ditandai oleh
termasuk tokoh masyarakat untuk pembangunan berbagai prasarana dan
mendorong pemerintah beserta jajaran sarana ekonomi, tetapi harus pula dilihat
terkait untuk memperhatikan tempat ini dari segi pemenuhan kebutuhan
dengan lebih baik sehingga Gedong rohaniah atau spiritual yang di dalamnya
Kertya tidak menjadi kebanggaan menyangkut pemenuhan kebutuhan
masyarakat Buleleng tetapi juga budaya.
masyarakat dunia. Gedong Kertya
apabila diperhatikan dengan baik, tidak (b) Penyediaan Modal Ekonomi
hanya dapat menadi daerah tujuan Yang Memadai
wisata, tetapi juga dapat menjadi pusat Paparan di atas menunjukkan
preservasi kebudayaan Bali yang bahwa kelemahan paling mendasar bagi
melahirkan generasi yang akan Gedong Kertya adalah miskin akan
melanjutkan tradisi nyastra di Bali. di modal finansial. Gedong Kertya tidak