Anda di halaman 1dari 11

PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA

SITUS MEGALITIK MALANGSARI DI BANYUWANGI


SEBAGAI WISATA EDUKASI

BIDANG KEGIATAN:
PKM-AI

Diusulkan oleh:
Dani Mulyangga 190731638438 2019
Ela Nurhidayati 160731614930 2016
Ganda fitriani 160731614832 2016

UNIVERSITAS NEGERI MALANG


FAKULTAS ILMU SOSIAL
PROGRAM STUDI SI PENDIDIKAN SEJARAH
OKTOBER 2019
SITUS MEGALITIK MALANGSARI DI BANYUWANGI
SEBAGAI WISATA EDUKASI

Dani Mulyangga, Ela Nurhidayati, Ganda Fitriani


Jurusan Sejarah, Fakultas Ilmu Sosial, Universitas Negeri Malang
E-mail: elanurhidayati0108@gmail.com

Abstract: Malangsari is a historical site like dolmen that found in PT


Perkebunan Nusantara XII’s area Malangsari, Banyuwangi. But, this site not
knew by mayority poeple, especially by the student as the sources of learning
history. This research purpose to introducing Malangsari’s site to comon
people and the student as a sources of learning history in megalitic tradition.
Using descriptive method with a qualitative approach by technique
accumulation data observation and interview. This research value is show
that Malangsari site can be used become a sources of learn history in
megalithic tradition like the others site that knew by the common people and
used to be recreation area as well as a source to learn history
Keywords: Malangsari’s site, sources of learning history, megalithic

Abtrak: Malangsari adalah situs bersejarah seperti dolmen yang ditemukan


di area PT Perkebunan Nusantara XII Malangsari, Banyuwangi. Tapi, situs
ini tidak diketahui oleh walikota, terutama oleh siswa sebagai sumber belajar
sejarah. Penelitian ini bertujuan untuk memperkenalkan situs Malangsari
kepada masyarakat umum dan siswa sebagai sumber belajar sejarah dalam
tradisi megalitik. Menggunakan metode deskriptif dengan pendekatan
kualitatif dengan teknik pengumpulan data observasi dan wawancara. Nilai
penelitian ini menunjukkan bahwa situs Malangsari dapat digunakan menjadi
sumber belajar sejarah dalam tradisi megalitik seperti situs lain yang dikenal
oleh masyarakat awam dan digunakan sebagai tempat rekreasi serta sumber
untuk belajar sejarah.
Kata kunci: Situs Malangsari, sumber sejarah belajar, megalitikum

Sumber belajar merupakan segala sesuatu yang dapat memunculkan


informasi atau pengetahuan serta menjadi salah satu komponen yang penting bagi
terselenggaranya suatu proses pembelajaran. Andi Prastowo (2015:4) menyatakan
bahwa sumber belajar pada dasarnya adalah segala sesuatu (bisa berupa benda,
data, fakta, ide, orang, dan lain sebagainya) yang dapat digunakan dalam proses
belajar. Adapun contoh sumber belajar ini antara lain buku paket, modul, Lembar
Kerja Siswa (LKS), replika (benda nyata yang digunakan untuk sumber belajar),
model, maket, bank, museum, kebun binatang, pasar, dan sebagainya.
Berbagai pengetahuan dalam sumber belajar yang dapat digali yakni situs
cagar budaya. Menurut UU RI No. 11 tahun 2010 tentang Cagar Budaya pada
pasal 1 ayat 1 menyatakan bahwa situs cagar budaya merupakan lokasi yang
berada di darat/atau di air yang mengandung benda cagar budaya, bangunan cagar
budaya dan/atau struktur cagar budaya sebagai hasil kegiatan manusia atau bukti
kejadian pada masa lalu. Salah satu contoh situs cagar budaya yang menjadi bukti
adanya peristiwa di masa lalu ialah situs megalitik.
Megalitik biasanya dikaitkan dengan masa Prasejarah, namun sebenarnya
tradisi ini tidak mengacu pada suatu peradaban tertentu dalam zaman Prasejarah,
melainkan merupakan bentuk ekspresi yang berkembang karena adanya
kepercayaan akan kekuatan magis atau non-fisik dan didukung oleh ketersediaan
sumber daya di sekitarnya. Oleh karena itu, tidak heran jika tradisi ini dicirikan
oleh adanya monumen atau struktur yang tersusun dari batu-batu besar.
Keberadaan situs megalitik selama ini yang paling dikenal masyarakat
adalah situs Gunung Padang yang terletak di perbatasan Dusun Gunung Padang
dan Panggulan, Desa Karyamukti, Kecamatan Cempaka, Kabupaten Cianjur. Situs
Gunung Padang ini digadang-gadang oleh para arkeolog merupakan situs
megalitik yang terluas karena di tempat tersebut banyak sekali ditemukan benda-
benda yang digunakan manusia pada masa tradisi Megalitik. Akan tetapi, akhir-
akhir ini ditemukan pula oleh Balai Arkeologi Yogyakarta hasil ekskavasi di
daerah Malangsari, Banyuwangi berupa dolmen yang merupakan salah satu dari
aspek tradisi Megalitik, selain menhir, sarkofagus, kubur batu dan lain-lain
(Kasnowiharjo, 2017:1). Dolmen adalah meja batu, yaitu susunan batu yang
terdiri atas sebuah batu lebar yang ditopang oleh beberapa buah batu lain sehingga
menyerupai bentuk meja (Soejono dkk, 2010:498).
Situs Malangsari merupakan temuan baru pada tahun 2016 dan baru
dipublikasikan dalam jurnal yang berjudul “Hasil Ekskavasi Malangsari,
Banyuwangi: Data Baru Dolmen di Jawa Timur” pada tahun 2017. Karena
kurangnya perhatian dari masyarakat luas, bahkan oleh akademisi yang ada sekitar
terutama peserta didik menjadikan Situs Malangsari masih belum dapat
dioptimalkan pemanfaatannya sebagai sumber belajar sejarah zaman Megalitik.
Berdasarkan urgensi permasalahan yang telah dipaparkan, maka penulis
mencoba memperkenalkan keberadaan Situs Malangsari sebagai salah satu bentuk
peninggalan benda cagar budaya tradisi Megalitik kepada masyarakat luas dan
peserta didik, sehingga Situs Malangsari diharapkan dapat digunakan sebagai
sumber belajar sejarah. Fokus kajian penulisan artikel ini membahas cara
penggunaan Situs Malangsari sebagai sumber belajar. Penelitian ini menarik
untuk dikaji karena Situs Malangsari masih merupakan temuan baru yang belum
banyak dipublikasikan.

TUJUAN
Tujuan dari penulisan artikel ini ialah untuk menjelaskan bagaimana
fungsi dolmen di kawasan Malangsari. Untuk mengkaji dolmen di kawasan
Malangsari lebih dijelaskan bagaimana awal proses penemuan situs tersebut.
Artikel ini mengupas poin-poin penting mengenai situs dolmen sebagai bukti
peninggalan masa Prasejarah. Artikel ini bertujuan pula untuk menjelaskan
pengaruhnya terhadap pembelajaran sejarah dan digunakan sebagai sumber
berlajar sejarah di sekolah.

MANFAAT
Manfaat dari artikel ini adalah agar pembaca dapat mengetahui deskripsi
umum mengenai situs Malangsari berupa dolmen sebagai sumber belajar sejarah.
Selain itu diharapkan pembaca dapat mengetahui bahwa dolmen di kawasan
Malangsari merupakan salah satu peninggalan Prasejarah masa Megalithikum.

METODE
Metode penelitian yang digunakan adalah deskriptif kualitatif. Adapun
langkah-langkah penelitian yang akan dilakukan antara lain sebagai berikut: (1)
penentuan lokasi penelitian, (2) teknik pengumpulan data, dan (3) teknik analisis
data. Penelitian ini dilaksanakan di Situs Malangsari di Desa Kebonrejo,
Kecematan Kalibaru, Kabupaten Banyuwangi.
Teknik pengumpulan data atau informasi yang dibutuhkan untuk
menjawab masalah penelitian akan dikumpulkan dengan memakai teknik
pengumpulan data melalui observasi dan studi kepustakaan. Analisis data dalam
penelitian kualitatif, dilakukan pada saat pengumpulan data berlangsung, dan data
setelah selesai pengumpulan data dalam periode tertentu. Data ini dianalisis
dengan melakukan berbagai kegiatan, yakni reduksi data, menyajikan,
menafsirkan, dan menarik simpulan.
PEMBAHASAN
Awal Mula Fungsi Situs Malangsari di Banyuwangi
Situs Malangsari merupakan penyebutan terhadap penemuan benda pada
masa Prasejarah. Benda tersebut berupa dolmen atau disebut juga dengan peti
kubur. Dolmen sendiri adalah salah satu jenis bangunan megalitik yang ditemukan
terbesar hampir ke penjuru dunia. Budaya atau tradisi membangun dolmen rupa-
rupanya merupakan budaya global seiring dengan perkembangan konsep dasar
religi manusia saat itu, yaitu kepercayaan tentang kehidupan di alam arwah.
Secara eksplisit masyarakat megalitik percaya kepada kekuatan arwah nenek
moyang yang dapat memberikan kesejahteraan hidup mereka. Kepercayaan
seperti itu merupakan kepercayaan yang universal, sehingga artefak-artefak hasil
budaya megalitik seperti dolmen ditemukan diseluruh penjuru dunia, antara lain
Eropa, India, Burma, Indonesia, Lautan Teduh Selatan, dan Amerika (Callenfels,
TT: 60).
Konstruksi bangunan megalitik seperti dolmen pada awalnya dikenal di
Eropa oleh para ahli diperkirakan berasal dari masa neolitik dan berkembang
hingga masa paleometalik. Selain dolmen, para ahli arkeologi di Eropa
menemukan pula menhir dan cromlech istilah untuk ketiga konstruksi megalitik
tersebut berasal dari bahasa Briton dan diadopsi kedalam bahasa Inggris. Dolmen
berasal dari kata dol yang berarti table dan men berarti rock. Menhir berasal dari
kata men berarti stone dan hir berarti long, sedangkan Cromlech berasal dari kata
crom yang berarti concave dan lech berarti flate stone (Bray dan Trump, 1970: 67
dan 75).
Di antara negara-negara di Asia Tenggara, Indonesia paling banyak
ditemukan dolmen, terutama di Jawa Timur bagian timur seperti di Kabupaten
Bondowoso dan Kabupaten Banyuwangi, di Sumatera, dan Kalimantan (Soejono,
2008). Pernyataan yang dimaksud pada pernyataan di atas adalah bahwa situs-
situs megalitik memang tersebar di seluruh wilayah Indonesia. diperkuat dengan
pernyataan lain dalam glosarium Sejarah Nasional Indonesia I, disebutkan bahwa
dolmen “meja batu”, susunan batu yang terdiri atas sebuah batu lebar yang
ditopang oleh beberapa buah batu lain sehingga menyerupai (berbentuk) meja;
berfungsi sebagai tempat untuk mengadakan kegiatan dalam hubungan dengan
pemujaan arwah leluhur (Soejono, 2008: 498). Demikian maksud pernyataan di
atas bahwa dolmen dapat dipergunakan sebagai tempat-tempat yang sakral pada
zaman tertentu.
Salah satu dolmen yang ada di Jawa Timur terdapat di Situs Malangsari
Banyuwangi. Dolmen atau peti kubur yang ada di Situs Malangsari diperkirakan
pada zaman prasejarah digunakan sebagai tempat pemujaan. Di komplek daerah
Malangsari memang tedapat berbagai jenis peninggalan yang diperkirakan
dioperasikan pada zaman prasejarah. Tidak menutup kemungkinan daerah sekitar
Malangsari banyak di jadikan tempat tujuan untuk para pemburu barang langka
tersebut. Akan tetapi pemerintah di Banyuwangi setempat memberikan perawatan
terbaik untuk situs Megalitikum di Malangsari tersebut.

Gambar 1.1 Dolmen Situs Malangsari


Sumber : dokumentasi Balai Arkeologi D.I. Yogyakarta, 2016

Peninggalan zaman megalitikum yang ditemukan di malangsari tepatnya


berada di Desa Kebonrejo, Kecamatan Kalibaru, Kabupaten Banyuwangi, tidak
hanya berada di perkebunan kopi milik PTPN XII, akan tetapi sebagian berada di
area Kawasan Hutan Lindung Meru Betiri, KPH Banyuwangi Barat. Penemuan
situs tersebut pertama ditemukan oleh salah satu guru mata pelajaran sejarah di
salah satu sekolah yang ada di Banyuwangi.
Situs Malangsari di Banyuwangi Sebagai Sumber Belajar Sejarah
Sejarah merupakan kejadian masa lampau yang harus di lestarikan dan di
ingat oleh para generasi penerus. Akan tetapi, sejarah dari zaman ke zaman sudah
mulai memudar dikarenakan banyak yang menganggap bahwa belajar sejarah
membosankan. Agar kualitas belajar sejarah bisa berkembang dibutuhkannya
sebuah sumber belajar untuk sejarah. Kurangnya sumber belajar memicu
terjadinya kurang tercapainya tujuan dari sebuah pembelajaran. Situs Malangsari
yang ditemukan di Banyuwangi bisa digunakan sebagai sumber belajar sejarah.
Menurut pendapat Sudono anggaini (2000: 149) mengatakan bahwa Pada
pendidikan anak usia dini, fungsi sumber belajar lebih cenderung memberikan
kesempatan proses berasosiasi kepada anak untuk mendapatkan dan memperkaya
pengetahuan dengan menggunakan berbagai alat, buku, nara sumber, atau tempat.
Oleh sebab itu dalam mengkaji pembelajaran sejarah baik dari pendidik maupun
peserta didik harus memperkaya pengetahuan nya. Dikuatkan lagi dari pendapat
lain bahwa Sumber belajar adalah segala sesuatu yang dapat memberikan
kemudahan kepada peserta didik dalam memperoleh sejumlah informasi,
pengetahuan, pengalaman, dan keterampilan dalam proses belajar mengajar.
(Mulyasa 2014:48).
Pada pembahasan kali ini memfokuskan pada situs megalitik Malangsari
di Banyuwangi situs megalitik ada Dolmen, Dolmen adalah salah satu jenis
bangunan megalitik yang ditemukan tersebar hampir ke penjuru dunia. Sebaran
monumen megalitik tersebut ditemukan dari Pantai Atlantik hingga Pegunungan
Ural, dari kawasan perbatasan Rusia hingga Samudera Pasifik, dari wilayah Stepa
Siberia hingga Dataran Hindustan. Bangunan megalitik tersebut memiliki bentuk
dan karakteristik yang sama, serta dibangun dengan cara yang sama pula
(Nadaillac, 1892: 174). Berdasarkan bentuk dan struktur batu penyusunannya,
dolmen Malangsari lebih mirip dengan bentuk pandhusa atau kubur peti batu.
Akan tetapi di dalam ruangan yang diperkirakan tempat meletakkan jenazah dan
bekal kuburnya tidak ditemukan sisa-sisa tulang belulang atau rangka manusia
ataupun benda-benda yang diikut sertakan sebagai bekal kubur.
Situs Malangsari bisa digunakan sebagai sumber belajar sejarah.
Ditemukannya situs megalitikum tersebut sebagai benda temuan baru yang di
angap bisa menambah ilmu pengetahuan sejarah bagi peserta didik yang ada di
Bayuwangi khususnya. Dolmen tersebut di gunakan pada saat pembelajaran
sejarah tepatnya pada bab pra aksara. Dijelaskan pula bahwa penemuan situs
Malangsari di Banyuwangi tersebut selain digunakan sebagai sumber belajar
sejarah juga digunakan sebagai tempat wisata sejarah. Pemerintah di Banyuwagi
merencanakan bahwa tempat-tempat ditemukannya penemuan bersejarah akan di
buat sejenis wisata edukasi.
Sebagaimana dalam bukunya yang berjudul Pengelolaan Pengajaran
(Sebuah Pengantar Menuju Guru Profesional), Ahmad Rohani, (2010:155)
mengatakan bahwa Menurut AECT (Association of Education Communication
Technology), jenis-jenis sumber belajar dapat diklasifikasikan menjadi 6 macam,
antara lain :
1. Message (pesan), yaitu informasi atau ajaran yang diteruskan oleh komponen
lain dalam bentuk gagasan, fakta, arti dan data. Termasuk dalam komponen
pesan adalah semua bidang studi atau mata kuliah atau bahan pengajaran
yang diajarkan kepada peserta didik.
2. People (orang), yaitu manusia yang bertindak sebagai penyimpan, pengola,
dan penyaji pesan. Termasuk kelompok ini adalah guru, dosen, tutor, dan
peserta didik.
3. Materials (bahan), yaitu perangkat lunak yang mengandung pesan untuk
disajikan melalui penggunaan alat atau perangkat keras ataupun oleh dirinya
sendiri. Berbagai program media termasuk kategori materials seperti
transparansi, slide, film, video, modul, majalah, dan buku, web (internet).
4. Device (alat), yaitu sesuatu (perangkat keras) yang digunakan untuk
menyampaikan pesan yang tersimpan dalam bahan. Misalnya: overhead
projector, slide, video, tape recorder, radio, dan televisi.
5. Technique (teknik), yaitu prosedur yang dipersiapkan untuk penggunaan
bahan, peralatan, orang, dan lingkungan untuk menyampaiknn pesan.
Misalnya: pengajaran berprogram, simulasi demonstrasi, tanya jawab, dan
CBSA.
6. Setting (lingkungan), yaitu situasi atau suasana sekitar di mana pesan
disampaikan, baik lingkungan fisik seperti ruang kelas, perpustakaan,
laboratorium, taman, lapangan, maupun lingkungan non fisik misalnya
suasana belajar itu sendiri: tenang, ramai, dan lelah.
Salah satunya sumber belajar situs megalitik pada masa prasejarah.
Menurut Frits A. Wagner (1962) pengertian monument besar (megalitik) tidak
mesti diartikan sebagai “batu besar” akan tetapi objek-objek batu lebih kecil dan
bahan-bahan lain seperti kayu, bahkan tanpa monument atau objek sama
sekalipun dapat dimasukkan ke dalam klasifikasi megalitik bila benda-benda itu
jelas dipergunakan untuk tujuan sakral tertentu, yakni pemujaan arwah nenek
moyang. Dengan demikian dalam artikel ini menjelaskan pula bahwa benda-benda
megalitik dapat dipergunakan sebagai sumber belajar pendidikan masa kini.
Berdasarkan pemaparan di atas, bisa dikatakan bahwa dolmen yang
terdapat di Situs Malangsari ini belum dapat dipastikan dolmen sebagai kubur.
Apabila dolmen tersebut berfungsi sebagai sarana pemujaan atau sebagai meja
batu atu “altar” konstruksi dan susunan batu penutupnya relatif datar dan batu
penyangga antara 3-4 buah dengan struktur mirip dengan kaki meja. Dolmen
Malangsari memiliki bentuk dan konstruksi yang berbeda dengan dolmen di
Pakauman, Bondowoso, Jawa Timur. Batu penutup dolmen Malangsari bentuk
lebih pipih dari batu penutup dolmen Pakauman sangan tebal dan menggunakan
batu gunung yang porus dan kasar.
Berdasarkan ciri-ciri bentuk dolmen yang telah ada di sekitaran Jawa
Timur, maka Situs Malangsari di Banyuwangi bisa dijadikan sumber belajar.
Peserta didik dapat mengetahui sumber belajar mengenai dolmen yang berfungsi
sebagai sarana pemujaan atau sebagai meja batu atau “altar” konstruksi dan
susunan batu penutupnya relatif datar dan batu penyangga antara 3-4 buah dengan
struktur mirip dengan kaki meja. Jadi peserta didik dapat informasi ini dari
penjaga situs, sehingga situs megalitik Malangsari di Banyuwangi dapat dipakai
sebagai sumber belajar.
SITUS MALANGSARI DI BANYUWANGI SEBAGAI WISATA EDUKASI

KESIMPULAN
Generasi penerus bangsa tidak bisa dilepaskan dari adanya sejarah. Sejarah
merupakan kisah masa lalu yang harus dimengerti bahkan di kenang oleh para
penerusnya. Dalam kehidupan milenisasi saat ini banyak generasi muda yang
pudar akan kepedulian terhadap sejarah. Situs Malangsari yang berupa dolmen
merupakan salah satu bukti peningalan pada masa pra aksara . Benda dolmen
tersebut ditemukan oleh para peneliti pada tahun 2016. Ditemukannya situs
Malangsari tersebut diharapkan bisa dijadikan tambahan untuk sumber belajar
sejarah. Sekaligus melestarikan kepedulian para generasi bangsa terhadap benda-
benda bersejarah.

UCAPAN TERIMAKASIH
Terima kasih kami ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena telah
memberi kemudahan dalam penyusunan artikel ilmiah ini. Kami juga berterima
kasih kepada Bapak Slamet Sujud Purnawan Jati yang telah membimbing kami
dalam penyusunan artikel ilmiah ini. Tidak lupa kami berterima kaish kepada
teman-teman offering D yang telah membantu serta memberikan saran dalam
penyusunan artikel ilmiah ini. Kami sadar bahwa artikel ilmiah ini masih jauh dari
kata sempurna. Sekian dari kelompok kami, terima kasih.

DAFTAR RUJUKAN

Rohani, A. 2010. Pengelolaan Pengajaran (Sebuah Pengantar Menuju Guru


Profesional). Jakarta: Rineka Cipta Edisi Revisi
Warwick, B and David, T. 1970. A Dictionary of Archaeology, Allen Lane The
Penguin Press, Vigo Street. London: First Published.
Callenfels, P.V. Stein. Tanpa Tahun . Pedoman Singkat Untuk Pengumpulan
Prasejarah, Lembaga Kebudayaan Indonesia. Departemen Pendidikan.
Heekeren, H.R. van, 1931. “Megalitikche Overblijfselen in Besoeki, Jawa”,
DJAWA. Tijdschrift van Het Java-Instituut
Hoop, ANJ. Th. a Th. van der, 1932. Megalithic Remains in South Sumatra,
Zutphen. Netherland: WJ. Thieme, Translated by William Shirlaw.
Kasnowiharjo, G. 2017. Hasil Ekskavasi Malangsari, Banyuwangi: Data Baru
Dolmen di Jawa Timur. Berkala Arkeologi, (Online), 37(1):1-14,
(https://berkalaarkeologi.kemendikbud.go.id/index.php?journal=berkalaark
eologi&page=issue&op=view&path%5B%5D=11), diakses 25 September
2019.
Mulyasa. 2014. Menjadi Guru Profesional: menciptakan pembelajaran kreatif
dan menyenangkan. Bandung: Rosdakarya
Sudjana, N dan Rivai, A. 2003. Teknologi Pengajaran. Bandung: Sinar Baru
Anggani Sudono, 2000. Sumber Belajar dan Alat Permainan. Jakarta: Grasindo
Prastowo, A. 2015. Panduan Kreatif Membuat Bahan Ajar Inovatif: Menciptakan
Metode Pembelajaran yang Menarik dan Menyenangkan. Yogyakarta:
Diva Press
Soejono, R. P. 1977., Jacob, T., Hadiwisastra, S., Sutaba, I.M., Kosasi, .A., &
Bintarti, D.D. 2010. Zaman Prasejarah di Indonesia. Dalam R.P. Soejono
& R.Z Leirissa (Eds.) Sejarah Nasional Indonesia I. Jakarta: Balai
Pustaka.
Soejono, R. P. 2008. Jaman Prasejarah di Indonesia, dalam Marwati Djoenoed
(ed.al): Sejarah Nasional Indonesia Jilid I, Edisi Pemutakhiran, Cetakan
Kedua, Balai Pustaka, Jakarta.
Undang-Undang Republik Indonesia No 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya.
Wagner, F.A. 1962. INDONESIA: The Art of an Island Group. London: Methuen

Anda mungkin juga menyukai