Anda di halaman 1dari 12

ARTIKEL

Judul

“SINKRETISME HINDU-BUDDHA (KONGHUCU) DI PURA BATU


MERINGGIT, DESA CANDIKUNING, TABANAN, BALI (STUDI
TENTANG SEJARAH DAN POTENSINYA SEBAGAI SUMBER
BELAJAR SEJARAH)”

Oleh

I Putu Sandiasa Adiawan

0914021059

JURUSAN PENDIDIKAN SEJARAH

FAKULTAS ILMU SOSIAL

UNIVERSITAS PENDIDIKAN GANESHA

2014
0
Sinkretisme Hindu-Buddha (Konghucu) di Pura Batu Meringgit, Desa
Candikuning, Tabanan, Bali (Studi tentang Sejarah dan Potensinya Sebagai
Sumber Belajar Sejarah)
Oleh:
I Putu Sandiasa Adiawan, (NIM 0914021059),
(e-mail: sandixbers@yahoo.com)
Luh Putu Sendratari*)
Jurusan Pendidikan Sejarah, Universitas Pendidikan Ganesha Singaraja

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk: (1) Mengetahui sejarah keberadaan Pura


dan Kongco Batu Meringgit di Banjar Pemuteran, Desa Candikuning, Baturiti,
Tabanan. (2) Mengetahui aspek-aspek yang terdapat di Pura dan Kongco batu
Meringgit yang dapat dijadikan sumber belajar sejarah. Metode yang digunakan
dalam penelitian ini adalah metode penelitian sejarah dengan pendekatan
deskriptif kualitatif dengan langkah-langkah yaitu: (1) Heuristik (Pengumpulan
Data), (2) Kritik Sumber, (3) Interpretasi, (4) Historiografi (Penulisan Sejarah).
Penelitian ini menghasilkan temuan, antara lain: (1) Pura dan Kongco Batu
Meringgit merupakan bangunan yang bercorak Hindu-Buddha, di mana bangunan
ini menunjukkan adanya semacam sinkretisme budaya Hindu-Buddha. Sejarah
keberadaan Pura Batu Meringgit di Desa Pakraman Pemuteran, Candikuning
adalah dibangun pada masa perjalanan Ida Rsi Madura yang diduga kuat
mendirikan Pura Batu Meringgit ini pada abad ke 12-13 Masehi. Kongconya
sendiri diduga dibangun oleh Jayasunu pada tahun 1099 Masehi yang merupakan
keturunan dari Jaya Pangus. Beliau mendirikan Kongco dengan tujuan untuk
menghormati Jaya Pangus yang menikah dengan perempuan Cina. (2) Aspek yang
terdapat di Pura dan Kongco Batu Meringgit yang bisa dikembangkan menjadi
sumber belajar sejarah antara lain, (a) Aspek historis, (b) Aspek sinkretisme, (c)
Aspek bentuk fisik bangunan, (d) Aspek gotong royong dan kebersamaan, dan (e)
aspek religius.

Kata Kunci: Pura Batu Meringgit, Sinkretisme, Sumber Belajar Sejarah


*)
Dosen Pembimbing Artikel

1
Hindu-Buddha Syncretism (Konghucu) in Batu Meringgit Tample ,
Candikuning Village, Tabanan, Bali (The Study Of History And Its Potential
As a Source Of Learning History)

Oleh:
I Putu Sandiasa Adiawan, (NIM 0914021059),
(e-mail: sandixbers@yahoo.com)
Luh Putu Sendratari*)
Jurusan Pendidikan Sejarah, Universitas Pendidikan Ganesha Singaraja

ABSTRACT
This research aimed at: (1) knowing the history of the existence of Batu
Meringgit Temple and Kongco in Candikuning village, Baturiti, Tabanan. (3)
knowing the aspect which contined in Batu Meringgit Temple and Kongco that
can be develop as a sources to learn history. The method used in this study was
historical research method, using descriptive qualitative approach by doing some
steps as follows. (1) heuristic (gathering data), (2) source criticism, (3)
Interpretation, (4) historiografi. This research resulted in findings, among others:
(1) the Batu Meringgit temple is a Hindu-Buddhist style building, where the
building shows the cultural syncretism. History of the possibility of the existence
of this temple is built during the trip Ida Rsi Madura isallegedly founded the
temple in the 12-13 th century. About the Kongco allegedly built by Jayasunu
who is a descendant of the Jaya Pangus. He set up a goal for Kongco with respect
Jaya Pangus who married with Chinese women. (2) the aspect which can be
develop as a source to learn history such as, (a) historical, (b) syncretism, (c) the
shape of the building (d) togetherness, and (e) religious.

Key Word: Batu Meringgit Tample, Syncretism, Learning resources history


*)
Dosen Pembimbing Artikel

2
Keberadaan bangunan pura di agama lain, seperti misalnya Islam,
Bali memiliki suatu makna yang Buddha dan Kristen. Harmonisasi
sangat penting. Secara harfiah, pura tercipta dengan memegang konsep
berasal dari bahasa Sanskerta yaitu Tri Hita Karana yang terdiri dari tiga
Pur yang artinya tempat yang unsur, yakni Parahyangan,
dikelilingi tembok (Wiana, 2009: 8). Pawongan dan Palemahan (Nida,
Namun, secara eksklusif umat Hindu 2003: 5). Datangnya orang-orang
di Bali menyatakan bahwa pura dari berbagai latar belakang budaya
sebagai tempat suci khususnya bagi dan agama ini, erat kaitannya dalam
umat Hindu adalah tempat kehidupan bermasyarakat yang
berstananya dewa sebagai menyebabkan terjadinya
manifestasi dari Ida Sang Hyang persentuhan-persentuhan antar
Widhi Wasa dan juga disebut stana kebudayaan maupun agama yang
roh leluhur yang didewakan berbeda ini.
(Sidhidewata) dari kelompok atau
Fenomena tersebut dapat
juga soroh tertentu berdasarkan
dilihat dari pemandangan yang unik
hubungan geneologi khususnya
dan menarik yang terjadi di Desa
keluarga patriakat karena sistem
Candikuning, Tabanan, Bali. Di sini
kekeluargaan di Bali berdasarkan
toleransi beragama ditunjukkan di
garis Purusa (Suyasa, 2006: 93).
sebuah pura yang bernama Pura Batu
Agama Hindu ialah agama Meringgit.
mayoritas di Bali, maka umat Hindu
Keberadaan Pura Batu
melaksanakan kegiatan
Meringgit dan Klenteng yang ada di
peribadatannya di Pura untuk
dalamnya menarik untuk diteliti,
memuja Ida Sang Hyang Widhi dan
karena dilihat dari segi struktur ia
roh suci para leluhur. Oleh karena
bukan menunjukkan struktur pura
itu, sangat banyak sekali di Bali
yang umum di Bali, terlebih dilihat
terdapat bangunan pura, sehingga
dari dimensi multikulturalisme. Pura
Bali juga dijuluki sebagai pulau
yang menunjukkan harmonisasi etnis
seribu pura (Ardjana, dkk. 1980: 9).
Cina dan Hindu Bali ini, secara
Namun begitu, Ada sebagian kecil
langsung mau pun tidak langsung
dari masyarakat Bali yang memeluk
memberikan pemahaman yang lebih
2
jauh tentang gambaran pura yang adalah melakukan interpretasi. (4)
bercorak Hindu-Buddha di Bali. Penulisan Sejarah, langkah terakhir
Selain itu, hal yang sangat penting yang dilakukan setelah fakta
dari keberadaan pura dan klenteng dirangkai yakni, melakukan
ini ialah bisa dijadikan dasar sebagai penulisan cerita sejarah
sumber belajar tentang sejarah (historiografi).
kebudayaan khususnya materi IPS di
HASIL
SMP dan SMA. Hal inilah yang
Penelitian ini bertujuan
menarik untuk diteliti dalam rangka
untuk: (1) Mengetahui sejarah
mengisi kekosongan sumber belajar
terdapatnya Pura dan kongco Batu
sejarah yang ada di SMP maupun
Meringgit, Banjar Pemuteran, Desa
SMA.
Candikuning, Baturiti, Tabanan. (2)
METODE PENELITIAN Untuk mengetahui aspek-aspek yang
terdapat di Pura dan Kongco Batu
Metode penelitian yang
Meringgit yang dapat dijadikan
digunakan dalam penelitian ini
sumber belajar sejarah untuk SMP
adalah metode penulisan peristiwa
dan SMA. Penelitian ini
sejarah. Metode penulisan sejarah di
menghasilkan temuan, antara lain:
antaranya: (1) Heuristik
(1) Pura dan Kongco Batu Meringgit
(pengumpulan data), pada tahap ini
merupakan bangunan yang bercorak
peneliti menggunakan beberapa
Hindu-Buddha, di mana bangunan
teknik dalam pengumpulan
ini menunjukkan adanya semacam
diantaranya adalah observasi,
sinkretisme budaya Hindu-Buddha.
wawancara, dan studi dokumen. (2)
Sejarah keberadaan Pura dan Kongco
Kritik Sumber, setelah data
Batu Meringgit di Desa Pakraman
didapatkan maka langkah selanjutnya
Pemuteran, Desa Candikuning
adalah dengan melakukan kritik
adalah dibangun pada masa
sumber terhadap kebenaran data.
perjalanan Ida Rsi Madura yang
Kritik yang dilakukan adalah melalui
diduga kuat mendirikan Pura Batu
kritik intern dan kritik ekstern. (3)
Meringgit ini pada abad ke 12-13
Interpretasi, Setelah data yang
Masehi. Beliau mendirikan pura ini
didapat itu benar-benar valid maka
sebagai sarana belajar silat muridnya.
langkah metodologis selanjutnya
3
Pendirian Pura ini pada awalnya Desa Pakraman Pemuteran
hanya berbahan dasar batu-batu merupakan salah satu peninggalan
besar berjejer sehingga membentuk sejarah yang ada di Bali. Bangunan
sebuah ruang. Ini dibuktikan ketika ini merupakan salah satu hasil
ditemukan tahun 1938, hanya berupa peradaban masa Hindu-Buddha yang
batu-batu yang berserakan dan belum menunjukkan sinkretisme, hal
ada pelinggih. Untuk Kongconya tersebut dapat dibuktikan dari
sendiri diduga dibangun oleh Jaya keberadaan Pura dan Kongco yang
Kasunu pada tahun 1099 Masehi saling berdampingan. Menurut Nida
yang merupakan keturunan dari Jaya (2003: 19) sinkretisme merujuk pada
Pangus. Beliau mendirikan Kongco percampuran dan perpaduan yang
dengan tujuan untuk menghormati merupakan akibat umum dari
Jaya Pangus yang menikah dengan persinggungan atau kontak
perempuan Cina. Kongco ini pada kebudayaan. Jika sinkretisme sebagai
awalnya sama berupa batu besar akronim dimaksudkan sebagai
yang dijadikan alas Jayasunu penggabungan atau penyatuan dua
melakukan pertapaan menyembah aliran agama atau kepercayaan, maka
Nini Bhatari. (2) Aspek yang pengertian sinkretisme Siwa-Buddha
terdapat di Pura dan Kongco Batu di Bali dimaksudkan sebagai
Meringgit yang bisa dikembangkan penggabungan, percampuran
menjadi sumber belajar sejarah perpaduan sebagai akibat
antara lain, (a) Aspek historis, (b) persinggungan atau kontak budaya
Aspek sinkretisme, (c) Aspek bentuk dengan menenggelamkan berbagai
fisik bangunan, (d) Aspek gotong perbedaan dan menghasilkan
royong dan kebersamaan, dan (e) kesatuan di antara berbagai sekte
aspek religius. atau aliran falsafah agama dan
kepercayaan Siwa-Buddha di Bali.
PEMBAHASAN
Sejarah keberadaan Pura dan
Latar Belakang Berdirinya Pura Kongco Batu Meringgit di Desa
dan Kongco Batu Meringgit Pakraman Pemuteran tidak bisa
dilepaskan dari kepercayaan
Pura dan Kongco Batu
masyarakat terhadap adanya roh
Meringgit yang terdapat di wilayah
4
leluhur dan kepercayaan terhadap memperistri putri dari Ida
Dalem. Selama beliau bertapa
dewa sebagai sarana pemenuhan
didaerah seputaran Bedugul,
kebutuhan kerohanian, seperti yang beliau membuat sebuah
padepokan silat yang sangat
diutarakan oleh Supartha sebagai
besar yang terletak di areal
berikut: Kebun Raya Bedugul. Di
tempat ini beliau banyak
Budaya spiritual menyangkut mengangkat murid yang
unsur-unsur alam pikiran dan berasal dari berbagai etnis
kumpulan-kumpulan yaitu, Bali, Cina, dan Jawa.
perasaan yang tersusun Selama berdiam diri di sini
teratur dan terekspresi untuk beliau banyak mendirikan
tujuan-tujuan pemenuhan pura-pura yang pada jaman
kebutuhan kerohanian. Dalam sekarang telah ditemukan
hal pemenuhan kebutuhan sumber bukti tertulis
rohani tersebut, maka (purana/ prasasti) bahwa
manusia senantiasa percaya beliaulah pendiri pura-pura
dan sadar akan keberadaan tersebut. Pura-pura tersebut
makhluk halus, roh, dan antara lain: Pura Dalem
dewa-dewa, sehingga Tamblingan, Pura Puncak Rsi
diperlukan tempat suci (Bukit Sangkur), Pura
sebagai sarana pemujaan Penataran Beratan, Pura
(Supartha, 1994: 11). Puncak Pengungangan, Pura
Terate Bang, Pura Baru
Pura ini kemungkinan Meringgit dll” (Hasil
Wawancara 23 Juli 2013).
dibangun pada abad 12 M oleh Rsi
Madura dan Kongco tersebut Dari purana dan penuturan
dibangun pada masa kerajaan informan setidaknya ada dan
Balidwipa oleh Jayasunu, keturunan memberi petunjuk mengenai sejarah
Jaya Pangus. Hal tersebut sesuai berdirinya Pura Batu Meringgit ini.
dengan isi Purana Pura Batu Selain sumber perjalanan Rsi
Meringgit yang juga sesuai dengan Madura, di mana dinyatakan bahwa
pendapat Jero Mangku Mudita (48 Pura Batu meringgit ini didirikan
tahun), yakni sebagai berikut: oleh Ida Rsi Madura yang memulai
perjalanannya dari Madura ke Bali
...setelah beliau mendapatkan
pada abad XII – XIII Masehi.
petunjuk tentang tanah Bali.
Beliau kemudian melanjutkan Perjalanan beliau didasrkan atas
perjalanan ke tanah Bali.
Singkat cerita ditanah Bali, pesan dari gurunya yaitu Rsi
beliau lama berdiam diri Markandya yang lebih dulu telah
didaerah seputaran danau
berkelana di Bali untuk mendirikan
Tamblingan bahkan beliau

5
tempat-tempat suci. Ida Rsi Madura Dihubungkan dengan Purana Batu
kemudian melanjutkan apa yang Meringgit, dikatakan bahwa yang
dilakukan oleh Rsi Markandya untuk mendirikan kongco tersebut adalah
mendirikan tempat suci dan Jayasunu yang merupakan keturunan
pesraman, salah satunya adalah dari Jaya Pangus. Jayasunu
komplek pura yang ada di wilayah mendirikan sebuah kongco yang
Kebun Raya Bali, seperti Pura Batu bersifat Siwa Buddha untuk
Meringgit dan Pura Trate Bang, serta menghormati Jaya Pangus dan Dewi
pesraman yang terkenal yang Khang Chi Wei di Pura Batu
didirikan oleh Rsi Madura adalah Meringgit.
Pasraman Teledu Nginyah di
Semenjak ditemukan pada
Jembrana.
tahun 1938 oleh tetua Desa
Untuk kongconya sesuai Pakraman Pemuteran, Pura dan
dengan Purana dan penuturan Kongco Batu Meringgit ini sudah
Mangku Mastra (86 tahun) mengalami empat kali tahap
memberikan pendapatnya sebagai renovasi. Renovasi pertama adalah
berikut: dilakukan ketika pertama kali pura
ini ditemukan pada tahun 1938.
“Dikatakan bahwa ada unsur
Kondisi awal yang memprihatinkan
Siwa-Buddha di Pura Batu
Meringgit di mana yang mulai ditata seadanya. Batu-batu dan
berstana di sana adalah
beberapa arca yang masih utuh
Sidarta Gautama dan Dewi
Subandar dari negeri Cina. dirapihkan dan ditempatkan di atas
Maka dari itu di Pura ini juga
tumpukan batu yang disusun setinggi
terdapat Pelinggih Ida
Bhatara Kongco untuk umat dada orang dewasa. Renovasi kedua
Cina yang akan menghormati
pada tahun 1980. Pada tahun itu,
nenek moyangnya”(hasil
wawancara 23 Juli 2013). mulai diperbaiki bagian-bagian pura
yang sudah mulai mengalami
Menyimak pernyataan
kerusakan. Pada tahun 2000, terjadi
tersebut ada benarnya bahwa Dewi
pergantian Bendesa Adat di Desa
Subandar yang dimaksud adalah
Pakraman Pemuteran yang
Dewi Khang Chi Wei yang
menghasilkan Bapak Wayan Mustika
merupakan anak Subandar Cina yang
dinikahi oleh raja Jaya Pangus.
6
menjabat sebagai Bendesa Adat yang tunduk dengan rasa hormat
kepada alam gaib yang
baru pada waktu itu.
dianggapnya menguasai
hidup. Oleh karena itu
Di bawah kepemimpinannya, nasibnya diserahkan kepada-
dirasa Pura dan Kongco Batu Nya dengan keikhlasan yang
tulus melalui upacara-
Meringgit perlu direnovasi lagi upacara.
karena bangunan semi permanen
Faktor sosial yang mendasari
yang dibuat dari papan kayu tidak
pendirian Pura dan Kongco Batu
akan kuat bertahan lama. Delapan
Meringgit ini adalah dalam hal
tahun setelah proses awal pemugaran
pendidikan, di mana pura ini
pura, maka pada tahun 2008
digunakan sebagai pewarisan nilai
diadakan upacara Ngenteg Linggih,
pendidikan, seperti yang dilakukan
sekaligus peresmian Pura dan
Rsi Madura kepada muridnya dalam
Kongco Batu Meringgit pada waktu
mewariskan ilmu silatnya. Pendirian
itu diresmikan oleh Bupati Tabanan,
tempat suci juga didasarkan oleh
Bapak Adi Wiryatama. Untuk
faktor budaya, karena tempat suci
renovasi keempat dilakukan tahun
bisa dijadikan tempat pelestarian
2013 dengan membuat sebuah
budaya berupa kesenian yang
wantilan.
dipentaskan , baik itu kesenian sakral
Dari pembahasan di atas, maupun pertunjukkan hiburan.
maka pendirian Pura dan Kongco
Aspek yang Terdapat Pada
Batu Meringgit tidak bisa dilepaskan
Bangunan Pura Batu Meringgit
dari beberapa faktor seperti faktor
dan Pelinggih Ida Bhatara Kongco
religi, sosial dan budaya. Seperti
yang Bisa Dikembangkan Menjadi
pernyataan Fazer dalam
Sumber Belajar Sejarah
Koentjaraningrat (1990: 232) sebagai
berikut: Keberadaan Pura dan Kongco
Batu Meringgit di desa Pakraman
Religi merupakan perbuatan
Pemuteran memiliki suatu hal yang
manusia untuk mencapai
suatu maksud dengan cara relevan untuk dijadikan sebagai
menyadarkan diri pada
sumber pembelajaran sejarah
kemauan dan kekuasaan dari
makhluk-makhluk halus, roh khususnya untuk sekolah-sekolah di
dan dewa yang menempati
alam gaib, dalam hal ini
7
Kecamatan Baturiti dan Sukasada peristiwa. Lingkungan adalah alam
yang dekat dengan lokasi Pura. sekitar kehidupan siswa dan yang
terakhir bangunan bersejarah adalah
Menurut I Gde Widja (1989:
peninggalan dari suatu peristiwa
91) sejarah adalah studi
berupa suatu bangunan seperti candi,
keilmuan tentang segala sesuatu
rumah, dan yang lainya (Sanjaya,
yang telah dialami manusia di waktu
2006: 173).
lampau dan yang telah meninggalkan
jejak-jejaknya di waktu sekarang. Maka dalam kasus ini,
Penekanan perhatian diletakkan pada keberadaan Pura dan Kongco Batu
aspek peristiwanya sendiri, dalam hal Meringgit tentunya dapat dipakai
ini terutama yang bersifat khusus sebagai alternatif bagi guru untuk
dari segi-segi urutan mengajarkan materi pembelajaran
perkembangannyayang kemudian sejarah yang lebih efektif. Untuk itu
disusun dalam suatu cerita sejarah. diperlukan penggalian terhadap
aspek-aspek yang terdapat di dalam
Dari pengertian atas, dapat
Pura dan Kongco Batu Meringgit
disimpulkan bahwa sumber belajar
yang bisa dikembangkan menjadi
sejarah adalah segala macam
sumber sejarah.
sumber-sumber sejarah atau benda-
benda peninggalan sejarah yang ada Aspek-aspek yang dapat
di sekitar lingkungan kegiatan dikembangkan menjadi sumber
belajar yang dapat membantu belajar sejarah yakni, (1) Aspek
optimalisasi hasil belajar siswa. Historis (Sejarah) pada kompetensi
dasar mendeskripsikan tradisi sejarah
Ada beberapa macam atau
dalam masyarakat Indonesia masa
jenis sumber belajar sejarah yang
pra aksara dan masa aksara untuk
bisa dimanfaatkan, di antaranya
SMA kelas X dan kompetensi dasar
manusia sebagai sumber, alat dan
peninggalan-peninggalan
bahan pengajaran dan benda
kebudayaan Hindu-Buddha untuk
peninggalan, lingkungan dan
SMP kelas VII. (2) Aspek
bangunan bersejarah. Benda
Sinkretisme, dengan kompetensi
peninggalan adalah segala sesuatu
dasar Indonesia pada masa Hindu-
yang ditinggalkan oleh suatu
Buddha, dengan materi peninggalan-
8
peninggalan kebudayaan Hindu- Simpulan
Buddha untuk siswa kelas VII SMP.
Sejarah terdapatnya Pura dan
(3) Aspek Bentuk Fisik Bangunan,
Kongco Batu Meringgit di Desa
dengan kompetensi dasar
Pakraman Pemuteran Desa
mendeskripsikan tradisi sejarah
Candikuning tidak bisa dilepaskan
dalam masyarakat Indonesia masa
dari kepercayaan masyarakat
pra aksara dan masa aksara untuk
terhadap adanya roh leluhur, baik
SMA kelas satu dan kompetensi
dari faktor religi, sosial maupun
dasar untuk siswa SMP ialah
budaya. Pura Batu Meringgit
menyajikan hasil pengamatan
kemungkinan dibangun pada masa
tentang hasil-hasil kebudayaan dan
perjalanan Ida Rsi Madura yang pada
pengamatan masyarakat Indonesia
abad ke 12-13 Masehi. Untuk
pada masa pra aksara, zaman Hindu-
Kongconya sendiri diduga dibangun
Buddha dan zaman Islam dalam
oleh Jayasunu yang merupakan
aspek geografis, ekonomi, budaya
keturunan dari Jaya Pangus dengan
dan politik. (4) Gotong Royong dan
tujuan menghormati Jaya Pangus
Kebersamaan, sesuai dengan
yang menikah dengan perempuan
kompetensi dasar mendeskripsikan
Cina.
tradisi sejarah dalam masyarakat
Indonesia masa pra aksara dan masa Kemudian, aspek yang
aksara untuk siswa SMA kelas satu, terdapat di Pura dan Kongco Batu
dan kompetensi dasar meniru prilaku Meringgit yang bisa dikembangkan
jujur, disiplin, bertanggungjawab dan menjadi sumber belajar sejarah
percaya diri sebagaimana antara lain; (1) Aspek Historis
ditunjukkan oleh tokoh-tokoh pada (Sejarah), di mana seorang guru
zaman Hindu-Buddha dan Islam perlu mengenalkan sisi sejarah yang
dalam kehidupan sekarang, untuk terdapat pada peninggalan tersebut.
siswa SMP. Dan terakhir (5) Aspek (2) Aspek Sinkretisme, yaitu siswa
Religius, sesuai dengan kompetensi bisa langsung mengamati wujud
dasar mendeskripsikan tradisi sejarah sinkretisasi antara kebudayaan
dalam masyarakat Indonesia masa Hindu-Buddha dan animisme-
pra aksara dan masa aksara untuk dinamisme yang ada di Pura tersebut,
SMA kelas satu. dengan memperhatikan secara
9
langsung benda-benda peninggalan dan membimbing penulis dalam
jaman megalitik berpadu dengan penyusunan artikel.
berdirinya bangunan di jaman
Hindu-Buddha. (3) Bentuk Fisik 2. Dr. I Ketut Margi, M. Si sebagai
Bangunan, yaitu Pura dan Kongco Pembimbing II yang telah
Batu Meringgit bisa dijadikan memberikan saran dan
alternatif oleh guru untuk membimbing penulis dalam
mengajarkan materi pelajaran sejarah penyusunan artikel.
yang sifatnya lebih nyata dan dekat
dengan kehidupan sehari-hari siswa. Daftar Rujukan
(4) Aspek Gotong Royong dan
Ardjana, I Gusti Bagus Ngurah.
Kebersamaan, yaitu sifat gotong 1980. Pura Maduwe Karang.
royong dan kebersamaan tersebut Bali: Direktorat Jenderal
Kebudayaan Dep. P dan K.
dapat ditanamkan kepada siswa pada Nida, Diartha. 2003. Sinkritisasi
setiap pembelajaran sejarah untuk Siwa-Buddha di Bali: Kajian
Historis Sosiologis.
menempatkan budaya dan Denpasar: Pustaka Bali Post.
peninggalan sejarah sebagai identitas Suyasa, I Wayan. 1996. Pura Agung
Jagatnatha Singaraja: Latar
bangsa. (5) Aspek Religius, bisa Belakang Berdirinya dan
dipakai oleh guru sebagai sumber Makna Filosofisnya.
Singaraja.
belajar sejarah dalam rangka Wiana, I Ketut. 2009. Pura Besakih
peningkatan pemahaman siswa dan Hulunnya Pulau Bali.
Surabaya: Paramita.
terhadap kejadian-kejadian masa Nida, Diartha. 2003. Sinkretisasi
Hindu-Buddha. Siwa-Buddha di Bali: Kajian
Historis Sosiologis.
Denpasar: Pustaka Bali Post.
Ucapan terima kasih ditujukan
kepada Sanjaya, Wina. 2006. Strategi
Pembelajaran. Jakarta:
Kencana Prenada Media.
1. Dr. Luh Putu Sendratari, M.
Hum selaku Pembimbing Supartha, Adnyana. 2002. Sejarah
Perkembangan Agama Hindu
Akademik (PA) dan di Indonesia. Surabaya:
Pembimbing I yang telah banyak Paramitha.

meluangkan waktunya kepada Widja, I Gede. 1989. Dasar-Dasar


penulis dalam memberikan Pengembangan Strategi Serta
Metode Pengajaran Sejarah.
pengetahuannya, memotivasi Jakarta: Debdikbud.
10

Anda mungkin juga menyukai