PUNDEN BERUNDAK
Disusun oleh :
i
KATA PENGANTAR
Puji san syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat, bimbingan dan
karuniaNya, penulis dapat menyelesaikan karya tulis ini dengan baik dan tepat pada
waktunya. Karya Tulis yang berjudul “ PUNDEN BERUNDEK”.
Karya tulis ini disusun guna memberikan informasi tentang salah satu sejarah
yang ada di Indonesia yaitu Puden Berundak dan juga untuk memenuhi tugas yang telah
diberikan kepada penulis. Dalam penulisan karya tulis ini, penulis menerima bantuan dan
partisipassi dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis
mengucapkan terima kasih kepada :
1. Bu M. Emmanuela. T, S.S, M.Pd selaku guru mata pelajaran Sejarah
Peminatan yang telah membantu dan memberikan bimbingan.
Penulis menyadari bahwa karya tulis ini masih memiliki banyak kekurangan dan
jauh dari kata sempurna. Penulis mengucapkan maaf karena tidak dapat memberikan
hasil yang terbaik. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang
membangun agar dapat memperbaiki lebih baik lagi daripada sebelumnya. Semoga karya
tulis ini dapat memberikan pengetahuan kepada generasi selanjutnya dan bagi semua
orang.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
KATA i
PENGANTAR………………………………………………………..
DAFTAR ISI………………………………………………………………… ii
BAB I PEMBAHASAN……………………………………………………... iii
A. Pengertian Punden Berundak………………………………………… 1
B. Fungsi Punden Berundak…………………………………………….. 2
C. Ciri-ciri Punden Berundak…………………………………………… 3
DAFTAR PUSTAKA
iii
BAB I
PEMBAHASAN
1
menyembah leluhur. Bangunan Punden Berundak atau Madya yang terdapat di Pura
Candi berjumlah dua buah, yang pertama di sebut Madya Luhur dan yang kedua di sebut
Madya Alit Secara umum Punden Berundak merupakan sarana pemujaan untuk memuja
dan menghormati roh leluhur. Akan tetapi, peninggalan Punden Berundak di Pura Candi
merupakan salah satu bentuk peninggalan yang berakulturasi dengan agama Hindu. Hal
tersebut dapat diketahui dari letak Punden Berundak dan Pura saling berdampingan
secara harmonis. Kemudian, Punden berundak merupakan salah satu hasil budaya
Indonesia pada zaman megalitik (megalitikum), namun di tengah era globalisasi dan di
jaman modern ini
tentunya sangat mengherankan jika masih ditemui sebuah peninggalan prasejarah yang
sudah berumur ribuan tahun masih tetapi eksis dan tidak ditelan oleh jaman.
Punden berundak tersebar di 12 wilayah yang meliputi kawasan barat (Sumatera
Utara, Jambi, Sumatera Selatan, dan Lampung), kawasan utara (Sulawesi Selatan),
kawasan selatan (Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur), dan kawasan timur
(Bali, Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur). Di Jawa Barat punden berundak
bisa ditemukan di Kabupaten Sukabumi (Pangguyangan dan Gunung Padang), Kabupaten
Garut, Kabupaten Cianjur, Kabupaten Rangkasbitung, Kabupaten Kuningan hingga
daerah Banten Selatan.
B. FUNGSI PUNDEN BERUNDAK
Fungsi utama punden berundak ialah sebagai sarana pemujaan untuk memuja
serta menghormati roh leluhur. Berkaitan dengan kepercayaan masyarakat saat itu,
pemujaan roh leluhur ditujukan untuk mencegah datangnya bencana atau musibah,
seperti wabah dan gempa bumi. Selain itu, peninggalan era Megalitikum ini juga sering
digunakan untuk meletakkan sesajen atau persembahan lainnya.
Jenis struktur lainnya yang biasa ditemukan bersama dengan bangunan punden
berundak adalah jalanan batu, dinding batu, anak tangga, yang kesemuanya biasa
ditemukan dalam satu kesatuan. Bangunan ini berfungsi sebagai tempat upacara dalam
hubungan dengan pemujaan arwah leluhur.
Bangunan Punden Berundak ini keberadaannya hingga sekarang masih
dilestarikan oleh masyarakat sekitar dan menjadi tempat pemujaan untuk menyembah
leluhur.
2
C. CIRI-CIRI PUNDEN BERUNDAK
Menurut Bagyo Prasetyo dalam jurnal Persebaran dan Bentuk-bentuk Megalitik
Indonesia: Sebuah Pendekatan Kawasan (2013), punden berundak bercirikan adanya satu
atau lebih undakan tanah. Tiap undakan tanah diperkuat dengan bongkahan atau balok
batu yang fungsinya sebagai pembatas atau dinding.
Berikut beberapa ciri punden berundak:
1. Terbuat dari tanah dan batu
2. Bentuknya berundak-undak sesuai namanya
3. Digunakan untuk acara keagamaan atau kepercayaan tertentu
4. Tiap undak atau tingkatan memiliki makna tersendiri.
5. Biasanya di bagian puncak berundak terdapat menhir
6. Punya tingkatan, mulai dari terendah yang luas, hingga tingkatan tertinggi dengan
bagian terkecil.
3
DAFTAR PUSTAKA
Bemmellen, R. W. Van. 1949. The Geology and Adjacent Archipelagoes. Martinus Nijhoff, ed.
Den Haag
Disbudpar Prop. Jabar, 2001. Studi Teknis Pemugaran Situs Gunung Padang, Kabupaten Cianjur,
Propinsi Jawa Barat. Proyek Pembinaan Sejarah dan Kepurbakalaan Jawa Barat. (tidak
diterbitkan)
Djubiantono, Tony, 1996/1997. Analisis Petrografi Ats Batuan Beku Dari Situs Megalitik
Gunung Padang, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat. Dalam Laporan Penelitian: Geologi
Kuarter dan Prasejarah di Jawa Barat dan Kalimantan Barat. Bandung. Bagian Proyek Penelitian
Purbakala Bandung. Hal. 1-22
Honig, Pieter dan Frans Verdoorn, 1945. Science and Scientists in the Netherland Indies. New
York City: Board for the Netherland Indies, Surinam and Curacao
Krom, N.J. 1915 Rapporten van den Oudheidkundingen Dients in Nederlandsch-Indie 1914
Kempen, C.P. Brest van, 1945. “Earthquakes In The Netherlands Indies” dalam Science and
Scientists in the Netherland Indies. New York City: Board for the Netherland Indies,
Surinam and Curacao. Hal. 35-36 Ridwan, Nurma Ali, 2010. Landasan Keilmuan Kearifan
Lokal. http://ibda.files.wordpress.com /2008/04/2-landasan-keilmuan-kearifan-lokal.pdf
Sampurno, 2002. “Tinjauan Geologis, Lingkungan Alan dan Budaya Terhadap Pelestarian dan
Pengembangan Situs Megalitik Gunung Padang”. Makalah pada Workshop Pelestarian dan
Pengembangan Kawasan Situs Gunung Padang, Kabupaten Cianjur. Cipas, Cianjur,
Agustus 2002. (tidak diterbitkan)