Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH

MASA PERUNDAGIAN
Disusun Untuk Memenuhi Tugas

Mata Kuliah : Sejarah Indonesia Pra-aksara hingga Hindu-Budha.

Dosen Pengampu : Dra.Sumiyatun,M.PD.

Disusun Oleh :

Kelompok 5

1. Alif Tsabatiya Fiddin (21220012)

2. Dita Yoga Pangestu (21220013)

3. Viona Corrnellya Putri Kodestama (21220014)

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH METRO LAMPUNG

2021/2022

i
KATA PENGANTAR

Puji Syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-
Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul “Masa
Perundagian” tepat pada waktu yang telah ditentukan.

Makalah ini dibuat dalam rangka memenuhi tugas mata kuliah Sejarah
Indonesia Pra-aksara hingga Hindu-Budha oleh DRA.SUMIYATUN,M.PD. selaku
dosen di UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH METRO LAMPUNG.Tempat dimana
penulis melanjutkan jenjang pendidikan.

Dengan demikian makalah ini penulis buat,tentunya dengan besar harapan


dapat bermanfaat bagi sifitas akademuk khususnya terhadap saudara/I
seperjuangan di universitas muhammadiyah metro. Namun tidak menutup
kemungkinan makalah ini masih jauh dari sempurna,oleh karena itu kritik dan
saran sangat diharapkan oleh penulis,tentunya untuk kepentingan memenuhi
tugas mata kuliah Sejarah Indonesia Pra-aksara hingga Hindu-Budha.

Terimakasih.

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...........................................................ii

DAFTAR ISI ......................................................................iii

BAB I ..........................................................................1

PENDAHULUAN................................................................1

A. Latar Belakang.............................................................1
B. Rumusan Masalah........................................................1
C. Tujuan Penelitian..........................................................1

BAB II .............................................................................2

PEMBAHASAN..................................................................2

A. Penduduk Pada Masa Perundagian.............................2


B. Kemahiran Membuat Alat Pada Masa Perundagian.....3
C. Masyarakat Pada Masa Perundagian...........................11

BAB III ........................................................................13

PENUTUP..........................................................................13

A. Kesimpulan...................................................................13
B. Saran............................................................................13

DAFTAR PUSTAKA...........................................................14

iii
iv
BAB I

PENDAHULUAN

A . Latar Belakang

Masa akhir prasejarah di Indonesia atau yang lazim disebut Masa Logam,oleh
H.R van Heekeren (1958) disebut “The Bronze-iron Age”.Hal ini disebabkan tidak
ditemukan artefak tembaga,sedangkan artefak dari perunggu dan besi ditemukan
bersama dalam satu konteks.R.P. Soejono menyebutkan Masa
Perundagian.Kata Perundagian diambil dari kata dasar undagi dari bahasa
Bali.Undagi ialah seseorang atau sekelompok atau golongan masyarakat yang
mempunyai kepandaian atau keterampilan jenis usaha tertentu,misalnya
pembuatan gerabah,perhiasan kayu,sampan,dan batu.

B . Rumusan Masalah

Rumusan masalah dalam pembuatan makalah ini adalah sebagai berikut:

1.Bagaimana Penduduk pada masa perundagian?

2.Bagaimana Kemahiran membuat alat pada masa perundagian?

3.Bagaimana masyarakat pada masa perundagian?

C . Tujuan Penelitian

Tujuan pembuatan makalah ini adalah sebagai berikut:

1.Mengetahui penduduk pada masa perundagian.

2.Mengetahui kemahiran penduduk pada masa perundagian.

3.Mengetahui masyarakat pada masa perundagian.

1
BAB II

PEMBAHASAN

A.Penduduk Pada Masa Perundagian

1. Sisa-Sisa Manusia

Di masa ini manusia yang mendiami Indonesia dapat kita ketahui melalui
berbagai penemuan sisa-sisa rangka dari berbagai tempat.Yang terpenting di
antaranya ialah temuan dari Anyer Lor (Jawa Barat), Puger (Jawa
Timur),Gilimanuk (Bali),dan Melolo (Sumba),oleh karena bagian-bagian rangka
yang relative utuh banyak jumlahnya atau sisa budayanya ditemukan bersama
rangka.

Selain rangka-rangka tersebut di atas,terdapat pula sisa-sisa rangka manusia


di tempat-tempat lain,seperti Buni (Jawa Barat);Sangiran,Plawangan,dan
Gunung Wingko (Jawa Tengah);Muncar,Pacitan,dan lember (Jawa Timur);Ulu
Leang,Bada,Napu,Besoa,Paso,dan Sangihe (Sulawesi);Palindi,Melolo,dan
Lambanapu (Sumba);Gua Alo dan Liang Bua (Flores);Lewoleba (Lembata);Ubai
Bobo dan Gilioe (Timur).Semuanya memperlihatkan ciri-ciri Australomelanesid
dan Mongolid dalam perbandingan yang berbeda-beda.Pada rangka dari
sangiran misalnya,unsure mongolid ysng predominan,sedangkan pada rangka-
rangka dari Gua Alo dan Liang Bua unsure Australomelansid yang lebih kuat.

2. Populasi Lokal

Di masa perundagian di perkampungan sudah lebih besar,dengan


bersatunya beberapa kampung,atau terjadinya desa-desa besar,tempat
orang-orang dari daerah pertanian di sekitarnya melakukan
perdagangan.Dengan demikian,kelompok penduduk makin bertambah
besar.Di Gilimanuk misalnya,pada suatu saat diperhitungkan ada penduduk
sekitar 300 orang.
Kebanyakan tempat-tempat penemuan sisa-sisa manusia tersebut di atas
terletak di dekat pantai. Perpindahan penduduk atau pelayaran pada masa ini
lebih banyak terjadi daripada di masa bercocok tanam; pembauran antara
populasi-populasi lokal pun makin banyak berlangsung sehingga perbedaan-
perbedaan di antaranya makin berkurang, meskipun daerahnya terletak saling
berjauhan. Kepadatan penduduk semakin meningkat sedikit demi sedikit
sampai 20 per km.
Jumlah orang yang mencapai usia tua semakin meningkat dan
kebanyakan adalah laki-laki. Di Gilimanuk misalnya, kematian anak-anak
masih tinggi; umur harapan waktu lahir hanya 15,8 tahun, dan pada usia 50
tahun, 7,5 tahun.Angka kematian adalah 63,4 per 1000. Dengan
bertambahnya jumlah penduduk dan kepadatannya,epidemic penyakit infeksi
mencapai ukuran yang lebih besar.Pencemaran lingkungan mulai menjadi

2
persoalan,terutama persoalan sampah dan kotoran. Proses pengolahan
bahan makanan menjadi rumit dan penyakit gigi bertambah banyak terdapat.
Jenis makanan ialah campuran dengan variasi yang berbeda-beda,di
antaranya zat putih telur dan zat tepung. Variasi ini disebabkan juga oleh
meningkatnya pembagian kerja.

B.Kemahiran Membuat Alat

Dalam masa perundagian Ini teknologi berkembang lebih pesat sebagai


akibat dari tersusunnya golongan-golongan dalam masyarakat yang dibebani
pekerjaan tertentu. Di pihak lain terjadi peningkatan usaha perdagangan yang
sejalan dengan kemajuan-kemajuan yang dicapai;teknologi pelayaran juga
menemukan perkembangan teknologi secara umum.Kontak kontak kultural
terjadi bersamaan dengan proses perdagangan yang arusnya semakin
meningkat.Hal tersebut akan berpengaruh pula pada sistem sosial yang telah
mengklasifikasi diri dalam segmen-segmen social-ekonomi yang pola polanya
telah terbentuk karena faktor lingkungan,demografi,serta kebutuhan biologis
dan spiritual.
Di Asia Tenggara logam mulai di kenal kira-kira 3000-2000
SM.Pengetahuan tentang perkembangan logam ini lebih banyak dikenal
setelah pada tahun 1924 Payot mengadakan penggalian di sebuah kuburan
di Dong son (Vietnam) .Dalam penggalian ini ditemukan berbagai macam alat
perunggu,antara lain,nekara,bejana,ujung tombak,kapak dan gelang.Benda-
benda yang didapatkan ini mempunyai banyak persamaan dengan benda
yang ditemukan di daratan Cina dari dinasti Han,kira-kira pada awal abad
Masehi.Di Non Nok Tha (Thailand),ditemukan kapak perunggu yang
berdasarkan test C-14 berumur 3000 SM.Di Filipina benda-benda perunggu
ditemukan bertanggalkan 400 SM.
Di Indonesia penggunaan logam diketahui pada masa sebelum
Masehi.Berdasarkan temuan-temuan arkeologi,Indonesia hanya mengenal
alat-alat yang dibuat dari perunggu dan besi,sedangkan untuk perhiasan
selain bahan perunggu juga telah dikenal emas.Sepanjang pengetahuan
kita,masa prasejarah di Indonesia tidak mengenal alat-alat dari
tembaga.Penggunakan logam tidak seketika menyeluruh di Indonesi, tetapi
berjalan tahap demi setahap sementara itu beliung dan kapak batu masih
tetap dipergunakan.Peran alat-alat dari batu berangsur-angsur
tinggalkan,setelah pengetahuan pembuatan alat-alat dari logam dikenal di
kalangan masyarakat luas.Fungsi praktisnya kemudian sama sekali lenyap
dan tinggallah sebagai benda pusaka yang lebih banyak dihubungkan dengan
kegiatan dalam upacara,misalnya sebagai bekal kubur.Beberapa benda
perunggu yang ditemukan di Indonesia menunjukkan persamaan dengan
temuan-temuan di Dong son (Vietnam),baik bentuk maupun pola hiasnya.Hal
ini menimbulkan dugaan tentang adanya hubungan budaya yang berkembang
di Dongson dengan di Indonesia.
Walaupun kemahiran seni tuang logam merupakan ciri khas masa kini
peran gerabah tidak begitu mudah diganti oleh benda-benda logam bahkan

3
gerabah menunjukkan perkembangannya yang lebih meningkat. Gerabah
tidak hanya untuk kebutuhan sehari-hari, tetapi juga diperlukan dalam
upacara penguburan, misalnya sebagai wadah dan bekal kubur. Seperti telah
dijelaskan di muka, selain benda perunggu, juga dikenal benda dari besi dan
emas. Penemuan dalam penggalian arkeologis kebanyakan telah hancur dan
sukar sekali diteliti.Mengenai perkembangan benda dari besi diperkirakan
bersamaan dengan masa penggunaan perunggu.
Jenis perhiasan jenis perhiasan pun beraneka ragam, berupa gelang,
cincin, benda gantungan kalung, penutup lengan, cunduk mentul, dan
sebagainya. Bahan lain untuk perhiasan antara lain dibuat dari kulit kerang,
tulang, batuan,dan kaca. Manik-manik pada umumnya dibuat dari kaca yang
pembuatannya melalui tingkat-tingkat peleburan bahan alam yang kemudian
dicetak dalam bentuk baru.
Kemajuan teknologi memengaruhi cara berpikir manusia yang membawa
peningkatan dalam bidang kepercayaan yang memusat pada tradisi pemujaan
nenek moyang.

1.Benda-Benda Perunggu

Artefak perunggu yang ditemukan di Indonesia antara lain adalah nekara,


kapak, bejana, boneka, patung, perhiasan, senjata dan perahu.
Unsur yang penting dari artefak logam adalah nekara perunggu. Nekara
berbentuk seperti dandang terbalik. Benda ini dianggap sebagai drum
sehingga disebut kettle drum, metal drum, kettle gong, dan metal trommeln.
Nekara perunggu yang ditemukan di Indonesia ada dua tipe yaitu Tipe
Pejeng dan Tipe Heger. Tipe Pejeng diambil dari nama tempat ditemukannya
nekara tipe ini yang terbesar dan pertama, sedangkan tipe Heger di ambil dari
nama F. Heger yang mengklasifikasi nekara ini. Nekara tipe Pejeng dianggap
berasal dari Indonesia sedangkan tipe Heger berasal dari luar Indonesia
(Asia).

a . Istilah-istilah nekara

Nama nekara terdapat dalam berbagai bahasa mulai dari kettledrum


sebagai nama yang paling sering digunakan. Nama lokal di Indonesia seperti
bulan (sasih) untuk menyebut nama nekara dari Pejeng (Bali), tiva guntur
(Maluku), makalamau (Sangeang) Sarisatangi,Bo so napi, untuk menyebut
nekara tipe Heger 1. Untuk menyebut nekara tipe Pejeng di Pulau Alor
digunakan nama moko, di Pulau Pantar disebut kuang, dan di Kabupaten
Flores Timur dinamakan wulu.

-Nekara tipe pejeng

Tulisan Rumphius pada tahun 1705 juga menyebutkan temuan sebuah


nekara perunggu yang sangat besar di Desa Pejeng, Gianyar. Nekara ini oleh

4
penduduk setempat disebut dengan nama ”Bulan Pejeng”, dan dianggap
sebagai roda bulan yang jatuh ke bumi. Selama beberapa abad Pejeng
merupakan kota dari kerajaan Hindu-Bali. Sebagai pusat kerajaan, banyak
kuil( pura) didirikan di wilayah ini. Di antara kuli ini adalah pura (kuil)
Penataran Sasih yang diperkirakan berupa tempat pemujaan di Masa
Perundagian. Sasih atau Bulan adalah nama yang diberikan pada nekara
yang ditemukan di sini. Rumphius sendiri belum pernah melihat benda
tersebut. Dia mendapatkan informasi dari orang lain yang menyatakan bahwa
di Pejeng ada benda yang misterius dari perunggu yang diketahui sebagai
gans (atau bangsa yang berarti artefak yang dibuat dari logam). Benda ini
dianggap meteorit,dan bidang pukulnya yang bulat dianggap sebagai bulatan
roda. Rumphius menuliskan bahwa benda ini semua tergeletak di tanah,tidak
seorang pun yang berani memindahkan karena takut mendapat celaka. Pada
awal kerajaan Hindu Bali yang diletakkan di tempat yang tinggi yang disebut
Sangga pada tahun tanggal 17 nekara rusak karena gempa bumi dan setelah
diperbaiki negara kembali diletakkan di tempat yang tinggi.

-Nekara tipe heger

Nekara perunggu tipe Heger yang ditemukan di Indonesia dari tipe I.Dua
buah nekara dari tipe Heger IV yang ditemukan di Banten dan Waleri, dan
sebuah dari tipe Heger II yang tersimpan di Istana Merdeka kemungkinan
merupakan hadiah antarnegara. Nekata tipe Heger I tersebar dari Sumatera
hingga Irian Jaya/Papua. Nekara-nekara tersebut didapatkan dari penggalian
tidak sengaja oleh penduduk atau penggalian secara sistematis oleh Pusat
Penelitian Arkeologi Nasional,pembelian,dan hadiah.

b . Fungsi Nekara

Di Kabupaten Alor nekara tipe Pejeng,atau juga disebut disebut moko,


semula digunakan sebagai alat pembayaran. Nekara diperlakukan sebagai
mata uang sehingga semua pembayaran dilakukan dengan nekara, baik
untuk pembayaran pajak, pembelian hasil bumi, pembayaran hasil kerja
seperti pembuatan perahu, maupun untuk ditukarkan dengan lilin (lebah),
madu, kain dan burung.Nekara juga dipergunakan untuk pembayaran denda,
pajak,atau upeti kepada raja(pemimpin). Jika seseorang yang melanggar
adat akan dikenai hukuman denda, pembayaran yang dilakukan dengan
nekara yang ditentukan oleh tua-tua adat. Nekara yang bernilai tinggi
biasanya milik keluarga atau raja (pimpinan).
Situasi ini kemudian berubah ketika Pemerintah Belanda pada abad ke-18
mulai menginjak kakinya di Pulau Alor. Pemerintah Belanda melarang Moko
atau nekara tipe Pejeng dijadikan sebagai alat pembayaran. Pada tahun 1913
sudah banyak nekara yang dikumpulkan dan dihancurkan.Akibat
pengumpulan dan menghancurkan nekara secara besar-besara, jumlah
nekara sangat berkurang dan fungsinya sebagai alat pembayaran yang sah
berubah sebagai mas kawin.

5
2. Kapak Perunggu

Benda perunggu berikutnya yang tergolong penting adalah kapak perunggu.


Keterangan pertama tentang kapak perunggu diberikan oleh Rumphius pada awal
abad ke-18. Sejak pertengahan abad ke-19 mulai dilakukan pengumpulan dan
pencatatan asal-usulnya oleh Koninklijk Bataviaasch Genootschap. Kemudian
penelitian ditingkatkan kearah tipologi dan uraian tentang distribusi dan konsep religius
mulai dicoba berdasarkan bentuk dan pola-pola hiasnya.
Secara tipologis kapak perunggu dapat dibagi dalam dua golongan, yaitu kapak
corong ( kapak sepatu) dan kapak upacara. Kemudian Heekren mengklasifikasi kapak
ini menjadi kapak corong, kapak upacara, dan tembilang atau tajak. Pembagian ini
diperluas perluas lagi oleh Soejono dengan mengadakan penelitian lebih cermat
tentang bentuk-bentuk kapak yang membagi kapak perunggu menjadi 8 tipe toko
dengan menentukan daerah persebarannya.

Tipe I atau tipe umum merupakan tipe dasar. Kapak jenis ini lebar dengan
penampang lonjong, garis Puncak (pangkal) tangkainya cekung atau kadang-kadang
lurus, dan bagian tajaman cembung. Kapak jenis ini tersebar di sumatera selatan,
Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah, Maluku,
Bali, flores.
Tipe II atau tipe ekor burung Seriti mempunyai bentuk tangkai dengan ujungnya
membelah seperti ekor burung Seriti.Ujung tajaman yang biasanya berbentuk cembung
atau seperti kipas. Daerah temuannya ialah di Sumatera Selatan, Jawa Barat, Jawa
Tengah, Jawa Timur, Sulawesi Selatan, Bali, dan Flores.
Tipe III atau tipe pahat memiliki tangkai yang pada umumnya lebih panjang
daripada tajammanya. Bentuk tangkai Ini ada yang menyempit dan lurus, ada yang
pendek dan lebar. Daerah penemuannya ialah di Jawa Barat, Jawa Timu, Sulawesi
Selatan, Maluku, dan Irian Jaya/Papua.
Tipe IV atau tipe tembilang berbentuk seperti tembilang zaman sekarang: tangkai
pendek, mata kapak gepeng, bagian bahu lurus ke arah sisi-sisinya. Mata kapak
berbentuk trapesoida atau setengah lingkaran.kapak- kapak ini ditemukan di Jawa
Timur, Bali, dan Sulawesi Selatan.
Tipe V atau tipe bulan sabit memiliki mata kapak berbentuk bulan sabit,bagian
tengahnya lebar yang kemudian menyempit ke kedua sisi, serta sudut-sudut tajamnnya
membulat. Tangkai lebar di Pangkal kemudian menyempit pada bagian tajamnya.Pada
jenis yang kecil, kedua sebut pangkal tangkai sapu lidi, sedangkan mata kapaknya
sangat pipih. Kapak-kapak tipe ini ditemukan di Bali atau Irian Jaya/Papua.
Tipe VI atau tipe jantung memiliki mata kapak berbentuk seperti jantung, tangkainya
panjang dengan pangkal yang cekung, bagian bahu melengkung pada ujungnya.Kapak
tipe ini hanya ditemukan di Bali.
Tipe VII tipe candrasa bertangkai pendek dan melebar pada pangkalnya. Maka
kapak tipis dengan kedua ujungnya melebar dan melengkung ke arah dalam.
Pelebaran ini tidak sama sehingga membentuk bidang maka yang asimetris.Kapak dari
Tipe ini temukan di Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur.
Tipe VIII atau tipe kapak Rote berbentuk khusus dan hanya ada tiga buah yang
ditemukan di Rote;sebuah di antaranya musnah dalam kebakaran pada waktu
mengikuti pameran di Paris pada tahun 1931.Tangkai kapak yang lengkung serta
panjang dituang menjadi satu dengan kapaknya.Fragmen tersebut ditemukan di Irian
Jaya/Papua

6
5. Perhiasan Perunggu

Gelang dan cincin perunggu, pada umumnya tanpa hiasan, tetapi ada juga
yang dihias dengan pola geometris atau pola bintang. Bentuk-bentuk yang
kecil mungkin dipergunakan sebagai alat penukar atau benda pusaka. Gelang
yang mempunyai hiasan pada umumnya besar dan tebal. Pola hias pada
gelang-gelang ini berupa pola-pola tumpal, garis, tangga, dan duri ikan. Pola
hias lain adalah spiral yang disusun membentuk kerucut. Maka cincin yang
berbentuk seekor kambing jantan (ibex) ditemukan di Kedu (Jawa Tengah).
Bentuknya mirip dengan bentuk hewan dari gaya seni Ordos ( Mongolia).
Gelang dan cincin perunggu ini ditemukan hampir di semua daerah
perkembangan budaya perunggu di Indonesia.

6. Senjata dan Benda-Benda Perunggu Lainnya

Senjata dan benda-benda perunggu lainnya yang ditemukan di luar


golongan temuan tersebut di atas, tetapi penting untuk disebutkan adalah
sebagai berikut.

a . Ujung tombak berbentuk daun dengan tajaman pada kedua sisinya,


terutama ditemukan di Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur.

b . Belati ditemukan di Prajekan (Jawa Timur) dan Bajawa (Flores).


Belati dari Prajekan bermata besi sedangkan gagangnya dibuat dari
perunggu. Gagang ini dihias dengan pola lingkaran tangan dan pola
tangga. Senjata ini ditemukan bersama-sama dengan benda-benda
perunggu lain, yaitu ikat pinggang dan beberapa benda lain. Belati dari
Flores merupakan sebuah belati yang keseluruhan gagang yang
matanya dituang dari perunggu.

c . Mata pancing ditemukan di Glimanuk (Bali) dan plawangan (Jawa


tengah).

d . Ikat pinggang berpola geometris berupa lingkaran tangen


ditemukan di Prajekan Jawa Timur.

e . Penutup lengan ditemukan di sekitar Danau Kerinci (Sumatera


Barat) dan taman Bali (Bali).

Benda perunggu yang lain-lain berupa perahu yang ditemukan di


Kabupaten Maumere, Nusa Tenggara Timur, dan sekarang sudah dijual ke
luar negeri.Juga benda-benda perunggu yang ditemukan di dalam
nekara,seperti gajah,manusia,mangkuk dan patahan gasper.

7
7. Benda-Benda Besi

Berbeda dengan benda-benda perunggu, penemuan benda besi terbatas


jumlahnya. Seringkali ditemukan sebagai bekal kubur. Jenis benda besi dapat
digolongkan sebagai alat keperluan sehari-hari dan senjata.

Benda besi yang banyak ditemukan berupa benda-benda berikut.

a. Mata kapak atau sejenis yang dikaitkan secara melintang pada


tangkai kayu. Alat ini ditemukan dalam kubur peti batu di daerah
Gunung Kidul (DI Yogyakarta) berguna untuk menara batu padas.

b. Mata pisau dalam berbagai ukuran.

c. Mata Sabit yang berbentuk melingkar.

d. Mata tembilang atau tajak.

e. Mata alat penyiang rumput.

f. Mata pedang yang antara lain ditemukan pada rangka dalam peti
batu di Kajardua (Gunung Kidul).

g. Mata tombak.

h. Gelang besi, antara lain ditemukan daerah Banyumas dan Punung.

8. Gerabah

Pada umumnya gerabah dibuat untuk keperluan rumah tangga sehari-hari,


Misalnya sebagai tempat air, alat untuk memasak, dan tempat menyimpan
makanan. Dalam dalam upacara keagamaan gerabah dapat digunakan
sebagai wadah kubur, bekal kubur atau tempat peralatan upacara.

Sebegitu jauh usaha-usaha penemuan telah dilakukan, Laporan khusus


yang menimbulkan pembahasan lengkap tentang dari masa perundagian ini
boleh dikatakan belum ada. Karena pentingnya gerabah dalam masa ini serta
daerah penemuannya agak banyak, dirasa perlu adanya langkah-langkah
yang mengarah kepada penelitian yang lebih mendalam yang bertujuan
menempatkan hasil kegiatan tersebut dalam masyarakat prasejarah yang
sedang mencapai tingkat teknologi yang sedang menanjak.

Pada masa perundagian ditemukan kompleks gerabah di situs Sa-Hyunh


Yang terletak di wilayah Vietnam. Ini merupakan satu kelompok situs yang
terdiri dari Tran-ling,Phukhu-’ong,Long-than,dan Than-cu. Kelompok situs ini
mempunyai kesamaan dalam hal teknik, bentuk dan pola hias gerabah
nya .Oleh karena itu, kelompok ini disebut kompleks gerabah Sa-huynh.

9.Manik-manik

Diindonesia, pemakaian manik-manik umum sekali, sejak dahulu hingga

8
sekarang. Pada tingkat kehidupan gua-gua, manik-manik di gua hari kulit
kerang seperti yang ditemukan di Sampung (Jawa Timur). Pada tingkat
perundagian dibuat dari bermacam-macam bahan dengan berbagai bentuk
dan warna, antara lain, dari batu akik (kornalin), kaca dan tanah liat yang
dibakar, yang sangat menarik adalah jenis-jenis manik dari kaca yang
berwarna-warna.

Di Indonesia, manik-manik memegang peran penting yang ditemukan


hampir di setiap penggalian, terutama di daerah-daerah penemuan kubur-
kubur prasejarah seperti di Pasemah, Jawa Barat, Gunung Kidul, Besuki,
Plawangan,dan Gilimanuk.

Manik-manik yang ditemukan di Indonesia bermacam-macam bentuk dan


ukurannya ,Yakni bulat ,silindris, bulat panjang berfaset-faset dan lain
sebagainya.

C.Masyarakat Pada Masa Perundagian

1.Kehidupan Sosial Ekonomi

Pada masa perundagian manusia di Indonesia desa-desa di daerah


pegunungan, dataran rendah, dan tepi pantai dalam tata kehidupan yang
makin teratur dan terpimpin. Bukti-bukti dari adanya tempat tempat kediaman
yang berkembang pada masa itu didapatkan tersebar, antara lain di
Sumatera, Jawa, Sulawesi, Bali, Sumba, serta di beberapa pulau lainnya di
Nusa Tenggara Timur dan Maluku. Di tempat-tempat itu ditemukan sisa-sisa
benda perunggu, benda besi, gerabah yang maju, Baik dalam bentuk maupun
dalam pola hiasannya dan manik-manik; sisa-sisa peninggalan dari
penghidupan yang sudah maju tingkatannya. Melalui ekskavasi-ekskavasi di
beberapa tempat telah ditemukan pula sisa-sisa bahan makanan (kerang,
ikan, babi, dan sebagainya) dan rangka-rangka manusia yang merupakan
bukti bahwa penguburan banyak dilakukan di sekitar tempat kediaman. Mulai
data dari nekara-nekara perunggu pada umumnya dapatlah disimpulkan
bahwa rumah orang-orang merupakan rumah besar bertiang dengan atap
melengkung. Kolong merupakan tempat ternak. Rumah semacam ini
biasanya didiami oleh beberapa keluarga.

Kemajuan-kemajuan yang dicapai dalam bidang teknologi yang bertujuan


meningkatkan kesejahteraan kehidupan serta terdapatnya surplus dalam
memenuhi keperluan hidup, mengakibatkan meningkatnya jumlah penduduk
di mana-mana.Tumbuhlah desa-desa besar yang merupakan gabungan dari
kampung-kampung kecil.

Dalam tata kehidupan yang sudah teratur, perburuan liar seperti harimau
dan Kijang masih tetap dilakukan. Perburuan ini, selain untuk menambah

9
pencaharian, juga maksudkan untuk menunjukkan tingkat keberanian dan
kegagahan dalam lingkungan masyarakatnya. Pertanian dalam untuk
perladangan atau persawahan menjadi mata pencaharian yang tetap.
Perdagangan dilakukan antar-pulau di Indonesia dan antara kepulauan
Indonesia dengan Daratan Asia Tenggara. Perdagangan Dengan Daratan
Asia Tenggara rupa-rupanya telah berkembang dengan pesat dan barang-
barang yang diperdagangkan terutama rempah-rempah, jenis-jenis kayu, dan
hasil bumi yang lain.

2. Kehidupan Sosial-Budaya

Seni ukir yang diterapkan pada benda-benda megalitik dan seni hias pada
benda-benda perunggu mengembangkan penggunaan pola-pola geometri
sebagai pola hias utama. Sampai awal abad ke-20 ini benda-benda tersebut
masih dibuat. pemahatan arca dan pendirian bangunan batu untuk tujuan
pemujaan makin meningkat Dan mencapai puncaknya pada masa-masa
berikutnya dalam pendirian bangunan-bangunan candi. Keterampilan dalam
teknologi yang dipadukan yang diselaraskan dengan rasa estetik dan religius
telah menghasilkan ciptaan-ciptaan yang bernilai tinggi.

Yang sangat menonjol pada masa perundagian ini adalah kepercayaan


kepada pengaruh arwah nenek moyang terhadap perjalanan hidup manusia
dan masyarakatnya. Karena itu arwah nenek moyang harus selalu
diperhatikan dan dipuaskan melalui upacara-upacara. Demikian pula kepada
orang-orang yang sudah meninggal diberikan penghormatan dan persajian
selengkap mungkin dengan maksud mengantar dengan sebaik-baiknya ke
tempat tujuannya, yaitu ke dunia arwah. Penguburan orang yang meninggal
dilaksanakan dengan cara langsung (sekunder) dan tidak langsung
(sekunder). Pada penguburan langsung (primer) mayat langsung dikuburkan
di tanah atau diletakkan dalam suatu wadah di dalam tanah. Sedangkan
pengukuran tidak langsung (sekunder) dilakukan dengan mengubur mayat
lebih dahulu dalam tanah atau kadang-kadang dalam peti kayu yang dibuat
berbentuk perahu, ini dianggap sebagai kuburan sementara karena upacara
yang terpenting yang terakhir belum dapat dilaksanakan.

Kehidupan dalam masyarakat perundagian memperlihatkan rasa setia


kawan yang kuat. perasaan solidaritas ini tertanam dalam hati setiap orang
sebagai warisan yang berlaku sejak nenek moyang. Adat kebiasaan dan
kepercayaan merupakan pengikat yang kuat dalam mewujudkan sifat itu.
Akibatnya kebebasan individu agak terbatas karena pelanggaran yang
dilakukan dianggap membahayakan masyarakat.

10
BAB III

PENUTUP

A.Kesimpulan

Masa Perundagian adalah zaman di mana manusia sudah mengenal


pengolahan dari logam.Tetapi walaupun adanya pengolahan dari logam,tidaklah
berarti hilangnya penggunaan barang-barang dari batu.Pada masa
perundagian,manusia masih menggunakan alat-alat dari batu.

Masyarakat pada masa perundagian diperkirakan sudah mengenal


pembagian kerja.Karena terlihat dari pengerjaan barang-barang dari
logam.Pengerjaan barang-barang dari logam membutuhkan keahlian.

Hasil-hasil peninggalan kebudayaan antara lain nekara perunggu,moko,kapak


perunggu,bejana perunggu,patung perunggu,perhiasan
perunggu,senjata,gerabah,manik-manik,dan perhiasan.

Kepercayaan masyarakat pada masa perundagian merupakan kelanjutan dari


masa bercocok tanam.

B.Saran

Karena keterbatasan waktu dan kemampuan penulis,diharapkan kepada


pembaca agar memberikan masukan yang sifatnnya membangun untuk
kesempurnaan makalah ini.

11
DAFTAR PUSTAKA

LEIRISSA, R. S. (Ed.). (2007). Sejarah Nasional Indonesia I Zaman Prasejarah di


Indonesia (Edisi Pemutakhiran ed.). Balai PUstaka.

12

Anda mungkin juga menyukai