Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH SEJARAH

ZAMAN PERUNDAGIAN ( ZAMAN LOGAM )

D
I
S
U
S
U
N
Oleh :
Kelompok 4 : - Ashila Zata
- Marshanda Sasmita
- M. Dhaffa
- Mullah Diva B
- Retha Tesalonika
- Yosia Jesson

SMAN 1 KOTA JAMBI


TAHUN AJARAN 2017/2018
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami ucapkan kepada Tuhan YME, atas berkat rahmat dan
karunia-Nya kami dapat menyelesaikan tugas makalah sejarah ini.
Kami telah berusaha semaksimal mungkin agar makalah ini dapat mudah
dipahami dan mengerti oleh semua kalangan. Namun kami menyadari bahwa
makalah ini jauh dari kata sempurna dari unsur kebahasaannya. Tetapi semoga
makalah ini dapat bermanfaat bagi semua kalangan yang membacanya.
Dalam hal ini kami banyak mengucapkan terima kasih kepada guru
pembimbing pelajaran sejarah ini sehingga kami dapat mengerjakan makalah
dengan baik.
Akhir kata,kami mengharapkan kritik dan saran yang bersifat
membangun agar lebih baik dalam megerjakan tugas. Mohon maaf bila ada
kesalahan dalam tulisan .

Kelompok 4.

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...................................................................i

DAFTAR ISI................................................................................ii

BAB I (PENDAHULUAN)..........................................................1

A. LATAR BELAKANG........................................................1
B. RUMUSAN MASALAH...................................................1
C. TUJUAN............................................................................1

BAB II (ISI/PEMBAHASAN)

A. CORAK KEHIDUPAN SOSIAL-EKONOMIS


B. HASIL BUDAYA
C. BENTUK KEPERCAYAAN

BAB III (PENUTUP/KESIMPULAN)

DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Sekitar tahun 300 SM, gelombang kedua dari bangsa Melayu Austronesia dari ras
Mongoloid tiba di Nusantara. Mereka lazim juga disebut bangsa Deutero-Melayu atau
Melayu Muda dan langsung berbaur dengan penduduk sebelumnya. Sebagaimana
gelombang pertama, mereka juga datang dari Yunan, wilayah Tiongkok bagian
selatan.
Bangsa Deutero-Melayu ini hidup bersama dan bahkan kawin-mawin (kohabitasi)
dengan penduduk asli dari bangsa dan ras yang sama. Penduduk asli jauh lebih dulu
tiba di Nusantara (pada masa bercocok tanam), dan biasa di sebut dengan bangsa
Proto-Melayu .
Selain melalui aktivitas perdagangan yang makin intens pada masa ini, pembauran
juga diduga mempermudah serta mempercepat penyebaran serta pertukaran hasil hasil
budaya.

B. RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana corak kehidupan manusia pada zaman perundagian?
2. Bagaimana hasil budaya pada zaman perundagian?
3. Bagaimana bentuk kepercayaan pada zaman perundagian?

C. TUJUAN
1. Mengetahui corak kehidupan manusia pada zaman perundagian.
2. Mengetahui hasil budaya pada zaman perundagian.
3. Mengetahui bentuk kepercayaan pada zaman perundagian.

1
BAB II
PEMBAHASAN / ISI

A. CORAK KEHIDUPAN SOSIAL- EKONOMIS


Pada masa perundagian, manusia purba telah mampu mengatur kehidupanya.
Mereka melakukan kegiatan bukan lagi sekedar memenuhi kebutuhan primer,
melainkan untuk meningkatkan kesejahteraan. Kebutuhan akan makanan di penehi
dengan bertani. Pertanian menjadi mata pencaharian tetap agar tidak sepenuhnya
bergantung pada air hujan. Selain bertani, pertenakan tetap di lanjutkan bahkan hewan
yang di ternakkan lebih beragam seperti bertenak kuda dan berbagai jenis unggas.
Kebutuhan akan tempat tinggal dipenuhi dengan membangun perdesaan yang teratur.
Teknik pembuatan rumah sudah lebih maju di bandingkan masa bercocok tanam.
Mereka menetap di daerah pegunungan, dataran rendah dan tepi pantai. Perdagangan
masih bersifat barter, barang yang ditukar semakin beragam, seperti alat pertanian,
alat upacara, dan hasil kerajinan.
Masyarakat pendukung pada masa perundagian tinggal diperkampungan yang
besar dan teratur. Jumlah warga yang semakin banyak membuat perlunya penataan
masyarakat yang tegas dan ketat. Masyarakat tersusun dalam kelompok yang
majemuk. Ada kelompok petani, pedagang, dan tukang ( undagi = tukang/pengrajin ).
Masyarakat pada masa perundagian terbagi menurut keahlian yang dimiliki sehingga
pembagian kerja semakin tegas. Pada masa sebelumnya, seseorang dapat melakukan
pekerjaan, seperti bercocok tanam, membuat alat, dan mengerjakan kerajinan. Pada
masa perundagian, seseorang bekerja menurut keahlian yang dimiliki. Seseorang
diperlakukan sesuai dengan status yang dimiliki. Seseorang pemimpin kampung
diperlakukan berbeda dengan pemimpin upacara kepercayaan dan warga biasa.
Perbedaan status itu diperlakukan agar aturan dapat ditegakkan. Seorang pemimpin
kampung merupakan primus interpares.

2
B. HASIL KEBUDAYAAN
1. Alat-alat dari Logam Perunggu.
Berdasarkan temuan-temuan arkeologis, Indonesia hanya mengenal alat-alat dari
perunggu dan besi. Alat-alat dari perunggu, diantaranya Nekara dan Moko, Kapak
Perunggu, Bejana Perunggu, Patung Perunggu, Gelang dan Cincin Perunggu.
A. Nekara dan Moko.
Nekara adalah genderang besar yang terbuat dari perunggu, berpinggang
dibagian tengahnya, dan tertutup dibagian atasnya. Di Indonesia, Nekara
ditemukan dalam berbagai ukuran. Nekara terbesar ditemukan di Pejeng, Bali.
Nekara ini bergaris tengah 160cm dan tinggi 198cm. Nekara berukuran kecil
disebut Moko.
Mula-mula dari wilayah Dong Son, Vietnam, persebaran Nekara Perunggu
meluas sampai keseluruh wilayah Asia Tenggara seperti Thailand, Kamboja,
Myanmar, Laos, Malaysia, dan Indonesia. Dari hasil ekskavasi diberbagai
tempat di Asia Tenggara, Nekara memiliki beragam fungsi, diantaranya
sebagai alat upacara keagamaan, genderang terang, alat memanggil hujan,
benda tukar, wadah atau bekal kubur, dan penanda status, atau mas kawin. Di
Alor, Flores, dan Rote, misalnya fungsi nekara lebih kompleks : sebagai
sarana upacara, lambang status sosial, dan sebagai mas kawin. Saat upacara,
misalnya, nekara dipukul dan biasanya disertai sesaji. Di Bali, nekara
berfungsi sebagai benda pujaan dan wadah kubur.
Moko banyak beredar dibagian timur Indonesia. Orang Alor menyebutnya
“ moko” atau “mako”, sedangkan penduduk pulau Pentar menamakan benda
ini Kendang Perunggu. Bentuk moko ini masuk dalam nekara tipe Pejeng,
tetapi dengan ukuran kecil dengan hiasan-hiasan yang lebih sederhana. Moko
yang paling istimewa berasal dari Pulau Selayar, Sulawesi Selatan.

3
B. Kapak Perunggu.
Berdasarkan tipenya, kapak perunggu dibagi dalam dua golongan, yaitu kapak
corong ( kapak sepatu ) dan kapak upacara. H.R. van Heekeren menambahkan
satu tipe lagi, yaitu tembilang atau tajak. Ada dua fungsi kapak perunggu,
yaitu sebagai alat upacara atau benda pusaka, dan sebagai perkakas atau alat
untuk bekerja.

C. Bejana Perunggu.
Bejana perunggu adalah benda berbentuk seperti gitar spanyol yang tidak
bertangkai. Permukaan luar benda tersebut dihiasi pola
anyaman simetris. Bejana perunggu ditemukan di
Sumatera dan Madura.

D. Patung Perunggu.
Patung perunggu yang ditemukan di Indonesia mempunyai bentuk yang
bermacam-macam, seperti bentuk orang atau binatang. Patung berbentuk
orang antara lain berupa penari-penari bergaya dinamis. Patung-patung ini
ditemukan di Bangkinang ( Riau ). Sementara itu, sebuah patung perunggu
berbentuk binatang ( yaitu kerbau ) ditemukan di Limbangan ( Bogor ).

4
E. Gelang dan cincin perunggu.
Gelang dan cincin perunggu umumnya tanpa hiasan,
namun ada juga yang dihias dengan pola geometris
atau pola bintang. Bentuk-bentuk yang kecil mungkin
hanya digunakan sebagai alat penukar atau benda
pusaka. Gelang yang berhias umumnya besar dan
tebal.

2. Alat-alat dari besi.


Dibandingkan perunggu,penemuan-penemuan benda-benda besi masih belum
banyak. Mungkin alat-alat itu telah hancur karena karat. Pada umumnya,alat-alat
dari besi ditemukan bersamaan dengan alat-alat dari perunggu. Alat dari besi
digunakan sebagai alat keperluan sehari-hari dan bekal kubur, misalnya benda-
benda besi yang ditemukan di dalam kubur-kubur di daerah Wonosari
(Yogyakarta) dan di Besuki (Jawa Timur). Jenis alat-alat yang terbuat dari
besi,antara lain mata kapak,mata sabit,mata pisau,mata tembilang,mata
pedang,cangkul,dan tongkat.

3. Gerabah
Kendati alat-alat dari logam telah dikenal luas,peranan dan penggunaan gerabah
berlanjut dan tak tergantikan. Bahkan,selama masa perundagian,penggunaanya
berkembang,tidak hanya untuk kepentingan sehari-hari,tetapi juga untuk
kepentingan upacara penguburan,misalnya sebagai tempayan dan bekal kubur.
Gerabah mungkin telah dikenal sejak masa bercocok tanam,tetapi pada masa
perundagian,pembuatan gerabah telah mencapai tingkat lebih maju daripada
sebelumnya. Daerah penemuannya lebih jelas serta ragamnya lebih kaya. Hal ini
menunjukan peranan gerabah dalam kehidupan tidak mudah digantikan oleh alat-
alat dari logam baik perunggu maupun besi,hal itu karena tidak setiap orang dapat
membuat apalagi memiliki alat-alat dari logam.
Umumnya,gerabah dibuat untuk kepentingan rumah tangga sehari-hari,misalnya
sebagai tempat air,alat untuk memasak makanan,dan tempat untuk menyimpan
makanan.
5
C. BENTUK KEPERCAYAAN
Kepercayaan kepada pengaruh arwah nenek moyang terhadap perjalanan hidup
manusia serta upacara-upacara religius yang menyertainya semakin berkembang pada
masa ini. Hasil budayanya berupa bangunan-bangunan besar atau megalitik (mega
berarti “besar” dan litikum atau lithos berarti “batu”) yang berfungsi sebagai sarana
pemujaan kepada roh nenek moyang seperti menhir,batu berundak,dolmen,kubur
batu,sarkofagus,waruga,serta berbagai jenis arca berukuran besar. Diyakini bahwa
arwah nenek moyang itu akan melindungi dan menyertai perjalanan hidupnya
manusia jika arwah-arwah itu selalu diperhatikan dan dipuaskan melalui upacara-
upacara adat.
BAB III

PENUTUP/KESIMPULAN
Pada masa Perundagian,manusia sudah jauh lebih berkembang daripada saat masa berburu
dan mengumpulkan makanan. Manusia pada zaman itu sudah hidup secara berkelompok dan
hidup menetap hingga membentuk suatu perdesaan. Pada masa ini masyarakatnya sudah
mahir membuat alat yang menggunakan teknologi. Alat yang dihasilkan terbuat dari
logam,yaitu perunggu dan besi. Alat itu digunakan untuk bertani,bertukang,peralatan rumah
tangga,dan perlengkapan upacara. Mereka juga telah mengenal berbagai bidang
kesenian,yaitu seni lukis,kerajinan,seni ukir/pahat,seni patung,dan seni arsitektur.
Bentuk kepercayaan pada masa ini adalah kepercayaan terhadap arwah nenek moyang.
Diyakini bahwa arwah nenek moyang ini akan menjaga dan melindungi perjalanan kehidupan
manusia jika arwah arwah itu dapat dipuaskan melalui upacara-upacara.
DAFTAR PUSTAKA

Hapsari,Ratna,M.Adil.2016.Sejarah Indonesia untuk SMA/MA kelas


X.Jakarta:Penerbit Erlangga.

Matroji.2014.Catatan Peristiwa Sejarah Indonesia SMA/MA.Jakarta:Bumi


Aksara.

Anda mungkin juga menyukai