Anda di halaman 1dari 25

MAKALAH ZAMAN LOGAM DI INDONESIA

OLEH :

KELOMPOK 4

RANGGA PRAMANA
KESYA AULIANDA ZAHRA
MAHLIGAI SAY IRMI
SYAHNUN NADIA EFENDI
SITI NABILA
RAHMA NABILA

SMK HARAPAN AL-WASHLIYAH MEDAN

T.A. 2022/2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan atas kehadirat Allah SWT. Tuhan Yang Maha Esa.
Berkat rahmat dan karunianya kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini
yang berjudul “Kebudayaan Zaman Logam Di Indonesia.” tepat pada waktunya.
Makalah ini disusun guna memenuhi tugas mata kuliah “Sejarah Masyarakat Dan
Kebudayaan Indonesia”.
Makalah ini telah disusun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari
berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. untuk itu
kami menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah
berkontribusi dalam pembuatan makalah ini. Dan harapan kami semoga makalah
ini dapat menambah pengetahuan pembaca tentang sejarah masyarakat dan
kebudayaan Indonesia, khususnya pada masa zaman logam.
Demikian kata pengantar ini, semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi para
pembaca. Dan kami menyadari bahwa makalah ini belum sempurna. Oleh karena
itu, kami menerima saran dan kritik yang membangun dari para pembaca demi
kesempurnaan makalah ini.

Medan, 17 September 2022

Tim Penyusun
DAFTAR ISI

Kata Pengantar ..................................................................................... 1


Daftar Isi .............................................................................................. 2
BAB I : PENDAHULUAN ..................................................................3
A. Latar Belakang ............................................................................... 3
B. Rumusan Masalah .......................................................................... 4
C. Tujuan Makalah ............................................................................. 4
BAB II : PEMBAHASAN ..................................................................5
A. Budaya Logam Di Indonesia ..........................................................5
B. Pembagian Dan Hasil Kebudayaan Zaman Logam Di Indonesia ..6
C. Tahap Awal Logam Di Sumatra, Jawa, Bali, Kepulauan Talaud Dan
Maluku Utara ................................................................................... 10
BAB III : PENUTUP ....................................................................... 22
A. Kesimpulan ................................................................................. 22
B. Saran ............................................................................................22
Daftar Pustaka ...................................................................................23
BAB I
PENDAHULUAN

1. Latar Belakang
Zaman prasejarah dapat diketahui berdasarkan hasil penemuan-penemuan alat
kebudayaan manusia pendukungnya. Hasil kebudayaan-kebudayaan prasejarah
dapat dibedakan menjadi dua menurut bahan atau alat-alat yang digunakan yaitu:
zaman batu dan zaman logam. Zaman logam adalah zaman dimana manusia sudah
mengenal logam sebagai alat kehidupan sehari-hari. Zaman logam bukan berarti
mengakhiri zaman batu, pada zaman logam juga masih menggunakan perkakas
batu. Maka sesungguhnya nama zaman logam hanyalah untuk menyatakan bahwa
pada saat itu logam telah dikenal dan dipergunakan orang untuk bahan membuat
alat-alat yang dipergunakan.

Tahap logam awal dimulai dengan pengenalan artefak dari tembaga, perunggu,
dan besi beserta teknologi pembuatannya yang tampaknya terjadi secara
bersamaan. Hampir pasti semua unsur budaya baru itu diperoleh langsung dari
sumber-sumbernya di daratan Asia tenggara selama beberapa abad terakhir
sebelum masehi. Perkembangan zaman logam di Indonesia berbeda dengan di
Eropa, karena zaman logam di Eropa mengalami tiga fase, yaitu: zaman tembaga,
zaman perunggu, dan zaman besi. Sedangkan di Indonesia khususnya dan asia
tenggara umumnya tidak mengalami zaman tembaga tetapi langsung memasuki
zaman perunggu dan besi secara bersamaan. Untuk Indonesia, yang menerima
kebudayaan logamnya dari daratan Asia.

Artefak-artefak besi dan perunggu yang ditemukan di Indonesia banyak


dihubungkan dengan kebudayaan Dongson, di Vietnam Utara. Untuk mengetahui
lebih lanjut mengenai zaman logam tersebut, kami akan membahas zaman logam
tersebut mulai dari awal zaman logam sampai pada hasil-hasil kebudayaan pada
zaman logam tersebut.
2. Rumusan Masalah
1. Bagaimana kehidupan budaya logam di Indonesia?
2. Bagaimana fase atau pembagian zaman logam di Indonesia?
3. Bagaimana tahap awal logam yang ada di Sumatera, Jawa, Bali, Maluku dan
sulawesi?

3. Tujuan Makalah
1. Untuk mengetahui kehidupan budaya logam di Indonesia
2. Untuk mengetahui perkembangan atau pembagian-pembagian zaman logam
berserta hasilnya di Indonesia
3. Untuk mengetahui tahap awal logam di Sumatera, Jawa, Bali, Maluku, dan
Sulawesi
BAB II
PEMBAHASAN

A. Budaya Logam Di Indonesia

Penemuan logam yang digunakan untuk mengganti artefak batu merupakan suatu
kemajuan yang luar biasa sejarah peradapan manusia. Pencapaian tersebut tidak
lepas dari kemampuan manusia untuk memanfaatkan api dan piroteknologi.
Dalam sejarah perkembangan teknologi logam, tembaga alam (native cover)
adalah jenis logam pertama yang ditemukan manusia. Manusia hanya mengenal
jenis logam tunggal (monometalik) untuk pembuatan artefak. Bukti-bukti tertua
temuan artefak besi dan perunggu di Indonesia terjadi dalam kurun waktu yang
bersamaan yaitu sekitar 500 SM. Sebagian artefak perunggu ditemukan di
Indonesia dari masa logam awal mungkin merupakan benda upacara antara lain
berupa kapak dengan berbagai bentuk hiasan serta nekara perunggu. Kebudayaan
logam di Indonesia sering dihubungkan dengan kebudayaan Dongson di Vietnam
Utara.

Secara umum artepak logam yang merupakan produk kebudayaan dongson dapat
dibedakan menjadi beberapa kategori yaitu alat alat musik, perhiasan, peralatan
(tools) dan senjata. Artefak logam tersebut berupa nekara, sejenis lonceng (bells),
tempat berludah (spitton), mangkok, gelang, pelindung lengan dan dada, ikat
pinggang, cincin, mata pancing, kapak corong, mata panah, sejenis sabit yang
tangkainya berlubang, kapak bahu, mata tombak, pisau kecil, pedang, dan pisau
belati yang tangkainya berhiaskan tubuh manusia (anthropomorphic). Kebudayaan
Dongson yang merupakan puncak dari perkembangan teknologi logam di vietnam
utara sesungguhnya didahului oleh beberapa fase budaya yakni Phung Nguyen,
Dong Dao, dan Go Mun.

Nekara perunggu merupakan salah satu produk kebudayaan Dongson yang diduga
didatangkan di Indonesia setelah 200 SM. Persebaran nekara Dongson atau yang
lebih dikenal dengan nekara tipe Heger I meliputi pulau-pulau di daerah paparan
Sunda yaitu Sumatera, Jawa, bahkan sampai ke Nusa Tenggara dan pulau Kei di
dekat Papua. Sampai saat ini di Kalimantan telah dilaporkan sebuah temuan
nekara perunggu, tetapi belum ditemukan di Sulawesi dan Filifina. Sebaran
Nekara Dongson tipe Heger I tersebut mungkin terjadi pada daerah-daerah yang
merupakan jalur perdagangan yang menghubungkan Indonesia bagian barat dan
timur. Sebaran nekara Dongson tipe Heger I di kepulauan Indonesia mungkin
terkait dengan perdagangan rempah-rempah akibat meningkatnya kebutuhan
terhadap komoditas tersebut, antara daerah Asia tenggara daratan terutama
Vietnam dan daerah-daerah di Asia Tenggara kepulauan. Selain artefak, bahan
baku logam mungkin juga diperdagangkan dari Asia Tenggara daratan ke daerah-
daerah di Asia Tenggara kepulauan.

Kehadiran artefak perunggu yang merupakan produk kebudayaan Dongson sekitar


abad II SM di Indonesia diduga berfungsi sebagai simbol status bagi para elite
pada masa itu. Artefak perunggu seperti kapak sering ditemukan sebagai benda
bekal kubur dalam sarkofagus maupun kuburan tanpa wadah. Perlu diketahui
bahwa kubur sekunder dengan nekara telah ditemukan disitus Plawangan (Jawa
Tengah), dan Manikliu (Bali). Kebutuhan akan barang-barang perunggu
tampaknya semakin meningkat seiring dengan kompleknya tatanan masyarakat
pada waktu itu. Bukti-bukti adanya pengerjaan artefak logam di beberapa situs di
Indonesia seperti di Manuaba, Gianyar, Bali, yang tidak memiliki bahan baku
logam mengindifikasikan adanya perdagangan antarpulau (perdagangan jarak
jauh) pada masa prasejarah. Tembaga sebagai salah satu unsur bahan baku artefak
perunggu terdapat di beberapa pulau kepulauan Indonesia antara lain: Sumatera,
Jawa, Timor, Sulawesi dan Papua. Keberadaan timah lebih langka, namun timah
ditambang di Bangka, Belitung, Singkep, Riau, dan daerah sekitarnya. Perlu
dicatat bahwa di Indonesia belum pernah ditemukan situs penambangan logam
dari masa prasejarah.
Penemuan artefak besi dalam situs arkeologi di Indonesia sering kali bersamaan
dengan artefak perunggu, dan jumlahnya agak terbatas. Artefak besi biasanya
ditemukan sebagai bekal kubur, seperti dalam kubur batu di Wonosari (DI
Yogyakarta), Besuki dan Punung (Jawa Timur), dan jenis kubur lainnya pada
masa perundagian. Jenis artefak besi yang lazim ditemukan dalam situs arkeologi
di Indonesia dapat digolongkan sebagai alat keperluan sehari-hari, perhiasan, dan
senjata, antara lain berupa beliung, sabit, tajak, alat untuk menyiangi rumput, alat
bermata panjang dan gepeng, gelang, tombak dan tongkat. Artefak logam di
Indonesia pada umumnya ditemukan dalam konteks bekal kubur. Bekal kubur
sering digunakan sebagai indikator untuk menentukan status sosial seseorang
yang dikubur. Demikian halnya dengan artefak logam yang bahan bakunya langka
atau didatangkan dari tempat lain yang jauh, dan mungkin memiliki nilai sosial
yang tinggi bagi pemilik dan pemakainya. Dengan kata lain, benda bekal kubur
digunakan sebagai simbol yang mengacu kepada peranan dan status sosial orang
yang meninggal. Kebudayaan Dongson tampaknya memberikan stimulan terhadap
pengembangan teknologi logam, khususnya perunggu, di kepulauan Nusantara.
Namun demikian, kearifan-kearifan budaya lokal juga ter refleksi pada bentuk
atau wujud artefak perunggu di Indonesia yang tidak sepenuhnya sama dengan
kebudayaan Dongson.

B. Pembagian Dan Hasil Kebudayaan Zaman Logam di Indonesia

Zaman logam terdiri atas tiga zaman yaitu zaman tembaga, perunggu, dan besi.
Tetapi berdasarkan teori di Asia Tenggara tidak mengenal zaman tembaga. Oleh
karena itu di Indonesia hanya ada zaman perunggu dan besi pada zaman logam.
Meskipun begitu, kami akan membahas sedikit tentang zaman tembaga.

1. Zaman Tembaga

Zaman tembaga merupakan zaman yang menjadi awal manusia mengenai logam
dimana pada zaman ini manusia menggunakan tembaga sebagai bahan dasar
untuk membuat peralatan. Para ahli mengatakan bahwa Indonesia tidak
terpengaruh dengan zaman tembaga serta tidak pula mengalaminya karena hingga
saat ini, belum ada ditemukan peninggalan-peninggalan sejarah dari zaman
tembaga di Indonesia. hanya negara-negara diluar Asia Tenggara saja yang
terpengaruh dengan zaman ini.

2. Zaman Perunggu

Zaman perunggu merupakan zaman dimana manusia membuat peralatan dari


perunggu. Di Indonesia sendiri, ditemukan peninggalan – peninggalan sejarah dari
zaman perunggu yaitu :

• Kapak Corong

Adapun di Negeri kita kapak logam yang di temukan adalah kapak perunggu yang
sudah mempunyai bentuk tersendiri. Kapak ini biasa di namakan kapak sepatu
maksudnya ialah kapak yang bagian atasnya berbentuk corong yang sembirnya
belah, sedangkan kedalam corong itulah dimasukkan tangkai kayu nya yang
menyiku kepada bidang kapak. Kapak corong ini yang terutama ditemukan di
sumatera selatan, jawa, bali, sulawesi tengah dan selatan, pulau selayar dan di
iriah dekat danau sentani yang banyak jenisnya. Ada yang kecil dan bersahaja, ada
yang besar dan memakai hiasan ada yang pendek lebar. Yang panjang satu sisi ini
disebut candralsa. Pada sebuah candrasa yang ditemukan didaerah yogjakarta
terdapat didekat tangkainya suatu lukisan yang sangat menarik perhatian, ialah
seekor burung terbang memegang sebuah candralsa yang tangkainya sangat
pendek.

Adapun cara pembuatan kapak-kapak corong itu, banyak tanda-tanda yang


menunjukkan tehnik A cire perdue. Didekat bandung ditemukan cetakan-cetakan
dari tana bakar untuk menuangkan kapak corong. Penyelidikan mengatakan
bahwa yang dicetak adalah bukan logamnya, melainkan tentunya kapak yang
dibuat dari lili, ialah yang menjadi model dari kapak logamnya.

• Nekara

adalah semacam berumbung dari perunggu yang berpinggang di bagian tengahnya


dan sisi atas nya tertutup. Diantara necara-necara yang ditemukan dinegeri kita
hanya beberapa sajalah yang utuh. Bahkan yang banyak berupa pecah-pecahan
belaka. Didapatkannya antara lain di sumatera, jawa, bali, pulau sangean dekat
sumbawa, roti, leti, selayar dan dikepulauan kei.

• Benda-benda lainnya

Penemuan-penemuan lainnya di zaman perunggu yang di dapat adalah berupa


barang-barang perhiasan seperti gelang, binggel ( gelang kaki), anting-anting,
kalung dan cincin. Umumnya barang-barang perhiasan itu tidak diberi hiasan
ukiran sedikit pun. Dari daerah tepi danau Kerinci dan dari Pulau Madura
ditemukan bejana perunggu yang bentuknya seperti periuk tetapi langsing dan
gepeng. Yang dari Sumatera bagian atasnya telah hilang, sedangkan yang dari
Madura hanya cacat sedikit. Selain benda-benda perunggu, adalagi benda-benda
bukan perunggu tetapi ditemukan dari zaman perunggu seperti manik-manik dari
kaca ( terdapat terutama dari kuburan-kuburan) yang jumlahnya sangat besar
sehingga memberi corak istimewa pada zaman perunggu itu.

• Kebudayaan dongson

Kebudayaan perunggu Asia Tenggara biasanya disebut kebudayaan dongson.


Menurut nama tempat penyelidikan pertama di daerah tonkin. Penyelidikan
menunjukkan bahwa disanalah pusat kebudayaan perunggu Asia Tenggara.
Disana ditemukan segala macam alat-alat perunggu dan nekara, alat-alat dari besi
dan kuburan-kuburan zaman itu. Pun bejana yang serupa dengan yang ditemukan
di Kerinci dan Madura.

• Candrasa

Candrasa merupakan sejenis kapak yang menyerupai senjata tapi tidak cocok
sebagai peralatan perang / pertanian karena tidak kuat dan kokoh. Candrasa
ditemukan di Bandung dan diperkirakan digunakan untuk keperluan upacara.

• Teknik Bivalve

Teknik bivalve disebut sebagai teknik setangkup dimana untuk membuat


perunggu dilakukan dengan cara menangkupkan dua bagian batu kemudian diisi
cairan logam. Berikut langkah – langkahnya :

1. Cetakan terdiri dari dua bagian dan umumnya terbuat dari batu.
2. Cetakan diikat dan perunggu cair dituangkan ke dalam rongga cetakan.
3. Tunggu hingga cetakan dingin dan membeku.
4. Kemudian, cetakan dilepas dan terbentuklah hasil cetakannya.

• Teknik A Cire Perdue

Teknik A Cire Perdue disebut juga sebagai teknik cetak lilin dimana bahan
dasarnya berupa tanah liat dan lilin sebagai bahannya. Berikut langkah –
langkahnya :

1. Buatlah model benda yang diinginkan dari lilin atau sejenisnya.


2. Benda yang dicetak tersebut kemudian dibungkus dengan tanah liat yang diberi
lubang.
3. Lalu, dibakar maka lilin pun meleleh.
4. Selanjutnya, rongga bekas lilin tersebut, diisi dengan cairan perunggu.
5. Setelah perunggu menjadi dingin dan membeku maka tanah liatnya dibuang
sehingga menghasilkan barang yang dicetak.

3. Zaman Besi

Zaman besi merupakan zaman dimana manusia telah mampu membuat peralatan
dari besi yang lebih sempurna daripada tembaga ataupun perunggu. Dengan cara,
meleburkan besi dari bijihnya lalu menuangkan cairan besi tersebut ke dalam
cetakan. Adapun hasil peninggalan dari zaman besi yang sudah ditemukan di
Indonesia antara lain mata kapak, mata sabit, mata pisau, mata pedang, cangkul,
dan sebagainya. Mata kapang digunakan untuk membelah kayu sedangkan mata
sabit digunakan untuk menyabit tumbuh – tumbuhan. Di Indonesia, benda – benda
tersebut telah ditemukan di Gunung Kidul (Yogyakarta), Bogor, Besuki dan
Punung (Jawa Timur).

C. Tahap Awal Logam Di Sumatera, Jawa, Bali, Kepulauan Talaud Dan Maluku
Utara

1. Sumatera

Salah satu pusat temuan bangunan-bangunan batu prasejarah yang penting di


Indonesia terdapat di daratan Pasemah yang memanjang 70 KM disekitar
Pagaralam, Sumatra bagian Selatan (Hoop 1932; Heekeren 1958: 63-79).
Beberapa kubur peti batu yang digali oleh Hoop (1932) di Tegurwangi berisi
sejumlah besar manik-manik kaca dan beberapa benda logam, antara lain spiral
tembaga atau perunggu, sebuah peniti emas, dan tombak besi yang sudah rusak.
Semua tidak dapat ditarikhkan secara tepat. Satu dari beberapa di Tegurwangi dan
berbagai kubur ruangan megalit di Tanjungara (Bie 1932) dan Kotaraya Lembak
(Soejono 1991) pada waktu ditemukan masih menyimpan jejak-jejak lukisan
dinding dalam beberapa warna yang memperlihatkan bentuk manusia dan kerbau.
Salah satu kubur ruangan yang baru ditemukan di Kotaraya Lembak berisi lukisan
seeokor ayam dalam sikap berkelahi yang dilukis dengan empat warna (Caldwell
1996).
Petunjuk yang paling penting untuk menarikhkan pahatan-pahatan ini adalah
bentuk nekara tipe Heger I yang dipahatkan pada relief Batugajah dan Airpurah,
dilukis juga pada dinding ruang kubur Kotaraya Lembak (Soejono 1991:19) dan
mungkin juga diperlihatkan pada ukiran pada batuan alami yang terbuka dekat
Tegurwangi (Caldwell 1996). Bukti-bukti ini dapat menyarankan tarikh awal atau
pertengahan milenium pertama masehi, meskipun mungkin ada yang bertumpang
tindih kurun waktunya dengan masa kerajaan dagang Sriwijaya di daratan timur
sekitar Palembang (yaitu sesudah tahun 670M).

2. Jawa

Di Jawa, banyak situs menghasilkan himpunan tinggalan dari tahap logam awal,
terutama dalam hubungannya dengan kubur peti batu atau sarkopagus yang diukir
secara lebih rumit yang terdapat mulai dari Jawa timur melalui Bali sampai
Sumbawa dan Sumba (Soejono 1969, 1982b; Glover 1979). Pada sejumlah tempat
di Jawa bagian barat juga terdapat kompleks bagunan batu yang berteras-teras dan
juga panggung batu yang tampaknya termasuk dalam tradisi arsitektur pra-Hindu.
Selain penelitian mengenai kubur batu dan bangunan megalitik lain, yang
senantiasa menarik perhatian arkeologi di bagian barat Indonesia, terdapat
sejumlah penggalian di situs lain yang termasuk dalam tahap logam awal di Jawa.
Di salah satu situs lain di Jawa bagian utara yang disebut Kradenanrejo dekat
Lamongan, Sisa jenazah seorang anak ditempatkan di dalam nekara tipe pejeng,
dengan nekara tipe Heger I di atasnya sebagai penutup, bersama manik-manik
berfaset dari carnelian, kaca dan emas, satu wadah perunggu dengan hiasan
lingkaran dan paduan lengkung-garis yang khas Dongson, hiasan emas berbentuk
payung, dua cangkir perunggu dan berbagai benda besi serta perunggu lainnya
(Bintarti 1985a).
Situs-situs Jawa lainnya yang menghasilkan himpunan temuan tahap logam awal
yang penting, termasuk satu situs di Leuwiliang dekat Bogor dan satu situs di
Pejaten sebelah selatan Jakarta. Situs di Leuwiliang menghasilkan serangkaian
bekal kubur yang tersusun dalam penguburan tanpa wadah yang sudah hancur,
termasuk satu anting-anting perunggu antropomorfis (Soejono 1984) dan topeng
dari logam mulia yang belum dapat diidentifikasikan (PPAN 1988). Dari situs di
Pejaten (Sutayasa 1979) ditemukan cetakan dari tanah liat bakar untuk membuat
beliung perunggu dan pisau. Cetakan ini tampaknya bertarikh radiokarbon
sebelum tahun 200 M. Tidak satu pun dari situs-situs ini yang dapat ditemukan
secara tegas dan jelas dalam rekonstruksi prasejarah Jawa dan yang paling
mendesak untuk dilakukan sekarang adalah menerbitkan catatan hasil penelitian
yang lebih lengkap dan lebih banyak tarikh radiokarbon yang diperolehkan
dengan baik.

3. Bali

Bali terkenal karena temuan sarkopagusnya yang sangat khas, yang dibuat dari
batu tufa atau bereksi yang lunak. Sarkopagus-sarkopagus ini terutama ditemukan
di situs-situs pedalaman dibagian tengah dan selatan pulau ini (Heekeren 1955).
Sarkopagus Bali mempunyai badan dan tutup yang terpisah, dan tutupnya sendiri
bentuknya tinggi melengkung. Umumnya sarkopagus ini mempunyai tonjolan-
tonjolan seperti tombol pada ujungnya, yang kadang-kadang diukir berbentuk
kepala manusia atau kepala kura-kura. Berbagai ukuran sarkopagus dibuat untuk
menyimpan jenasah yang dimasukkan dalam posisi terlipat atau telentang. Bekal
kubur yang disertakan mencakup manik-manik kaca dan carnelian, beberapa
benda besi yang tidak jelas bentuknya, perhiasan bagus dan selubung tangan yang
dibuat dari kumparan kawat perunggu, serta alat perunggu bercorong dengan
bentuk sabit dan bentuk hati, yang terakhir dapat disejajarkan dengan temuan di
Thailand dari pertengahan milenium pertama SM. Di Gilimanuk, Bali bagian
barat, dua di antara sarkopagus yang ditemukan, yang satu dengan tutup
berbentuk mirip kerbau dan yang lain dihiasi motif mirip genitalia wanita yang
digayakan, telah digali dari konteknya yang ditarikhkan sekitar 1.500 sampai
2.000 tahun lalu.
Gilimanuk adalah situs kubur penting di pantai utara Bali. Situs ini mengandung
banyak sisa penguburan manusia dalam posisi telentang tanpa wadah maupun
penguburan dalam tempayan dengan bekal kubur berupa tembikar dan benda-
benda perunggu seperti yang terdapap di sarkopagus. Bekal kubur lain di situs
Gilimanuk diantaranya adalah satu ujung tombak besi yang bertangkai, pisau
belati besi bergagang perunggu, serta manik-manik dari emas, kaca dan carnelian.
Situs Gilimanuk dan satu sarkopagus di Pangkungliplip menghasilkan penutup
mata dan mulut dari emas.

4. Kepulauan Talaud Dan Maluku Utara

Situs penguburan dalam tempayan yang akan dibicarakan pertama kali adalah gua
kecil Leang Buidane di Pulau Salebabu dalam kelompok Talaud disebelah timur
laut Indonesia. Bejana-bejana penyerta dan benda-benda lain yang ditemukan
bersama sisa-sisa penguburan dalam tempayan menunjukkan suatu ciri gaya yang
hampir seragam, dan menyiratkan budaya Buidane sebagai budaya yang
tampaknya berkembang di seluruh Talaud selama milenium pertama masehi.
Periuk-periuk kecil yang ditemukan mencakup wadah berlekuk bahu dan beralas
bundar dengan hiasan berupa bidang-bidang datar yang berisi goresan yang cukup
rumit, gelas berleher tinggi yang khas dengan poles warna merah yang digosok,
dan berbagai bejana untuk memasak. Bejana-bejana yng berlekuk bahu khususnya
mempunyai tepian yang berpenampang menyiku, yang juga khas untuk temuan
tembikar tahap ini di sabah.

Artefak-artefak lain yang ditemukan di Leang Buidane mencakup gelang dan


manik-manik kerang, patahan gelang kaca, manik-manik dari batu agate dan
carnelian, penutup kendi dari batu karang, dan satu anting-anting tembikar
berbentuk cincin. Manik-manik batu yang ditemukan amat menarik. Kebanyakan
adalah manik-manik carnelian merah berfaset dengan bentuk bulat atau
memanjang, dengan ketepatan pengeboran yang menunjukkan asalnya dari India ,
meskipun bentuk-bentunya secara kronologis cocok dan dapat dimasukkan dalam
jenis yang umum terdapat di India dan Asia Tenggara selama 2.000 tahun yang
lalu. Leang Buidane juga menghasilkan artefak-artefak logam, antara lain
sejumlah pecahan dari benda besi yang tidak jelas bentuknya, dan benda-benda
dari tembaga atau perunggu yang terdiri atas patahan-patahan gelang, satu kerucut
perunggu, dan satu kapak corong dari tembaga. Tiga belahan cetakan setangkup
dari tanah liat bakaryang dipakai untuk mencetak kapak dan benda-benda tembaga
lainnya juga ditemukan. Temuan-temuan itu menunjukkan bahwa pencetakan
logam dilakukan di tempat itu, meskipun mungkin terbatas pada daur ulang
artefak-artefak yang aslinya diimpor. Pada umumnya, metalurgi Buidane cocok
dalam rentang waktu perkembangan metalurgi yang dilaporkan dari Sabah dan
Filifina, dan pembuatan tembaga dan perunggu tampaknya terbatas pada teknik
cetakan setangkup, tanpa pemakain lilin.

Di Maluku Utara, sisa-sisa penguburan dalam tempayan berhasil digali dari Gua
Uattamdi di pulau Kayoa bersama-sama dengan manik-manik kaca, pecahan besi
dan perunggu, mata uang Cina tak bertarikh, dan cangkang kerang besar yang
tampaknya disertakan sebagai bekal kubur. Tarikh untuk himpunan ini berkisar
dari sekitar tahun 1 sampai 1200 M. Kawasan-kawasan lain di Maluku Utara juga
menghasilkan tembikar yang digores dengan ciri-ciri tembikar tahap logam awal
dan bertarikh radiokarbon milenium pertama SM, yang ditemukan bersama
dengan kuburan sekunder, terutama tengkoraknya, di ceruk peneduh Tanjung
Pinang di Morotai serta dalam lapisan hunian di Gua Siti Nafisah di Halmahera,
dan situs terbuka Buwawansi di Gebe.
Zaman logam bermula kira-kira 4000 tahun dahulu. Manusia telah mula
mencipta alat gangsa dan besi . Pada zaman Logam orang sudah dapat
membuat alat-alat dari logam di samping alat- alat dari batu Orang sudah
mengenal teknik melebur logam, mencetaknya menjadi alat-alat yang
diinginkan

·    Teknik pembuatan alat logam ada dua macam, yaitu dengan cetakan batu yang
disebut bivalve dan dengan cetakan tanah liat dan lilin yang disebut a cire
perdue.

Periode ini juga disebut masa perundagian karena dalam masyarakat timbul
golongan undagi yang terampil melakukan pekerjaan tangan.

Ciri-ciri Zaman Logam ialah:

o   Lokasi
1.    Sungai Tembeling (Pahang),
2.    Gua Harimau (Perak),
3.    Chankat Menteri (Perak)
o   Ciri-ciri penempatan dan masyarakat
1.    Suka hidup secara menetap di satu tempat
2.    Penempatan berdekatan dengan sungai dan ada segelintir tinggal di gua
3.    Mempunyai adat resam

 Kegiatan utama

1.    Bercucuk tanam
2.    Menangkap dan menternak binatang
3.    Berburu
4.    Berdagang secara bertukar barang
o   Peralatan

Mencipta alat logam daripada gangsa dan besi

 Kepercayaan

1.    Sudah mempunyai kepercayaan dan pegangan hidup tertentu


2.    Mengamalkan upacara pengebumian menggunakan kepingan batu

1. MACAM – MACAM ZAMAN LOGAM

 Zaman Perunggu

Pada zaman perunggu atau yang disebut juga dengan kebudayaan Dongson-Tonkin
Cina (pusat kebudayaan) ini manusia purba sudah dapat mencampur tembaga
dengan timah dengan perbandingan 3 : 10 sehingga diperoleh logam yang lebih
keras.
lat-alat perunggu pada zaman ini antara lain :

a. Kapak Corong 

Kapak Corong (Kapak Perunggu), banyak ditemukan di Sumatera Selatan, Jawa,


Balio, Sulawesi dan Kepulauan Selayar dan Irian. Kegunaannya sebagi alat
perkakas

b. Nekara Perunggu (Moko)


Nekara merupakan gendering besar yang terbuat dari perunggu yang berfungsi
untuk upacara ritual (khususnya untuk memanggil hujan) Nekara terbesar di
Indinesia adalah Nekara “The moon Of Pejeng” yang terdapat di Bali. Sedangkan
Moko adalah nekara yang lebih kecil yang berfungsi sebagai mas kawin.
Ditemukan di Sumatera, Jawa- Bali, Sumbawa, Roti, Selayar, Leti

c. Bejana perunggu

Bejana perunggu di Indonesia ditemukan di tepi Danau Kerinci (Sumatera) dan


Madura, bentuknya seperti periuk tetapi langsing dan gepeng. Kedua bejana
yang ditemukan mempunyai hiasan yang serupa dan sangat indah berupa
gambar-gambar geometri dan pilin-pilin yang mirip huruf J.

d. Arca perunggu (patung)

Arca perunggu/patung yang berkembang pada zaman logam


memiliki bentuk beranekaragam, ada yang berbentuk manusia, ada juga yang
berbentuk binatang. Pada umumnya arca perunggu bentuknya kecil-kecil dan
dilengkapi cincin pada bagian atasnya.

• Adapun fungsi dari cincin tersebut sebagai alat untuk menggantungkan arca
itu sehingga tidak mustahil arca perunggu yang kecil dipergunakan sebagai
liontin/bandul kalung.
• Daerah penemuan arca perunggu di Indonesia adalah Bangkinang (Riau),
Palembang (Sumsel) dan Limbangan (Bogor).
Arca Perunggu :

a) Candrasa
Kalau dilihat dari bentuknya, tentu Candrasa tidak berfungsi sebagai
alat pertanian/pertukangan tetapi fungsinya diduga sebagai tanda kebesaran
kepala suku dan alat upacara keagamaan. Hal ini karena bentuknya yang indah
dan penuh dengan hiasan.

b) Perhiasan (gelang, anting-anting, kalung dan cincin)

Kebudayaan Perunggu sering disebut juga sebagi kebudayaan


Dongson-Tonkin Cina  karena disanalah Pusat Kebudayaan Perunggu.
Jenis perhiasan dari perunggu yang ditemukan sangat beragam bentuknya yaitu
seperti kalung, gelang tangan dan kaki, bandul kalung dan cincin. 
Di antara bentuk perhiasan tersebut terdapat cincin yang ukurannya kecil
sekali, bahkan lebih kecil dari lingkaran jari anak-anak. Untuk itu para ahli
menduga fungsinya sebagai alat tukar (mata uang).
Daerah penemuan perhiasan perunggu di Indonesia adalah Bogor, Malang dan
Bali.

 Zaman Besi

Pada zaman ini orang sudah dapat melebur besi dari bijinya untuk dituang menjadi
alat-alat yang diperlukan. Teknik peleburan besi lebih sulit dari teknik peleburan
tembaga maupun perunggu sebab melebur besi membutuhkan panas yang sangat
tinggi, yaitu ±3500 °C.
 Alat-alat besi yang dihasilkan antara lain:

a)    Mata Kapak bertungkai kayu


b)    Mata Pisau
c)    Mata Sabit
d)    Mata Pedang
e)    Cangkul

Alat-alat tersebut ditemukan di Gunung Kidul (Yogyakarta), Bogor (Jawa Barat),


Besuki dan Punung (Jawa Timur). Peninggalan sejarah pada zaman ini sulit
ditemui karena sifatnya yang mudah berkarat.

 Zaman Tembaga
    
      Pada zaman tembaga ini, manusia menggunakan tembaga sebagai bahan dasar
alat-alat yang digunakan. Akan tetapi, alat-alat dari tembaga tidak tersebar secara
luas. Dengan kata lain, zaman ini hanya dikenal di beberapa bagian dunia saja.
Asia Tenggara,( termasuk Indonesia) tidak mengalami zaman tembaga, sehingga
zaman neolithikum langsung disusul oleh masuknya zaman perunggu.
 Mengenal Zaman Tembaga 3500-1000 Tahun SM. Zaman tembaga berkembang
di semenanjung Malaya, Kamboja, Thailand, dan paling banyak ditemukan di
Eropa.

2. Sosial Ekonomi

1. Mampu membuat alat dari logam


2. Masyarakat pada masa perundagian diperkirakan sudah mengenal pembagian
kerja.
3. adanya pedagang yang memperjualbelikan logam.
4. sudah mengenal sistem kemasyarakatan yang teratur. Masyarakat hidup diikat
oleh norma-norma dan nilai.
5. Dikenalnya penguburan mayat
6.  Food producing
7. Tinggal menetap (karena dikenalnya kegiatan bersawah)
3. Teknik pembuatan alat-alat perunggu

  1. a cire perdue


caranya adalah membuat bentuk benda yang dikehendaki dengan lilin,
setelah membuat model dari lilin maka ditutup dengan menggunakan tanah, dan
dibuat lubang dari atas dan bawah. Setelah itu dibakar, sehingga lilin yang
terbungkus dengan tanah akan mencair, dan keluar melalui lubang bagian bawah.
Untuk selanjutnya melalui lubang bagian atas dimasukkan cairan perunggu, dan
apabila sudah dingin, cetakan tersebut dipecah sehingga keluarlah benda yang
dikehendaki.

  2. bivalve
   caranya yaitu menggunakan cetakan yang ditangkupkan dan dapat dibuka,
sehingga setelah dingin cetakan tersebut dapat dibuka, maka keluarlah bendayang
dikehendaki. Cetakan tersebut terbuat dari batu ataupun kayu.

4. Kepercayaan

1. Animisme:
   Dalam kepercayaan animisme, manusia mempunyai anggapan bahwa
suatu benda memiliki kekuatan supranatural dalam bentuk roh.

2.Dinamisme
   Roh atau makhluk halus yang diyakini berasal dari jiwa manusia yang
meninggal, kemudian mendiami berbagai tempat, misalnya hutan belantara, lautan
luas, gua-gua, sumur dalam, sumber mata air, persimpangan jalan, pohon besar,
batu-batu besar, dan lain-lain.
3. Totemisme
Adanya anggapan bahwa binatang-binatang juga mempunyai roh, itu
disebabkan di antara binatang-binatang itu ada yang lebih kuat dari manusia,
misalnya gajah , harimau, buaya, dan ada pula yang larinya lebih cepat dari
manusia.

 
BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN

Pada Zaman Logam manusia sudah mampu membuat peralatan dari


perunggu. Perunggu merupakan logam campuran antara tembaga
dengan
timah. Pada zaman logam di Indonesia hampir semua menggunakan
perunggu, sehingga pada zaman logam lebih identik dengan zaman
perunggu.
DAFTAR PUSTAKA

Harioyono, T. Logam dan Peradaban Manusia. Yogyakarta: Philoshophy Press,


2001

Bellwoord, Peter. Prehistory of the Indo-Malayan Archipelago. Sydney:


Academic Press, 1985

Van Bemmelen, R.W. The Geology of Indonesia. General Geology of Indonesia


and Adjacent Archipelago. Vol. I A. The Hague: Martinus Nijhoff, 1949.

Soejono, R.P, dkk., eds. Sejarah Nasional Indonesia. I. Jakarta: Balai Pustaka,
1984.

Renfrew, C., and P. Bahn. Archaeology Theories, Methods and Practice. London:
Thames and Hudson, 1991.

Tanudirjo, Daud Aris, dkk., Indonesia Dalam Arus Sejarah Prasejarah. Jakarta:
Ichtiar Baru Van Hoeve, 2012.

Soekmono, R. Pengantar Sejarah Kebudayaan Indonesia I. Yogyakarta: Kanisius,


2010.

Anda mungkin juga menyukai