Anda di halaman 1dari 4

1.

Teknik-Teknik Pembuatan Alat-Alat Perunggu


1. Teknik Cetakan Lilin (A Cire Perdue)

Teknik a Cire Perdue adalah teknik mengolah logam dengan membuat model benda dari lilin. Lilin ini
kemudian dibungkus dengan tanah liat yang di atasnya diberi lubang. Tanah liat yang diberi lilin ini
kemudian dibakar sehingga lilin akan mencair dan keluar dari lobang yang telah dibuat. Bentuk rongga
itu sama dengan bentuk lilin yang dibuat. Jadilah tanah yang berongga itu menjadi cetakan yang ke
dalam di masukkan logam yang sudah mencair. Setelah dingin dan kental, tanah liat pembungkus itu
dihancurkan dan diperoleh benda yang dikehendaki dari logam tersebut sesuai dengan cetakakannya.
Cetakan demikian hanya dapat dipakai sekali dan hanya untuk benda-benda kecil, seperti arca kecil, dan
nekara.

2. Teknik Cetakan Setangkup (Bivalve)

Teknik setangkup (bivalve) menggunakan dua cetakan yang dapat ditangkupkan (dirapatkan). Cetakan
tersebut diberi lubang pada bagian atasnya. Dari lubang itu dituangkan logam cair. Bila perunggu sudah
dingin maka cetakan dibuka. Bila membuat benda berongga maka digunakan tanah liat sebagai intinya
yang akan membentuk rongga setelah tanah liat itu dibuang. Cetakan ini dapat digunakan berkali-kali.
Teknik cetakan setangkup biasanya untuk benda-benda yang pejal atau tidak berongga.

Pengaruh budaya Bacson-Hoabinh terhadap perkembangan budaya masyarakat awal kepulauan


Indonesia merupakan suatu budaya besar yang memiliki situs-situs temuan di seluruh daratan Asia
Tenggara, termasuk Indonesia. Pengaruh utama budaya Hoabihn terhadap perkembangan budaya
masyarakat awal kepulauan Indonesia adalah berkaitan dengan tradisi pembuatan alat terbuat dari
batu. Beberapa ciri pokok budaya Bacson-Hoabinh ini adalah pembuatan alat kelengkapan hidup
manusia yang terbuat dari batu. Batu yang dipakai untuk alat umumnya berasal dari batu kerakal sungai.
Alat batu ini telah dikerjakan dengan teknik penyerpihan menyeluruh pada satu atau dua sisi batu. Hasil
penyerpihan menunjukkan adanya keragaman bentuk. Ada yang berbentuk lonjong, segi empat, segi
tiga dan beberapa diantaranya ada yang berbentuk berpinggang. Pengaruh budaya Hoabihn di
Kepulauan Indonesia sebagian besar terdapat di daerah Sumatra. Hal ini lebih dikarenakan letaknya
yang lebih dekat dengan tempat asal budaya ini. Situs-situs Hoabihn di Sumatra secara khusus banyak
ditemukan di daerah pedalaman pantai Timur Laut Sumatra, tepatnya sekitar 130 km antara
Lhokseumawe dan Medan. Sebagian besar alat batu yang ditemukan adalah alat batu kerakal yang
diserpih pada satu sisi dengan bentuk lonjong atau bulat telur. Dibandingkan dengan budaya Hoabihn
yang sesungguhnya, pembuatan alat batu yang ditemukan di Sumatra ini dibuat dengan teknologi lebih
sederhana. Ditinjau dari segi perekonomiannya, pendukung budaya Hoabihn lebih menekankan pada
aktivitas perburuan dan mengumpulkan makanan di daerah sekitar pantai.
2.Pengaruh Budaya Dongson Terhadap Perkembangan Budaya
Masyarakat Awal Kepulauan Indonesia.
Pengaruh kuat budaya Dongson terhadap perkembangan budaya masyarakat awal kepulauan
Indonesia adalah dalam hal pembuatan barang dari logam, terutama perunggu. Tradisi pembuatan
barang budaya dari perunggu di Vietnam (bagian Utara) dimulai sekitar pertengahan milenium kedua
sebelum masehi. Tradisi perunggu menurut para Arkeolog Vietnam berasal dari budaya masyarakat
Dong Dau dan Go Mun. Bersama dengan wilayah Muangthai (bagian tengah dan Timur Laut) kawasan ini
memiliki bukti paling awal tentang tradisi pembuatan perunggu di Asia Tenggara.

Jenis-jenis barang perunggu yang dihasilkan diantaranya kapak corong (corong merupakan pangkal
yang berongga untuk memasukkan tangkai atau pegangannya), ujung tombak, sabit, mata panah, dan
benda-benda kecil lainnya seperti pisau, kail dan aneka bentuk gelang.

Sekitar 300 SM, mulai muncul tradisi pembuatan nekara perunggu, penguburan orang yang
memiliki status sosial tinggi, dan kehadiran benda-benda besi untuk yang pertama kalinya. Tradisi-tradisi
Dongson inilah yang berpengaruh besar terhadap perkembangan kebudayaan masyarakat awal
kelupauan Indonesia secara umum.

Banyak sekali daerah di Indonesia ditemukan benda-benda budaya yang memiliki kesamaan corak
dengan benda-benda tradisi Dongson

. Kebudayaan Sa huynh-kalanay (750 SM- 200 SM)

Sa huynh merupakan daerah di dekat pantai sekitar 140 km ke arah selatan dari Kota Tourane, Vietnam
sedangkan Kalanay merupakan daerah di Filipina. Kebudayaan ini berkembang di Indonesia pada zaman
perundagian dengan memberi dampak dalam pembuatan gerabah. Sangat sulit bagi kita untuk
mengukur seberapa besar pengaruh pembuatan gerabah yang berasal dari kebudayaan Sa huynh-
kalanay karena di Indonesia sendiri telah mengenal tradisi gerabah sejak zaman neolithikum (masa
bercocok tanam). Ciri khas gerabah dari peninggalan kebudayaan Sa huynh-kalanay terdapat pada pola
motif dimana biasanya berpola anyama, keranjang atau gulungan tali. A. Kebudayaan Bacson-Hoabinh
(16000 – 1000 SM)

Sejak tahun 1920-an istilah Bacson-Hoabinh merupakan nama sebuah tempat pembuatan alat-alat yang
terbuat dari batu yang dipangkas satu atau dua sisi permukaannya. Hal ini bermula ketika ditemukannya
alat-alat batu berbentuk lonjong, segitiga, segiempat, batu bertangkai serta tulang-belulang manusia
pada saat penggalian di pegunungan kapur HoaBinh daerah Bacson, Vietnam bagian utara. Di wilayah
Indonesia sendiri, alat-alat batu kebudayaan Bacson-Hoabinh ditemukan di daerah Papua, Pulau
Sumatra (Lhokseumawe dan Medan), Pulau Jawa (sekitar Bengawan Solo), Pulau Sulawesi dan Pulau
Nusa Tenggara. Adapun hasil kebudayaan Bacson-Hoabinh antara lain Kapak Dari Tulang dan Tanduk,
Kapak Genggam dan Flakes (alat alat kecil terbuat dari batu yang berfungsi sebagai pisau).
Kebudayaan Bacson-Hoabinh berkembang di Indonesia seiring adanya migrasi yang dilakukan melalui
dua jalur yakni jalur barat dan jalur utara. Mereka datang ke bumi nusantara menggunakan perahu
bercadik dengan mendiami daerah Sumatra dan Jawa bagian timur. Lambat laun keberadaan mereka
terdesak dengan hadirnya Bangsa Melayu yang datang dikemudian hari. Hal ini menyebabkan mereka
melakukan pelayaran menuju Indonesia bagian timur dan kita mengenalnya sebagai ras Papua. Pada
saat itu ras Papua menganut atau berlangsung kebudayaan Mesolitikum sehingga dinamakan sebagai
Papua Melanesoid. Mereka hidup setengah menetap di gua-gua dengan meninggalkan bukti sejarah
berupa sampah dapur (kjokkenmoddinger) dan bukit-bukit kerang. Mata pencaharian masyarakatnya
pada saat itu didominasi dengan aktivitas perburuan dan bercocok tanam secara sederhana. Masyarakat
mesolitikum telah mengenal kesenian. Mereka meninggalkan jejak sejarah berupa lukisan mirip babi dan
cap tangan di dinding-dinding gua, kita bisa menjumpainya di Gua Leang-Leang, daerah Sulawesi.

B. Kebudayaan Dongson (2000 – 300 SM)

Kebudayaan Dongson berasal dari daerah Tonkin, Vietnam. Mereka handal dalam pertanian, berternak
kerbau dan babi serta memiliki kemampuan berlayar yang sangat hebat di zamannya. Adapun benda-
benda peninggalan kebudayaan Dongson memiliki karakter yang khas dengan motif yang
mengisyaratkan adanya suatu pengaruh atau aliran-aliran tertentu seperti motif geometri, arsiran,
spiral, segitiga dan jalinan. Mereka juga mampu mengolah perunggu sebagai bahan untuk membuat
berbagai macam alat dan di Indonesia sendiri kita dapat menemukan alat-alat peninggalan kebudayaan
Dongson ini di daerah Kerinci dan Madura.

Kebudayaan Dongson telah mempengaruhi perkembangan budaya logam di Indonesia. Ada beberapa
daerah penting di Indonesia yang mengembangkan budaya ini, antara lain:

1. Budaya logam awal di Jawa

Di daerah Gunung Kidul, Yogyakarta, terdapat peninggalan logam berupa peti kubur batu (sarkofagus).
Diperkirakan ini merupakan bekal kubur yang berupa peralatan dari besi.

2. Budaya logam awal di Sumatra

Di temukannya kubur batu yang dihiasi dengan manik-manik kaca serta sejumlah benda logam seperti
peniti emas dan tombak besi di daerah Pasemah, Sumatra Barat.

3. Budaya logam awal di Sumba, Nusa Tenggara

Kita bisa menjumpai kebudayaan masyarakat Sumba, Nusa Tenggara Timur dimana mereka memberi
bekal berupa benda-benda logam yang diletakkan disebelah peti mati. Selain itu ditemukan pula alat-
alat rumah tangga yang terbuat dari logam seperti bejana dan tembikar kecil.

4. Budaya logam awal di Bali

Di Bali kita juga menemukan kebudayaan bekal kubur seperti daerah Sumba. Mereka percaya bahwa ini
merupakan cara mereka untuk menghormati roh leluhur yang telah meninggal.
C. Kebudayaan Sa huynh-kalanay (750 SM- 200 SM)

Sa huynh merupakan daerah di dekat pantai sekitar 140 km ke arah selatan dari Kota Tourane, Vietnam
sedangkan Kalanay merupakan daerah di Filipina. Kebudayaan ini berkembang di Indonesia pada zaman
perundagian dengan memberi dampak dalam pembuatan gerabah. Sangat sulit bagi kita untuk
mengukur seberapa besar pengaruh pembuatan gerabah yang berasal dari kebudayaan Sa huynh-
kalanay karena di Indonesia sendiri telah mengenal tradisi gerabah sejak zaman neolithikum (masa
bercocok tanam). Ciri khas gerabah dari peninggalan kebudayaan Sa huynh-kalanay terdapat pada pola
motif dimana biasanya berpola anyama, keranjang atau gulungan tali.

Anda mungkin juga menyukai