PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
1
Ditata pula halamannya atau mandala pura, yang
disesuaikan dengan ketentuan pembangunan pura
pada umumnya, dimana tanpak perubahan struktur
pura kadangkala disertai dengan perubahan beberapa
aspek yang terkait dengan pura tersebut, seperti
perubahan nama, fungsi, status, tata-cara upacara
dan upakara, serta perubahan tata pengelolaannya.
2
kemudian dikuatkan dengan adanya peristiwa spiritual
dan religius dalam bentuk Pasupati, sehingga Purana
Pura memiliki nilai sakral atau kesucian, sesuai ajaran
Bhujangga Waisnawa dan Agama Hindu pada
umumnya.
B. Pengertian Purana
3
Purana pura adalah cerita kuna dan aturan-
aturan yang berkaitan dengan aspek-aspek budaya
yang menyangkut keberadaan suatu pura, yang
dipercayai dan diyakini kebenarannya.
4
itu dikeluarkan, Misalnya Prasasti Raja Bhatara
Guru tahun 1324 Masehi.
3. Babad adalah ceritera suatu golongan termasuk
perkembangan keturunannya, misalnya Babad Rsi
Waisnawa.
4. Pabancangah adalah kumpulan dari berbagai
ceritera atau kajian yang isinya tentang
rangkuman-rangkuman dari ceritera itu, misalnya
pabancangah Bhujangga Waisnawa Selat Rat, 1992
Masehi.
5. Prakempa adalah mengisahkan tokoh pada suatu
wilayah yang tanpa menguraikan kedatangannya
dari tokoh bersangkutan, Misalnya Prakempa
Gajah Mada, 1350 Masehi.
5
C. Arti Suatu Puràna Pura
6
diperlukan upaya nyata untuk penulisan,
penataan, dan pendokumentasiannya.
7
pengelolaan pura, tata cara upakara dan upacara,
pengelolaan kehidupan masyarakat atau pengempon
pura secara berkesinambungan.
8
Secara keseluruhan struktur isi dari Purana Pura
Gunung Bhujangga Sepang, terdiri atas tiga bagian
yaitu :
1. Bagian Pembukaan. terkait dengan tatwa,
parahyangan yang bersifat abstrak atau niskala,
yang dikaji secara ontology sebuah ilmu, yang
berisikan pernyataan, permakluman, asal usul serta
permohonan maaf kepada Tuhan dan leluhur yang
dipuja atau distanakan di pura tersebut.
2. Bagian isi, terkait dengan susila, metoda, etika, yang
dikaji dengan pendekatan epistimologi sebuah ilmu,
yang berisikan latar belakang sejarah, status dan
fungsi pura, struktur pura atau tapak mandala,
fungsi masing-masing palinggih dan bangunan,
tatacara upacara dan upakara, pengelolaan pura
oleh pengempon, dan panyiwi.
3. Bagian penutup, terkait dengan tatanan acara,
palemahan yang dikaji secara aksiologi ilmu, yang
berisikan penegasan kembali rincian pengelola,
biaya upacara, perihal kepemangkuan, milik atau
druwe Pura, laba pura, dan pengaturan sumber
daya manusianya.
F. Lokasi Kegiatan
9
2. Gerya-Gerya dan/ atau Pasraman Bhujangga
Waisnaswa yang tersebar di seluruh Bali dan
Boleleng Khususnya.
3. Perpustakaan di Pasraman maupun Pura-Pura dan
Perpustakaan Konpensional atau Resmi.
4. Sekretariat MWBW Pusat di Denpasar mapun di
Sekretariat MWBW Kabupaten Boleleng.
G. Stategi Kegiatan
10
dalam hal ini struktur pura, mulai dari tapak
mandala, tata letak halaman, tata letak palinggih
dan bangunan-bangunan penunjang lainnya,
dengan menggunakan instrumen pedoman
observasi.
4. Selain itu untuk memperkuat data hasil survey
juga dilakukan pemutretan atau foto pada setiap
obyek survey dan pemetaan keberadaan pura.
5. Langkah berikutnya dilakukan wawancara dengan
tokoh dan masyarakat, terutama yang mengetahui
tentang seluk-beluk serta keberadaan pura. Tokoh
dan masyarakat yang disasar dalam wawancara ini
antara lain para pemangku pura, moncol MWBW
beserta jajarannya, pejabat-pejabat desa, sesepuh,
dan tokoh-tokoh masyarakat lainnya yang
berkompeten. Jenis wawancara yang digunakan
yakni wawancara terfokus, dengan instrumen
pedoman wawancara.
6. Selain langkah-langkah tersebut di atas dalam
pengumpulan data lapangan, dan pengolahan data
dan informasi juga dilakukan Focus Group
Discussion (FGD).
7. Disamping pengumpulan data lapangan, juga
dilakukan studi pustaka dengan cara melakukan
kritik sumber, mengkaji sumber-sumber tertulis
seperti : prasasti, purana, babad, pamancangah,
dan sumber tertulis lainnya, yang sudah
diterbitkan maupun yang masih berupa alih
aksara, bahkan yang masih berupa lontar,
terutama yang terkait dengan pura tersebut, guna
mendapatkan gambaran dan konsep-konsep dasar
yang berkaitan dengan obyek yang akan digarap.
11
8. Setelah langkah-langkah tersebut di atas barulah
dilakukan pengkajian data secara deskriptif
kwalitatif dan interpretatif dengan cara mereduksi,
mengakomodasi, menginterpretasi data-data yang
berupa masukan-masukan melalui sosialisasi,
informasi yang diperoleh melalui wawancara,
survey lapangan, FGD, hasil studi pustaka,
seminar ilmiah, sehingga menghasilkan fakta-fakta
yang dapat dipakai sebagai bahan untuk
rekonstruksi atau penyusunan purana pura.
9. Selanjutnya penyajian hasil pengkajian data
dilakukan secara obyektif informal dan formal.
Informal dalam arti disajikan dengan pernyataan-
pernyataan berupa kata-kata dengan bahasa
ragam ilmiah populer, yang disesuaikan dengan
tata cara penulisan purana atau sejarah yang
disebut historiografi, sedangkan formal dalam arti
penyajian dengan menggunakan bagan dan foto-
foto sebagai pelengkap dan memperjelas
pernyataan-pernyataan informal.
12
Pura Gunung Bhujangga Sepang akan dibuatkan
purana.
2. Langkah berikutnya, setelah penulisan narasi
purana pura selesai sesuai tatanan penyusunan
purana dan siap ditulis dalam lembar lontar atau
tembaga, dilaksanakan upacara nyurat perdana
purana oleh penyurat purana yang diikuti dan
didampingi oleh pengempon, pengelingsir di Pura
Gunung Bhujangga Sepang.
3. Setelah selesai nyurat purana, pengempon dan
pengelingsir pura melaksanakan pemendakan
purana ke tempat penyusun purana, untuk dibawa
ke Purana Pura Gunung Bhujangga Sepang,
seterusnya dilaksanakan upacara pasupati.
4. Selesai upacara pasupati, purana sudah memiliki
nilai sacral dan kesucian dan wajib disimpan, dan
dihaturkan upacara setiap saat sesuai dresta
berlaku.
5. Jika kemudian pengempon bermaksud untuk
membuka kembali purana, dengan tujuan
membaca, mensosialisasikan isi dari purana yang
dimiliki, wajib dibuatkan upacara dan upakara
sesuai dresta yang ada.
13
BAB II
(ALIH BAHASA)
14
Perjalanan Suci Maha Rsi Markandheya di Bali pada
abad ke- 8,,
15
Raja Sanjaya pula yang berhasil menghindukan
kerajaan Bali di tahun Icaka 730. Sang Raja Sanjaya
dalam pemerintahannya gemar memelopori dan
membudayakan serta mengembangkan ajaran agama
Hindu dalam bentuk bangunan Linggayoni,,
16
yang sangat cantik bernama Dewi Manaswini, Saudara
tua dari kakyang beliau bernama Sang Ayati, yang
mempunyai putra bernama Sang Prana. Maha Rsi
Markandheya kawin dengan Dewi Dumara, dan
mempunyai seorang putra yang dikenal dengan nama
Hyang Rsi Dewa Sirah. Kemudian Hyang Rsi Dewa
Sirah kawin dengan Dewi Wipari, yang selanjutnya
memiliki keturunan,,
17
sakit dan bahkan mati akibat menemukan berbagai
rintangan ditengah hutan belantara Bali pada saat itu.
Beliau memutuskan untuk kembali ke Gunung Raung,
dan berapa lama berada di Gunung Raung, akhirnya
kembali lagi ke Bali setelah mendapat petunjuk niskala
dalam tapa-brata, dengan membawa para pengikut
beliau sebanyak 400 orang,,
18
pertama adalah di lokasi pura segara yang ada dipinggir
pantai yang dinamakan dengan pesraman agung
dengan fungsi sebagai tempat penyeleksian awal bagi
orang-orang yang mau menjadi murid Beliau. Di tempat
ini beliau mengajarkan tentang ilmu agama, ilmu
kanuragan serta ilmu-ilmu kesaktian lainnya. Jika
murid-murid bisa lulus menuntut ilmu dari pesraman
agung ini, maka kemudian para murid yang lulus ini
akan dikirim ke tempat pesraman berikutnya yaitu
bernama Pesraman Teledu Nginyah,,
19
pengikutkan melakukan perabasan hutan untuk
membuat tempat tinggal, yang dinamakan Abas Akih
karena merabas hutan dengan banyak orang,,
20
Puncak Gunung Bhujangga. Di Gunung Bhujangga,
Maha Rsi Markandheya menyimpan pajenengan
dan/atau pustaka suci yaitu alat-alat upacara, seperti
Narabhajra, Siwakarana, dan sebagainya,,
21
Pingit, Pura Puncak Payogan, Pura Dalem Suargan,
Pura Murwa Bumi di Paynagn Gianyar, Pura Gunung
Lebah di Ubud Gianyar,,
22
Brahmanda Purana. Setelah beliau tiba di Bali, dengan
segera beliau mengajarkan semua para Bhujangga
Waisnawa yang telah ada di Bali, baik Waisnawa dari
Bali Aga, dari keturunan Maha Rsi Markandheya
maupun Ida Rsi Mustika, tentang kebajikan Bhujangga
Waisnawa,,
23
Sebelum bernama Gunung Bhujangga, tempat ini
dinamakan Alas Katila atau juga bernama Hutan
Basturi, karena memang keberadaanya adalah hutan
belantara, dengan kedatangan Rsi Markandhya tahun
abad ke-8, Rsi Markandhya beryoga disana dan yoganya
berhasil, disana beliau Muji Angga, lalu tempat ini
dinamakan Gunung Bhujangga,,
24
Gunung Bhujangga Sepang oleh Kemoncolan MWBW
Buleleng,,
25
Pada tahun 1953 berdiri bangunan utama Pura
Rsi Markandya berupa Palinggih Gedong, Palinggih
Surya, Palinggih Pengrurah, dan Piyasan yang
bentuknya masih sederhana. Selanjutnya tahun 1999
dan tahun 2006 dilakukan perbaikan kembali untuk
Palinggih Gedong, Palinggih Piyasan yang telah rusak,,
26
Suhun Kemulan Sakti, dan satu buah pelinggih yang
disungsung oleh keluarga dadia disebut Gedong,,
28
Tatanan Bangunan Pelinggih di Pura Gunung
Bhujangga yaitu Padmasana sebagai lingih Ida
Sanghyang Widhi, Gedong untuk linggih Ida Bhatara
Lingsir atau Ida Rsi Markandya, Pengerurah sebagai
linggih Ida Ratu Ngurah, Piyasan sebagai tempat
Linggih Ida Sanghyang Aji Saraswati,,
29
Tatanan Pelinggih di Pura Dalem Kawitan
Bhujangga Waisnawa di Asah Badung yaitu di Utama
Madala terdapat Palinggih Padmasana sebagai linggih
Ida Sanghyang Widhi, Palinggih Ibhu sebagai Linggih
Ida Hyang Ibhu, Palinggih Meru Tumpang Pitu untuk
Linggih Ida Bhatara Kawitan, Palinggih Kemulan Rong
Tiga sebagai Linggih leluhur dewata dewati, Palinggih
Rong Kalih sebagai Linggih Sanghyang Rwa Bhineda,
Palinggih Taksu sebagai Linggih Sanghyang Taksu,
Palinggih Pengelurah sebagai Linggih Ida Ratu Ngurah,
Palinggih Pengaruman sebagai Linggih Ida Bhatara
Katuran Pujawali, Balai Piyasan sebagai Linggih
Sanghyang aji Saraswati, Gelung Kori sebagai Linggih
Sanghyang Pratangga Dipa. Pada Madya Mandala
terdapat Palinggih Tugu Apit Lawing sebagai Lingih
Wayan Teba lan Made Jelawung, Bale Gong untuk
Genah Nabuh, Bale Perantenan sebagai genah
ngerateng. Pada Lokasi Nista Mandala terdapat Candi
Bentar dengan Apit Lawang Nyoman Sakti
Pengadangan, dan Ketut Petung, Papan Nama Pura
Dalem Kawitan Bhujangga Waisnawa di Asah Badung,,
33
Papaklesa karapuh denira Angganing Hyang
manadi Sadya Rahayu, Dukita Mala kaparisuda denira
Devaning Hyang manadi Jenar Dumilah makatar-
kataran, Punarbawa kahentas denira Sunyaning Hyang
manadi Jati, Satya, langgeng, Sakeluwirniem andegan
palihan Bhuana nemok hita karana santi, ika kapaweh
ri wong satinut ri bisama purana lelangit Pura Gunung
Bhujangga Sepang di Desa Sepang Kabupaten Buleleng
Provinsi Bali jeng paripurna nemu sadya rahayu,,
34
BAB III
PURANA PURA GUNUNG BHUJANGGA DESA SEPANG
KECAMATAN BUSUNGBIU KABUPATEN BULELENG
PROVINSI BALI
(TERJEMAHAN)
35
Sesuai Salinan Prasasti Canggal yang
diketemukan di Gunung Wukir Jawa Tengah (2021)
menyatakan, bahwa Sang Ratu Bumi Mataram yaitu
Shri Maharaja Sanjaya secara resmi menjadi raja Pulau
Jawa, tidak termasuk tanah Sunda. Walaupun
sebelumnya Sanjaya adalah pewaris kerajaan Sunda
dari istri pertamanya dan sekaligus pewaris kerajaan
Galuh Tasikmalaya dari ayahnya yang bernama Sanna,
Sena, Brata Senawa.
36
kemudian berakhir di Gunung Agung atau Lingga Acala
tempat Pura Besakih di Bali.
37
Sesuai Salinan Prasasti Canggal yang
diketemukan di Gunung Wukir Jawa Tengah (2021)
menyatakan, bahwa berawal dari tempat pertapaan
beliau di sebuah gunung bernama Wukir Damalung di
pegunungan Di Hyang (Dieng), Jawa Tengah. Beliau
adalah seorang Yogi Besar, sehingga disebut Sang
Yogiswara. Suatu saat karena memang kehendak Hyang
Widhi, beliau melakukan perjalanan kearah timur dari
pertapaan beliau, dan tiba di Gunung Raung di
pegunungan Ijen, Jawa Timur, disana beliau
membangun pasraman dan bangunan suci, sebagai
tempat memuja Ida Hyang Widhi. Rupanya beliau
diterima oleh masyarakat disana, sehingga Beliau
memiliki banyak pengikut.
38
petunjuk niskala dalam tapa-brata, dengan membawa
para pengikut beliau sebanyak 400 orang.
39
tempat, tempat yang pertama adalah di lokasi pura
segara yang ada dipinggir pantai yang dinamakan
dengan pesraman agung dengan fungsi sebagai tempat
penyeleksian awal bagi orang-orang yang mau menjadi
murid Beliau. Di tempat ini beliau mengajarkan tentang
ilmu agama, ilmu kanuragan serta ilmu-ilmu kesaktian
lainnya. Jika murid-murid bisa lulus menuntut ilmu
dari pesraman agung ini, maka kemudian para murid
yang lulus ini akan dikirim ke tempat pesraman
berikutnya yaitu bernama Pesraman Teledu Nginyah.
40
tujuan ternaya tidak ada api, yang ada hanya hutan
belantara, dihutan ini beliau bersama pengikutkan
melakukan perabasan hutan untuk membuat tempat
tinggal, yang dinamakan Abas Akih karena merabas
hutan dengan banyak orang.
41
Maha Rsi Markandheya moksa di atas batu
hitam, yang sampai saat sekarang ini masih ada di
Puncak Gunung Bhujangga. Di Gunung Bhujangga,
Maha Rsi Markandheya menyimpan pajenengan
dan/atau pustaka suci yaitu alat-alat upacara, seperti
Narabhajra, Siwakarana, dan sebagainya.
42
Menurut Buwana Tattwa Maha Rsi Markandheya
(1987) dinyatakan, bahwa setelah beberapa lama di
Tolangkir, maka beliau kembali ke barat dengan diikuti
oleh sebagian besar pengikutnya, untuk kembali
membuka hutan dan membangun pemukiman di
Puakan Desa Taro Kecamatan Tegallalang Gianyar,
kemudian melanjutkan memilih tempat di Pura
Campuhan Ubud, Pura Dalem Pingit, Pura Puncak
Payogan, Pura Dalem Suargan, Pura Murwa Bumi di
Paynagn Gianyar, Pura Gunung Lebah di Ubud Gianyar.
43
tahun Icaka 1302/1380 M, Beliau datang untuk
mengatasi kekacauan yang ada di Bali yang sebelumnya
belum berhasil ditangani oleh adiknya yang bernama
Ida Rsi Bhujangga Aji Manu, karena keadaan di Bali
ketika itu sangat kacau dan rusak, upacara-upacara di
dalam pura sering kali ditiadakan, pengurus-pengurus
desanya sering bertengkar satu sama lain, yang
menimbulkan perang antar desa.
44
leluhur Beliau yaitu Maha Rsi Markandheya, yang
diyakini telah lama mangkat dan/atau Moksa di
Gunung Bhujangga di Sepang.
45
Pusat dan MWBW Buleleng untuk melakukan
pembahasan terkait pembangunan pura Gunung
Bhujangga Sepang.
46
pembangunan pura Gunung Bhujangga melalui proses
yang panjang dan bertahap, dengan melibatkan seluruh
Maha Warga Bhujangga Waisnawa dan pihak-pihak lain
yang terkait.
47
Pada tahun 2014, karena usia bangunan fisik
pelinggih Pura Rsi Markandya sudah rusak, disamping
juga bentuk bangunannya sangat sederhana, maka ada
pemikiran krama pengempon untuk memperbaiki
kembali bangunan yang ada. Selanjutnya
dikumpulkanlah krama dadia pangempon untuk
mengadakan paruman dalam rangka memperbaiki
bangunan yang ada, setelah menemui kata sepakat,
dibentuklah Panitia Pembangunan Pura Rsi Markandya,
kemudian melakukan penggalian dana baik secara
ineter keluarga maupun ekstern pemerintah,
selanjutnya perbaikan palinggih dilaksanakan.
49
hulu pekarangannya, dengan dilakukan upacara
ngelinggihang pada saat Purnama Sasih Ketiga tahun
2000, selanjutnya dilakukan upacara pemelaspas alit
pada Purnama Sasih ke Pitu Dina Anggara tgl 29
Desember tahun 2020 yang dipuput oleh Guru
Mangku Putu Sedana.
50
Tatanan Bangunan Pelinggih di Pura Gunung
Bhujangga yaitu Padmasana sebagai lingih Ida
Sanghyang Widhi, Gedong untuk linggih Ida Bhatara
Lingsir atau Ida Rsi Markandya, Pengerurah sebagai
linggih Ida Ratu Ngurah, Piyasan sebagai tempat
Linggih Ida Sanghyang Aji Saraswati.
51
Tatanan Pelinggih di Pura Dalem Kawitan
Bhujangga Waisnawa di Asah Badung yaitu di Utama
Madala terdapat Palinggih Padmasana sebagai linggih
Ida Sanghyang Widhi, Palinggih Ibhu sebagai Linggih
Ida Hyang Ibhu, Palinggih Meru Tumpang Pitu untuk
Linggih Ida Bhatara Kawitan, Palinggih Kemulan Rong
Tiga sebagai Linggih leluhur dewata dewati, Palinggih
Rong Kalih sebagai Linggih Sanghyang Rwa Bhineda,
Palinggih Taksu sebagai Linggih Sanghyang Taksu,
Palinggih Pengelurah sebagai Linggih Ida Ratu Ngurah,
Palinggih Pengaruman sebagai Linggih Ida Bhatara
Katuran Pujawali, Balai Piyasan sebagai Linggih
Sanghyang aji Saraswati, Gelung Kori sebagai Linggih
Sanghyang Pratangga Dipa. Pada Madya Mandala
terdapat Palinggih Tugu Apit Lawing sebagai Lingih
Wayan Teba lan Made Jelawung, Bale Gong untuk
Genah Nabuh, Bale Perantenan sebagai genah
ngerateng. Pada Lokasi Nista Mandala terdapat Candi
Bentar dengan Apit Lawang Nyoman Sakti
Pengadangan, dan Ketut Petung, Papan Nama Pura
Dalem Kawitan Bhujangga Waisnawa di Asah Badung.
54
Menurut Ila Kitta pemangku di Pura Rsi
Markandheya Asah Danu dituliskan, bahwa
pengempon Pura Gunung Bhujangga di Sepang adalah
Maha Warga Bhujangga Waisnawa di Sepang Kelod dan
menjadi tanggung jawab Kemoncolan Maha Warga
Bhujangga Waisnawa Kabupaten Buleleng, dan sebagai
penyiwi adalah seluruh masyarakat Desa Sepang Kelod
dan seluruh Maha Warga Bhujangga Waisnawa di Bali
dan Nusantara.
56
DAFTAR PUSTAKA
57
Cakra, A, P. 2021. Sejarah Padharman Brahmana
Bhujangga Waisnawa Besakih. Denpasar : MWBW
Pusat.
58
Lontar. Rsi Waisnawa. Singaraja: Koleksi Gedung
Kertiya.
59
Santri, R, 1989. Bhujangga Dharma. Denpasar: Eka
Bhuwana Suta MWBW Pusat.
60
Wikarman, S., 2010. Brahmana Bhujangga Waisnawa.
Denpasar: CV. Kayumas Agung.
61
LAMPIRAN LAMPIRAN
62
3) Kedaton , Tebasan Sekaranti
4) Taman , Bebangkit
5) Saji tarpana dewa
6) Peras Panyeneng
7) Pengambeyan Pangulapan
8) Pangiring , Pengapit.
9) Kurenan Lanang wadon
10) Longkap Odel
11) Ancak Bingin
12) Telaga Pancoran
13) Gebogan , Guru,
14) Jerimpen ategen,
15) Puncuk Kuskusan
16) Sayut Pabersihan
17) Daar Putih Kuning , Canang Raka
18) Datengan 11 tanding, maulam bebek Bulu
selem ( Bulu sikep )
19) Prayasista Luwih , Pabyakawonan,
Durmrngala, Pengulapan.
20) Taterag
21) Sayut Pajegan, Sayut Agung.
22) Rantasan, Cane,
23) Peras linggih , Gayah Recah
24) Daksina Linggih 2 ( kalih )
25) Pasucian, Canang Pamendak,
26) Cecepan, Rantasan, Tetabuhan.
63
2) Pucuk Bawu,
3) Sasipatan,
4) Panyegjeg
5) Kedaton,
6) Tebasan sekaranti
7) Taman Bebangkit
8) Saji tarpana dewa
9) Peras Panyeneng
10) Pengambeyan, Pangulapan,
11) Pengapit, Pengiring,
12) Kurenan Lanang wadon,
13) Ancak Bingin , Telaga Pancoran,
14) Dapetan, Guru,
15) Longkap Odel,
16) Gebogan, Jerimpen ategen,
17) Puncuk Kuskusan,
18) Sayut Pabersihan,
19) Daar Putih Kuning,
20) Canang Raka,
21) Datengan 11 tanding, maulam bebek selem
( bulu sikep )
22) Prayasista Luwih,
23) Pabyakawonan,
- Taterag, Sayut Pajegan, Ring Sor
Kalemjijian Jangkep.
64
5) Datengan bebek bulu Sikep ne Selem
66
6) Tipat Sirikan
66
7) Belayag
66
8) Pesor
66
9) Sumping
66
10) Kelaudan
66
11) Lemuh
66
12) Kukus ketan
66
13) Kukus injin
66
14) Raka
66
15) Ajengan
66
16) Canang sari
66
17) Sulanggi
66
18) “’Pekeling “’
19) Kalemijian mekarya kekalih. ( 2)
20) Ring arep kemulan ring Jeroan asiki
21) Ring Sor Pengubengan Jaba tengah asiki.
22) Tatakan datengan ngangge Ron ( poleng ).
65
7. Linggih
1) Mekarya 12 tanding, daging tandingan .
2) Ebatan barak + putih, Sate lembat 8 + Sate
asem 4 = 12 katih.
3) ( sate katik 12 ), ulamne pateh kadi
datengan, ngangge bebek bulu sikep ne
selem.
8. Jaja Linggih.
1) Sumping, kelaudan, lelemuh, kukus ketan,
kukus Injin
2) Tandinganne : Mekarya 12 tanding.,
Metatakan Taledan.
3) Sebilang tanding medaging sekadi ring Sor
puniki.
a. 2 Sumping,
b. 2 kelaudan, 2 kukus ketan, 2 kukus
injin
c. 2 lelemuh, 2 kedulurin antuk Pailen
ngeed.
66
2) Ring Natar :
a. Caru abrumbunan ( eka sata ) olahan 33.
3) Ring Pelinggih Gedong.:
a. Daksina , suci Sorohan, Banten Galungan.
4) Ring Pengerurah.
a. Daksina , Suci Sorohan, Tipat Warna lima,
Canang galungan .
5) Ring Piyasan.
a. Indik wangi Pateh sekadi ring Pura Kawitan
asah badung.
67
Ring Sor :
1) Nasi bulan matan ai , Nasi Wong wongan , Nasi
tulak , Segeh Manca warna .
2) Nasi pelupuhan Putih Kuning , Cacahan 11
tanding , Ajuman jaga satru maulam jejeron
mentah mawadah kawu bulu medaging getih
atakir.
3) Kawuh :
a. Ring Sanggah cucuk : Daksina ajengan
b. Ring Sor : Segeh nasi wong wongan Kuning.
4) Kaja :
a. Ring Sanggah Cucuk : Daksina ajengan.
b. Ring Sor : Segeh Nasi wong wongan Selem.
5) Di Tengah :
a. Ring Sanggah Cucuk : Daksina ajengan
b. Ring Sor : Segeh Nasi wong wongan Manca
warna.
6) Ring Pemedal Segeh seliwah.
68
b. Kelod : - Katur ring Batara Brahma.
ring Sor : Katur ring Kala raksa lan mrajapati
69
B. Foto Bangunan Palinggih
1. Palinggih di Sanggah Suhun Kemulan Sakti
70
Sunya Nunas Tirta
71
Papan Nama Pura Batu Lempeng
72
Papan Nama Pura Candi Bentar
73