Anda di halaman 1dari 6

KULTURISTIK: Jurnal Bahasa dan Budaya

KONTRUKSI KONSEP CATUR LAWA… Vol. 6, No. 2, Juli 2022, 155-160


DOI: 10.22225/kulturistik.6.2.5540

KONTRUKSI KONSEP CATUR LAWA PURA DASAR BHUWANA


GELGEL KLUNGKUNG

Anak Agung Gede Raka


Universitas Warmadewa
agungraka570813@gmail.com

I Made Suwitra
Universitas Warmadewa
madesuwitra27@gmail.com

Anak Agung Gede Raka Gunawarman


Universitas Warmadewa
rakagunawarman@gmail.com

ABSTRAK
Multi konsep melandasi pendirian Pura Dasar Bhuwana Gelgel Klungkung. Oleh karena itu
dibutuhkan pengetahuan terhadap konsep-konsep yang diterapkan sehingga tidak keliru dalam
memahami bentuk, fungsi, dan status pura. Ketika dilakukan pengamatan di objek tampak ada
kelompok tertentu yang menganggap bahwa dua pelinggih yang berstatus Catur Lawa yaitu Meru
Tumpang Tiga Pelinggih Ratu Pasek dan Meru Tumpang Tiga Pelinggih Ratu Pande, adalah
pelinggih untuk pemujaan roh leluhurnya. Agar tidak terjadi kesalahpahaman berkelanjutan, maka
dalam penelitian ini dilakukan konstruksi terhadap konsepnya dan dikembalikan kepada esensinya.
Penelitian yang mengangkat judul “Konstruksi Konsep Catur Lawa Pura Dasar Bhuwana Gelgel
Klungkung” menggunakan pendekatan kualitatif. Dalam pengumpulan datanya dipakai metode
observasi, wawancara, dan studi pustaka.

Kata Kunci: Konsep Catur Lawa; Konstruksi; Pura dasar Bhuwana Gelgel

ABSTRACT
The multi-concept underlies the establishment of the Bhuwana Gelgel Klungkung Temple. Therefore,
knowledge of the concepts that are applied is needed so that they are not mistaken in understanding
the form, function, and status of the temple. When observing the object, it appears that there are
certain groups who think that the two pelinggih (temples) with Catur Lawa status, namely Meru
Tumpang Tiga Pelinggih Ratu Pasek and Meru Tumpang Tiga Pelinggih Ratu Pande, are pelinggih
for the worship of their ancestral spirits. In order to avoid continuous misunderstandings, in this
study, the construction of the concept was carried out and returned to its essence. The research
which carries the title "Construction of the Concept of Catur Lawa Pura Basis Bhuwana Gelgel
Klungkung" uses a qualitative approach. In collecting the data, the methods of observation,
interviews, and literature study were used.

Keywords: Catur Lawa Concept; Construction; The basic temple of Bhuwana Gelgel

PENDAHULUAN tersebut telah berumur sangat tua.


Berbagai warisan budaya ada di Fenomena yang menguatkan ke arah
Pura Dasar Bhuwana Gelgel (PDBG) itu dapat dilihat dari bentuk pemujaan
yang mengindikasikan bahwa pura yang diberikan kepada tiga kekuatan

E-ISSN: 2580-4456 P-ISSN: 2580-9334


Copyright © 2022
155
KONTRUKSI KONSEP CATUR LAWA…
alam, yaitu dewi bumi, dewa laut, dan warisan budaya asli (pra Hindu) dan
dewa air. Ketiga bentuk pemujaan ini dewa-dewa sebagai manifestasi
merupakan warisan masa pra Hindu Tuhan (Sang Hyang Widhi) sesuai
dengan menjadikan batu-batu warisan keyakinan Hindu (Ardana, 1971).
megalitik sebagai media pemujaan Di balik multi konsep yang
(Kempers, 1956). Ketika pengaruh melandasi, suatu hal yang cukup
Hindu masuk, sistem pemujaan menarik untuk diungkapkan yaitu
seperti itu ditradisikan dan terus munculnya kesalahpahaman terhadap
berlanjut. Bahkan dijadikan landasan konsep Catur Lawa oleh pihak
untuk menerima sistem kepercayaan tertentu. Sebagaimana dipaparkan
yang dikembangkan oleh warga pada penelitian sebelumnya, bahwa
pendatang (Hindu) dan melahirkan dipandang dari aspek karakter pura
sistem pemujaan perpaduan budaya yang sekaligus menggambarkan
antara asli dan Hindu. Bentuk statusnya, yaitu sebagai Kahyangan
keyakinan hasil perpaduan inilah Jagat, Kahyangan Teritorial,
sebagai embrio dari sejarah lahirnya Kahyangan Fungsional, dan
PDBG. Kahyangan Genealogis (Ardana,
Seiring dengan perjalanan waktu 1971, Raka, 2020), ada di PDBG.
yang cukup panjang, berbagai fKesalahpahaman yang dimaksud
kebutuhan untuk memuja Tuhan adalah dalam menerjemahkan status
dengan segala bentuk dan dan fungsi pelinggih yang dibangun
manifestasinya turut berkembang. sebagai penuangan konsep Catur
Fenomena tersebut tampak pada tata Lawa, seperti: Pelinggih Ratu Pasek,
letak pura, struktur pura dan Pelinggih Ratu Kunta Rawos,
pelinggih, bentuk dan fungsi Pelinggih Ratu Pande, dan Pelinggih
pelinggih, sistem tatacara upacara Ratu Sakenan. Permasalahan yang
keagamaan, dewa-dewa (istadewata) diangkat adalah “Kontruksi Konsep
yang dipuja, dan lain-lain. Semua itu Catur Lawa Pura Dasar Bhuwana
memberi petunjuk bahwa keberadaan Gelgel” Di Klungkung.
PDBG sarat dengan dinamika dan
perubahan, tentu disesuaikan METODE
kebutuhan jaman. Dalam mengungkap berbagai
Sebagaimana diungkapkan Anak fenomena merarik yang tampak
Agung Gede Raka dalam dipermukaan, khususnya dalam
penelitiannya yang berjudul “Nilai penerapan konsep Catur Lawa pada
Kebhinekaan Dalam Tempat Suci”, PDBG, digunakan pendekatan
dalam “Pura-Pura Bhineka Tunggal kualitatif. Metode yang digunakan
Ika di Bali”, bahwa Hindu memiliki dalam pengumpulan datanya, adalah:
banyak konsep dalam konteknya observasi, wawancara, dan studi
dengan pembangunan tempat suci. pustaka. Dalam pengolahan datanya,
Fenomena tersebut tampak pada tata dipakai metoda analisis kualitatif
letak pura, mengambil posisi pada deskriptif dan alalisis kontektual.
arah timur laut desa yang menurut Sebagai upaya untuk membedah
konsep Hindu merupakan arah yang permasalahannya digunakan teori
tersuci; struktur pura dengan konsep fungsionalisme struktural. Dengan
Tri Loka Bhuwana; bangunan harapan, bahwa penelitian ini dapat
pelinggih dengan konsep gunung menghasilkan sesuatu yang baru
dalam mengemban fungsi sebagai (novelty).
sumber amerta (kehidupan); tatacara
upacara keagamaan dilandasi PEMBAHASAN
perpaduan konsep budaya asli dan
2.1 Konstruksi Konsep Catur Lawa
Hindu; dewa-dewa yang dipuja, yakni
Pura Dasar Bhuwana Gelgel
pemujaan kepada dewa-dewa alam

E-ISSN: 2580-4456 P-ISSN: 2580-9334


Copyright © 2022
156
KONTRUKSI KONSEP CATUR LAWA…
Agama Hindu sangat kaya dengan 2.2 Konstruksi Konsep Catur Lawa
konsep dan terimplementasi dalam Dari hasil pegamatan di lapangan
berbagai aspek kebutuhan hidup manusia, tentang Pura Catur Lawa, bahwa jauh
dan salah satu di antaranya adalah konsep sebelum di PDBG, konsep Catur Lawa
Catur Lawa. Catur Lawa mengandung sudah diterapkan di Pura Besakih
arti: catur berarti empat; dan lawa Karangasem dan Pura Penataran Sasih
(labha) berarti keuntungan; catur lawa, Pejeng Gianyar. Kedua pura tersebut
berarti empat keuntungan (Mardiwarsito, selain berstatus sebagai Kahyangan Jagat
1985). Keuntungan dalam konteknya juga berstatus Pura Penataran Kerajaan
dengan tempat suci dapat dimaknai pada Jaman Bali Kuna (Raka, 2016). Pura
sebagai pemberi kekuatan kepada pura Penataran Agung Besakih sebagai
(tempat suci) utama. Yang dimaksud pura penataran agung (besar) berposisi di
atau pelinggih utama pada PDBG adalah Gunung Agung sebagai gunung tertinggi
Pelinggih Meru Tumpang 11 sthana dan tersuci di Bali, dan Pura Penataran
Hyang Siwa. Keempat istadewata yang Sasih Pejeng sebagai penataran alit
bersthana pada masing-masing Pelinggih (kecil) yang posisinya berdampingan
Catur Lawa tersebut memberi dukungan dengan pusat kota kerajaan.
atau kekuatan kepada Hyang Siwa. Pura penataran merupakan salah satu
Keempat pelinggih yang dimaksud bagian dari Tri Kahyangan Kerajaan yang
adalah: Pelinggih sthana Ratu Pasek, terdiri atas: Pura Gunung, Pura
dalam mengemban tugasnya sebagai Penataran, dan Pura Segara. Pura Besakih
penggerak massa; Pelinggih sthana Ratu dalam statusnya sebagai pura kerajaan,
Kunta Rawos, dalam mengemban Pura Besakih, sebagai Pura Gunung; Pura
tugasnya di bidang kesekretariatan; Penataran Agung sebagai Pura Penataran;
Pelinggih sthana Ratu Pande, dalam dan Pura Watu Klotok sebagai Pura
mengemban fungsinya di bidang Segara. Demikian pula Pura Penataran
persenjataan; dan Pelinggih sthana Ratu Sasih dalam statusnya sebagai Pura
Sakenan. Dalam mengemban fungsinya Kerajaan pada Jaman Bali Kuna, Pura
di bidang logistik. Gunung adalah Pura Pucak Penulisan,
Kemudian konstruksi berarti susunan dan Pura Pusering Jagat sebagai Pura
bangunan (Depdiknas, 2008). Dalam Segara. Kemudian PDBG dalam
konteknya dengan penulisan artikel ini, statusnya sebagai Pura Penataran
bahwa yang dimaksud konstruksi konsep Kerajaan pada Jaman Gelgel, Pura
catur lawa adalah membangun Gunung adalah Pura Besakih, dan Pura
pemahaman terhadap arti catur lawa dan Segara adalah Pura Watu Klotok
istadewata yang bersthana dengan fungsi (Sedyawati & Ardika, 2012; Raka, 2016).
yang diembannya. Karena selama ini Sebagaimana halnya Pura Besakih
terjadi kesalahpahaman terhadap fungsi dan Pura Penataran Sasih yang berstatus
Pelinggih Catur Lawa di PDBG sebagai Pura Penataran Kerajaan Jaman
khususnya untuk Pelinggih Ratu Pasek Bali Kuna, tentu demikian pula halnya
dan Pelinggih Ratu Pande. Tetapi hal itu dengan PDBG sebagai Penataran
wajar terjadi, karena jika tidak didukung Kerajaan Jaman Kerajaan Gelgel (Goris,
dengan pengetahuan konsep Catur Lawa 1938; Boechari, 1977 dalam Sedyawati &
dapat mengarahkan pikiran dan Ardika, 2012). Bahwa dalam
pemahaman seseorang, kelompok, kapasitasnya sebagai Kahyangan
bahkan banyak orang menghubungkan Kerajaan juga dilengkapi dengan Pura
fungsi kedua pelinggih tersebut atau Pelinggih Catur Lawa. Suatu hal
berhubungan dengan pemujaan leluhur. yang menarik adalah ada perpedaan nama
Oleh karena itu perlu dikonstruksi pelinggih yang digunakan di ketiga pura,
pengetahuan dan pemahamannya sesuai yaitu untuk pelinggih istadewata yang
konsepnya. Hal itu penting dilakukan mengemban fungsi bidang
agar tidak terjadi kesalahpemahaman kesekretariatan dan bidang logistik
yang berkelanjutan. (ekonomi). Di PDBG, istadewata yang

E-ISSN: 2580-4456 P-ISSN: 2580-9334


Copyright © 2022
157
KONTRUKSI KONSEP CATUR LAWA…
mengemban fungsi bidang sedangkan fungsi yang tidak diharapan
kesekretariatan disebut Ratu Kunta tetapi muncul disebut fungsi laten,
Rawos dan yang mengemban fungsi sebagaimana terjadi di PDBG.
bidang logistik (ekonomi) disebut Ratu Sebagaimana paparan di depan,
Sakenan; di Pura Besakih istadewata adanya kesalahpahaman dalam fungsi
yang mengemban fungsi bidang pelinggih Ratu Pasek dan Pelinggih Ratu
kesekretariatan disebut Ratu Penyarikan Pande. Sesuai dengan konsep fungsi dari
dan yang mengemban fungsi bidang Catur Lawa, bahwa fungsi yang diemban
logistik (ekonomi) Ratu Dukuh Segening; masing-masing pelinggih adalah untuk
sedangkan di Pura Penataran Sasih, memuja istadewata yang memberi
istadewata yang mengemban fungsi dukungan kekuatan kepada Hyang Siwa
bidang kesekretariatan disebut Ratu yang dipuja di PDBG sebagai dewa
Taman Surat dan istadewata yang utama. Namun yang terjadi khususnya
mengemban fungsi bidang logistik untuk Palinggih Ratu Pasek dan
(ekonomi) Ratu Taman Sari. Selanjutnya Palinggih Ratu Pande dipahami sebagai
untuk istadewata yang mengemban media pemujaan kepada leluhur.
fungsi bidang penggerak massa yaitu Pelinggih Ratu Pasek dijadikan media
Ratu Pasek, dan istadewata yang pemujaan kepada roh leluhur bagi
mengemban fungsi bidang persenjataan sentana warga Pasek; dan Pelinggih Ratu
yaitu Ratu Pande, yaitu sama untuk di Pande dijadikan media pemujaan roh
ketiga pura. leluhur bagi sentana warga Pande. Betapa
Dalam pengamatan seksama, ada pentingnya PDBG untuk dipelihara dan
fenomena kesalahpemahaman terhadap dilestarikan agar keberadaannya dapat
istadewata yang bersthana pada berkelanjutan. Termasuk pengetahuan
Pelinggih Ratu Pasek dan Pelinggih Ratu dan pemahaman konsep khususnya
Pande. Hal itu dapat terjadi karena konsep Catur Lawa. Apabila ada
perjalanan waktu yang relatif panjang, kekliruan hendaknya dikonstruksi untuk
PDBG mengalami perkembangan dalam dikembalikan kepada esensinya.
fungsi, sekaligus berpengaruh terhadap Untuk itu, melalui tulisan ini
statusnya. Atau dapat pula terjadi diingatkan kepada semua pihak agar
sebaliknya, yaitu karena peran penting paham dan secara bijak menerima tentang
yang dimainkan oleh penguasa untuk adanya beberapa pandangan yang
mengembangkan status pura, niscaya berbeda terhadap eksistensi PDBG.
berpengaruh pula terhadap fungsi yang Perbedaan cara pandang terhadap objek
diembannya. Suatu hal yang telah biasa niscaya menghasilkan pemahaman
terjadi dikala masa kerajaan Bali Kuna, berbeda. Asumsi terhadap adanya
kemudian muncul lagi masa kerajaan perbedaan tersebut diperoleh dari hasil
Waturenggong di Gelgel. Ketika masa pengamatan terhadap sikap perilaku para
kerajaan Bali Kuna, Pura Penataran Sasih pengunjung (pamedek); hasil wawancara
berstatus sebagai Kahyangan Penataran dengan pemangku pura, tokoh
Kerajaan dan Pura Pusering Jagat sebagai masyarakat dan bendesa adat; hasil
Pura Segara, dan Pura Bukit Penulisan penelitian, buku, babad, dan lain-lain.
sebagai Pura Gunung. Kemudian ketika Hendaknya perbedaan tersebut jangan
jaman Gelgel, PDBG sebagai Pura dipandang sebagai sebuah bentuk
Penataran Kerajaan; Pura Watu Klotok pertentangan, namun sebagai warna
sebagai Pura Segara, dan Besakih sebagai kebhinekaan yang bertujuan satu menuju
Pura Gunung. Sedangkan persoalan kebenaran (sat) yang dipuja
fungsi pura dan pelinggih-pelinggihnya (disembah)nya. Hal itu dapat terjadi
tidak mengalami perubahan sesuai fungsi karena pengaruh ruang dan waktu,
yang diharapkan ketika membangun pura membuat kaburnya pemahaman terhadap
dan/ atau pelinggih-pelinggihnya. Yang kedua pelinggih tersebut.
menurut Merton (Ritzer, 2006) fungsi Setiap masa sejarah mempunyai
yang diharapkan disebut fungsi manifes, sistem pemikiran yang menentukan

E-ISSN: 2580-4456 P-ISSN: 2580-9334


Copyright © 2022
158
KONTRUKSI KONSEP CATUR LAWA…
bagaimana pengetahuan dapat SIMPULAN
dipraktikkan pada masa tersebut. Bila kita Kekeliruan pemahaman terhadap
ingin mengetahui pemikiran Foucault konsep Catur Lawa perlu dikonstruksi
tentang pengetahuan kita juga harus untuk dikembalikan kepada hakikatnya.
melihat pemikirannya lebih dahulu Hal itu wajar terjadi sebagai pengaruh
tentang sejarah. Bertolak dari pandangan ruang dan waktu yang terlalu panjang,
Foucault ini kita hendaknya kembali dan dibiarkan berlarut-larut sampai
menengok ke belakang bahwa perubahan mengakar menjadi sebuah tradisi. Namun
status pura pernah terjadi ketika masa tidak ada ungkapan terlambat untuk
pemerintahan raja-raja Bali Kuna. melakukan sesuatu yang terbaik buat
Sebagai contoh status Pura Pusering Jagat generasi kita ke depan. Tentu merupakan
yang menurut lontar Kusuma Dewa momen yang tepat memanfaatkan
berstatus sebagai Kahyangan Jagat (Raka kegiatan penelitian ini untuk
& Sudana, 2018). Kemudian pada masa menkonstruksi fungsi Pelinggih Ratu
pemerintahan Dalem Waturenggong di Pasek dan Pelinggih Ratu Pande
Gelgel status Pura Pusering Jagat mengembalikan kepada fungsi yang
digantikan dengan Pura Besakih. Hal ini diharapkan (manifes). Sesuai konsepnya,
menampakkan adanya peran penguasa bahwa kedua pelinggih tersebut bukan
untuk melakukan perubahan status sebagai media pemujaan leluhur,
tersebut. Karena berdasarkan melainkan sebagai media pemujaan
pertimbangan lokasi lebih strategis kepada istadewata pendukung dewa
Besakih dibandingkan Pura Pusering utama yang bersthana di PDBG, yang
Jagat. Walaupun ada perubahan status oleh masyarakat lokal disebut Ratu
pura baik Pura Besakih maupun Pura Dasar. Pelinggih Ratu Pasek sebagai
Pusering Jagat, namun tidak berpengaruh sthana istadewata yang mengemban misi
terhadap fungsi yang diemban masing- pada bidang penggerak massa dan
masing pura karena sudah sesuai Pelinggih Ratu Pande sebagai sthana
konsepnya. istadewata yang mengemban misi pada
Namun dalam konnteknya dengan bidang persenjataan.
permasalahan di PDBG berkenaan
dengan kekeliruan dalam pemahaman DAFTAR PUSTAKA
konsepnya, sehingga perlu dikonstruksi Ardana, I. G. G. (1971). Pengertian Pura
dan dikembalikan kepada esensi Di Bali. Proyek Pemeliharaan dan
konsepnya. Bahwa Pelinggih Ratu Pasek Pengembangan Kebudayaan Daerah
adalah sthana memuja istadewata yang Bali.
mengemban misi pada bidang penggerak Depdiknas. (2008). Kamus Besar Bahasa
massa; dan Pelinggih Ratu Pande sebagai Indonesia (T. P. K. P. P. dan P.
sthana memuja istadewata yang Bahasa (ed.); 8th ed.). Departemen
mengemban misi pada bidang Pendidikan dan Kebudayaan Balai
persenjataan. Pelurusan terhadap kedua Pustaka.
fenomena tersebut sangat penting, agar Kempers, A. J. B. (1956). Bali
jangan mewariskan generasi kita sesuatu Purbakala. Penerbitan Balai Buku.
yang membingungkan. Terlebih PDBG Mardiwarsito, L. (1985). Kamus Jawa
termasuk ke dalam kwalifikasi Kuna-Indonesia. Nusa Indah.
Kahyangan Jagat Bali. Dengan status Mirsha, I. G. N. R., & Dkk. (1980).
penting lainnya adalah sebagai Tri Sejarah Bali. Pemda Propinsi
Kahyangan Kerajaan Jagat Bali ketika Daerah Tingkat I Bali.
pemerintahan raja termasyur Dalem Watu Raka, A. A. G. (2016). Pura Penataran
Renggong. Beliau yang berhasil Sasih Kahyangan Jagat Bali.
mengantarkan Bali ke masa klasik Pustaka Larasan.
(keemasan) bidang sastra (Mirsha & Dkk, Raka, A. A. G. (2020). Nilai Kebinekaan
1980). Dalam Tempat Suci. In Pura-Pura
Bhineka Tunggal Ika di Bali.

E-ISSN: 2580-4456 P-ISSN: 2580-9334


Copyright © 2022
159
KONTRUKSI KONSEP CATUR LAWA…
Pustaka Larasan. RajaGrafindo Persada.
Raka, A. A. G., & Sudana, & W. (2018). Sedyawati, E., & Ardika. (2012). Recent
Pura Kahyangan Jagat Er Jeruk, Studies in Indonesian Archaeology.
Desa Adat/ Pakraman Sukawati, The Indira Gandhi National Centre
Gianyar. Pustaka Larasan. for Arts, New Delhi In
Ritzer, G. (2006). Sosiologi Ilmu Collaboration with B.R Publishing
Pengetahuan Beparadigma Ganda. Corporation.
Divisi Buku Perguruan Tinggi PT

E-ISSN: 2580-4456 P-ISSN: 2580-9334


Copyright © 2022
160

Anda mungkin juga menyukai