BIDANG KEGIATAN
PKM-ARTIKEL ILMIAH
Nama
MALANG
2016
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Arca Dewi Durga ini merupakan Arca yang disebut juga sebagai Arca
Loro Jonggrang. Arca ini berfungsi sebagai tempat pemujaan kepada dewa Siwa,
terdapat bukti yang mendasari Arca Dewi Durga dikatakan sebagai tempat
pemujaan antara lain adanya perhatian yang memikat dari masyarakat terhadap
arca Dewi Durga dari masyarakat setempat, sebagaimana tersajikan dari rupa-rupa
sesajen yang ada di sekitaran arca berupa dupa, beras, bunga tujuh rupa dan uang
dan juga tidak jarang ditemukan pula kambing-kambing yang masih hidup didekat
situ yang diduga sebagai hewan persembahan kepada Dewa Siwa oleh karena itu
arca ini dijuluki sebagai Notre Dame de Bon Secourse. Selain itu arca ini juga
memiliki daya pikat yang sangat kuat daya pikatnya dapat dibuktikan dari dada
dan pinggul arca yang berkilau yang disebabkan oleh elusan-elusan kasih para
pemujanya yang tak terhitung jumlahnya (Jordaan, 2009: 33).
2 Relief Ramayana
Relief Ramayana ini terletak pada candi siwa yang terpahat mengelilingi
candi tersebut. Ditinjau dari namanya sendiri sudah dapat disimpulkan bahwa
relief ini berisi tentang adegan dari kisah Ramayana. Fungsi dari relief itu sendiri
pun juga dapat ditebak, yaitu menceritakan dan menjelaskan tentang kisah
Ramayana itu sendiri, dimana kisah Ramayana ini dianggap kisah yang sakral
bagi penganut agama hindu sehingga relief ini sangat dihormati oleh penganut
agama hindu dari dahulu sampai sekarang (Jordaan, 2009: 21).
Candi merupakan salah satu peninggalan arkeologis dari masa Hindu Budha di
Indonesia. Candi merupakan bangunan arkeologi peninggalan masa Hindu Budha
yang dapat dikaji menggunakan teori Fungsionalisme dan Struktualisme. seperti
yang telah dibahas sebelumnya Candi merupakan tempat suci yang diibarat kan
sebagai tempat tinggal para dewa dewa maka masyarakat menggunakan candi
sebagai tempat untuk beribadah dan upacara keagamaan. Candi berfungsi sebagai
tempat untuk menyimpan abu dari raja raja yang telah mati. Kebudayaan
menyembah dewa dewa merupakan kebudayaan dari masa kerajaan Hindu.
Candi Prambanan mempunyai corak dan hiasan dengan gaya megah serta
mewujudkan bangunan yang agung (Dumadi, 1989:301). Candi Prambanan
terletak di Desa Bokoharjo, Kecamatan Prambanan, Kabupaten Sleman, Provinsi
Daerah Istimewa Jogyakarta. Candi Prambanan dibangun pada abad XI, masa
kerajaan Mataram Hindu sesuai dengan prasasti siwaghra pada tahun 856 M
(Anom & Kusman, 1991:60). Candi ini dibangun oleh Raja Pikatan sebagai
ungkapan rasa syukur terhadap Dewa Siwa. Arsitektur candi ini mengikuti
arsitektur Hindu berdasarkan tradisi Vastu Shastra dan dirancang untuk meniru
Meru, gunung suci tempat tinggal para dewa Hindu dan rumah Siwa. Candi
Prambanan terdiri atas tiga halaman, yaitu candi induk pada halaman pertama
adalah candi Siwayang menghadap ke arah timur dikelilingi pagar batu dan
merupakan bangunan yang paling suci, candi pada halaman kedua terdapat candi
Perwara adalah 224 candi kecil yang tersusun menjadi 4 deret dan pada halaman
luar belum ditemukan peninggalan-peninggalan candi yang saat ini digunakan
sebagai panggung terbuka Ramayana Candi Prambanan memiliki pola tapak
persegi dengan bentuk semakin ke atas semakin meruncing dan berakhir pada
puncaknya yang berbentuk ratna (Haryono, 2004:40).
a Bhurloka, adalah alam terendah dari seluruh makhluk hidup juga setan
diikatkan oleh nafsu dan keinginan serta cara hidup yang tidak suci.
Tergambar dari halaman luar dan kaki (dasar) masing-masing bagian
candi.
b Bhuvarloka, adalah alam tengah suci seperti Pertapa dan dewa-dewa yang
lebih rendah dengan memperlihatkan orang-orang yang mulai melihatkan
cahaya kebenaran. Tergambar pada halaman tengah dan tubuh setiap candi.
c Svarloka, adalah alam suci tertinggi dewa. Tergambar pada bagian dalam
dan atap candi. Candi Prambanan dihiasi dan dimahkotai dengan Ratna
atau permata.
Motif ragam hias Prambanan pada relief terdiri dari dua relief kalpataru
mengapit relung yang berisi arca singa. Relief ini dipahat pada kaki candi
Prambanan. Relief kalpataru (kiri) terdiri dari sebatang pohon hayat dengan daun-
daun, untaian bunga, dan kuncup. Batangnya tumbuh dari sebuah jambangan.
Pada puncak pohon terdapat sebuah payung dan di kanan kirinya terdapat dua
ekor burung kakak tua. Kanan kiri jambangan ada dua kinara kinari atau makhluk
kahyangan. Pada relief kanan lukisannya hampir sama dengan di sebelah kirinya.
Relung ditengah merupakan semacam jendela berisi sebuah arca singa yang
bingkainya dihias oleh lukisan kala makara, sulur-suluran dan pilar (Anom &
Kusman, 1991:62). Candi Prambanan merupakan Candi Siwa karena selain bilik
utama dari candi induk ditempati Dewa Siwa sebagai Maha Dewa.
Candi Siwa ini memiliki empat pintu masuk sesuai dengan keempat arah
mata angin. Pintu utama menghadap ke timur dengan tangga masuknya yang
terbesar. Di kanan-kirinya berdiri dua buah arca raksasa penjaga dengan
membawa ganda yang merupakan manifestasi dari Siwa itu sendiri. Di dalam
candi terdapat empat ruangan yang menghadap keempat arah mata angin dan
mengelilingi ruangan terbesar yang ada ditengah-tengah. Dasar kaki candi
dikelilingi selasar yang dibatasi oleh pagar langkan. Pada dinding langkan sebelah
dalam terdapat relief cerita Ramayana yang dapat diikuti dengan
cara Pradaksina (berjalan searah jarum jam) mulai dari pintu utama. Hiasan-
hiasan pada dinding sebelah luar berupa Kinari-kinari (makhluk bertubuh burung
berkepala manusia),Kalamakara (kepala raksasa yang lidahnya berwujud
sepasang mitologi) dan makhluk surgawi lainnya. Atap candi bertingkat-tingkat
dengan susunan yang amat komplek masing-masing dihiasi sejumlah Ratna (batu
mulia) dan puncaknya terdapat ratna terbesar.
Relung (berbentuk seperti kubah) sisi selatan terdapat arca Bhatara Guru
yaitu Agastya, yang dilukiskan berdiri di atas padmasana atau singgasana. Bhatara
Guru ini digambarkan sebagai pendeta yang mempunyai janggut tebal serta
berperut gendut. Tangan kanannya dilipat ke depan dada dan tangan kiri
memegang kendi Kamandalu. Di samping tangan kanannya terdapat tombak yang
ujungnya berbentuk trisula. Tombak trisula tersebut dilukiskan dalam posisi
berdiri, terlihat seperti ditancapkan pada sebuah tempat tombak. Dipundak kirinya
terdapat camara. Bagian belakang arca terdapat prabhamandala yang berbentuk
oval tanpa hiasan.
Relung di sisi barat terdapat arca Ganeca, dewa yang berkepala gajah ini
adalah anak dewa Siwa. Arca ini dilukiskan mempunyai empat buah tangan.
Tangan bagian belakang sebelah kanan membawa tasbih (aksamala) dan sebelah
kiri memegang kapak kecil. Cawan berbentuk tengkorak dipegang tangan kiri
depan dan patahan gading dipegang di tangan kanan depan. Ujung belalainya
dimasukkan kedalam cawan itu yang menggambarkan bahwa ia tak pernah puas
meneguk ilmu pengetahuan. Pada mahkotannya terdapat tengkorak dan bulan
sabit sebagai tanda bahwa ia anak Siwa Kepalanya memakai hiasan jata makuta
yang tersusun. Telinganya dilukiskan cukup lebar, memakai upawita yang
berbentuk ukar, serta ikat dada seperti untaian mutiara. Perutnya buncit. Ganeca
ini tampak duduk bersila dengan kedua telapak kakinya berhadapan.
Di relung sisi utara terdapat arca Durga Mahisasuramardini. Dalam cerita
rakyat setempat arca ini dikenal sebagai arca Lara Jonggrang. Arca tersebut
dilukiskan berdiri di atas punggung kerbau dengan ekornya ditarik oleh salah satu
tangannya. Arca Durga ini mempunyai delapan tangan. Tangan sebelah kanan
memegang cakra berapi, kadga (pedang pendek), anak panah (sara) dan terdepan
menarik ekor kerbau yang diinjak. Tangan kirinya memegang Sangkha bersayap,
perisai (khetaka), busur serta menarik rambut asura yang berdiri di samping
kirinya. Lembu yang diinjak dewi Durga ini dalam posisi mendekam ke arah kiri
dan kepala kerbau diinjak oleh asura yang memegang gada. Asura ini dilukiskan
berambut keriting, mata melotot dan mulut setengah terbuka. Durga tampak
memakai pakaian mewah kepalanya memakai hiasan Jatamakuta dengan hiasan
bunga, pada jamangnya mempunyai bentuk dasar yang melebar dan tebal.
Simbarnya memakai hiasan roset
Selain itu, di sisi bagian dalam terdapat relief-relief yang menceritakan
tentang kisah Ramayana. Dari semua relief itu, diceritakan Rama merupakan
reinkarnasi dari Dewa Wisnu. Shinta adalah istri Rama dan Laksmana adalah adik
Rama, mereka berdua pergi ke hutan. Banyak peristiwa yang terjadi selama
mereka dalam perjalanan ke hutan. Shinta diculik oleh Rahwana, seorang raksasa
yang jahat dan dilarikan ke Kerajaan Rahwana di Alengka. Rama mendapat
bantuan dari Hanoman, raja dari Kerajaan Kera. Prajurit dari Kerajaan Kera
dipimpin oleh Rama bergerak ke Alengka. Bagian cerita ini sampai pada saat
prajurit kera membuat jembatan yang menghubungkan ke Kerajaan Alengka.
Sedangkan Candi Brahma terletak di sebelah candi Siwa, bentuk dan
ukurannya lebih kecil. Luas dasarnya 20 meter persegi dan tingginya 37 meter.
Ditinjau dari segi arsitektur seperti halnya candi Siwa candi ini juga terdiri dari
tiga bagian yaitu kaki, badan dan atap candi. Kaki candi yang tingginya 3,30 m
mempunyai hiasan yaitu sebuah relung yang berisi motif prambanan, berupa singa
diapit oleh dua pohon kalpataru penuh dengan bunga-bunga teratai biru, putih dan
merah yang di bawahnya adakinara dan kinari (makhluk setengah manusia
setengah dewa). Badancandi Brahma berdiri di atas sebuah lapik yang sangat
tinggi berukuran 2,80 m yang memiliki bagian-bagian perbingkaian bawah,
dinding dan perbingkaian atas. Atap candi Brahma terdiri atas tiga tingkatan yang
makin lama makin kecil ukurannya, dan diakhiri oleh suatu kemuncak dengan
puncaknya sebuah amalaka tinggi dan besar.
Pada badan candi terdapat bilik candi yang di dalamnya terdapat arca
Brahma. Arca dilukiskan berkepala empat yang masing-masing mukanya
menghadap ke empat arah mata angin. Keempat kepala masing-masing
memakai jatamakuta bersusun tiga. Bagian atasnya terdapat ikatan rambut yang
berupa untaian mutiara. Demikian juga jamangnya pada setiap dahi arca terdapat
hiasan roset yang amat indah. Hiasan telinganya dipahat dengan sangat indah
berupa untaian yang menjulur sampai ke bahu kiri dan kanan. Tangannya
berjumlah empat, kiri depan dalam posisi lurus kebawah sambil memegang kendi,
tangan kiri belakang sebatas siku dilipat keatas sambil membawa camara.
Demikian juga tangan kanan depan dilukiskan dalam posisi ke bawah dengan
memegang suatu benda yang tidak begitu jelas, sedangkan tangan kanan belakang
sebatas siku dilipat dan dilukiskan sedang memegang tasbih. Keempat tangan ini
dilukiskan mengenakan gelang rangkap tiga yang berbentuk untaian mutiara.
Kedua tangan depannya baik yang sebelah kiri maupun kanan memakai kelat
bahu.
Dan relief yang terdapat pada candi Brahma merupakan lanjutan dari cerita
Ramayana, tetapi ada beberapa bagian yang tidak cocok karena perbaikan
candi yang rusak disebabkan gempa.
Candi Wisnu sendiri merupakan salah satu candi utama yang terletak di
halaman pertama di samping candi Siwa dan candi Brahma, apabila candi Brahma
terletak di sebelah kanan atau selatan candi Siwa,maka candi Wisnu terletak di
sebelah kiri atau sebelah utara candi Siwa. Wisnu termasuk tokoh kedua sesudah
Brahma, sedang Siwa merupakan tokoh ketiga. Di dalam mitologi India, Brahma
adalah dewa perusak (prajapati). Wisnu adalah dewa pemelihara (shiti) dan Siwa
adalah dewa perusak (praline). Dengan demikian, jelas bahwa candi Wisnu
merupakan salah satu candi yang mempunyai arti penting disamping candi Siwa
dan Brahma.
Secara vertikal bangunan candi Wisnu terdiri dari tiga bagian yaitu kaki
candi, badan candi dan atap candi. Kaki candi Wisnu berdenah bujur sangkar
terdiri dari dua tingkat, penampil depan di sebelah timur berfungsi sebagai pintu
masuk ke bilik candi. Kaki candi tingkat I mempunyai ukuran lebih luas dari pada
bagian dasar kaki candi tingkat II sehingga di bagian dasar kaki candi tingkat I
berbentuk selasar yang berfungsi sebagai lorong atau jalan untuk mengelilingi
badan candi. Badan candi terletak di atas kaki candi. Pada badan candi terdapat
bilik candi dengan ukuran ruangan panjang 5,36 m, lebar 5,35 m dan tinggi 11,5
m. di dalam bilik candi terdapat arca Wisnu. Bagian paling atas candi yaitu atap
candi. Atap candi Wisnu terdiri dari lima tingkat disusun makin ke atas makin
kecil dan bagian atas setiap tingkat dihiasi dengan bentuk-bentuk amalaka kecil,
sedang puncak atap berupa amalaka besar.
Arca utama pada candi Wishnu dalam posisi berdiri diatas umpak
berbentuk yoni, yang dipahatkan menjadi satu dengan stela berbentuk lengkung.
Jumlah tangannya ada empat, kedua tangan belakang ditekuk ke atas, kedua
tangan depan terletak di kanan kiri pinggul dalam posisi sedikit ditekuk ke depan.
Atribut pada tangan kanan belakang adalah cakra berbentuk lidah api, pada tangan
kiri belakang adalah sangka bersayap. Pada tangan depan terdapat gada, pegangan
gada terletak di sebelah atas. Pada telapak tangan kiri depan terdapat tanda khas
yaitu Sriwatsa (segitiga).
Dewa ini digambarkan berkepala satu dalam posisi tegak. Perhiasan pada
kepala berupa jatamakuta dengan jamang simbar lima serta sumping dan anting-
anting menjulur ke bahu. Kalung terdiri dari dua untaian. Pada dada terdapat ikat
dada dan upawia berupa untaian berpilin. Kainnya berupa kain panjang hingga
pergelangan kaki, sampurnya dua, uncal terletak di bawah sampur. Pada kaki
terdapat gelang kaki. Dan relief yang terdapat dalam candi Wisnu
menggambarkan reinkarnasi Dewa Wisnu dalam bentuk lain. Cerita ini sangat
populer di India tetapi kurang diketahui di Indonesia .
Candi Wahana merupakan kelompok candi yang terletak pada halaman
pertama merupakan bagian terpenting setelah kelompok utama. Nama wahana
mengandung pengertian kendaraan, yaitu nama binatang yang digunakan untuk
kendaraan para dewa. Pemberian nama untuk kelompok candi didasarkan oleh
adanya arca Nandini pada salah satu candinya yang dianggap sebagai kendaraan
dewa Siwa yang terletak di depan candi Siwa. Selain candi Nandini yang terletak
di depan candi Siwa, terdapat pula dua buah candi yang terletak di depan candi
Brahma yaitu candi Angsa dan di depan candi Wisnu adalah candi Garuda.
Candi pendamping yang cukup memikat adalah Candi Garuda yang
terletak di dekat Candi Wisnu. Candi ini menyimpan kisah tentang sosok manusia
setengah burung yang bernama Garuda. Garuda merupakan burung mistik dalam
mitologi Hindu yang bertubuh emas, berwajah putih, bersayap merah, berparuh
dan bersayap mirip elang. Diperkirakan, sosok itu adalah adaptasi Hindu atas
sosok Bennu (berarti 'terbit' atau 'bersinar', biasa diasosiasikan dengan Dewa Re)
dalam mitologi Mesir Kuno atau Phoenix dalam mitologi Yunani Kuno. Garuda
bisa menyelamatkan ibunya dari kutukan Aruna (kakak Garuda yang terlahir
cacat) dengan mencuri Tirta Amerta (air suci para dewa).
Pada candi Prambanan persebaran bangunannya dan pemilahannya ke
dalam sejumlah besar candi Perwara dan delapan candi yang besar yang di
mahkotai oleh candi Siwa serta jaga hubungannya yang selaras di antara berbagai
bagiannya. Metafisika Saiva Puranik yang terungkap dalam pengebawahan rupa-
rupa penjelmaan Dewa Agung terhadap wujudnya yang tertinggi serta dikiblatkan
pada rasa dan makna dilandaskan atas dasar yang serupa dengan Borobudur,
filsafat ini merupakan sebuah ungkapan subjektif dari reflektif tentang
pengalaman duniawi dan fenomenal yang dipikirkan tidak nyata namun dialami
sebagai kenyataan itulah Prambanan (Joordan, 1996:34-36).
Kesimpulan
Berdasarkan Teori fungsionalisme semua unsur kebudayaan bermanfaat
bagi masyarakat dimana unsur itu terdapat. Arca Dewi Durga dan Relief
Ramayana merupakan arsitektur pada Candi Prambanan dari hasil kebudayaan
Hindu yang memiliki fungsionalisme untuk masyarakat.
Candi merupakan salah satu peninggalan arkeologis dari masa Hindu Budha
di Indonesia. Candi merupakan bangunan arkeologi peninggalan masa Hindu
Budha yang dapat dikaji menggunakan teori Fungsionalisme dan Struktualisme.
Pengaruh teori Fungsionalisme dan Struktualisme pada Candi Prambanan dapat di
buktikan dari adanya tradisi yang masih dipertahan kan dan tidak menghilangkan
unsur unsur budaya oleh karena itu pada candi Prambanan masih terdapat
keteraturan.
Saran
Ucapan Terimakasih
Ucapan terimakasih kami sampaikan kepada bapak Drs. Slamet Sujud Purnawan
Jati M.hum selaku dosen pembimbing dasar-dasar arkeologi yang telah
membimbing kami belajar dalam pembuatan PKM.
Daftar Pustaka
Ihromi, T. O. (2016). Pokok-Pokok Antropologi Budaya. Jakarta: Yayasan Pustaka
Obor Indonesia.
Pelly, U., & Menanti, A. (1994). Teori Teori Sosial Budaya. Jakarta: Ikip Malang.