Anda di halaman 1dari 10

KEUNIKAN ORNAMEN BERMOTIF FIGURATIF

PADA KOMPLEKS BANGUNAN MASJID MENARA KUDUS

Oleh: Supatmo
Dosen Jurusan Seni Rupa, Magister Humaniora
Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Semarang
Kampus Sekaran Gunungpati Semarang,
email: kakangmaspatmo@yahoo.com

Abstrak

Peninggalan budaya fisik (artefak) masa awal perkembangan Islam di Jawa paling bermakna berupa seni bangunan
sakral masjid. Salah satu masjid tersebut yang sangat fenomenal adalah masjid Al-Aqsha. Masyarakat setempat lebih
mengenalnya dengan nama Masjid Menara Kudus karena fenomena keunikan gaya menaranya menyerupai wujud
candi Hindu. Secara umum, perwujudan seni bangunan kompleks masjid tersebut merupakan kesinambungan tradisi
gaya seni bangunan pra-Islam (Hindu-Budha) dipadu dengan gaya seni bangunan Islam. Gaya tersebut tampak pada
struktur arsitekturalnya maupun pada seni hias (ornamen) pendukungnya. Beragam ornamen dengan berbagai latar
belakang kepercayaan dan budaya menghiasi seni bangunan tersebut. Keberadaan ornamen bermotif figuratif (makhluk
bernyawa) yang di luar kelaziman tradisi seni hias Islam menjadi salah satu keunikan yang sangat menarik untuk diteliti
secara mendalam. Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan secara ikonografis (mengidentifikasi-mendeskripsikan,
menganalisis, dan menginterpretasi makna) keunikan seni hias (ornamen), khususnya ornamen bermotif figuratif pada
kompleks bangunan Masjid Menara Kudus, berlokasi di Kota Kudus Jawa Tengah. Penjaringan data dilakukan melalui
pengamatan langsung pada sasaran dan penelusuran dokumen. Mengacu pada karakteristik tujuan dan sasaran maka
jenis penelitian ini adalah kualitatif dengan pendekatan estetis-ikonografi. Analisis dengan pendekatan ini mencakupi tiga
ranah, yakni deskripsi preiconographical, analisis iconographical, dan interpretasi ikonologis untuk mengungkap makna
sasaran penelitian. Hasil penelitian menunjukkan terdapat beragam ornamen yang menghiasi seni bangunan Masjid
Menara Kudus. Salah satu keunikan yang ditemukan adalah keberadaan ornamen bermotif figuratif binatang mitologis
menyerupai kelinci yang terpahat pada pintu gerbang paduraksa menuju bangunan makam Sunan Kudus. Motif figuratif
ini diyakini terkait dengan mitologi Hindu sebagai binatang bulan (hare), karena motif serupa sering dijumpai pada batu
sungkup kaki candi peninggalan kerajaan Hindu di Jawa Timur (Kerajaan Singasari maupun Kerajaan Majapahit). Motif
figuratif lainnya berupa kedhok (menyerupai kala penghias candi Budha). Kedhok ini berjumlah 16 buah (dua deret,
masing-masing 8 buah) difungsikan sebagai pancuran padasan. Masyarakat setempat mengaitkan ornamen tersebut
dengan delapan jalan keutamaan (astasanghikamarga), ajaran yang pertama-tama disampaikan Sang Budha kepada
murid-muridnya. Berdasarkan hasil analisis disimpulkan bahwa secara ikonografis keberadaan ornamen bermotif
figuratif yang menghiasi masjid Menara Kudus dimaknai sebagai pernyataan simbolis nilai dan sikap toleransi terhadap
pluralitas kultural yang dihayati oleh masyarakat pendukung (communal support). Secara estetis, ornamen bermotif
figuratif tersebut menegaskan terjadinya pola kesinambungan tradisi budaya pra-Islam dan Islam.

Kata kunci: ornamen, motif figuratif, Masjid Menara Kudus.

Pendahuluan sosial (perwujudan kebudayaan sebagai


suatu kompleksitas kelakuan berpola dari
Kebudayaan tumbuh dan berkem- manusia dalam masyarakat); dan fakta fisik
bang dalam masyarakat dalam tiga perwujudan, (perwujudan kebudayaan sebagai benda-
yakni fakta mental (perwujudan kebudayaan benda hasil karya manusia). Seni bangunan
sebagai suatu kompleksitas gagasan, nilai- adalah salah satu perwujudan budaya fisik
nilai, norma-norma, dan peraturan); fakta (artefak). Seni bangunan bukan sekadar
pernyataan bentuk atau struktur semata,

Vol. VIII No. 1 Januari 2014 63


Supatmo Keunikan Ornamen Bermotif Figuratif Keunikan Ornamen Bermotif Figuratif Supatmo
pada Kompleks Bangunan Masjid Menara Kudus pada Kompleks Bangunan Masjid Menara Kudus

namun juga berperan sebagai institusi budaya, keunikan seni hias (ornamen) motif figuratif masyarakat; (3) wujud kebudayaan proses sosialisasi berbagai individu dan
pencerminan sistem nilai dan sosial dari suatu pada kompleks bangunan Masjid Menara sebagai barang hasil karya manusia dalam berkaitan dengan pola tindakan individu dalam
konsep dan gagasan yang identik dengan Kudus. Lokasi penelitian adalah kompleks masyarakatnya, berwujud kebudayaan fisik kedudukannya bermasyarakat; dan proses
corak kehidupan masyarakat pendukungnya. Masjid Menara Kudus, di Kota Kudus Jawa benda nyata. Secara lebih lugas dapat pembudayaan (enkulturasi), yaitu proses
Keberadaannya bukan semata-mata untuk Tengah. Pengumpulan data dilakukan melalui dinyatakan bahwa wujud kebudayaan terdiri belajar dan peyesuaian alam pikiran serta sikap
memenuhi fungsi fisik kebutuhan kehidupan pengamatan langsung pada sasaran dan atas sistem gagasan (ideas), benda fisik terhadap adat, sistem norma, dan peraturan
sehari-hari yang bernilai keduniawian (profan), penelusuran dokumen. Mengacu pada (artefact), dan sistem tingkah laku terpola atau yang terdapat dalam suatu kebudayaan. (2)
tetapi juga kebutuhan yang berdimensi karakteristik tujuan dan sasaran maka sistem sosial (activities). Isi kebudayaan terdiri Proses evolusi, yaitu perubahan budaya yang
batiniah dan spiritual keagamaan (sakral). jenis penelitian ini adalah kualitatif dengan atas tujuh unsur, yang sering disebut sebagai terjadi secara berulang namun dalam interval
Masjid merupa-kan salah satu seni bangunan pendekatan estetis-ikonografis. Analisis unsur universal kebudayaan, meliputi sistem waktu yang amat panjang. (3) Proses difusi,
keagamaan Islam, yang di dalamnya dengan pendekatan ini mencakupi tiga ranah, religi, sistem dan organisasi kemasyarakatan, yaitu proses perubahan budaya yang terjadi
terkandung nilai ajaran keislaman. Wujud fisik yakni deskripsi preiconographical, analisis sistem pengetahuan, bahasa, kesenian, sebagai akibat dari penyebaran (migrasi)
seni bangunan masjid merefleksikan watak iconographical, dan interpretasi ikonologis sistem mata pencaharian hidup, dan sistem kelompok manusia, yang membawa serta
peradaban islami yang melembaga dalam untuk mengungkap makna sasaran penelitian. teknologi (Honigman dalam Soekiman, unsur kebudayaannya. (4) Proses pembaruan
sistem kehidupan masyarakat pendukungnya. 2000: 40-41). Ketika kebudayaan dipahami (inovasi), yaitu perubahan budaya sebagai
Dalam sejarah perkembangan seni bangunan Tinjauan Pustaka sebagai keseluruhan sistem gagasan (ideas), akibat dari penemuan baru pada unsur
Islam, masjid kemudian menjadi elemen perilaku dan tindakan, sistem sosial (social kebudayaan, khususnya sistem teknologi dan
budaya fisik yang paling dominan, sehingga Perwujudan dan Perubahan Budaya system), serta benda wujud karya manusia sistem ekonomi. (5) Proses akulturasi dan
keberadaannya dianggap sebagai jejak dan Kebudayaan dapat dipahami sebagai (material cultur) dalam peradaban masyarakat asimilasi, yaitu perubahan budaya karena
dokumen peradaban, serta menjadi cerminan bentuk keseluruhan pengetahuan, keper- (civilization), maka di dalamnya terkandung adanya pengenalan atau percampuran unsur
citra estetis masyarakat pendukungnya. cayaan, dan nilai yang dimiliki manusia unsur keindahan (estetis). Nilai estetis dalam budaya asing terhadap budaya masyarakat
Seni bangunan masjid peninggalan sebagai makhluk sosial, yang berisi perangkat peradaban manusia diungkapkan melalui tertentu.
sejarah awal perkembangan budaya Islam di model pengetahuan atau sistem makna, yang perwujudan berbagai karya seni, termasuk seni Senada dengan uraian tersebut,
Jawa pada umumnya memiliki persamaan ciri terjalin secara menyeluruh dalam simbol bangunan. Seni bangunan merupakan salah menurut Lauer (2001: 397-403) perubahan
bentuk dan struktur visual. Ciri paling menonjol yang ditransmisikan secara historis. Model satu wujud budaya fisik, yang menyimpan dan budaya ditandai dengan terjadinya pola evolusi,
terlihat pada unsur atap tumpang bersusun pengetahuan itu digunakan secara selektif dan mencerminkan sistem tata nilai sosiokultural difusi, dan akulturasi. Pola evolusi dipandang
gasal, biasanya tiga atau lima, yang dipahami kolektif oleh warga masyarakat pendukung maupun sosioreligi, serta menggambarkan sebagai perubahan menurut garis lurus
sebagai kesinambungan bentuk dan struktur kebudayaan itu untuk berkomunikasi, budaya masyarakat (Khaldun dalam Suhaimi, majemuk (multilinear). Pola evolusi budaya
meru (seni bangunan tradisi Hindu). Salah satu konservasi, dan menghubungkan berbagai 1995: 25). ditandai dengan adanya gejala peningkatan
peninggalan seni (kebudayaan) Islam pada pengetahuan, serta bersikap dan bertindak Kebudayaan bukan suatu hal yang ke arah heterogenitas dan terciptanya
masa awal perkembangannya di pulau Jawa dalam rangka memenuhi kebutuhan hidup bersifat konstan, namun selalu mengalami keanekaragaman melalui perubahan
adalah Masjid Menara Kudus. Keragaman dan (Geertz, 1973: 89). perubahan. Perubahan budaya terjadi antara lain kemampuan menyesuaikan diri (adaptasi)
keunikan seni hias (ornamen) yang menghiasi Kebudayaan tumbuh dan berkem- karena ada kontak dua atau lebih kebudayaan dari pola yang lebih rendah (sederhana)
mesjid tersebut menjadi salah satu daya tarik bang dalam kehidupan masyarakat dalam yang berbeda. Menurut Koentjaraningrat ke pola yang lebih tinggi (kompleks). Pola
untuk diteliti. tiga perwujudan, yaitu: (1) wujud kebudayaan (1977), perubahan kebudayaan dapat terjadi difusi dipandang sebagai proses penyebaran
Penelitian ini difokuskan pada perma- sebagai suatu kompleksitas dari ide, gagasan, melalui berbagai proses. (1) Proses belajar penemuan (inovasi) berbagai aspek budaya
salahan bagaimanakah representasi estetis nilai, norma, peraturan dan sebagainya, terhadap kebudayaan sendiri, yang meliputi ke seluruh lapisan masyarakat atau dari satu
dan makna simbolis ornamen bermotif figuratif yang berada dalam alam pikiran warga proses internalisasi, proses belajar perbentukan bagian masyarakat ke masyarakat lain. Proses
pada kompleks Masjid Menara Kudus. Terkait masyarakat, atau berupa tulisan, karangan kepribadian yang bersifat individual dalam itu mengacu pada penyebaran unsur atau ciri
dengan permasalahan tersebut penelitian ini warga masyarakat; (2) wujud kebudayaan suatu kelompok, sejak individu dilahirkan satu kebudayaan ke kebudayaan lain. Pola
bertujuan untuk menjelaskan secara ikono- sebagai suatu aktivitas kompleks perilaku hingga proses perkembangan selanjutnya; akulturasi merupa-kan fenomena pola budaya
grafis (mengidentifikasi-mendeskripsikan, berpola dari manusia dalam bermasyarakat, proses sosialisasi, yang terjadi atas pandangan baru yang dihasilkan sejak dua kelompok
menganalisis, dan menginterpretasi makna) berupa sistem sosial yang berlaku dalam bahwa kebudayaan merupakan bagian dari budaya berbeda melakukan kontak langsung,

64 Vol. VIII No. 1 Januari 2014 Vol. VIII No. 1 Januari 2014 65
Supatmo Keunikan Ornamen Bermotif Figuratif Keunikan Ornamen Bermotif Figuratif Supatmo
pada Kompleks Bangunan Masjid Menara Kudus pada Kompleks Bangunan Masjid Menara Kudus

yang diikuti perubahan pola kebudayaan asli Nabi Muhammad bahwa tempat di mana pun sebagai pusat syi’ar Islam pada zaman itu. hiasan aktif (struktural) dan hiasan pasif
salah satu atau kedua kelompok itu. orang melaksanakan shalat maka tempat itu Masjid Agung Demak merupakan masjid (ornamental). Hiasan struktural merupakan
merupakan masjid (Suhaimi, 1995: 27-28). Pada bersejarah tertua dan terpenting di Jawa. Seni hiasan yang selain memiliki nilai estetis juga
Penyebaran Budaya Islam di Jawa proses perkembangan selanjutnya, pemakaian bangunan masjid itu bernuansa kejawaan memiliki fungsi fisik, sebagai bagian struktur
Islamisasi yang berlangsung di kata masjid bukan sekadar dimaksudkan yang dipadu dengan tradisi seni Islam, dari unsur tertentu pada suatu bangunan
Nusantara pada dasarnya berada pada untuk merujuk suatu tempat sujud saja, tetapi beratap tumpang susun tiga dengan hiasan (periksa Sukiman, 2000). Keberadaannya
kerangka akulturasi budaya. Sebelum ajaran merujuk pada wujud bangunan tertentu. Masjid mustaka di puncaknya. Masjid itu memiliki sebagai unsur bangunan bersifat konstan,
Islam disebarluaskan, masyarakat Nusantara dimaknai sebagai bangunan sakral, tempat suci empat tiang besar sebagai penyangga atap dalam pengertian tidak dapat dihilangkan atau
telah menganut tradisi dan kebudayaan sendiri, untuk melaksa-nakan shalat dan konfigurasi tumpang bagian tengah dengan bahan utama dipindah sewaktu-waktu tanpa membongkar
sehingga terjadi proses persilangan. Dalam dari segala kegiatan keagamaan Islam bagi kayu lengkap dengan seni hias (ornamen) struktur bagian bangunan tersebut. Seni
proses budaya itu, masyarakat nusantara umat muslim. yang menyertainya. Masjid Agung Demak hias pasif (ornamental) merupakan wujud
membentuk, memanfaatkan, dan menggubah Peninggalan sejarah masa awal menjadi pusat syi’ar Islam bagi Wali Sanga. Di aplikasi dari pola hias yang tidak terikat oleh
budaya Islam sesuai dengan kebutuhannya pertumbuhan Islam utamanya berupa ba- tempat itulah para wali dan ulama berkumpul, struktur arsitekturalnya. Pola hias (pattern)
masyarakat setempat (lihat Ambary, 1998: ngunan makam atau batu nisan, bangunan mendidik para santri, mengadakan ceramah merupakan sebaran atau mengulangan motif
251-252). tempat peribadatan, dan bangunan istana keagamaan disertai pertunjukan seni budaya (corak, ragam) hias tertentu. Pemakaian
Unsur budaya Islam yang masuk ke (kesultanan). Ketiganya menjadi unsur penting Islam untuk menarik perhatian masyarakat ornamen dimaksudkan untuk mendukung
Jawa tumbuh dan berkembang mencapai dalam perkembangan seni bangunan Islam di pada masa itu. Perkembangan selanjutnya, atau meningkatkan kualitas dan nilai estetis
tingkat peradaban penting. Pertumbuhan dan Nusantara. Berdasarkan inskripsi pada batu di sepanjang pantai utara Jawa bermunculan suatu karya manusia. Dalam Encyclopedia
perkembangan itu terjadi melalui proses kontak nisan diketahui bahwa kerajaan Islam yang pembangunan masjid, seperti masjid Masjid of World Art, ornamen diartikan sebagai motif
masyarakat setempat dengan pedagang tertua di Nusantara adalah Samudra Pasai Sunan Bonang, Masjid Sendhang Dhuwur di dan tema yang dipakai pada benda seni,
muslim (Arab, Persia, Gujarat-India) dan proses (di sekitar semenanjung Malaka-Sumatera) Paciran Lamongan, Masjid Menara Kudus, bangunan, atau permukaan apa saja, tetapi
sosialisasi (syi’ar) intensif yang dilakukan dengan raja pertamanya bernama Malik al- Masjid Mantingan Jepara, Masjid Agung tidak memiliki fungsi struktural dan guna pakai,
oleh para penyebar agama Islam di Jawa, Shaleh, yang wafat pada tahun 696 H (1297 Cirebon, dan lain-lain. dalam pengertian bahwa ornamen itu dipakai
yaitu Wali Sanga. Untuk menarik simpati M). Sementara itu, jauh sebelumnya, pada semata-mata untuk hiasan. Dalam tradisi
masyarakat, dalam penyebaran ajaran agama masa kerajaan Kediri-Jawa Timur (1042- Seni Hias (Ornamen) Islam seni hias Islam ornamen dipandang bukan
Islam pada waktu itu Wali Sanga menerapkan 1222 M) diduga kuat telah berkembang Kata “ornamen” berasal dari kata bahasa sekadar tambahan pada permukaan saja,
strategi sosiokultural, sehingga seni-budaya komunitas beragama dan berbudaya Islam. Latin “ornare” yang berarti hias, hiasan, atau tetapi memiliki makna yang lebih mendalam.
menjadi sarana yang amat penting. Hal Hal itu diketahui melalui inskripsi pada makam menghiasi. Ornamen adalah komponen produk Al-Faruqi dan Lamya Lois al-Faruqi
demikian berimplikasi terjadinya penyesuaian seorang muslimah Fatimah binti Maimun bin seni yang ditambahkan atau sengaja dibuat (1992: 406) menjelaskan bahwa ornamentasi
(toleransi) nilai budaya Islam yang disampaikan Hibatallah, di Leran-Gresik, dengan kaligrafi untuk tujuan sebagai hiasan (lihat Gustami, Islam memiliki fungsi nonfisik (makna)
dengan nilai budaya pra-Islam yang telah Arab bergaya Kufi, berangka tahun wafat 495 H 1980). Sunaryo (2009: 3) menegaskan bahwa yang berfungsi mengingatkan keesaan dan
dianut masyarakat. Proses sosialisasi dan atau 1082 M (Kartodirdjo, 1975: 89). Walaupun ornamen merupakan penerapan hiasan pada keabsolutan Tuhan (tawhid), transfigurasi
penyebaran selanjutnya melahirkan pola tidak ditemukan artefak seni bangunan suatu produk. Kehadiran ornamen berfungsi bahan, transfigurasi struktur, dan makna
budaya baru sebagai hasil pertemuan dan peninggalan sezaman dengan masa itu, namun utama untuk memperindah benda yang dihias. keindahan (estetis). Ornamentasi merupakan
interaksi secara berkelanjutan. dapat diperkirakan bahwa budaya Islam telah Sebagai karya seni, ornamen berarti hiasan konkritisasi secara esensial nilai estetis Islam
dikenal masyarakat. yang bersifat indah. Secara fisik, seni onamen untuk menciptakan suasana dan kondisi
Masa Awal Seni Bangunan Masjid di Jawa Pertumbuhan dan perkembangan berfungsi menghiasi suatu benda atau barang kesadaran terhadap transendensi ilahiah,
Secara harfiah “masjid” berasal dari budaya Islam di pulau Jawa tidak terlepas dari sehingga menjadikan benda atau barang itu dan menjadi inti dari penegasan spiritual dan
kata bahasa Arab, kata dasar sujudun, kata peran besar para penyebar agama (wali), yang tampak lebih atau bernilai indah, berharga, kreasi artistik muslim dengan lingkungannya.
kerjanya sajada (ia telah sujud), kemudian membentuk semacam dewan sembilan wali, dan bermakna. Ornamen seni Islam menekankan pada tampilan
menjadi kata keterangan tempat masjidun Wali Sanga. Wali Sanga berhasil mendirikan Seni ornamen merupakan unsur tak yang bersifat abstraksi dan denaturalisasi. Sifat
(tempat bersujud), yang selanjutnya dieja bangunan suci, yaitu masjid Agung Demak, terpisahkan dalam seni bangunan. Hiasan pada itu berkaitan dengan persoalan media dan
menjadi masjid. Hal itu sesuai dengan sabda yang masih berdiri kokoh hingga masa kini, seni bangunan dapat dikelompokkan menjadi teknik (trasfigurasi) penyajian yang mampu

66 Vol. VIII No. 1 Januari 2014 Vol. VIII No. 1 Januari 2014 67
Supatmo Keunikan Ornamen Bermotif Figuratif Keunikan Ornamen Bermotif Figuratif Supatmo
pada Kompleks Bangunan Masjid Menara Kudus pada Kompleks Bangunan Masjid Menara Kudus

menjauhkan konsentrasi pada diri sendiri atau sering dimaksudkan sebagai penggambaran mengisi bagian kosong suatu benda atau
keduniawian, tetapi membawa perenungan peringatan angka tahun (sengkalan memet), karya, tetapi memiliki fungsi tertentu, yakni (1)
kepada nilai tawhid. Transfigurasi struktur seperti terlihat pada ornamen lawang bledeg fungsi murni estetis, (2) fungsi simbolis, dan
dimaknai bahwa ornamen difungsikan sebagai masjid Agung Demak, yang dibaca naga (3) fungsi teknis konstruksi. Fungsi estetis
penutup atau pelapisan terhadap rincian sarira katon wani (1399 Ç). Contoh lain adalah merupakan fungsi ornamen untuk memper-
konstruksi dan struktur karya. Makna estetis sengkalan memet motif banteng pada ornamen indah penampilan benda yang dihiasi sehingga
yang bersifat personal hanya menjadi salah pintu gerbang yang di Keraton Kasepuhan menjadi karya seni. Fungsi yang demikian
satu bagian saja dari keseluruhan makna Cirebon, atau ornamen medallion stilisasi kera tampak pada produk benda kerajinan atau
ornamentasi islami. Dalam perkembangannya dan dedaunan pada dinding masjid Mantingan- kriya. Fungsi estetis ini kadang melebihi fungsi
ornamentasi Islam mengalami keragaman Jepara, yang dipertegas dengan teks sastra praktis benda atau produk dimaksud. Fungsi gambar 1
kompleks masjid Menara Kudus dari arah timur
karena pengaruh selera etnik, ras, dan budaya rupa-bhrahmana-warna-sari, berarti angka simbolis ornamen pada umumnya diterapkan (foto: dokumen penulis)
regional. tahun 1481 Ç atau 1559 M (Salam, 1977: pada produk-produk benda upacara atau
Ornamen yang menjadi ciri khas 46). Menurut Gustami (2000: 103), tradisi benda-benda pusaka yang bersifat keagamaan Masjid Menara Kudus terdiri dari
masjid di negara Islam kurang berkembang penggunaan sengkalan, merupakan sistem atau kepercayaan. Dalam perkembangannya, beberapa bagian, yaitu bangunan utama
pada masjid yang dibangun pada masa awal petungan angka (chronogram) yang telah fungsi simbolis ornamen ini semakin kehilangan masjid, bangunan menara, pintu gerbang
perkembangan budaya Islam di Nusantara. dikenal sejak zaman Gupta-India pada abad maknanya. Fungsi teknis konstruksi ornamen (candi bentar), bangunan balai tajug, kompleks
Ornamentasi masjid hanya tampak pada ke-4, walaupun pada mulanya sengkalan berperan secara struktural untuk menyangga, makam Poncowati, dan makam Sunan Kudus.
bagian tertentu, dengan kesinambungan tradisi tersebut hanya berupa deretan kata-kata meno-pang, menghubungkan atau memper- Bangunan utama masjid sudah mengalami
seni hias pra-Islam. Hiasan seni pada dinding saja, tanpa membentuk makna tertentu. Di kokoh konstruksi. Fungsi ornamen yang perluasan dengan unsur baru, yang terdiri dari
masjid Cirebon, masjid Mantingan-Jepara, nusantara, tradisi peringatan angka tahun demikian banyak dijumpai pada karya seni ruang utama dan serambi. Titik pusat bangunan
masjid Sendang Dhuwur-Paciran Lamongan, dalam bentuk sengkalan telah berkembang bangunan (arsitektur). asli berada di tengah-tengah empat tiang saka
masjid Gresik, dan lain-lain, baik dari segi di berbagai wilayah seperti Sumatera, Jawa, guru (tiang utama penopang atap tumpang). Di
teknis maupun ungkapan estetis, tampak jelas Bali, dan Lombok. Hasil Penelitian tengah-tengah ujung dinding paling belakang
bersumber pada tradisi seni hias pra-Islam. Corak seni rupa Islam bersifat (sisi barat) terdapat ruang mighrab (ruang
Salah satu ciri khas ornamentasi nonikonik dan nonfiguratif, yaitu konsep Gambaran Umum Kompleks Seni Bangunan
imam, menjorok keluar), dan di sebelah
bercorak Islami adalah abstraksi-denaturali- penghindaran atau penentangan penggam- Masjid Menara Kudus
kanannya (utara) terdapat ceruk seperti ruang
sasi. Pencapaian abstraksi itu ditempuh baran secara nyata ikon figur makhluk Kompleks (situs) bersejarah Masjid
mighrab, namun difungsikan sebagai mimbar,
dengan pola stilisasi (mengolah struktur dan bernyawa (binatang-manusia). Hal itu dikaitkan Menara Kudus berada di Kauman, kecamatan
di kanan-kirinya dipasang bendera lambang
bentuk alam dengan cara menggayakannya dengan adanya hadist tashwir larangan kota Kudus, Kabupaten Kudus. Situs ini
kebesaran Sunan Kudus dengan puncak
agar diperoleh bentuk yang lebih estetis) dan penggambaran makhluk bernyawa (binatang mencakupi bangunan masjid dan dan bangunan
tiang berbentuk trisula. Di atas mihrab masjid
denaturalisasi (menghindari atau menyem- atau manusia). Larangan itu berdampak pada makam Sunan Kudus. Setiap hari situs ini
Menara Kudus terdapat inskripsi berbentuk
bunyikan tampilan bentuk natural-alami, tampilan dan gaya seni hias Islam, yang selalu ramai oleh pengunjung dari berbagai
kaligrafi Arab, bergaya tsuluts, yang berupa
sehingga tidak terlihat seperti benda alam). lebih banyak berupa permainan garis dan daerah. Selain terkait dengan kepentingan
pahatan batu cadas. Inskripsi itu bercerita
Seni ornamen dengan pola mengaburkan, bidang geometrik dengan perhitungan ilmu religius, biasanya menjalankan shalat di masjid
tentang keberadaan masjid al-Aqsha (Menara
menyembunyikan, atau menyamarkan bentuk ukur, rumit dan presisi, perpaduan ilmu ukur maupun melakukan ziarah di makam Sunan
Kudus) dan kota Kudus.
alam (figuratif), yang mucul pada seni ornamen dengan seni (arabesque), dan seni kaligrafi Kudus, para pengunjung juga melihat-lihat,
Menurut Salam (1977: 29-30), inskripsi
Islam, pada dasarnya merupakan kesinam- Arab (khat). Gejala pengaburan tampilan mengapresiasi keindahan seni bangunan ini,
tersebut kurang lebih berarti sebagai berikut.
bungan dari gaya pra-Islam. Gejala itu terlihat dan stilisasi bentuk binatang pada seni hias termasuk seni hias (ornamen) pendukungnya.
“Dengan menyebut nama Allah yang
pada beberapa hiasan medallion relief candi Islam dipandang sebagai salah satu cara maha pemurah lagi maha penyayang.
Panataran-Jawa Timur, yang menyamarkan pemecahan masalah estetis terhadap hadist Telah mendirikan masjid al-Aqsha
figur binatang gajah atau singa. tashwir tersebut. ini dan negeri Kudus khalifah pada
Ornamen dengan motif sosok tertentu Sunaryo (2009: 4-7) menjelaskan zaman ulama keturunan Muhammad
(biasanya binatang atau makhuk imajinasi) juga bahwa kehadiran ornamen tidak semata-mata untuk memberi kemuliaan surga

68 Vol. VIII No. 1 Januari 2014 Vol. VIII No. 1 Januari 2014 69
Supatmo Keunikan Ornamen Bermotif Figuratif Keunikan Ornamen Bermotif Figuratif Supatmo
pada Kompleks Bangunan Masjid Menara Kudus pada Kompleks Bangunan Masjid Menara Kudus

yang kekal… untuk mendekati Tuhan Setelah lama mengabdi pada tampak lebih sederhana bila dibandingkan ornamentasi yang amat artistik. Ornamen
di negeri Kudus, membina masjid kesultanan Demak pada akhirnya Ja’far Shadiq ornamentasi seni bangunan sakral Hindu berpola medallion juga banyak dijumpai pada
almannar yang dinamakan al-Aqsha, memutuskan untuk meninggalkan lingkungan atau Budha. Motif hiasan yang ditampilkan relief candi Panataran, Jawa Timur, dengan
khalifatullah di bumi ini… yang agung kesultanan Demak, kemudian mendirikan kota bersifat non-ikonik, nonfiguratif (menghindari motif sulur-suluran, serta stilisasi pengaburan
dan mujtahid syayyid (tuan) yang arif, penggambaran figur manusia atau binatang), figur binatang seperti singa, gajah atau burung.
suci, Kudus. Menurut de Graaf & Pigeaud
fadli (melebihi) al maksus (khusus),
dengan pemeliharaan pengulu hakim (2001:108-110) kepergian Ja’far Shadiq dari namun ada juga ornamen yang bersifat figuratif. Dengan demikian, hiasan berpola medallion
Ja’far Shadiq… pada tahun 956 Hijriah Demak didorong oleh alasan persaingan Perwujudan visualnya, secara umum bersifat yang terdapat di masjid Menara Kudus itu
Nabi Muhammad dan semua sahabat” pengaruh dengan Sunan Kalijaga. Sunan denaturalistis dan stilistis, yang berupa motif merupakan pola kesinambungan tradisi seni
Kalijaga adalah seorang keturunan berdarah geometris, stilisasi tetumbuhan, sulur-suluran, hias pra-Islam.
biru dari penguasa Tuban, yang menetap di dan gejala ciri seni hias khas Islam, arabesque.
Demak ketika pemerintahan Sultan Trenggana Arabesque merupakan bentuk seni hias Islam,
(Sultan ke-3), setelah lama berguru pada berupa tampilan abstraksi jalinan unsur ilmu
Sunan Gunung Jati (Syarief Hidayatullah) di ukur (geometrik) dengan perhitung-an presisi
Cirebon. Sultan Trenggana maupun Sunan garis dan bidang dengan kerumitan.
Gunung Jati sangat dekat dan cocok dengan
pandangan Sunan Kalijaga. Di kota Kudus Seni Hias (Ornamen) pada Kompleks Masjid
itulah Ja’far Shadiq mendirikan masjid raya Menara Kudus
gambar 2
inskripsi di atas mihrab masjid Menara Kudus bernama al-Mannar atau al-Aqsha (Masjid Ornamen Berpola Medallion
(foto: dokumen penulis) Menara Kudus), seperti nama masjid suci di Keberadaan ornamen pada kompleks
Berdasarkan inskripsi itu, diketahui Baitul Mukadis-Palestina. Sedangkan nama Masjid Menara Kudus tidak tampak dominan gambar 3
bahwa masjid al-Aqsha (yang selanjutnya lebih “Kudus” diambil dari nama lain kota Yerusalem bila dibandingkan masjid yang sezaman, ornamen medallion, terdapat pada lawang kembar
atau Baitul Mukadis, yaitu al-Quds. Pada masa (foto: dokumen penulis)
dikenal sebagai masjid Menara Kudus, karena seperti masjid Mantingan-Jepara atau masjid
fenomena bentuk menaranya) dan kota Kudus perkembangannya, kota suci Kudus menjadi Sendhang Dhuwur-Paciran, Lamongan. Pada
dibangun oleh penghulu hakim Ja’far Shadiq, terkenal di seluruh Jawa, bahkan di Nusantara, Ukiran Kayu
dinding bangunan masjid Menara Kudus bagian
tahun 956 H (1549 M). Ja’far Shadiq selanjutnya sebagai pusat agama Islam masa itu. Ja’far Pada daun pintu lawang kembar
luar, teras depan, terdapat beberapa hiasan
dikenal sebagai Sunan Kudus, salah seorang Shadiq menjadi pemimpin kota Kudus yang terdapat hiasan ukiran kayu dengan pola
ukiran batu cadas berpola medallion kecil yang
anggota dewan Wali Sanga yang ahli strategi disegani, bergelar kehormatan dan diangkat yang cukup kompleks dan rumit. Motif sulur-
ditempel berjajar, dengan motif tetumbuhan
syi’ar agama Islam melalui pendekatan budaya. sebagai Sunan Kudus. suluran dikombinasi dengan motif geometris
menjalar (lung-lungan, sulur-suluran). Bingkai
Ja’far Shadiq adalah putra orang alim dari Perwujudan seni bangunan masjid berpola wajikan dan tumpal memenuhi bidang
lingkaran luar medallion itu bermotif empat
Ngudung yang dalam tradisi Cirebon dikenal Menara Kudus bergaya tradisi seni Hindu. daun pintu yang terbuat dari kayu. Perpaduan
lengkung kurung kurawal (islami) atau bunga
sebagai Sunan Undung. Undung muda adalah Unsur paling nyata tampak pada struktur dan motif ukel (pilin atau planar) bergaya seni
padma (hinduis). Lingkaran lebih kecil di
murid kesayangan Sunan Ampel (Raden bentuk atap tumpang bersusun tiga, yang hias Majapahit dengan motif geometris itu
dalamnya penuh dengan motif sulur-suluran
Rahmat), yang kemudian menikah dengan merupakan kesinambungan struktur dan memunculkan nuansa Islam-Jawa. Pola
dalam posisi melingkar. Ornamen dengan
cucunya yang bernama Syarifah, anak dari Ny. bentuk meru. Struktur dan bentuk menaranya geometris-arabesque tidak muncul, tetapi
pola piagam paling signifikan ditemukan pada
Ageng Maloka, adik Sunan Bonang dan Sunan menyerupai bangunan candi Jago (Jayaghu) terdapat hiasan kaligrafi Arab, di bagian kanan
dua lawang kembar. Pada sisi kanan-kiri
Drajat. Dari perkawinan itu lahir seorang putra peninggalan Wishnuwardhana (raja Singasari atas. Seni hias ukir (pahat) telah dikenal oleh
daun pintu lawang kembar itu terdapat hiasan
bernama Raden Fatihan atau Ja’far Shadiq IV, 1275-1300 M). Demikian pula pintu masyarakat Kudus, bahkan sebelum masa
berpola piagam yang amat menarik dengan
(kelak bergelar Sunan Kudus). Sebelum masa gerbangnya berupa candi belah (Candi Bentar) Sunan Kudus. Berdasarkan cerita rakyat, Kyai
motif khas stilisasi dedaunan dan sulur-
berdirinya kesultanan Demak, Sunan Ngudung dan dua lawang kembar sebagai totalitas tradisi Telingsing selain sebagai seorang pemimpin
suluran, tetumbuhan khas tropis, meliuk-liuk
adalah manggalayuda (panglima perang) seni kori agung (paduraksa). Seni bangunan Islam di Tajug (nama daerah itu sebelum
bercorak seni hias Majapahit. Ornamen itu
kadipaten Demak yang gugur dalam tugas masjid Menara Kudus, yang dalam banyak kedatangan Sunan Kudus), juga dikenal
tampak jelas dikerjakan dengan penguasa-an
pertempuran melawan Majapahit (Sofwan, dkk. hal sangat kental dengan unsur tradisi seni sebagai seorang ahli seni ukir atau pahat.
teknis yang sempurna. Kesan meruang dan
1999:127-128). bangunan Hindu, namun ornamentasinya Keberadaan ornamen ukiran kayu pada masjid
plastisitas bentuk hasil stilisasi menghasilkan

70 Vol. VIII No. 1 Januari 2014 Vol. VIII No. 1 Januari 2014 71
Supatmo Keunikan Ornamen Bermotif Figuratif Keunikan Ornamen Bermotif Figuratif Supatmo
pada Kompleks Bangunan Masjid Menara Kudus pada Kompleks Bangunan Masjid Menara Kudus

Menara Kudus itu dipandang sebagai cikal perbentukan dan alur garis itu memiliki sifat Kudus semula merupakan piring dari Vietnam arabesque. Seni kaligrafi Islam paling awal
bakal bagi perkembangan seni ukir di Kudus mengalir, tidak pernah putus, tak berujung dan Tiongkok, tetapi karena banyak yang telah ditemukan pada nisan Umm al-Jimal (inskripsi
dan sekitarnya. tak berpangkal, tak berawal dan tak berakhir. rusak atau lepas, maka sebagian besar telah Nabatea), yang bertarikh tahun 250 M. Seni
Struktur seperti itu merupakan pola dasar diganti dengan piring porselen dari Belanda kaligrafi itu terus berkembang hingga menjadi
seni hias khas Islam, arabesque, yang oleh (restorasi pada masa kolonialis Belanda), berbagai gaya baku. Gaya yang dikenal
al-Faruqi (1999) disebut memiliki nilai infinity, bahkan diperkirakan piring asli bangunan lama meliputi gaya Mashg, gaya Kufi, gaya Maghribi,
ketakterhinggaan, sebagai manifestasi sifat itu sekarang tinggal satu buah (periksa Miksic, gaya Ta’liq, dan gaya Kursif (kursif terdiri enam
transendensi ketuhanan, penguasa alam 2002:87). Piring-piring porselen itu tertempel variasi). Gaya kaligrafi Islam yang paling
semesta yang tiada berawal dan tiada berakhir. pada panil-panil kecil berbentuk segi empat, banyak ditemukan di Nusantara adalah gaya
belah ketupat, dan lingkaran pada dinding Kursif versi Thuluth dan gaya Kufi (lihat Yasin,
bagian luar badan menara. Tidak semua hiasan 1978: 31). Seni kaligrafi Arab di serambi masjid
porselen yang tertempel berbentuk piring Menara Kudus, dirancang oleh Ahmad Sadali
(lingkaran), tetapi ada juga bentuk segi empat (1986), bergaya Kursif-Thuluth, dilengkapi
dengan motif meander dikombinasi dengan dengan motif geometris berwarna-warni.
stilisasi bentuk bunga dan bentuk organik, yang Kaligrafi Arab stained glass pada
diidentifikasi berasal dari Vietnam. Porselen serambi berkubah masjid Menara Kudus
hias berbentuk seperti kupu-kupu dan bentuk ditempatkan pada bagian bawah kubah
segi empat, yang terdapat di atas gerbang dan ventilasi cahaya (skylight) mengelilingi
paduraksa depan, sebagaimana terdapat pada ruangan. Stained glass di bagian bawah kubah
masjid Agung Demak, teridentifikasi sebagai berjumlah 24, bertulisan al-Asma’ul Husna.
porselen dari Tiongkok dan Vietnam. Pada skylight berukuran lebih besar, berjumlah
gambar 4 13 buah, bertulisan nama-nama shahabat
detil ornamen ukir kayu bermotif curvelinier pada salah Nabi Muhammad dan imam mazab Islam.
satu daun pintu gerbang paduraksa (atas) gambar 5
ornamen ukir kayu, daun pintu lawang kembar, ornamen pola simpul pada dinding padasan (atas) Keberadaan stained glass itu menambah nilai
perpaduan motif lung-lungan dan geometris (bawah) ornamen simpul pada badan lawang kembar (bawah) estetis, terutama yang ditimbulkan oleh biasan
(foto: dokumen penulis)
(foto: dokumen penulis) warna-warni cahaya dan irama garis-garis patri
(chiaroscuro). Keberadaan hiasan kaligrafi
Ornamen Berpola Simpul (Arabesque) Hiasan Porselen Arab (stained glass) pada ruang serambi
Ornamen yang cukup menarik Hiasan porselen tertempel pada
berkubah itu memperkuat karakter keislaman
ditemukan pada bak air (padasan) di samping dinding luar bangunan menara. Secara
dan menetralkan nuansa Hindu pada ruang
selatan bangunan masjid. Selain hiasan kala keseluruhan tempelan piring itu semestinya gambar 6 utama, bangunan menara, dan gapura.
berjumlah 32 buah, 20 buah berwarna biru ornamen porselin menempel pada dinding menara
yang berjumlah 16 buah pada pancuran air dan dinding paduraksa
bermotif pemandangan alam (masjid, manusia,
wudhu, padasan yang terbuat dari susunan (foto: dokumen penulis)
unta, dan pohon kurma), sedangkan 12 buah
bata merah tanpa pelester itu, pada bagian
lainnya berwarna merah putih bermotif bunga.
bawah (keliling), terdapat ornamen pola
Tradisi hiasan tempelan piring porselen juga Ornamen Kaligrafi Arab
anyaman simpul dengan bahan batu putih. ditemukan pada gerbang Keraton Kasepuhan
Ornamen yang mengisi panil-panil pada Pada bangunan berkubah serambi
Cirebon, masjid Agung Cirebon, gerbang depan, terdapat kaligrafi Arab (khat) berupa
dinding padasan itu berjumlah 18 buah. Pola makam Sunan Bonang di Tuban, dan lain-
ornamen serupa itu juga ditemukan di masjid hiasan gelas patri (stained glass). Hiasan itu
lain. Tradisi pemakaian hiasan piring porselen termasuk unsur baru, yang dibuat jauh setelah
agung Demak, dan masjid Mantingan-Jepara. diilhami oleh hiasan porselen tembok yang
Pola ornamen simpul itu merupakan permainan penambahan ruang serambi, pada tahun
banyak digunakan pada seni bangunan Islam 1933. Seni kaligrafi merupakan salah satu
alur garis dengan perhitungan presisi, sehingga di Asia Barat dan Asia Tengah pada masa awal
menjadi simpul tertentu. Apabila dirunut, unsur penting dalam seni hias Islam setelah
perkembangan. Piring porselen pada Menara

72 Vol. VIII No. 1 Januari 2014 Vol. VIII No. 1 Januari 2014 73
Supatmo Keunikan Ornamen Bermotif Figuratif Keunikan Ornamen Bermotif Figuratif Supatmo
pada Kompleks Bangunan Masjid Menara Kudus pada Kompleks Bangunan Masjid Menara Kudus

Pola pancuran padasan itu memiliki dua binatang kembar, yang saling berhadapan
kemiripan dengan saluran air jaladwara pada pada kedua belahan daun pintu dengan bahan
tradisi seni bangunan Hindu-Budha. Pada kayu. Secara anatomis, figur binatang itu seperti
padasan masjid Menara Kudus, bentuk kala- kelinci atau pelanduk (kancil), namun memiliki
jaladwara lebih pipih dari bentuk serupa pada daun telinga lebar mirip sayap, dan sebuah
tradisi seni Hindu-Budha. Pola luar memben- cula di kepala bagian atas. Ekor binatang itu
tuk sudut puncak pada bagian atas, seperti mirip ekor kelinci, bersurai, memiliki empat kaki
mahkota dengan mulut menganga (sebagai yang salah satu kaki depannya terangkat, dan
saluran air wudhu), gigi kelihatan dengan dua memiliki jenggot. Binatang itu juga memiliki
taring atas melengkung ke bawah seperti motif atribut berupa kalung lebar di lehernya. Di
ukel. Makhluk kala itu memiliki hidung besar, sekeliling binatang itu terdapat gambaran
dua mata kiri-kanan dan satu mata di tengah tetumbuhan perdu.
(urna). Pancuran air wudhu dengan hiasan Figur binatang itu merupakan binatang
gambar 7
ornamen kaligrafi ukir kayu pola kala-jaladwara pada padasan itu terdiri gambar 7 imajinatif (mitologis), yang dalam tradisi seni
pada bangunan cungkup makam (atas), dua deret saling membelakangi, yang setiap detil ornamen bermotif kala pada padasan hias hinduis-budhis, biasanya tergambar pada
ornamen stained glass kaligrafi Arab pada skylight deret berjumlah delapan buah. (foto: dokumen penulis) relief cerita tantri atau jataka (semacam fabel).
bangunan serambi masjid (bawah)
(foto: dokumen penulis) Salam (1986: 19-20) menghubungkan Motif binatang imajinatif-mitologis seperti itu
delapan kala pada pancuran air wudhu itu Ornamen Bermotif Figuratif Binatang sering muncul pada dinding bagian kaki candi.
Ornamen Bermotif Figuratif dengan astasanghikamarga, delapan jalan Mitologis Kelinci Hutan (Hare) Hariani-Santiko (1995: 19) mengidentifikasi
Padasan Bermotif Kala keutamaan (asta=delapan, sanghika=berlipat, Pada bagian bawah daun pintu binatang seperti itu banyak ditemukan di
Padasan (tempat bersuci) merupakan marga=jalan). Astasanghikamarga adalah gerbang paduraksa sisi depan menuju sungkup kaki candi Jawa Timur. Binatang itu
sarana yang amat vital, sebagai kelengkapan ajaran Sang Budha yang pertama-tama kompleks makam terdapat seni hias ornamen diidentifikasi sebagai binatang bulan (hare).
masjid untuk memenuhi prasyarat jamaah diberikan depada murid-muridnya di Benares figuratif binatang. Penggambaran figur binatang Perwujudannya terinspirasi oleh binatang yang
yang hendak melakukan shalat, atau aktivitas (India), terdiri atas pengetahuan yang benar, itu bercorak realis. Ornamen figuratif itu berupa ada di sekitar gunung dengan hutannya, karena
lainnya di masjid. Padasan masjid Menara keputusan yang benar, perkataan yang benar,
Kudus berada di sisi selatan, berupa dua perbuatan yang benar, pekerjaan yang benar,
deret pancuran, masing-masing berjumlah 8. usaha yang benar, meditasi secara benar, dan
Pancuran air berupa hiasan topeng (kedhok) kontemplasi yang benar.
berbentuk kala bermata tiga. Air keluar dari
lubang pipa tepat pada mulut kala. Keberadaan
bentuk kala menjadi suatu fenomena, karena
hal itu merupakan tradisi seni Hindu-Budha.
Selain itu, seni hias Islam biasanya menghindari
penggambaran makhluk bernyawa (figur
manusia-binatang). Hiasan berbentuk kala
pada padasan itu tidak bergaya realistis,
tetapi tampilan wujudnya sangat jelas walau
telah distilisasi. Dalam mitologi Hindu-Budha,
kala merupakan makhluk imajinatif, sebagai
penjaga yang dipercaya dapat memberi gambar 8
gambar 6 ornamen figuratif binatang imajinatif kelinci hutan (hare)
kekuatan baik dan menolak kekuatan jahat. padasan masjid Menara Kudus pada daun pintu gerbang paduraksa menuju makam
(foto: dokumen penulis) Sunan Kudus, mirip dengan motif relief candi Surawana-Jawa Timur (lihat gambar 9)

74 Vol. VIII No. 1 Januari 2014 Vol. VIII No. 1 Januari 2014 75
Supatmo Keunikan Ornamen Bermotif Figuratif Keunikan Ornamen Bermotif Figuratif Supatmo
pada Kompleks Bangunan Masjid Menara Kudus pada Kompleks Bangunan Masjid Menara Kudus

sosial budaya, dan bagaimana kehidupan simbol memiliki akar budaya dan mendapat
itu direalisasikan dalam perwujudan budaya dukungan dari masyarakat. Simbol keagamaan
fisik. Masjid merupakan seni bangunan menunjuk kepada realitas tertinggi yang tersirat
keagamaan yang mengandung sekumpulan dalam tindakan keagamaan. Bakhtiar (1982)
makna sakral, tersimpan dalam simbol visual. menegaskan bahwa simbol budaya bisa berupa
Menurut Geertz (1992: 50-54), simbol sakral simbol konstitutif, yang terbentuk sebagai
selalu menghubungkan pemahaman kosmologi kepercayaan dan biasanya merupakan inti dari
dengan sebuah estetika dan moralitas. agama; simbol kognitif yang membentuk ilmu
gambar 9 Kekuatan khas dari suatu simbol berasal dari pengetahuan; simbol evaluatif atau penilaian
relief “binatang bulan” pada panil candi Surawana-Jawa Timur
kemampuan mengidentifikasikan fakta dengan moral, yang membentuk nilai dan aturan;
(foto: Budiharto)
nilai, pada tataran yang paling fundamental, dan simbol ekspresif sebagai pengungkapan
untuk memberikan sesuatu yang bersifat perasaan; yang berupa segala sesuatu (benda
candi merupakan replika mahameru (gunung). pada masa itu. Sebagai pemeluk agama
faktual murni, suatu muatan normatif yang material, peristiwa, tindakan, ucapan, gerakan)
Relief candi dipandang sebagai metafora Islam, masyarakat tetap memberi ruang bagi
komprehensif. yang mewakili segala sesuatu yang lain, serta
penggambaran alam belantara di sekitar kehidupan berbudaya pra-Islam. Penggunaan
Bentuk simbolis, dalam suatu konteks diberi arti dan makna tertentu oleh kelompok
manusia yang terdapat jalan menuju surga. ornamen bermotif figuratif bukanlah tradisi seni
sosial tertentu, dapat mewujudkan suatu sistem masyarakat .
Figur hare sering muncul pada relief batu hias Islam, namun hal itu tidak dilarang, justru
atau pola kebudayaan. Penafsiran makna Bangunan bersejarah Masjid Menara
sungkup (bagian kaki bangunan) candi gaya digunakan pada bangunan sakral. Motif itu
suatu pola dan wujud budaya pada dasarnya Kudus beserta ornamentasinya yang didukung
Singasari, yang menjadi ciri khas pembeda dipadukan dengan motif-motif nonfiguratif khas
merupakan penafsiran autentisitas sistem dan dikembangkan oleh masyarakat Kudus
dengan candi gaya Mataram kuna. Bila pada seni hias Islam, seperti motif tumbuhan (sulur-
simbol. Selanjutnya, dengan memusat-kan hingga masa kini, perwujudan visualnya
candi Mataram kuna relief pada batu sungkup- suluran) dan motif geometris (arabesque).
perhatian pada simbol keagamaan (simbol tidak terlepas dari relasi pemakaian pola
nya berupa bunga padma dengan delapan Dengan demikian, perwujudan ornamen
suci), Geertz (dalam Dillistone, 2002:116) simbolis budaya tertentu. Dalam kehidupan
daun bunga, maka pada candi gaya Singasari Masjid Menara Kudus memadukan keragaman
menyampaikan paradigma: simbol keagama- masyarakat Jawa, sebagai masyarakat
relief batu sungkup-nya berupa figur binatang (pluralitas) tradisi seni hias Hindu (motif figuratif
an berfungsi mensintesiskan etos suatu pendukung (communal support) Masjid
hare. Pada beberapa relief batu sungkup candi binatang imajinatif hare), tadisi seni hias Budha
bangsa, nada, watak, mutu hidup, gaya, Menara Kudus, penggunaan simbol budaya
Majapahit, hare sering digambarkan dengan (motif kala), dan seni hias Islam (geometris),
moralitas, perasaan estetis, pandangan hidup, dengan berbagai sistem klasifikasinya, tampak
penunggangnya dalam lingkaran matahari sehingga mengandung dimensi multikultural.
serta gagasan komprehensif tentang tata nilai. menonjol. Dalam dimensi budaya masa kini,
(Sinar Majapahit). Penggambaran hare itu Pemaknaan tersebut sesuai dengan
Simbol bersifat konkret, tercerap inderawi wujud fisik seni bangunan masjid Menara
memiliki makna simbolik sebagai bulan dan penegasan Khaldun (dalam Ludin dan Suhaimi
(teraba, terlihat, terdengar) dan berpola umum. Kudus, secara simbolis, mengandung berbagai
matahari (candra-cakra). Figur hare juga 1995: 25) bahwa tidak ada suatu hal pun
Simbol keagamaan bersifat mengintegrasikan gagasan, konsep, nilai, norma, serta tradisi
ditemukan pada relief dinding bagian kaki candi yang dapat menggambarkan kebudayaan
dan mensintesiskan dunia sebagaimana masyarakat pendukungnya. Masyarakat
Surawana, Jawa Timur. suatu bangsa, tidak ada satu hal pun yang
dihayati dan dunia sebagaimana dibayangkan, pendukung masjid Menara Kudus merupakan
dapat menyatakan cita-cita dan spiritual suatu
serta berguna untuk menghasilkan dan masyarakat penganut agama Islam dengan
Makna Simbolis Ornamen Bermotif Figuratif kelompok masyarakat, dengan wujud yang
pranata budaya, sistem kepercayaan, serta
memperkuat keyakinan keagamaan.
pada Kompleks Masjid Menara Kudus lebih jelas, selain dari wujud seni bangunan
serapan berbagai nilai budaya yang saling
Selanjunya, Dillistone (2002:126-127)
masyarakat itu. Seni bangunan (beserta
memaparkan empat ciri khas suatu simbol, bertautan dan bersilangan. Pertautan dan
Pluralitas Budaya (Multikultural) ornamentasinya) merupakan manifestasi
persilangan itu tercermin dalam struktur,
yaitu: (1) simbol bersifat figuratif, menunjuk
Perwujudan estetis ornamen Masjid kekuatan rohani yang hidup pada suatu
sesuatu di luar dirinya, yang tingkatannya bentuk, dan ornamentasi berbagai unsur visual
Menara Kudus, terutama ornamen bermotif bangsa, sekaligus sebagai salah satu indikasi
lebih tinggi; (2) simbol selalu bersifat dapat lainnya, berbagai perilaku sosiokultural, serta
figuratif, dapat dimaknai sebagai pernyataan tingkat peradaban. Wujud fisik seni bangunan
dicerap, baik sebagai bentuk objektif (fisik) berbagai ritual religi masyarakat pendukungnya.
simbolis atas penghayatan beragam budaya dapat menggambarkan corak kehidupan
maupun sebagai konsepsi imajinatif; (3) Ketika isu pluralisme atau multikulturalisme
yang saling bersilangan antara Islam dan masyarakat pendukung dengan segala
simbol memiliki daya kekuatan yang melekat mengemuka dalam kancah budaya masa
pra-Islam (animisme-dinamisme, Hindu, instrumennya, seperti latar kesejarahan
(gaib, mistis, religius, rohaniah); dan (4) kini (kontemporer), masyarakat pendukung
Budha) oleh masyarakat pendukungnya (cultural setting), sistem kepercayaan, sistem

76 Vol. VIII No. 1 Januari 2014 Vol. VIII No. 1 Januari 2014 77
Supatmo Keunikan Ornamen Bermotif Figuratif Keunikan Ornamen Bermotif Figuratif Supatmo
pada Kompleks Bangunan Masjid Menara Kudus pada Kompleks Bangunan Masjid Menara Kudus

(communal support) masjid Menara Kudus Kudus tersebut sesuai dengan pandangan Seni hias (ornamen) yang ada berupa Daftar Pustaka
telah melakukannya jauh hari. Suseno (2001:38-40) yang menyatakan bahwa ornamen medallion dengan motif tetumbuhan
Seni hias (ornamentasi) masjid yang sosiokultural masyarakat Jawa tradisional (sulur-suluran), ornamen bermotif geometris, Al-Faruqi, Ismai’l R. dan Lamya Lois-al-
berupa seni pahat batu merupakan kesi- memiliki dua kaidah karakteristik. Kaidah ornamen porselen tempel bergaya Tiongkok, Faruqi. 1999. Seni Tauhid. Yogyakarta:
nam-bungan tradisi hias relief candi hinduis-bu- pertama: dalam setiap situasi selalu bersikap ornamen kaligrafi, dan ornamen bermotif Bentang
dhis Jawa Timur, khususnya Majapahit. Ke- sedemikian rupa sehingga tidak menimbulkan figuratif. Keberadaan ornamen bermotif figuratif _____________. 1992. The Cultural Atlas of
berada-an ornamen bermotif figuratif (makhluk konflik dan kedua: cara bicara dan membawa kala dan binatang imajinatif hare (menyerupai Islam, Alih Bahasa Malaysia, Othman,
hidup bernyawa), ditampilkan secara dekoratif diri pribadi orang Jawa selalu menunjukkan kelinci) pada bangunan sakral Masjid Menara Ridzuan, et al. Atlas Budaya Islam.
dapat dipahami sebagai mekanisme adaptasi sikap hormat kepada orang lain sesuai dengan Kudus merupakan keunikan tersendiri karena Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan
ajaran Islam (larangan penggambaran secara derajad dan kedudukannya. Kedua kaidah hal demikian di luar tradisi seni hias (ornamen) Pustaka Kementerian Pendidikan
nyata figur makhluk hidup bernyawa) terhadap itu sebagai prinsip rukun dan prinsip hormat. Islam. Tradisi seni hias Islam pada umunya Malaysia.
kemapanan penggambaran motif seni hias Prinsip rukun berguna untuk mempertahankan bercorak nonfiguratif dan bentuk-bentuk
masyarakat dalam keadaan harmonis. Rukun Ambary, Hasan Mu’arif. 1998. Menemukan
yang bersifat antropomorfis pada tradisi seni geometris dengan perhitungan-perhitungan
berarti berada dalam keadaan selaras, Peradaban Jejak Arkheologis &
hias masa pra-Islam. matematis yang rumit (arabesque). Ornamen
tenang dan tenteram, tanpa perselisihan Historis Islam Indonesia. Jakarta:
bermotif kala yang terdapat di padasan
dan pertentangan, bersatu untuk saling Logos Wacana Ilmu.
Toleransi Kultural diidentifikasi sebagai seni hias berlatar
Keragaman perwujudan seni hias membantu. Prinsip hormat didasari bahwa belakang tradisi agama Budha, seperti yang Bakhtiar, Harsja W., 1982. Birokrasi dan
(ornamen) bermotif figuratif pada Masjid semua hubungan sosial dalam masyarakat banyak dijumpai di candi-candi. Ornamen Kebudayaan dalam Analisis
Menara Kudus, secara simbolis menyimpan memiliki keteraturan secara hierarkis, yang bermotif figuratif binatang mitologis hare yang Kebudayaan. Jakarta: Departemen
jejak-jejak nilai toleransi kultural. Berbagai bernilai pada diri sendiri. Prinsip itu didasari terdapat pada daun pintu gerbang menuju Pendidikan dan Kebudayaan.
gejala wujud budaya fisik, gagasan, maupun cita-cita terciptanya suatu masyarakat yang makam Sunan Kudus diidentifikasi sebagai Dillistone, F.W., 2002. The Power of Symbols.
perilaku masyarakat pendukungnya dimaknai teratur, setiap warganya mengenal tempat dan kesinambungan tradisi seni hias berlatar Yogyakarta: Kanisius.
bahwa telah terjadi proses panjang adanya tugas masing-masing, sehingga masyarakat belakang agama Hindu. Ornamen demikian
merupakan suatu kesatuan yang selaras. Geertz, Clifford. 1973. The Interpretation
sikap toleransi kultural bagi masyarakat banyak ditemukan menghias kaki candi-candi Cultures. New York: Basic Books Inc.
pendukung masjid Menara Kudus hingga masa Dalam perilaku kehidupan sehari-hari, kaidah Hindu di Jawa Timur.
tersebut terejawantahkan dalam sikap lapang Publisher.
kini. Dalam dimensi kesejarahan, kristalisasi Perwujudan ornamen dengan
nilai tersebut tidak terlepas dari gagasan tokoh dada dan toleransi terhadap keragaman keragaman latar belakang masing-masing Hariani-Santiko, 1995. “Seni Bangun Sakral
Sunan Kudus pada masa awal perkembangan budaya masyarakat. dimaknai sebagai pernyataan simbolis atas Masa Hindu-Budha di Indonesia (Abad
agama Islam di daerah Kudus dan sekitarnya pluralitas kultural pra-Islam dan Islam yang VIII-XV Masehi): Analisis Arsitektural
yang menyebarluaskan ajaran Islam dengan Penutup dihayati oleh masyarakat pendukung sebagai dan Makna Simbolik”, Pidato Penguku-
pendekatan kultural. Elemen-elemen tradisi pengikut ajaran Sunan Kudus di masa lalu han Guru Besar Madya Tetap, Fakultas
Jejak-jejak keragaman tradisi pra- Sastra Universitas Indonesia. Jakarta:
seni-budaya masyarakat setempat yang masa hingga masa kini. Sedangkan keberadaan
Islam (Hindu, Budha, animisme-dinamisme) tidak diterbitkan.
itu memeluk ajaran agama Hindu-Budha ornamen bermotif figuratif mengandung makna
dimanfaatkan sebagai media syi’ar Islam. Sikap dan Islam melatarbelakangi perwujudan seni sebagai pernyataan simbolis atas nilai dan _______________. 1989. Santri, Abangan,
toleransi kultural diajarkan oleh Sunan Kudus hias (ornamen) pada kompleks Masjid Menara sikap toleransi terhadap pluralitas kultural, Priyayi dalam Masyarakat Jawa,
kepada para pengikutnya dan masyarakat Kudus. Secara keseluruhan seni bangunan sebagai kaidah dalam kehidupan sehari-hari terjemahan Mahasin, Aswab. Jakarta:
setempat. Bahkan hingga saat ini, masyarakat Masjid Menara Kudus, sebagai suatu aspek oleh masyarakat pendukungnya. Pustaka Jaya.
kebudayaan, merupakan pernyataan estetis
tradisional Kudus, walaupun beragama Islam de Graaf, H. J. & Th. G. Th. Pigeaud. 2001.
yang menggambarkan cita-cita dan keinginan
tetapi tetap menjaga pantangan menyembelih Kerajaan-kerajaan Islam Pertama di
para pengikut ajaran Sunan Kudus atau
(memakan daging) sapi, sebagai wujud Jawa, terjemahan KITLV, cetakan ke-4
masyarakat pendukungnya. Unsur estetis
toleransi kultural pada penganut agama Hindu. edisi revisi. Jakarta: Pustaka Utama
Islam dipadukan dalam keselarasan gagasan
Pemaknaan atas perwujudan seni Grafiti,
dan pola kesinambungan dengan unsur estetis
hias bermotif figuratif pada Masjid Menara
tradisi pra-Islam.

78 Vol. VIII No. 1 Januari 2014 Vol. VIII No. 1 Januari 2014 79
Supatmo Keunikan Ornamen Bermotif Figuratif
pada Kompleks Bangunan Masjid Menara Kudus

Koentjaraningrat. 1984. Kebudayaan Jawa-


Seri Etnografi. Jakarta: BPPN-Balai
Pustaka.
Ludin, Manja Mohd. dan Mohd. Nor, Ahmad
Suhaimi. 1995. Aspek-Aspek Kesenian
Islam. Kuala Lumpur: Dewan Bahasa
dan Pustaka Kementerian Pendidikan
Malaysia.
Miksic, John, 2002. “Arsitektur Periode Awal
Islam” dalam Indonesian Heritage
Volume Arsitektur. Jakarta: Grolier
International.
Salam, Solichin. 1960. Seputar Wali Sanga.
Kudus: Menara Kudus.
______________. 1977. Kudus Purbakala
dalam Perjuangan Islam. Kudus:
Menara Kudus.
______________. 1986. Ja’far Shadiq Sunan
Kudus. Kudus: Menara Kudus.
Sofwan, Ridin., et al. 2000. Islamisasi di Jawa.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Suseno, Franz Magnis, 2001. Etika Jawa
Sebuah Analisis Falsafah tentang
Kebijaksanaan Hidup Jawa. Jakarta:
Gramedia.
Yudoseputro, Wiyoso, 1987. Karya Seni
Rupa Indonesia Zaman Kerajaan
Islam. Jakarta: Lembaga Pendidikan
Kesenian.

80 Vol. VIII No. 1 Januari 2014

Anda mungkin juga menyukai