A. Pendahuluan
Paradigma merupakan suatu bentuk pemikiran atau cara pandang seseorang terhadap
suatu hal dan mempengaruhi pola pikirnya. Paradigma dalam Arsitketur terjadi karena
perkembangan perancangan Arsitektur sejak era pra-klasik. Pada era peradaban kuno
(ancient world), konsep Arsitektur terispirasi dari alam semesta yang berkaitan dengan
kosmos dan mitos. Pada era kebesaran Arsitektur Klasik Eropa (Yunani-Romawi-
Renaissance) estetika bangunan merupakan paradigma yang sangat dititik beraktkan.
Sasaran essensial dalam konsepnya adalah proporsi, simetri, geometri, dan ornamen-
ornamen. Pada saat ini, fungsi dan struktur hanya memiliki peran yang kecil. Pada era
Arsitektur Modern, muncul Gerakan yang melawan Arsitektur Klasik Eropa yang telah
tersebar luas. Pada tahun 1960-an, paradigma arsitektur modern mulai menjadi pertanyaan
karena terbitnya buku Complexity and Contradiction in Architecture. Hal ini dinamakan
dengan Post-Modernisme yang diambil dari buku The Language of Post-Modernisme karya
Charles Jenck.
B. Isi
1. Paradigma Kosmologi dan Mitos
Kosmologi berasal dari Bahasa Yunani, yaitu “Cosmos” yang artinya alam
semesta dan “Logos” yang artinya ilmu pengetahuan. Menurut Anton Bakker dalam
bukunya “Kosmologi & Ekologi-Filsafat tentang Kosmos sebagai Rumah Tangga”
(1995) mengatakan “Kosmologi menyelidiki dunia sebagai suatu keseluruhan
menurut dasarnya. Kosmologi bertitik pangkal pada pengalaman mengenai gejala-
gejala dan data-data. Akan tetapi gejala-gejala dan data-data itu tidak ditnagkap
dalam khususannya, tetapi langsung dipahami menurut intinya dan menurut
tempatnya dalam keseluruhan dunia.”
Sedangkan menurut YB. Mangunwijaya dari bukunya yang berjudul “Wastu
Citra” (1988) mengatakan “Segi mitos dan keagamaan menyangkut keadaan
manusia atau semesta dari dasar-dasarnya yang paling akar, paling menentukan,
paling sejati. Pada tahap primer orang mulai berpikir dan bercita rasa dalam
penghayatan kosmos dan mitos, atau agama. Tidak estetis”.
Berdasarkan paradigma kosmologi dan mitos, keindahan yang ada dalam
bentuk arsitektural suatu bangunan bukanlah terjadi karena keindahan semata,
namun karena adanya kepercayaan atau persembahan kepada kosmos (alam
semesta). Nilai-nilai kepercayaan tersebutlah yang menghendaki bentuk tersebut
untuk keselamatan.
Seperti rumah-rumah tradisional Jawa yang dibangun menggunakan
keseimbangan atau keharmonisan anatar
manusia dengan Yang Maha Kuasa,
manusia dengan alam semesta
(moncopat, kolomudheng, ponco sudho,
papat keblat kalima pancer), Roemanto
(1999).
1|P age
Di Mesir, karena adanya penyembah
dan penghargaan kepada Raja Mesir
yang dianggap Tuhan pada saat itu,
dibuatlah Piramida dan Spinx.
2. Paradigma Estetika
Paradigma estetika merupakan paradigma keindahan yang biasanya
berdasarkan pada keseimbangan dan keselarasan di antara elemen-elemen
pembentuk arsitektur. Paradigma ini biasanya dipakai pada jaman arsitektur klasik
dan beberapa gaya sebelum arsitektur moderm lahir. Teori Vitruvius dan teori
Golden Section banyak mempengaruhi paradigma ini, di mana kedua teori ini
menekankan keindahan pada proporsi, keseimbangan, dan keselarasan. Faktor
simbol atau lambing sebagai elemen dekorasi juga sangan berarti dalam penampilan
estetika sebuah bangunan.
Dalam dunia arsitektur penggunaan simbol menjadi suatu proses yang terjadi
pada setiap individu. Manusia dapat merangsang suatu simbol melalui panca indra
dan kemudian menjadi pra-persepsi, lalu terjadi pengenalan objek hingga terwujud
persepsi, dan persepsi ini sangat dipengaruhi oleh pengalaman termasuk
pengalaman yang menentukan tingkat intelektual manusia.
Pada awalnya, estetika merupakan salah satu cabang ilmu filsafat, namun dalam
perkembangannya estetika tidak lagi bercorak filsafat tetapi sudah berkembang
lebih luas.
Dalam teori obyektif, keindahan merupakan sifat (kualitas) yang memang telah
melekat pada objeknya (benda). Perimbangan antara bagian-bagian pada benda
tersebut merupakan ciri yang memberi keindahan, sehingga azas-azas tertentu
menganai bentuk dapat terpenuhi. Sedangkan pada teori subyetif, keindahan
hanyalah tanggapan perasaan dalam diri seseorang yang mengamati benda tersebut.
2|P age
Jadi, keismpulannya tergantu pada persepsi setiap pengamat yang menyatakan
benda tersebut indah atau tidak.
Misalnya pada bangsa Yunani yang sangat peka terhadap keindahan obyetif,
mereka menerapkan perbandingan keemasan (Golden Section).
Nilai-nilai intrisik merupakan perwujudan estetika yang dinyatakan dengan
prnsip, kaidah-kaidah keselarasan, keseimbangan, dan lain sebagainya. Unsur-
unsur yang digunakan adalah garis, bentuk, warna, tekstur, struktur masa, dan
ruang.
Pada masa Yunani Kuno, banyak karya
arsitektur yang terdiri dai balok-balok dan kolom-
kolom batu. Hai ini disebut dengan langgam
klasik. Seperti kuil Parthenon yang berada di
Arcopolis, Athena.
3. Paradigma Sosial
Arsitektur dikatakan sebagai pengejawantahan dari kebudayaan manusia atau
arsitektur selalu dipengari kebudayaan dan masyarakatnya. Beberapa cerminan
interaksi sosial terwujud dalam arsitektur.
Seperti agama Budha dari India yang
datang ke Indonesia karena dibawa oleh para
pedagang. Sambal berdagang mereka
mengembangkan agama Budha dan terjadi
interaksi dengan masyarakat setempat, karena
hal itu terjadilah akulturasi agama dalam
masyarakat tanpa mengubah adat istiadat yang
telah ada. Dibangunnya candi-candi adalah
karena mereka membutuhkan tempat
peribadahan dan candi-candi inilah yang menjadi karya arsitektur sebagai
perwujudan dari adanya interaksi sosial dalam bentuk kerjasaman dan akulturasi
budaya masyarakat pendatang dan masyarakat yang ada dan dalam perwujudannya
berdampingan dengan bangunan tempat tinggal penduduk dengan ciri arsitektur
setempat.
4. Paradigma Rasional
Paradigma rasional dalam arsitektur diartikan sebagai hal-hal yang bersifat
nalar atau dapat dikatakan sebagai suatu cara untuk mencetuskan ide-ide arsitektur
yang didasarkan dengan pertimbangan atau pemikiran yang masuk akal.
Paradigma ini tumbuh setikar pertengahan abad ke 19 di Eropa. Paradigma ini
muncul karena adanya teknologi kontruksi, meningkatnya kebutuhan rumah tinggal
3|P age
di kota karena pesatnya arus urbanisasu, dan meningkatnya bentuk-bentuk elektis
dalam karya arsitektur yang tidak sesuai dengan perkembangan teknologi saat itu.
Ciri-ciri paradigma rasional pada karya arsitektur, yaitu:
- Fungsi sebagai penentu bentuk dan ekspresi
- Struktru bangunan menjadi bagian dari estetika baru
- Ornament-ornamen yang tidak perlu dihilangkan
- Prinsip perancangan menjadi universal yang mengakibatkan lahirnya gaya
internasional dengan akibat aspek konteks terabaikan
5. Paradigma Kultur
Paradigma kultur adalh paradigma yang berasal dari suatu kebudayaan.
Kegiatan dalam mewujudkan karya-karya interaksi ruang, makna, komunikasi dan
waktu yang berfokus pada penataan lingkungan. Hal terpenting dalam penataan
tersebut adalh makna lingkungan membantu komunikasi sosial antara ornag-orang
dengan lingkungan kepada masyarakat melalui kebudayaan masing-masing. Jadi
lingkungan melalui ruang dan makna mencerminkan perngaturan komunikasi,
karena komunikasi adalah salah satu factor yang penting bersifat temporal dan
dianggap dapat mengatur waktu, baik masa lampau, sekarang, maupun masa depan.
Perbedaan antara kultur barat dan timur secara garis besar adalah berat ingin
menguasai alam, sedangkan timur ingin menyelaraskan dengan alam. Pada bagian
timur hanya Jepang yang bisa mengadaptasi pemikiran-pemikiran Barat pada masa
pre-Modern. Jepang mempelajari, meniru, menyerap, dan memberi jiwa atau
kehidupan baru, memperbaiki dan membentuk Kembali bentuk akhir yang ada
sebagi elemen yang berkaitan dengan Jepang. Karena hal tersebut, perkembangan
arsitektur Jepang juga terpengaruh.
4|P age
Di Bali, arsitekturnya dipadukan dengan
akal pikiran setempat dan kaidah-kaidah agama
Hindu.
5|P age
7. Paradigma Environmentalisme
Paradigma environmentalisme adalah paradigma yang menjadikan alam
sebagai dasar pemikirannya. Hal ini muncul sebagai sikap terhadap tapak, tempat,
landscape, dan pembuatan arsitektur utamanya dalam hal tektonika.
Dengan paradigm aini, arsitek merancang dengan dasar jonsepnya yang
melestarikan lingkungan dan penggunaan potensi alam semaksimal mungkin untuk
perencanaan lingkungan binaaan.
Frank Lloyd Wright
menyatakan bahwa “setiap
pemecahan masalah
arsitektur selalu
berhubungan dengan alam
atau lingkungan seperti
iklim, topografi, dan bahan
bangunan”. Karyanya
yang Bernama
Fallingwater menerapkan
paradigma ini dan
menunjukan
keseimbangan yang dihasilkan antara bidang-bidang massif horizontal dengan
karang dan air terjun.
C. Kesimpulan
Dari penjelasan di atas, dapat kita ketahui bahwa banyak terdapat paradigma-
paradigma di dalam arsitektur. Paradigma-paradigma tersebut dapat memberi
pemahaman bagaimana terjadinya suatu bangunan yang ada dan sesuai dengan teori
yang ada.
6|P age