Anda di halaman 1dari 9

KAJIAN ESTETIKA NUSANTARA DAN ESTETIKA BARAT

DALAM RAGAM HIAS ARSITEKTUR


MATA KULIAH EASTETIKA

Dosen Pengampu :

Lira Anindita Utami, S.Ds., M.Phil., Ph.D.

Disusun Oleh :

Andini Tsania Imani

(C0921007)

PROGRAM STUDI KRIYA SENI/TEKSTIL

FAKULTAS SENI RUPA DAN DESAIN

UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA

22 DESEMBER 2022
PENDAHULUAN

Arsitektur adalah perwujudan atau manifestasi kebudayaan manusia.


Arsitektue dipengaruhi oleh budaya masyarakat. Arsitektur merupakan manifestasi
dari kehidup kita sehari-hari yang merupakan cermin kebudayaan kita, sebuah
petunjuk dari perasaan artistik yang kita miliki, menggambarkan bagaimana tingkat
teknologi kita, kemakmuran kita, struktur sosial masyarakat kita.” Adhi Moersid
(Budihardjo, 1996: 31). Arsitektur sendiri masuk kedalam salah satu contoh
produk seni budaya, Arsitektur Nusantara berakar pada budaya tradisional.
Arsitektur tradisional sangat beragam di Indonesia, bersama dengan keragaman
etnisnya. Arsitektur tradisional adalah bangunan dengan bentuk dan fungsi yang
memiliki ciri khas tersendiri sesuai dengan kebudayaan suatu bangsa yang
diwariskan secara turun- temurun dan dapat digunakan untuk mengadakan kegiatan
oleh masyarakat di sekitarnya. Setiap arsitektur tradisional juga memiliki ragam
hias yang sangat unik antara satu dan lainnya, seperti penambahan ornament ukiran,
sebuah tembok keramik yang khas, dan lain sebagainya. Oleh karena itu, arsitektur
tradisional merupakan ekspresi budaya dan cerminan langsung dalam menampilkan
sesuatu oleh masyarakatnya.

Pada essay ini, saya akan menyandingkan antara estetika Arsitektur Barok
dengan Arsitektur Bali yang terlihat serupa. Ada persamaan dalam pembahasan
keindahan dan estetika antara Arsitektur Klasik Barat dan Arsitektur Bali. Namun
pastinya diantara keduanya akan memiliki perbedaan yang signifikan.

PEMBAHASAN

Antara Estetika Barat dan Nusantara

Estetika merupakan symbol yang mewakili pola piker masyarakat suatu


daerah. Estetika juga merupakan buah pemikiran yang timbul dari budaya, Budaya
masyarakat di Nusantara sangat beragam dan memiliki kajian yang sangat luas
mengenai kebudayaannya. Estetika Nusantara dibangun oleh budayanya melalui
pemikiran-pemikiran yang mencetus sebuah tindakan-tindakan yang dalam rentang
waktu membentuk kebiasaan-kebiasaan yang akhirnya dari sebuah sifat individu
yang kemudian dikembangkan menjadi suatu hal yang bersifat kolektif.
Pembentukannya tercapai karena apapun itu menjadi sebuah tindakan yang
dilakukan pada suatu kelompok msyarakat tersebut.

Budaya Nusantara ada yang bersifat tangible atau budaya material yang
berwujudkan seperti kesenian, artefak, peralatan yang digubakan untuk berkarya,
dan segala peralatan hidup yang diimbuhkan ragam hias. Selain itu, ada juga budaya
intangible yang meliputi pemikiran, tingkah laku, mitos, legenda, kepercayaandan
lainnya. Budaya di Indonesia sendiri sangat beragam dan budaya kita ini lebih
beragam lagi karena akulturasi dari Hindhu-Budha, Konghucu, Islam, budaya barat
dan lain sebagainya. (Lyra A. Utami, “Materi kuliah tentang Aesthetics and
Application”)

Berbeda dengan Estetika Nusantara yang cenderung membicarakan


mengenai filsafat dengan pengetahuan tentang Tuhan dan kepercayaan.cenderung
atau ILAHIAH, Estetika Barat justru lebih berpusat kepada rasa yang diolah oleh
manusia itu sendiri sehingga adanya garis pemisah yang begitu jelas antara objek,
subjek, peristiwa, atau fenomena dengan suatu fakta. Manusia dianggap sebagai
entitas yang mampu menghasilkan keindahan melampaui apa yang dapat diberikan
oleh alam melalui kemampuan teknis atau skill. Hal inilah yang menyebabkan
kebanyakan kesenian-kesenian di zaman klasik sangat memperhatikan teksnis yang
detail dalam membuat karya seni seperti literatur, arsitektur, patung, dan lainnya.

Sebagian besar karya seni di zaman klasik yang diproduksi dalam objek-
objek fungsionalpun kebanyakan untuk alasan memuaskan indera lewat keindahan
yang dapat dilihat dan dirasakan yang menghasilkan rasa kepuasan, keagungan, dan
kebesaran. Penilaiannya estetis hanya sebatas dari visusal yang akhirnya ada
kecenderungan estetika dianggap sesuatu yang hanya fokus pada detail dan visual
bukan pada pemaknaan. (Lyra A. Utami, “Materi kuliah tentang Aesthetics and
Application”)

Sekilas Tentang Arsitektur Nusantara dan Arsitektur Klasik Barat (Baroque)

Pengetahuan masyarakat Indonesia dalam lingkungan lisan (intangible)


berupa cerita rakyat, hikayat, legenda, mitos, lagu, kronik, puisi, peribahasa dan
nasehat, serta mantra dan doa menjadikan masyarakat Indonesia memiliki pedoman
dalam menjalani kehidupan serta berkarya salah satunya dalam dunia arsitektur.
Misalnya. Dalam dunia arsitektur jawa memiliki sebuah salinan ilmu atau
pengetahuan yang berisi pedoman bagi prakter arsitektur pada masyarakat jawa.
Salinan-salinan tersebut berupa, manuskrip berupa Primbon. Kawruh Kalanga atau
Griya, dan serat centhini. Tujuan dari pedoman ‘petungan’ adalah untukmenyajikan
bentuk proporsi yang pas dalam budaya Jawa Pedoman ini merupakan potensi
Arsitektur Nusantara untuk menunjukkan bahwa hal tersebut didasarkan pada
pengetahuan teori dalam arsitektur

Demikian pula dalam Arsitektur Bali. Dalam arsitektur Bali, Menurut


Ahmad Yunus (Arsitektur Tradisional Daerah Bali, 1986), Traditional
Arsitektur Bali adalah perwujudan keindahan manusia dan alam yang mengeras
menjadi bentuk bangunan, berupa hiasan. Estetika, etika, dan logika menjadi
pertimbangan dasar dalam pencarian, pengolahan dan penempatan ornamen,
dengan mengambil tiga bentuk kehidupan di muka bumi: manusia, hewan dan
tumbuhan. Bentuk-bentuk ragam hias manusia pada umumnya ditampilkan sesuai
dengan gagasan agama, tradisi, dan kepercayaan. Hal tersebut dapat kita amati pada
pura-pura yang ada di Bali.

Secara umum, perkembangan Baroque dianggap sebagai gaya seni yang


paling berkarakter di abad ke-17, dengan karakternya seperti kegembiraan,
emosionalisme, teatrikal, dan energi yang tidak terkendali. Dalam contoh garis
melengkung arsitektur Baroque, permukaan dan gerakan yang diciptakan melalui
cahaya menambah ritme pada struktur. Garis lengkung tidak hanya mendominasi
fasad tetapi juga denah lantai. Selama periode Barok, rencana oval menggantikan
skema persegi panjang Renaisans.

Kajian Estetis Pura Bali dan Bangunan Pada Masa Barok

Kajian utamanya menyandingkan antara estetika Arsitektur Barok dengan


Arsitektur Bali yang terlihat serupa namun tidak mirip. Ada persamaan dalam
pembahasan keindahan dan estetika antara Arsitektur Klasik Barat dan Arsitektur
Bali terutama adanya penggayaan ukiran ragam hias pada bangunannya. Arsitektur
Bali adalah salah satu contoh Arsitektur Nusantara (Archipelago Architecture) yang
juga memiliki pemikiran bagaimana mereka menampilkannya merupakan dasar
munculnya bentuk yang pada akhirnya akan mampu menghadirkan ciri khas dan
berakhir pada gaya tertentu.

Arsitektur Bali merupakan sebuah arsitektur yang terkonsep dan memiliki


batas-batas ruang yang tidak bisa dilanggar. konsep-konsep yang dapat dijadikan
landasan penting estetika kesenian Bali, termasuk arsitektur Bali, adalah sebagai
berikut: konsep kesucian (Shiwam ), konsep kebenaran (Satyam), dan konsep
keseimbangan (Sundaram). Konsep kesucian (Shiwam) yang merupakan filosofi
hindu yang menciptakan suatu kondisi ideal yang sifatnya ILAHIAH.

Konsep kesucian (Shiwam) pada dasarnya menyangkut persoalan tentang


nilai-nilai Ketuhanan yang juga mencakup yadnya dan taksu. Yadnya atau korban
suci, termasuk penyerahan diri dan sarana spiritual lainnya yang sering melibatkan
ritual. Hanya setelah mendapat rahmat-Nya, manusia akan mampu menghasilkan
karya seni yang berkualitas, dan memiliki daya pikat yang sering disebut Taksu di
Bali (Dibia, 2000).

Kebenaran (Satyam) meliputi nilai kejujuran, ketulusan dan kesungguhan.


Disajikan dengan cara membenturkan dua sisi, yang baik dengan yang buruk, yang
jahat dengan yang jujur, yang tulus dengan yang tidak tulus; yang diakhiri dengan
kemenangan di sisi kanan atau setidaknya dengan seri (tidak kalah dan tidak
menang) (Dibia, 2003). Putu Rumawan Salain (2003) juga berpendapat bahwa
persepsi masyarakat tentang keindahan, di Bali, bukan hanya sesuatu yang
menakjubkan, tetapi juga ketakutan, misteri, dll. Kedua argumen ini menunjukkan
bahwa ada dua karakter estetika yang mengacu pada konsep kebenaran, tidak hanya
mencakup estetika yang indah, tetapi juga estetika yang penuh makna.

Keseimbangan (Sundaram) yang meliputi kesamaan dan perbedaan tersebut


dapat tercermin dalam beberapa dimensi. Refleksi keseimbangan yang ditemukan
dalam Kesenian Bali adalah Dimensi-2 / rwa bhineda ( Dimensi ke-2) dan Dimensi-
3 / tri bhuwana ( Dimensi ke-3). Refleksi estetik dengan konsep keseimbangan dua
dimensi dapat menghasilkan bentuk yang simetris sekaligus asimetris, atau relasi
yang harmonis sekaligus disharmonis. Adapun keseimbangan dalam Dimensi 3, hal
tersebut cukup mempengaruhi seniman Bali dalam membagi ruang vertikal.

Pada Arsitektur Bali terdapat konsep tri angga (tiga bagian/wilayah) yang
maksudnya, tubuh manusia terbagi menjadi tiga: kepala sebagai angga utama
(untuk bagian yang paling suci), badan atau batang tubuh (dari dada sampai
pinggul) sebagai madya angga. (untuk bagian tengah), dan kaki sebagai nista angga
(yang dianggap paling najis). Jika terjadi pelanggaran terhadap batas-batas ruang,
maka dianggap telah melampaui etika.

Sedangkan untuk konsep Arsitektur Barok lebih kepada sebuah upaya


penerapan dan penggunaan suatu bentuk elemen tertentu yang menyesuaikan
dengan values yang ingin diceptakan atau dihasilkan. Misalnya elemen-elemen
yang menciptakan kehebohan seperti sesuatu yang dilebih-lebihkan.
Penggambarannya pun diumpamakan seperti suatu kegembiraan yang meluap-luap
hingga sampai pada tahap yang ‘menyesakkan’, penuh kemabuk-kepayangan, serta
penuh dengan adegan yang teatrikal. Oleh karenanya, peran value pada Arsitektur
Barok lebih banyak memberikan pengaruh dalam hal bentuk atau rupanya
dibandingkan dengan peran purpose-nya serta maknanya yang mengarah pada
fungsi.

Penggayaan pada Arsitektur Barok diwujudkan seperti sebuah kegembiraan


yang meluap hingga sampai pada tahap menyesakkan. Gaya Arsitektur Barok
sendiri menampilkan kemeriahan ornamentasi hingga pada tahap yang paling
eklektik, yang dimana dapat kita lihat adanya ketumpang-tindihan yang mampu
menghasilkan sesuatu tidak berwujud namun elemen-elemen tersebut memiliki
stimulus gerakan. Bukan hanya mengenai ketumpang-tindihan ini saja, komposisi
elemen yang kompleks serta bentuk dan motif yang sangat rumit dan
membingungkan dalam jumlah yang banyak, membuat unsu-unsur gaya Arsitektur
Barok menghasilkan kesan yang luar biasa dan kemewahan yang memabukkan
khas gaya barok Oleh karenanya, peran yang paling menentukkan dari kemunculan
karakter Barok adalah dengan menghadirkan suatu kemewahan arsitektur, yang
mana lebih mengutamakan tampilan estetika daripada fungsi dan makna sehingga
Arsitektur Barok memiliki komposisi yang fleksibel dan tidak terikat aturan
(disorder).

PENUTUP

Hasil analisis benda-benda Arsitektur Bali yang dikaji berdasarkan sudut


pandang barok, menunjukkan bahwa kesesuaian diantara keduanya dalam
menghadirkan tekstur ragam hias seperti ciri-ciri yang mendekati alam yaitu berupa
tekstur yang kasar yang dihasilkan dari bentuk atau pola atau figur yang melimpah.
Perbedaan yang ditemukan dalam Arsitektur Bali adalah komposisi tekstur.
Arsitektur Bali menerapkan tatanan dalam konsep keseimbangan Dimensi-2 dan
Dimensi-3 yang tidak boleh melampaui Batasan-batasan yang telah ditetapkan.
sedangkan Arsitektur Barok memiliki komposisi yang fleksibel dan tidak terikat
aturan (disorder).

Selain itu, kualitas ukiran Baroque dalam kategori masif berisi takik
dekorasi besar yang dijejalkan dan ditekan menjadi satu sedangkan elemen-elemen
Pura Bali memiliki kualitas ragam hias yang lebih ringan, yang sesuai dengan
kaidah komposisi dan proporsi Dimensi-2 (Dimensi 2) dan Dimensi-3 (Dimensi 3)

Komposisi Tekstur pada Arsitektur Barok dan Arsitektur Bali

Sumber: seminariledalero.blogspot.com (kiri); .wikipedia.org (kanan)


KESIMPULAN

Berdasarkan penjelasan dosen pengampu tentang perbedaan kebanyakan


estetika barat dan estetika timur/nusantara dimana estetika barat berbicara
mengenai lebih berpusat kepada rasa yang diolah oleh manusia itu sendiri atau
manusia dengan ciptaannya (ratio, akal), sedangkan estetika nusantara
membicarakan mengenai filsafat dengan pengetahuan tentang Tuhan dan
kepercayaan. Hal ini pun terlihat pada arsitektur nusantara khususnya yang sedang
dibahas yaitu Arsitektur Bali dan Arsitektur Barok. Arsitektur Barok yang
diciptakan dengan detail yang rumit merepresentasikan bahwa penciptaannya
bertujuan untuk memuaskan indera lewat keindahan yang dapat dilihat. Hal ini
sesuai dengan teori estetika barat. Arsitektur Bali yang dirancang dengan konsep tri
angga (tiga bagian/wilayah), memiliki makna yang saklral dan sesuai dengan
konsep kepercayaan, hal ini menujukkan bahwa Arsitektur Bali sesuai dengan teori
Estetika Nusantara.
DAFTAR PUSTAKA

Vini Asfarilla, Yulianto P. Prihatmaji. (2019). Boat Representation in Nusantara


Architecture. International Journal of Architecture and Urbanism. (Vol. 03, No. 01)

Melati R.A., Josef P., & Murni R. (2015). Balinese ‘Baroque’: Aesthetic Of
Balinese Pura Based On Wolfflin’s Theory. Manifestation of Architectur In
Indonesia International Converence.

Jakob S., Matius A., Mudji Sutrisno, S.J., G.R. Lono L.S., Dharsono, Rahmanu W.,
Pujiyanto., Marwati. (2010). Seminar Nasional Estetika Nusantara. Penerbit ISI
Press Surakarta.

Sri Sunarti , Ikaputra. (2021). Semiotika untuk Memahami Makna Arsitektur Ragam
Hias. ATRIUM: Jurnal Arsitektur. (Vol. 7, No.1)

Anda mungkin juga menyukai