Budaya, pada dasarnya adalah hasil akal budi manusia dalam interaksinya, baik
dengan alam maupun manusia lainnya. Manusia merupakan makhluk yang berbudaya.
Manusia adalah pencipta kebudayaan.
Kebudayaan berasal dari bahasa Sanskerta, yaitu buddhayah yang merupakan bentuk
jamak dari buddhi (budi atau akal) iartikan sebagai hal-hal yang berkaitan dengan budi dan
akal. Ada pendapat lain mengatakan budaya berasal dari kata Budi dan Daya. Budi
merupakan unsur rohani, sedangkan daya adalah unsur jasmani manusia. Dengan demikian,
budaya merupakan hasil budi dan daya dari manusia.
Dalam bahasa Inggris, kebudayaan disebut culture, yang berasal dari kata Latin
colore, yaitu mengolah atau mengerjakan. Dalam bahasa Belanda, cultuur berarti sama
dengan culture. Culture atau cultuur bisa diartikan juga sebagai mengolah tanah atau bertani.
Dengan demikian, kata budaya ada hubungannya dengan kemampuan manusia dalam
mengelola sumber-sumber kehidupan, dalam hal ini pertanian. Kata culture juga kadang
diterjemahkan sebagai kultur dalam Bahasa Indonesia.
Definisi kebudayaan telah banyak dikemukakan oleh para ahli. Beberapa contoh
sebagai berikut.
1. Herskovits memandang kebudayaan sebagai suatu yang turun-temurun dari satu
generasi ke generasi yang lain.
2. selo Soemardjan dan Soelaiman Soemardi mengatakan kebudayaan adalah sarana
hasil karya, rasa, dan cipta manusia.
3. Koentjaraningrat berpendapat bahwa kebudayaan adalah keseluruhan gagasan dan
karya manusia yang harus dibiasakan dengan belajar beserta dari hasil budi
pekertinya.
4. J.J. Hoeningman membagi wujud kebudayaan menjadi tiga, yaitu gagasan (wujud
ideal), aktivitas (tindakan), dan artefak (karya).
Manusia merupakan pencipta kebudayaan karena manusia dianugerahi akal dan budi
daya. Dengan akal dan budi daya itulah manusia menciptakan dan mengembangkan
kebudayaan. Terciptanya kebudayaan adalah hasil interaksi manusia dengan segala isi alam
raya ini. Hasil interaksi binatang dengan alam sekitar tidak membentuk kebudayaan, tetapi
hanya menghasilkan pembiasaan saja. Hal ini karena binatang tidak dibekali akal budi, tetapi
hanya nafsu dan naluri tingkat rendah.
Karena manusia adalah pencipta kebudayaan maka manusia adalah mahkluk berbudaya.
Kebudayaaan adalah ekspresi eksistensi manusia di dunia. Dengan kebudayaannya, manusia
mampu menampakkan jejak-jejaknya dalam panggung sejarah dunia.
Wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks aktivitas serta tindakan berpola dari manusia
dalam masyarakat disebut sistem sosial, yang terdiri dari ativitas-aktivitas manusia
berinteraksi, berhubungan, serta bergaul satu dengan lainnya dari detik ke detik, dari hari ke
hari, dan dari tahun ke tahun, selalu menurut pola tertentu yang berdasarkan adat-istiadat
kelakuan. Kebudayaan sebagai benda-benda hasil karya manusia adalah keseluruhan total
dari hasil fisik aktivitas, perbuatan, dan karya manusia dalam masyarakat.
Tampaknya perubahan sosial lah yang dominan dan menjadi arah dari perubahan suatu
budaya sebagaimana dikatakan Ogburn (dalam Soerjono, 1990:36). Disebutkannya bahwa
perubahan sosial meliputi unsu-unsur kebudayaan materiil dan imateriil dengan menekankan
pada pengaruh besar kebudayaan materiil. Hanya saja dalam mengikuti suatu perubahan,
manusia cenderung melakukan adaptasi. Otto Soemarsono (1997:48) mengatakan perubahan
terhadap lingkungan baik yang terjadi dengan cepat atau lambat orang akan berusaha
mengadaptasikan dirinya terhadap perubahan itu, kendatipun ada kalanya orang tidak berhasil
mengadaptasi perbahan itu sehingga menghasilkan sifat (perilaku) yang tidak sesuai dengan
lingkungan.
Dengan kata lain, jika lingkungan (habitat) mengalami perubahan, maka langsung
maupun tidak langsung kan mempengaruhi perilaku penghuninya, baik itu manusia maupun
binatang. Pengertian lain bahwa manusia menciptakan budaya dan kemudian kebudayaan
memberikan arah dalam hidup dan tingkah laku manusia.
Kebudayaan paling sedikit mempunyai tiga kategori yaitu:
1. Berupa wadah bagi suatu kompleks ide-ide, gagasan-gagasan, nilai-nilai, norma-
norma, dan peraturan.
2. kebudayaan sebagai suatu kompleks aktivitas manusia yang berpola, menciptakan
suatu sistem sosial bagi masyarakat yang bersangkutan.
3. Berupa wadah untuk menghasilkan benda-benda pakai dan karya seni, berbentuk
nyata sebagai objek riil, seperti lukisan, patung, kerajinan, benda pakai, senjata,
serta bangunan rumah (Koentjaraningrat, 1974).
PENGARUH KEBUDAYAAN TERHADAP ARSITEKTUR
Pemahaman akan kesadaran berbudaya yang dianut manusia dimana pun ia berada,
selalu menjadi suatu dasar terjadinya lingkungan buatan yaitu karya arsitektur yang tumbuh
berkelompok menjadi sekelompok sosok membentuk suatu kawasan perkotaan. Dengan
demikian karya arsitektur merupakan hasil karya yang didasari oleh latar belakang budaya
dari si pembuat maupun si pemilik hasil karya tersebut. Sehingga latar belakang budaya ini
sangat kental menjiwai karya arsitektur yang dibuat oleh manusia untuk manusia tersebut.
Sinclair Gauldie mengisahkan ketika keterampilan manusia di bidang pembangunan
mulai meningkat, maka mereka mulai mengubah karya bukan sekedar memenuhi peran
kegunaan fisiknya semata, namun sekaligus sebagai unsur budaya (Gauldie, 1969).
Sebagaimana juga puisi dan seni lukis yang telah mendahuluinya, karya arsitektur dijadikan
media untuk berkomunikasi lewat bahasa perlambang dalam ungkapan bentuk, ruang, bahan,
dan konstruksi. Bagi A.T. Mann, seorang arsitek yang menekuni secara khusus Arsitektur
Suci, arsitektur merupakan mutiara yang menyimpan wujud tradisi suci di dalamnya (Mann,
1993).
Suatu karya arsitektur hampir selalu, secara disadari ataupun tidak, mencerminkan ciri
budaya dari kelompok manusia yang terlibat di dalam proses penciptaannya. Sekurang-
kurangnya akan tercermin di situ tata nilai yang mereka anut. Dengan demikian apabila kita
secara cermat mengamati sejumlah karya arsitektur suatu masyarakat maka lambat laun kita
pasti dapat mengenali ciri budaya masyarakat tersebut. Namun, untuk dapat mengenalinya
dengan benar-benar baik kita akan perlu mengenali kondisi lain dan masyarakat tersebut.
Dalam proses pembentukan kebudayaan ini arsitek dapat turut berperan. Untuk ini
pertama-tama perlu ditegaskan sikap dasar peran arsitek yaitu mengikuti arus kebudayaan
atau menciptakan arus kebudayaan. Kalau kita tengok lagi asal mulanya, maka arsitektur dan
lingkungan binaan (built environment) ditujukan untuk mewadahi kegiatan, memberikan
perlindungan manusia dan harta miliknya terhadap manusia lain, binatang, dan kekuatan
supernatural. Arsitektur dimaksudkan sebagai pencerminan hasil budaya bangsa,
penunjukkan identitas sosial, perwujudan status, dan sebagainya. Jadi arsitektur bukan hanya
bentuk saja.
Kalau seseorang dapat menerima bahwa arsitektur sebagai wadah kegiatan., tidaklah
sukar untuk mengerti anggapan pada arsitektur adalah produk dari kebudayaan. Selama
diikuti dengan pengertian bahwa arsitektur adalah bagian dari kebudayaan (dan saling
mempengaruhi) kita akan lebih mudah mengamati kejadian-kejadian di masyarakat.
Perkembangan arsitektur dan lingkungannya (baca: kota) juga sangat dipengaruhi
oleh faktor sosio-budaya, bukan hanya sekedar oleh faktor iklim, teknologi, bahan bangunan,
dan ekonomi. Kesemua faktor ini menghasilkan suatu bentuk bangunan. Bangunan bukan
hanya skedar sebagai objek atau suatu bentuk struktur saja, melainkan sebagai suatu institusi,
dasar suatu budaya. Budaya ini dapat dilihat dari tiga aspek, yaitu sebagai way of life
sekelompok manusia, sebagai sistem simbol, dan sebagai strategi untuk menyelamatkan
lingkungan dan sumber alam.
DAFTAR PUSTAKA
Ali, Made & Sumintardja, Djauhari. Arsitektur. Bandung: Yayasan LPMB, 1997.
Budihardjo, Eko. Arsitek dan Arsitektur Indonesia Menyongsong Masa Depan.
Yogyakarta: Andi, 1997.
Budihardjo, Eko. Jati Diri Arsitektur Indonesia. Bandung: Alumni, 1991.
Budihardjo, Eko. Percikan Pemikiran Para Begawan Arsitek Indonesia
Menghadapi Tantangan Globalisasi. Bandung: Alumni, 2009.
Fanani, Achmad. Arsitektur Masjid. Jakarta: Bentang Pustaka, 2009.
Herimanto & Winarno. Ilmu Sosial & Budaya Dasar. Jakarta: Bumi Aksara, 2011.
Ishar, H. K. Pedoman Umum Merancang Bangunan. Jakarta: Gramedia Pustaka
Utama, 1992.
Laurens, Joyce Marcella. Arsitektur dan Perilaku Manusia. Jakarta: Gramedia
Pustaka Utama, 2004.
Said, Abdul Azis. Simbolisme Unsur Visual Rumah Tradisional Toraja dan
Perubahan Aplikasinya pada Desain Modern. Yogyakarta: Ombak, 2004.
Siregar, Laksmi Gondokusumo. Makna Arsitektur. Jakarta: UI-Press, 2006.
Sukawati, Tjok. A. A. Oka. Ubud Bergerak. Bali: Bali Media Adhikarsa, 2004.
ARSITEKTUR DAN BUDAYA
TUGAS KECIL 1
Oleh:
Septian Aprilianto (1404205106)