NIM : 1404205106
Kelas : A
Rangkuman Materi:
BAB I
Pendahuluan
Bali dikenal sebagai salah satu wilayah yang unik, yang mengandung
suatu maksud bahwa Bali lain daripada yang lain. Keunikan tersebut terletak pada
kebudayaan yang terdapat di pulau Bali ini. Oleh karena keistimewaannya
tersebut maka seharusnya Bali dikembangkan secara khusus, dalam artian pola-
pola dasar masyarakat Hindu di Bali hendaknya tetap menjadi pola dasar
pengembangan wilayah Bali dalam mengikuti arus modernisasi.
Salah satu segi keunikan Bali yang diuraikan adalah mengenai struktur dan
pola perumahan. Masyarakat luar pun menyatakan bahwa perumahan Bali ini
berbeda dengan perumahan suku-suku lain serta cukup menarik untuk dikunjungi.
Inilah sebab mengapa pariwisata Bali begitu dikenal di mancanegara.
BAB II
Tinjauan Filosofis
A. Isi dan Wadah
Setiap mahkluk sudah merupakan kesatuan yang harmonis dengan
alamnya, sehingga dapat kita kiaskan seperti hubungan antara isi dan wadah.
Manusia sebagai makhluk berakal mampu mengatur, mengolah alam ini sesuai
dengan tuntutan Triguna (satwa, rajah, tamah). Sesuai dengan tuntutan Triguna
ini manusia akan membentuk wadah khusus selaras dengan keperluannya sebagai
makhluk sosial yang berbudaya tinggi. Wadah-wadah khusus itu berupa
bangunan, rumah, banjar, dan desa yang dicitakan sesuai dengan dasar-dasar
konsep filosofis yang dihayatinya.
Orang Bali yang taat agama serta adat akan selalu berusaha berbuat baik
agar selalu diberkahi oleh Ida Sang Hyang Widhu Wasa. Dalam hal membuat
rumah mereka akan berusaha berpegang pada ajaran-ajaran kepercayaannya yang
tercantum dalam lontar seperti Hasta Kosala Kosali, Hasta Bumi, Widhi Tatwa,
dan sebagainya. Sehingga ukuran rumah harus menggunakan kesatuan ukuran
pemiliknya, seperti depa, ruas, tapak kaki, dan lain sebagainya.
Ajaran Tri Hita Karana juga diwujudkan dalan membangun wadah
perumahan dan desa pekraman sebagai berikut:
1. Sanggah/Pemerajan dan parhayangan sebagai tempat suci perorangan dan
desa pekraman;
2. Halaman dan palemahan desa (tumbuh-tumbuhan, bangunan-bangunan)
didalamnya selaku statula sarira (badan kasar) dari pada perumahan dan
Desa Pekraman; serta
3. Penghuni perumahan dan Pawongan (orang-orang warga desa), merupakan
daya kemampuan desa, guna dapat berbuat dan berlaksana.
Konsep Tri Hita Karana diterapkan dalam isi dan alam semesta antara lain
sebagai berikut:
1. Manusia (Bhuwana Alit):
a. Kepala Utama Angga
b. Badan Madya Angga
c. Kaki Nistama Angga
2. Bhuwana Agung (Alam Semesta):
a. Swah Loka (Alam Dewa)
b. Bwah Loka (Alam Manusia)
c. Bhur Loka (Alam Hewan.Bhuta)
3. Desa dan Perumahan:
4. Pembagian 7; Bhur Loka, Bhwah Loka, Swah Loka, Maha Loka, Jana
Loka, Tapa Loka, Setia Loka, yang melambangkan Sapta Loka, seperti
contohnya pada Pura Agung Besakih
Pura dikelilingi oleh tembok memakai 4 Puduraksa pada keempat
sudutnya dan mempunyai pintu gerbang yang membagi kompleks pura itu
menjadi beberapa bagian, antara lain Candi Bentar dan Candi Kurung (Kori
Agung). Pada bagian atas Kori Agung diisi hiasan Kala sebagai putra Siwa.
Di halaman Jeroan terdapat pelinggih sebagai berikut:
1. Meru; tempat Dewa berstana
2. Gedong; tempat sakti-sakti dari Dewa berstana
3. Manjangan Sluang; untuk mengenang dan menghubungkan kita dengan
Mpu Kuturan
4. Padmasana; tempat Sang Hyang Widhi Wasa berstana
5. Pengaruman; tempat suci sementara untuk aci-aci
6. Piyasan; tempat menghias arca-arca dalam rangkaian upacara
7. Bale Paselang; tempat untuk menghaturkan sesajen
8. Bale Pawedan; tempat untuk pedanda melakukan pemujaan dan
memimpin upacara
9. Tugu Capah; tempat Bhuta Kala menjaga pura
BAB III
Tata Ruang dan Fungsi Ruang
A. Tata Ruang
Pola ruang dalam arsitektur tradisional berlaku dari lingkungan terbesar
sampai ketingkat ruangan terkecil. Berdasarkan pada konsep Tri Hita Karana,
maka disediakan ruangan untuk memenuhi kebutuhan jiwa, fisik, dan tenaga. Tata
ruang didasarkan pada Triangga/kepala, badan, dan kaki yang diwujudkan dalam
bentuk Parahyangan, Pawongan, dan Palemahan. Dalam konteks teritorial desa
adat, terdapat tingkatan tata nilai yaitu utama, madya, dan nista dimana kuburan
atau setra berada di tingkatan terendah atau nisata dari suatu desa.
Orientasi dibagi dua yaitu: Kangin-Kauh sebagai sumbu religi dan Kaja-
Kelod sebagai sumbu bumi. Dalam sumbu vertikal terdapat Bhur Loka sebagai
alam bawah, Bhwah Loka sebagai alam tengah, dan Swah Loka sebagai alam atas.
Jika 3 zona Kaa-Kelod disilangkan dengan 3 zona Kangin-Kauh, maka akan
menciptakan 9 zona dengan nilainya masing-masing yang nantinya akan dipakai
sebagai acuan pembuatan pekarangan perumahan tradisional Bali.
B. Fungsi Ruang
Bentuk dan penempatan masa-masa bangunan disesuaikan dengan
fungsinya masing-masing. urutan membangun; Sanggah atau Pemerajan, setelah
bangunan perumahan selesai selanjutnya dibangun Bale Meten, Paon,
Sumanggen, Jineng, dan Bale Dauh. Fungsi pekarangan di dalam batas Tembok
Penyengker untuk penempatan massa bangunan dan ruang-ruang luar
sekitarannya. Natah sebagai pusat sirkulasi yang dapat berfungsi sebagai ruang
saat upacara adat maupun ruang jemuran pada kondisi normal.
Terdapat pula Lebuh sebagai peralihan dari luar ke dalam atau sebaliknya,
serta untuk sarana upacara yang dipasang di depan rumah seperti Sangga Cucuk,
Sangga Agung, Penjor, dan sebagainya. Selanjutnya ada juga Telajakan yang
merupakan ruang sempadan untuk Tembok Penyengker dan jalan yang
difungsikan untuk tanaman hias bagi keperluan rumah tangga maupun
keagamaan.
BAB IV
Dasar-Dasar Konstruksi
BAB V
Tinjauan Sosial Budaya
A. Bentuk-Bentuk Bangunan
Bangunan tradisional Bali sangat konsekwen dalam mengikuti petunjuk-
petunjuk lontar Hasta Kosali. Hal ini dapat dilihat dari struktur dan bentuk-bentuk
bangunan seperti dibawah ini:
1. Bangunan yang terdiri dari gugus-gusugs kecil, sederhana, dan seimbang
2. Kontrsuksi kap yang terdiri dari unsur-unsur pemade, pemucu, langit-
langit, lambang, sineb, dan beberapa buah bentangan balok tarik
3. Konstruksi badan dibagi menjadi bagian kerangka dan bagian dinding.
Kerangka meneruskan beban ke pondasi melalui tiang-tiangnya
4. Konstruksi pondasi kaki tiang dihubungkan dengan sendi yang dapat
meneruskan beban dengan pondasi
C. Macam-Macam Bangunan
Merupakan tempat tinggal berupa unit-unit perumahan yang diatur dalam
kelompok-kelompok banjar sebagai sub-unit lingkungan dalam sebuah desa.
Tingkatan kasta, status sosial serta peranan di masyarakat menjadi salah satu
faktor yang menentukan perwujudan rumah tempat tinggal. Ditinjau dari nama
rumah tempat tinggal sesuai tingkat kasta yang menempatinya, terdapat Griya
(rumah bagi Brahmana), Puri dan Jero (rumah bagi Ksatria), serta Umah (rumah
bagi Waisya dan Sudra), adapun Kubu atau Pondok atau Pakubon yang
merupakan tempat tinggal diluar pusat pemukiman, diladang, di perkebunan, dan
sebagainya. Berdasarkan tipe rumah tempat tinggal juga terdapat beberapa tipe
antara lain tipe Sekepat, Sekenem, Sakutus, Astasari, Tiangsanga, Saka Roras, dan
Kori.
D. Bangunan-Bangunan Suci
Untuk memuja kebebasan Tuhan Yang Maha Esa dan Dewa-Dewa sebagai
manifestasi dari pada Tuhan dalam berbagai peranannya dibangun tempat-tempat
suci (tempat pemujaan). Tempat pemujaan dibangun di tempat-tempat suci atau
yang disucikan. Dalam berbagai bentuk serta fungsi tempat pemujaan disebut
Pura dengan tingkatan-tingkatan Utama, Madya, dan Nista.
Secara garis besar pura dalam berbagai bentuk dan fungsi terdiri dari
pekarangan yang dibagi menjadi tiga bagian. Bagian utama disebut Jeroan tempat
persembahyangan. Bagian tengah disebut Jaba Tengah sebagai tempat persiapan
dan pengiring upacara. Bagian depan disebut Jaba Sisi sebagai tempat peralihan
dari luar ke dalam pura.
Nama-nama tempat pemujaan, antara lain:
2. Pura sebagai tempat pemujaan melaksanakan ibadah agama ada
dari keluarga terkecil sampai lingkungan wilayah terbesar
3. Pemerajan sebagai tempat pemujaan dari satu keluarga rumah
tangga sampai keluarga besar
4. Kahyangan Tiga untuk pemujaan warga sedesa yang terdiri dari
beberapa banjar. Unit pura yang merupakan bagian dari Desa
Pakraman. Dalam pengertian desa adat di Bali, Tri Hita karana tiga
unsur yang merupakan perwujudan suatu desa. Pura Kahyangan
Tiga antara lain; Pura Desa, Pura Puseh, dan Pura Dalem
E. Bangunan Umum
Ada beberapa jenis bangunan yang dapat dipakai oleh salah seorang
anggota warga atau sekaligus dipakai sebagai tempat kegiatan oleh warga itu
secara bersamaan, antara lain:
1. Bale Banjar sebagai tempat rapat dan musyawarah, bahkan bisa pula
sebagai tempat kegiatan belajar mengajar
2. Wantilan sebagai tempat berkumpulnya para warga, serta tempat
pertunjukan seni, tempat olahraga, tempat pendidikan, dan fungsi dalam
bidang kepariwisataan.
3. Bale Kulkul merupakan alat komunikasi untuk memberikan informasi
jarak jauh yang telah disepaktai setiap banjar.
BAB VI
Peranan Bangunan Tradisional Bali dalam Pariwisata Budaya
A. Masa Depan
Dinyatakan bahwa sektor pariwisata menduduki tempat kedua setelah
pertanian. Perkembangan ini cukup menggembirakan karena dapat menyerap
tenaga kerja cukup banyak. Maka itu kemungkinan yang paling tepat untuk
meningkatkan pendapatan masyarakat ialah memantapkan industri pariwisata.
Desa adat dengan banjarnya merupakankebun dimana agama dan adat
tumbuh dengan suburnya. Desa adat dengan sistim pengikat Kahyangan Tiga
yang mempunyai struktur bangunan-bangunan pelinggih tertentu, dilihat sangat
unik bagi masyarakat luar. Oleh sebabnya penyediaan sarana kebudayaan untuk
menunjang perkembangannya harus terus ditingkatkan. Peningkatan baik secara
kwantitatif maupun kwalitatif dengan tetap menjaga nilai-nilai hakiki yang
merupakan daya tarik kebudayanan Bali.
tersebut akan terasa hambar tanpa memberikan kesan apapun lagi. Mengingat
bahwa bangunan Bali sudah cukup mengasikan bagi wisatawan, sedangkan
bangunan-bangunan tersebut sudah ada ketentuan mengenai bentuk, konstruksi
serta fungsinya tanpa perlu ada perubahan lagi.
BAB VII
PENUTUP
A. Kesimpulan
Selama ini peranan budaya adat Bali masih tetap dominan atau cukup penting
dari segi fungsi sebagai penunjang keperluan pribadi dari pada pemiliknya
maupun ikut memberikan andil dalam tujuan nasional bangsa kita yaitu ikut serta
sebagai sarana dari pariwisata budaya. Bangunan tradisional Bali dengan corak
dan karakternya masing-masing masih tetap meberikan nilai-nilai khusus pada
bangunan-bangunan perumahan masyarakat Bali. masalah kepecayaan juga masih
memegang peranan penting dalam pengaturan perumahan pada desa-desa
Pekraman mengikuti dari lontar seperti Hasta Kosala Kosali, Hasta Bumi, dan
sebagainya.
B. Saran
Bangunan tradisional Bali merupakan identitas suku bangsa yang perlu
dilestarikan. Selain itu, perlunya pengembangan pada kompleks bangunan Bali
yang ditata berdasarkan pemikiran keselarasan dan keseimbangan lingkungan.
Kompleks bangunan Bali dengan masa bangunan yang kecil-kecil pun dapat