28 Oktober 2017
Oleh: Mubarak
Dosen Tetap Pada Fakultas Agama Islam UNIKARTA Tenggarong, Kalimantan Timur
Abstrak
Budaya Islam sebagai istilah yang banyak digunakan dalam akademi sekuler untuk
mendeskripsikan praktik budaya orang-orang Islam atau kaum Muslimin karena agama Islam yang
muncul pada abad ke-6 di Arab adalah bentuk awal dari budaya kaum Muslimin yang tidak lain
merupakan budaya Arab. Sedangkan dengan berkembangnya kerajaan-kerajaan Islam maka terjadi
interaksi yang intens antara kaum Muslimin dengan lingkungan masyarakatnya di mana kaum
Muslimin itu menetap. Suku Kutai sebagai sub kultur masyarakat di Indonesia, memiliki saluran-
saluran budaya berupa adat-istiadat, seni dan sastra. Jika saluran-saluran budaya lokal ini dikaji
melalui pendekatan budaya Islam maka akan melahirkan wajah budaya Islam lokal yaitu „Budaya
Islam Kutai‟. Oleh karenanya tulisan ini berupaya mengurai pandangan terkait Budaya Islam Kutai
sebagai wawasan khazanah Islam Nusantara. Kajian ini dapat dikategorikan sebagai kajian
etnografi-deskriptif dalam sudut pandang antropologi guna mendeskripsikan dan menganalisis
kebudayaan masyarakat yang diamati. Penelusuran terhadap saluran-saluran budaya lokal dalam
tulisan ini dimaksudkan untuk menemukan sudut pandang yang benar terkait Islam di dalam
interaksi budaya dan masyarakat setempat.
86
Ittihad Jurnal Kopertais Wilayah XI Kalimantan Volume 15 No.28 Oktober 2017
melahirkan suatu tradisi sosial yang mengakar atau dalil, sehingga hal inilah yang
secara turun temurun dari satu generasi kepada membuatnya dapat memprakirakan atau
generasi berikutnya, sebagaimana yang memprediksi dan menjelaskan. Oleh karena
nampak dalam tradisi Islam nusantara yang itu, para positivis menyatakan ilmu
telah dipraktikkan dan berkembang dalam pengetahuan itu harus bersifat empiris, yaitu
masyarakat Indonesia. dapat ditangkap oleh panca indera manusia,
(https://id.wikipedia.org/wiki/Budaya_Islam) sehingga yang ada hanyalah regularity, karena
Suku Kutai sebagai sub kultur di balik itu adalah metafisika.
masyarakat di Indonesia, tentunya memiliki Adanya prediksi positif sebagai bagian
saluran-saluran budaya berupa adat-istiadat, dari keajegan merupakan bukti empiris. Jadi,
seni dan sastra. Jika saluran-saluran budaya ciri pokok dalam positivisme adalah: (1)
lokal ini dikaji melalui pendekatan budaya Gejala-gejala sosial-budaya tidak berbeda
Islam maka akan melahirkan wajah budaya dengan gejala alam; (2) Prosedur dalam ilmu
Islam lokal yaitu Budaya Islam Kutai. Oleh pengetahuan alam dapat ditiru atau diadopsi
karenanya maka tulisan ini berupaya mengurai untuk menjelaskan gejala-gejala sosial-
pandangan terkait Budaya Islam Kutai sebagai budaya; dan (3) Berusaha merumuskan
wawasan dan salah satu khazanah Islam lukisan-lukisan (law like generalization,
Nusantara. Hal ini dapat dipahami karena predictive explanatory) tentang gejala-gejala
Budaya Islam Kutai merupakan entitas khusus sosial-budaya, karena dalam gejala alam ada
dari Budaya Islam secara general, yang regularity. (http://nurcahyo-t-a-fisip.web.
menjadi ragam parsial sebagai hasil interaksi unair.ac.id/Kajian_Etnografi).
antara Islam dan lokalitasnya dalam tata Adapun dalam upaya untuk
berkehidupan di masyarakat Kutai. Di samping mengumpulkan data digunakan pendekatan
itu, penelusuran terhadap saluran-saluran heuristik yaitu metode pencarian sumber
budaya lokal dalam tulisan ini juga sejarah melalui pustaka sejarah atau data
dimaksudkan untuk menemukan sudut lapangan. Akan tetapi, disebabkan
pandang yang benar terkait Islam di dalam keterbatasan yang dimiliki maka pilihan
interaksi budaya dan masyarakat setempat. sumber sejarah yang digunakan hanya terbatas
Kajian yang dilakukan ini merupakan pada kepustakaan, dengan tetap
etnografi-deskriptif dalam sudut pandang merelevansikannya kepada aspek empirik
antropologi guna mendeskripsikan dan kebudayaan yang berkembang pada
menganalisis kebudayaan masyarakat yang masyarakat Kutai. Hal ini diharapkan mampu
diamati. Etnografi deskriptif adalah etnografi menemukan sudut pandang yang benar terkait
positivistik yang melandaskan ilmu Islam di dalam interaksi budaya dan
pengetahuan sebagai upaya memahami teori masyarakat setempat.
yang bersifat prediktif (diperkirakan) atau
eksplanatori (untuk memperoleh keterangan, B. Pengertian Wawasan dan Budaya
informasi, maupun data terhadap hal-hal yang
Istilah „wawasan‟ dapat didefinisikan
belum diketahui). Terkait hal ini para penganut
sebagai „cara pandangan; kemampuan daya
positivistik (positivis) membangun dan
berpikir‟ (Partanto dan Al Barry, 1994: 783).
menyusun teorinya dari pernyataan mengenai
Wawasan juga diartikan sebagai „hasil
hubungan-hubungan yang reguler (atau,
mewawas; tinjauan; pandangan; konsepsi; cara
keajegan; berulang kembali), yang ada dalam
pandang (Kamus Besar Bahasa Indonesia,
dunia eksternal, yang disebut dengan hukum
87
Ittihad Jurnal Kopertais Wilayah XI Kalimantan Volume 15 No.28 Oktober 2017
2016). Sedangkan istilah „budaya‟ secara pendayagunaan nalar dan kaitannya dalam
ringkas didefinisikan sebagai „segala sesuatu obyek ruang dan waktu sehingga menjadi
yang dilakukan, dipikirkan, dan diciptakan dinamis karena mengakumulasi sepanjang
oleh manusia dalam masyarakat, serta waktu. Wawasan dan budaya juga berkaitan
termasuk pengakumulasian sejarah dari objek- satu dengan yang lainnya sebagai hasil
objek atau perbuatan yang dilakukan pemikiran berupa pengetahuan, kepercayaan,
sepanjang waktu‟ (Manahan P. Tampubolon, kesenian, nilai-nilai, dan moral yang kemudian
2004:184). Selain itu, budaya juga merupakan dilakukan dalam kehidupan, baik sebagai
manifestasi dari cara berpikir, sehingga pola individu maupun sebagai bagian dari
kebudayaan itu sangat luas, sebab mencakup masyarakat, di mana segala hasil pemikiran
semua tingkah laku dan perbuatan, serta tersebut didapatkan melalui interaksi manusia
tercakup pula di dalamnya perasaan, karena dengan manusia yang lain di dalam kehidupan
perasaan juga merupakan maksud dari pikiran bermasyarakat maupun interaksi manusia
(W. Supartono, 2004: 31). dengan alam.
Alquran memandang budaya sebagai
„al ‘urf‟ atau tradisi yang baik, sebagaimana C. Kebudayaan dan Lokalitas Islam
ۡ ۡ ََ ۡ ۡ َُۡ َ َۡۡ
Surat Al-A‟raf (7) ayat 199:
َ ۡ ُ ُ Kebudayaan adalah sebuah sistem nilai
خ ِذ ٱلعفو وأمر بِٱلعر ِف وأع ِرض ع ِن yang dinamik dari elemen-elemen
ِ ِ والواق ِع أن المر
nilai, norma, pandangan, undang-undang dan
88
Ittihad Jurnal Kopertais Wilayah XI Kalimantan Volume 15 No.28 Oktober 2017
89
Ittihad Jurnal Kopertais Wilayah XI Kalimantan Volume 15 No.28 Oktober 2017
yang bercorak Indonesia dan lain sebagainya. nampaknya masih berjalan lambat. Hal ini
(M. Darori Amin dkk, 2000: 110) terbukti dengan perubahan corak
pemerintahannya, dari era Kerajaan menuju
D. Sejarah Singkat Masuknya Islam di era Kesultanan, yang baru terjadi pada abad
Kutai ke-18. Sejak abad ke-18 inilah diyakini
kebudayaan Islam mulai melembaga secara
Secara ringkas dapat diceritakan bahwa struktural dan fungsional dalam Kerajaan
Islam masuk di Kerajaan Kutai Kartanegara Kutai Kartanegara (Syaukani HR, 2001:74-
sekitar Abad ke-16, meskipun kerajaan ini 76).
telah berdiri sejak abad ke-13 di daerah Jaitan Pelembagaan Islam secara struktural
Layar, atau saat ini wilayah Desa Kutai Lama dan fungsional ini tergambar dari aspek hukum
Kecamatan Anggana (Syaukani HR, 2001: 57 Kesultanan Kutai Kertanegara, yakni dengan
– 59). Eksistensi agama Islam di Kerajaan diterbitkannya Undang-Undang (UU) Panji
Kutai Kartanegara dimulai sejak kedatangan Selaten yang berlaku sebagai konstitusi
dua orang ulama asal Minangkabau, yaitu Kesultanan Kutai Kartanegara, yang terdiri
Datuk Ri Bandang dan Tuanku Tunggang dari 39 pasal, serta Beraja Nanti atau Beraja
Parangan pada akhir abad ke-16 dan Niti dengan jumlah pasal sebanyak 14 pasal.
mengislamkan Raja Mahkota (1545 – 1610 ), Kedua UU ini diterbitkan semasa
yaitu Raja ke-6 Kerajaan Kutai Kartanegara pemerintahan Aji Pangeran Sinum Panji
(Syaukani HR, 2001:66; Fred Wetik, 2004: Mandapa ing Martapura (1635-1650), dengan
30). Epik yang menceritakan kesaktian Raja menggunakan aksara Arab Melayu. Landasan
Mahkota hingga berkesadaran untuk memeluk penerapan kedua UU di atas diyakini karena
agama Islam diceritakan dalam Salasilah pengaruh ajaran Islam yang secara prinsip
Kutai karya D Adham atau nama lain dari Drs menganggap politik pemerintahan adalah
H Achmad Dahlan (1999: 26 – 34). bagian yang tidak dapat dipisahkan dari
Penyebaran agama Islam secara persoalan agama, karena dalam Pasal 1 UU
perlahan dilakukan oleh Raja Mahkota Panji Selaten disebutkan frasa mengenai
bersama anaknya yaitu Aji Dilanggar (1610 – sistem politik dan hukum kesultanan yang
1623) hingga meluas ke wilayah-wilayah “Bershara’ Islam dengan Alim Ulamanya”.
pedalaman pada awal abad ke-17 seiring Dengan demikian maka struktur kekuasaan
ditaklukkannya Kerajaan Kutai Martapura di Kesultanan Kutai Kartanegara saat itu pada
Muara Kaman yang beragama Hindu oleh Raja prinsipnya telah terbangun sistem tata
ke-8 Pangeran Sinum Panji Mendapa ing pemerintahan yang terstruktur sesuai dengan
Martapura (1635 – 1650) (Poesponegoro dan kebutuhan zamannya (Makmun Syar‟i, 2010:
Notosusanto, 1984: 25). Kondisi ini sekaligus 143).
menandai dimulainya fase baru Meskipun demikian, sejak era
penyebarluasan agama Islam di wilayah- kesultanan ini pula lambat laun penggunaan
wilayah pedalaman yang menjadi protektorat kata „Ing Martapura, yang tercantum pada
Kerajaan Kutai Kartanegara Ing Martapura nama kerajaan maupun nama-nama para raja
(Achmad Dahlan, 1999:13 dan 247). Sejak itu, yang berkuasa di Kesultanan Kutai
upaya penyebarluasan agama Islam telah Kartanegara tidak berlaku lagi secara efektif
berkembang dengan pesat di wilayah-wilayah (Achmad Dahlan, 1999: 14).Raja Kutai
Kerajaan Kutai Kartanegara Ing Martapura, Kartanegara terakhir yang menggunakan gelar
meskipun proses akulturasi kebudayaan Islam „ing Martapura‟ adalah Raja Kutai
90
Ittihad Jurnal Kopertais Wilayah XI Kalimantan Volume 15 No.28 Oktober 2017
Kartanegara ke-13 yaitu Aji Pangeran Anum Suku ini mempunyai bahasa daerah sendiri
Panji Mendapa ing Martapura (1730-1732), yaitu bahasa Kutai. Suku Kutai ini umumnya
sedangkan Raja berikutnya yang pertama kali memeluk agama Islam. Mereka sangat patuh
bergelar Sultan adalah Raja Kutai ke-14 yaitu dan fanatik dengan ajaran-ajaran agama.
Sultan Aji Muhammad Idris (1732-1778). Terhadap orang yang ingkar ajaran serta
(Achmad Dahlan, 1999:247) hukum-hukum agama Islam besar
kemungkinan akan dipencilkan dari pergaulan,
E. Budaya Islam dalam Adat, Seni dan dan tidak membenarkan salah seorang
Sastra Masyarakat Kutai keluarganya keluar dari penganut agama Islam
(Zailani Idris, 1999: 38, 39, 44). Adapun Suku
Masyarakat Kutai itu terbagi ke dalam Kutai Keraton yaitu kalangan bangsawan
tiga sub kultur, yakni: Dayak, Kutai Pesisir Kutai Kartanegara. Adat istiadat Kutai Keraton
dan Kutai Keraton (Zailani Idris, 1999:8). ini awalnya adalah kebiasaan yang kemudian
Budaya Islam dalam masyarakat Kutai menjadi tradisi dan melembaga di kalangan
diidentifikasi berlaku setelah Islam menjadi bangsawan Kutai Kartanegara. Orang-orang
agama di masyarakat Kutai. Manifestasi Islam Kutai Keraton Kartanegara semuanya
dalam budaya Kutai merupakan obyek yang memeluk agama Islam. (Zailani Idris,
dapat diamati dan dilacak. Budaya Islam 1999:45-47 dan 50)
dalam masyarakat Kutai diidentifikasi berlaku Adat istiadat yang dilakukan oleh Suku
setelah Islam menjadi agama masyarakat Suku Kutai Pesisir dan Suku Kutai Keraton Kutai di
Kutai. Dalam referensi Zailani Idris (199:38- antaranya pada adat perkawinan, upacara
45) terkait Suku Kutai beragama Islam ini melahirkan, dan upacara kematian. Pada adat
diketahui bahwa masyarakat Kutai yang istiadat Suku Kutai Pesisir sangat lekat dengan
beragama Islam didominasi oleh masyarakat unsur Islam sehingga terjadi akulturasi budaya
Kutai dari Suku Pesisir dan Suku Kutai dalam ritual keagamaan. Zailani Idris (1999:
Keraton. Identifikasi antara Suku Pesisir dan 40 – 41) mengidentifikasi berbagai budaya
Suku Kutai Keraton di Kabupaten Kutai ini Islami dalam upacara Suku Kutai, yaitu dalam
untuk membedakan penggolongan dan tata adat perkawinan dikenal istilah bedatang,
cara kehidupan sosial budayanya serta bentuk sorong tanda, sumahan, behatam atau
keseniannya. betemat. Untuk kesenian yang mengiringi
Suku Kutai Pesisir adalah penduduk pelaksanaan adat perkawinan adalah kesenian
yang mendiami sepanjang pantai dan sungai hadrah/rebana yang berisikan pujian kepada
Mahakam di daerah Kabupaten Kutai, Rasulullah disertai dengan tepuk reban, gerak
umumnya pendatang baru dari berbagai daerah tari melambai-lambaikan bendera kecil
di luar pulau Kalimantan untuk mencari beraneka warna. Selain itu, malam harinya
kehidupan baru. Suku Pesisir yang ada digelar kembali kesenian tingkilan, tarian
sekarang sebagai satu himpunan suku yang jepen, besyaer dan lain sebagianya. Dalam
baru tetapi merupakan suku-suku yang upacara kelahiran dilaksanakan upacara naik
mendiami daerah Kutai. Selain suku ayun yang diiringi pembacaan Diba’ atau
pendatang, Suku Kutai Pesisir juga terdapat Berjanji yang menceritakan tentang kelahiran
suku Kutai asli yang diduga keturunan Melayu Nabi Muhammad dalam Bahasa Arab, serta
(Sumatera Timur) yang kemudian menetap tepong tawar dengan memercikan air
dan berketurunan dengan penduduk asli kembang. Sedangkan dalam upacara kematian
Kalimantan di bagian Timur (daerah Kutai). dilakukan upacara 3 hari, 7 hari, 25 hari, 40
91
Ittihad Jurnal Kopertais Wilayah XI Kalimantan Volume 15 No.28 Oktober 2017
hari dan 100 hari dengan melakukan diketengahkan ialah upacara adat dan ritual
pembacaan do‟a di rumah orang yang keagamaan Islam yang dilakukan oleh Suku
mengalami kematian. Kutai Pesisir dan Suku Kutai Keraton di
Selain aspek budaya di atas Zailani antaranya pada adat perkawinan, upacara
Idris (1999: 51 – 56) mengidentifikasi aspek melahirkan, dan upacara kematian.
kesenian dalam budaya masyarakat Kutai Budaya Islam dalam upacara Suku
antara lain seni rupa, seni tari dan teater, serta Kutai Pesisir dan Suku Kutai Keraton
seni musik berdasarkan klasifikasi masyarakat Kartanegara menurut Zailani Idris (1999: 40 -
suku-suku pedalaman, suku-suku pesisir dan 41), antara lain:
Kutai Keraton Kartanegara. Namun dalam
pendekatan budaya Islam masyarakat Kutai ini a. Adat perkawinan.
aspek kesenian perlu disaring ke dalam wujud
Di dalam adat perkawinan ini dikenal
kesenian Islam yang berkembang di
beberapa istilah bedatang, sorong tanda,
masyarakat Kutai. Berikutnya akan dipaparkan
sumahan, betimung,behatam atau betemat
beberapa gambaran mengenai saluran-saluran
serta naik mentuha. Bedatang ialah acara
budaya Kutai yang lekat dengan corak Islam,
pemberian tanda ikatan pihak keluarga
baik dari aspek adat-istiadat, seni dan sastra, di
pemuda kepada pihak keluarga gadis untuk
mana antara satu dengan yang lain memiliki
melamar si gadis. Sorong Tanda ialah waktu
kaitan sebagai sebuah kesatuan budaya Kutai.
yang ditentukan oleh kedua belah pihak yang
akan melakukan perkawinan untuk mengantar
1. Aspek Adat (Upacara dan Ritual
atau menyerahkan tanda ikatan atas
Keagamaan)
persetujuan pernikahan berupa kelengkapan
Aspek adat istiadat (berupa upacara peralatan pernikahan bagi si gadis. Biasanya
dan ritual keagamaan) yang berkembang dalam acara sorong tanda ini ditetapkan
dalam masyarakat Kutai jika dihubungkan sumahan. Sumahan ialah waktu penyerahan
dengan Islam tentunya hanya terbatas pada mas kawin kepada pihak si gadis dan
upacara adat dan ritual keagamaan yang besarannya untuk membantu biaya resepsi
bernuansa Islami. Meskipun upacara adat dan pernikahan yang biasanya dipusatkan di rumah
kegiatan keagamaan masyarakat Kutai sangat si gadis.
beragam namun diakui memiliki nuansa Hindu Sebelum pernikahan dilangsungkan
serta Animisme dan Dinamisme. pada masyarakat Kutai dikenal istilah
Upacara adat dan ritual keagamaan betimung. Betimung ialah mandi uap dengan
bernuansa Hindu serta Animisme dan wangi-wangian dari daun Serai, Pandan, Jahe,
Dinamisme itu terdapat pada sebagian upacara Bunga Melur, Mawar, Sedap Malam dan lain-
adat Suku Kutai Keraton namun pada aspek lain yang wangi baunya dengan maksud ketika
keagamaannya terdapat ritual yang bernuansa bersanding tidak banyak mengeluarkan
Islam, sedangkan pada masyarakat Kutai Suku keringat yang mengakibatkan kelelahan.
Pedalaman, antara lain: Kenyah, Bahau, Pada ritual Islamnya dalam adat
Modang, Benua‟, dan Tunjung, pada upacara perkawinan masyarakat Kutai dilaksanakan
adat dan ritual keagamaannya yang cenderung acara behatam atau betemat. Acara Behatam
ke arah Anismisme dan Dinamisme. Oleh atau Betemat ini dilakukan dengan membaca
karenanya maka budaya Islam dalam adat Kitab Suci Alqur‟an oleh 4 atau 5 orang
istiadat masyarakat Kutai yang perlu sekaligus bagi undangan atau pihak keluarga
92
Ittihad Jurnal Kopertais Wilayah XI Kalimantan Volume 15 No.28 Oktober 2017
mempelai yang sudah pernah menamatkan bayi yang dilakukan pada beberapa tempat si
bacaan Alqur‟annya. Sedangkan upacara naik bayi, biasanya di ubun-ubun kepalanya, serta
mentuha dilakukan oleh kedua mempelai pada ke dua belah tangan dan kakinya.
hari ketiga setelah perkawinan dengan Selain upacara tersebut dalam upacara
mengunjungi orangtua kedua mempelai dan kelahiran, masyarakat Kutai juga melakukan
bersujud, karena pada tiga hari setelah acara Mandi-mandi dan Tijak tanah. Acara
perkawinan tersebut kedua mempelai betuhing mandi-mandi dilakukan sebelum kelahiran
dan dilarang menginjakkan kaki di tanah. pada saat usia tujuh bulan usia kehamilan si
Untuk kesenian yang mengiringi ibu. Mandi-mandi dilakukan pada pagi atau
pelaksanaan adat perkawinan adalah kesenian sore dengan menghadap ke arah matahari
hadrah/rebana, tingkilan, tarian jepen, besyaer terbit dan diringi dengan do‟a-do‟a, kemudian
dan lain sebagianya, yang akan dijelaskan disiram dengan air bunga-bunga yang wangi.
pada aspek Seni masyarakat Kutai. Sedangkan acara tijak tanah bagi suku Kutai
Keraton, atau turun tanah oleh suku Kutai
b. Upacara kelahiran. Pesisir, dilakukan dengan mendirikan bayi di
tanah seraya menginjakkan kakinya sebanyak
Dalam upacara kelahiran dilaksanakan
tiga kali diatas tanah. Bagi suku Kutai Keraton
upacara naik ayun yang diiringi pembacaan
upacara tijak tanah dilakukan di atas kepala
Diba’ atau Berjanji serta tepong tawar.
orang hidup atau kepala kerbau hidup atau
Upacara naik ayun ialah upacara yang
yang sudah mati berdasarkan legenda Kutai.
dilakukan pada bayi yang telah berusia 9
bulan, yang dilakukan untuk memotong
c. Upacara kematian.
rambut bayi, dan jika bayi tersebut perempuan
sekaligus untuk melobangi daun telinga bayi. Dalam upacara kematian pada
Upacara ini biasanya dirangkai dengan masyarakat Kutai dikenal upacara 3 hari, 7
memberi nama atau Tasmiyah dalam ajaran hari, 25 hari, 40 hari dan 100 hari, dengan
Islam. Pelaksanaan upacara naik ayun ini melakukan pembacaan do‟a di rumah orang
dapat malam atau siang hari dengan yang mengalami kematian. Upacara tersebut
mengundang sanak-family dan orang-orang oleh masyarakat Kutai disebut dengan istilah
kampung, dengan memasukkan si bayi ke meniga hari, menujuh hari, menyelawi,
dalam ayunan yang tersedia. meempatpuluh hari dan nyeratus hari.
Disaat yang sama dilakukan Pada saat kematian ini, masyarakat
pembacaan Diba’ atau Barjanji berupa cerita Kutai bergotong-royong membantu pihak
tentang kelahiran Rasulullah SAW dalam keluarga yang mengalami kematian. Bagi
bahasa Arab. Si bayi diangkat dan diletakkan kaum muda dengan menggali lubang kubur,
berulang kali di ayunan (yang telah dirangkai membuat batur atau nisan, mengusung mayat
dengan buku Yasin atau Alqur‟an kecil di tali ke pemakaman, sedangkan orang-orang tua
ayunan, serta di bawahnya terdapat benda besi hanya membantu membersihkan si mayyit,
berupa gunting, pisau atau sejenisnya) oleh mengafani dan menyembahyangkan.
orang-orang tua dari orang tua si bayi, sesepuh Selanjutnya, budaya Suku Kutai
kampung atau ulama, tidak ketinggalan Keraton Kartanegara pada ragam upacara dan
dilakukan tepong tawar. Tepong tawar sebagai ritual keagamaan masyarakat Kutai sebagai
bagian dari upacara naik ayun dilakukan cagar budaya meskipun terdapat corak yang
dengan memercikan air kembang kepada si berbeda dalam perspektif budaya Islam,
93
Ittihad Jurnal Kopertais Wilayah XI Kalimantan Volume 15 No.28 Oktober 2017
94
Ittihad Jurnal Kopertais Wilayah XI Kalimantan Volume 15 No.28 Oktober 2017
95
Ittihad Jurnal Kopertais Wilayah XI Kalimantan Volume 15 No.28 Oktober 2017
96
Ittihad Jurnal Kopertais Wilayah XI Kalimantan Volume 15 No.28 Oktober 2017
Wikipedia (https://id.wikipedia.org/wiki/
Budaya_Islam).
97