Anda di halaman 1dari 8

Agama Hindu di Bali (MPU kuturan)

Nama kelompok 7:
- Komang Parel Riska Putra (14)
- Ngurah Made Bagas Artha (24)
- Ni Kadek Tina Dewi. (27)
- Ni Putu Ayu Cantika Dewi (31)
- Ni Putu Intan Purnama Arioka (33)
Nama Kerajaan : Kerajaan Bedahulu (Bedulu)

Tahun Berdiri. : Pada Abad ke 8 Hingga Abad ke 14 Masehi

Kerajaan Bali atau yang disebut juga dengan Kerajaan Bedahulu atau Bedulu adalah kerajaan

kuno di Pulau Dewata. Kerajaan ini berpusat di sekitar Pejeng, Kabupaten Gianyar, Bali.

Kerajaan ini diperkirakan eksis sejak abad ke-8 hingga abad ke-14.

Raja Kerajaan Bali yang terkenal kebanyakan berasal dari Dinasti Warmadewa. Berikut

beberapa nama raja Bali yang terkenal:

Sri Kesari Warmadewa (882-914 M)

Raja Udayana (989-1011 M)

Marakata Pangkaja (1011-1022 M)

Anak Wungsu (1049-1077 M)

Paduka Sri Maharaja Sri Jayasakti (1133-1150 M)

Sri Astatura Ratnabhumibanten (1337-1343 M)


Beberapa jejak peninggalan Kerajaan Bali:

1. Prasasti Blanjong yang memuat pesan berbahasa Bali dan dibuat oleh Sri Kesari

Warmadewa. Prasasti ini ditemukan di Sanur Kauh, Denpasar Selatan.

2.Jejak peninggalan berikutnya adalah Prasasti Panglapuan, yang berisi pesan tentang para

penguasa kerajaan seperti Udayana, Jayapangus dan Anak Wungsu.

3.Selanjutnya ada pula Prasasti Anak Wungsu, yakni peninggalan dari Raja Anak Wungsu

yang berjumlah 28 buah. Selain prasasti

4.Goa Gajah

5. Pura Gunung Penulisan

6. Pura Gunung Kawi

Selain itu Adapun Salah Satu Kegiatan Keagamaan Yang di Lakukan

Yakni

Pada masa pemerintahan rajaa marakatta dilaksanakanlah penghormatan kepada maha rsi

agastya ,sebagaimana di sebutkan dalam prasasti tersebut yang berangka 944 caka. Adapun

kalimatnya berbunyi " Rasa Nikang Sapata Bhatara Puntahyang Hyang Anggasti Maha Rsi
Purwa Satya daksina..". Lontar Dwijendra Tattwa Menjelaskan bahwa " Kedatangan Maha

Rsi Agastya di Bali Mengajarkan agama Siwa". Selanjutnya dinyatakan bahwa beliau

mengajarkan tentang ilmu gaib (trantrisme atau tantra) kepada para raja dan kaum

bangsawan. Ajaran inilah disebut Aywawera.

Mpu Kuturan adalah sebuah nama yang dikenal luas masyarakat Hindu di Bali. Ia hadir di

Bali pada masa pemerintahan Udayana Warmadewa dan dikenal melalui sejumlah prasasti

yang dikeluarkan oleh raja tersebut. Namun, dalam sejumlah lontar, nama "Mpu Kuturan",

tidak menunjuk pada satu sosok melainkan tiga tokoh berbeda yang juga berasal dari masa

pemerintahan Majapahit.

Hubungan Pura Silayhukti Dengan MPU Kuturan:

Keberadaan Pura Silayukti erat hubungannya dengan kedatangan Mpu Kuturan yang mampu

menata kehidupan Bali terutama dalam kepercayaan beragama, karena awalnya di pulau

Dewata Bali ini terdapat banyak sekte dengan berbagai kepercayaan sehingga rawan

terjadinya konflik, untuk itulah beliau ditugaskan untuk menatanya sehingga dikenal dengan

adanya desa pakraman yang memiliki pura kahyangan Tiga.

Kata Silayukti berasal dari kata “sila” yang artinya dasar dan “yukti” berarti benar kalau

digabungkan menjadi dasar dari kebenaran, sehingga bagi anda yang bersembahyang di

tempat suci ini, benar-benar memegang teguh kebenaran, sesuai dengan ajaran agama.
Pura Silayukti memiliki hubungan erat dengan sejarah perjalanan suci Mpu Kuturan ke pulau

Dewata Bali yang juga banyak membawa pengaruh akan tatanan kehidupan beragama di

Bali.

Mpu Kuturan memang tokoh spiritual Hindu pada abad ke-11 yang sangat berjasa, selalu

mementingkan orang banyak dan berbuat tanpa pamerih, beliau memiliki keyakinan penuh

adanya hukum karma karena setiap perbuatan baik maka baik akan membuahkan hasil yang

baik, begitu juga sebaliknya.

Setelah tidak menjabat lagi sebagai senapati Kuturan, maka beliau menjadi Bhagawanta

Kerajaan Bali sehingga diberi gelar Mpu Kuturan, ditugaskan di Padang (sekarang Padang

Bai) disinilah sang mpu

( membuat pesraman, sekarang dikenal dengan Pura Silayukti)

Apa Jasa-jasa Mpu Kuturan di Bali?

Menurut jurnal Peran Mpu Kuturan dalam Membangun Peradaban Bali, ada beberapa jasa-

jasa Mpu Kuturan, di antaranya:

1. Menyatukan Sekte di Bali

Sebelum Bali mengenal Tri Kahyangan, Bali memiliki enam sekte besar yang hidup dan

berkembang. Ada sekte Sambu, Brahma, Indra, Wisnu, Bayu dan Kala. Akan tetapi, menurut
Ida Pedanda Gede Wayahan Wanasari dalam lontar Sad agama, enam sekte agama Hindu di

Bali adalah Brahma Waisnawa, Siawa, Bauddha, Kala dan Bayu.

2. Mendirikan Desa Pakraman

Dari hasil pesamuan di Samuan Tiga, terbentuk sebuah tatanan kehidupan masyarakat Bali

yang baru. Kini tatanan iu dinamakan Desa Pakraman Bali.

3. Mendirikan Beberapa Pura

Untuk menjaga ketenteraman masyarakat Bali, Mpu Kuturan mendirikan dan

menyempurnakan Pura Kahyangan Jagat yang berjumlah delapan buah, yaitu Pura Besakih,

Lempuyangan, Andakasa, Goa Lawah, Batukaru, Beratan, Batur dan Uluwatu.

Mpu Kuturan berhasil memperluas dan memperbesar Pura Besakih dan menciptakan

Pelinggih Meru dan Gedong. Selain itu, Mpu Kuturan juga mengajarkan pembuatan

kahyangan secara spiritual, termasuk pembuatan jenis-jenis pedagingan.

Mpu Kuturan menciptakan konsep Tri Hita Karana, yang artinya tiga

penyebab kebahagiaan, yaitu:

Parahyangan, hubungan manusia dengan Tuhan

Palemahan, hubungan manusia dengan alam dan lingkungan di sekitarnya

Pawongan, hubungan manusia dengan sesama manusia.


Pembangunan Tri Kahyangan oleh Mpu Kuturan:

Mengutip situs Pemerintah Kabupaten Buleleng, Kahyangan Tiga terdiri dari dua kata,

kahyangan dan tiga. Tri Kahyangan adalah tiga buah tempat suci yang terdiri dari:

Pura Desa, tempat pemujaan Dewa Brahma dan fungsinya sebagai alam semestaPura Puseh,

tempat pemujaan Dewa Wisnu dengan fungsinya sebagai pemelihara Pura Dalem, tempat

memuja Dewa Siwa dalam wujud Dewi Durga dengan fungsinya sebagai pemralina alam

semesta.

Terbentuknya Tri Kahyangan berawal ketika pada masa sebelum pemerintahan raja suami-

istri Udayana dan Gunapriya Dharmapatni tahun 989-1011 M di Bali. Seperti yang sudah

dijelaskan sebelumnya, saat itu, berkembang aliran-aliran agama yang menimbulkan

perbedaan kepercayaan. Sehingga pertentangan yang ditimbulkan membawa pengaruh buruk

terhadap jalannya roda pemerintahan kerajaan dan juga kehidupan masyarakat.

Mpu Kuturan pun mengadakan pertemuan para tokoh-tokoh agama di Bali. Pertemuan yang

diselenggarakan di Desa Bedahulu Kabupaten Gianyar itu tercetus sebuah keputusan bahwa

dibangun Kahyangan Tiga yang berfungsi untuk memuja Tri Murthi, yaitu Brahma, Wisnu

dan Siwa yang merupakan manifestasi Hyang Widhi Wasa.

Sehingga, tujuan dari pembangunan dari Tri Kahyangan adalah agar tak lagi terjadi

pertentangan dan perbedaan pendapat. Berkat pendekatan, pemikiran dan usaha yang

dilakukan Mpu Kuturan, sekte-sekte dalam masyarakat Bali itu berhasil lebur dan menyatu.
Pura Desa biasanya dibangun di tengah-tengah salah satu sudut Caturpata atau perempatan

agung. Pada sudut lainnya, terdapat bale wantilan atau balai desa, dan pasar dengan Pura

Melanting.Sementara itu, Pura Puseh dibangun pada bagian arah selatan dari desa yang

mengarah ke pantai, sebab itu, Pura Puseh sering disebut Pura Segara di Bali Utara. Terakhir,

Pura Dalem dibangun mengarah ke barat daya dari desa, karena arah barat daya adalah arah

mata angin yang dikuasai oleh Dewa Rudra, yaitu aspek Siwa yang berfungsi mempralina

segala hidup.

Gagasan Pembangunan Rong Tiga Oleh Mpu Kuturan

Ia juga yang menggagas pembangunan Rong Tiga, yakni tempat ibadah di tiap rumah, hal

yang umum terdapat di Bali hingga kini. Selain sebagai tempat pemujaan Tri Murti, Rong

Tiga juga berfungsi sebagai tempat pemuajaan roh leluhur.

Rong Tiga terdiri dari tempat pemujaan Brahma di mang kanan yang juga sebagai tempat

pemujaan roh leluhur laki-laki (purusa), Wisnu di mang kini (tempat pemujaan roh leluhur

perempuan atau pradana), dan Siwa di mang tengah (roh leluhur yang sudah bersatu dengan

Bhatara Gum).

Anda mungkin juga menyukai